• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Pendidikan Multikultural

3. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berwawasan Multikultural

Pembelajaran secara sederhana dapat diartikan sebagai sebuah usaha memengaruhi emosi, intelektual dan spiritual seseorang agar mau belajar dengan kehendaknya sendiri. Melalui pembelajaran akan terjadi proses pengembangan moral keagamaan, aktivitas dan kreativitas peserta didik melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Pembelajaran berbeda dengan mengajar yang pada prinsipnya menggambarkan aktivitas guru, sedangkan pembelajaran menggambarkan aktivitas peserta didik.58 Pembelajaran adalah usaha membimbing peserta didik dan menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar untuk belajar.59 Jadi, dalam pembelajaran terdapat dua aktivitas yang berlangsung, yaitu belajar dan mengajar.

Agar pendidikan multikultur ini dapat menghasilkan output atau lulusan yang tidak hanya kompeten sesuai dengan disiplin ilmu yang ada pada setiap institusi pendidikan ataupun yang ditekuninya, tetapi output tersebut juga mampu menerapkan nilai-nilai keberagaman dalam memahami dan menghargai keberadaan perbedaan yang ada, maka penanaman nilai multikultur ini bisa dilakukan oleh seorang guru atau pendidik baik dalam pembelajaran di kelas atau dalam kegiatan sehari-hari. Contoh penanaman nilai multikultur antara lain tidak membeda-bedakan siswa, membentuk kelompok diskusi secara heterogen, pengambilan keputusan secara

58 Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 85.

demokratis, memberi kebebasan bagi siswa dalam mengeluarkan pendapatnya atau bertanya, menghargai budaya, bahasa dan lain-lain.60

Menurut Muhaimin sebagaimana yang dikutip Nur Fauziyah, peran guru agama Islam dalam pengimplementasian nilai-nilai keberagamaan meliputi: a) menyelenggarakan proses pembelajaran yang demokratis dan objektif di dalam kelas. Artinya segala tingkah lakunya, baik sikap dan perkataannya, tidak diskriminatif (bersikap adil dan tidak menyinggung) anak didik yang berbeda dalam paham keberagamaannya, misal dari keberagaman internal dalam agama (NU, Muhammadiyah) atau bahkan agama lain; b) menyusun rencana atau rancangan pembelajaran yang bertujuan mengarahkan anak didik untuk memiliki kepedulian yang tinggi terhadap kejadian-kejadian tertentu yang ada hubungannya dengan agama, contohnya saat terjadi bom Bali pada tahun 2003. Jika ia seorang guru agama yang berwawasan multikultural, maka ia akan menunjukkan keprihatinannya terhadap peristiwa tersebut dan menjelaskan bahwa jalan kekerasan tidak akan pernah menyelesaikan suatu masalah, malah akan menimbulkan masalah baru yang lebih berat. Berkaitan dengan hal ini, guru agama harus menjelaskan bahwa inti dari ajaran agama Islam adalah menciptakan kedamaian dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Pemboman, invasi militer dan segala bentuk kekerasan adalah sesuatu yang dilarang dalam agama. Sebagai jawaban, dialog dan musyawarah adalah cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah yang

60 Dwi fanda Larasati, Implementasi Pendidikan Berbasis Multikultural dalam Institusi Pendidikan, (Online), (http://www.scribd.com/doc/188452752/Dwi-Fanda, diakses pada tanggal 18 Februari 2014).

sangat dianjurkan di dalam agama Islam, demikian pula dengan agama-agama yang lain.61

Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran agama, hal penting yang harus dipahami adalah karakteristik multikultural. 62

a. Belajar hidup dalam perbedaan

Pendidikan konvensional pada umumnya hanya bersandar pada tiga pilar utama yang menopang proses dan produk pendidikan nasional, yaitu: (1) how to know, yang menitikberatkan pada proses belajar mengajar; (2) how to do, menganggap bahwa sekolah sebagai lembaga pendidikan formal mengajarkan anak didik tentang cara melakukan sesuatu; (3) how to be, menekankan pada cara “menjadi orang” sesuai dengan karakteristik dan kerangka pikir anak didik. Dalam konteks ini, how to live and work together with others pada kenyataannya belum secara mendasar mengajarkan sekaligus menanamkan “keterampilan hidup bersama” dalam komunitas yang plural secara agama, kultural ataupun etnik.

Selanjutnya pilar ke empat sebagai suatu jalinan komplementer terhadap tiga pilar lainnya dalam praktik pendidikan meliputi proses pengembangan sikap toleran, empati dan simpati yang merupakan prasyarat esensial bagi keberhasilan dan proeksistensi dalam keragaman agama.

b. Membangun saling percaya. c. Memelihara saling pengertian.

61 Nur Fauziyah, Peran Guru dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berwawasan Multikultural, Madrasah, Vol. 5 No. 1 Juli-Desember 2012, hlm. 125.

Memahami bukan serta-merta menyetujui. Saling memahami adalah kesadaran bahwa nilai-nilai mereka dan kita dapat berbeda, dan mungkin saling melengkapi serta memberi kontribusi terhadap relasi yang dinamis dan hidup.

d. Menjunjung tinggi sikap saling menghargai.

Dengan desain pembelajaran semacam ini, diharapkan akan tercipta sebuah proses pembelajaran yang mampu menumbuhkan kesadaran multikulturalis dikalangan anak didik. Jika desain semacam ini dapat terimplementasi dengan baik, harapan terciptanya kehidupan yang damai, penuh toleransi dan tanpa konflik lebih cepat akan terwujud. Sebab, pendidikan merupakan media dengan kerangka yang paling sistematis, paling luas penyebarannya dan paling efektif kerangka implementasinya.

Menurut Abdul Wahid, beberapa langkah bijak bagi guru ataupun seluruh stakeholder lembaga pendidikan di Indonesia sehingga mampu menciptakan proses pembelajaran PAI di sekolah yang berwawasan multikultural, antara lain:

a. PAI perlu diarahkan agar umat memahami doktrin-doktrin Islam secara utuh dan menyeluruh, tidak berkutat pada masalah ritual beserta rukun-rukunnya saja. Tidak juga dilakukan dengan pendekatan fiqhiyah dari salah satu madzhab saja.

b. PAI perlu diarahkan pada pencerahan hati dan kecerdasan emosional, tidak hanya pada tataran kognitif, agar umat mempunyai wawasan aqidah, ruhiyah, moral yang tinggi, kemampuan empati, kemampuan penghayatan

dan interaksi dengan nilai-nilai Islam serta peka terhadap persoalan-persoalan kolektif yang dihadapi.

c. PAI harus dapat memberikan stimulasi peserta didik untuk mendapatkan latihan-latihan sehingga memiliki skill bukan hanya value, sehingga mereka terampil dalam beramal dan menyelesaikan masalah-masalah yang komplek. Dalam dunia modern yang semakin mengglobal ini, umat Islam dihadapkan pada sebuah situasi persaingan yang sangat tinggi. Umat Islam haruslah memiliki skill dalam berbagai aspek kehidupan.63

4. Pendekatan dalam Pendidikan Agama Islam Berwawasan Multikultural