• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Toleransi Beragama

1. Pengertian Toleransi Beragama

Menurut Pius A Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, toleransi adalah sifat dan sikap menghargai, membiarkan.67 Diane Tillman mendefinikan toleransi sebagai sikap adil dan objektif melampaui opini, praktik, suku, agama, kebangsaan atau yang serupa, yang berbeda dari yang dimiliki seseorang, bebas dari fanatisme. Bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.68

66

Dody S. Truna, Pendidikan Agama Islam Berwawasan Multikulturalisme; Telaah Kritis atas Muatan Pendidikan Multikulturalisme dalam Buku Ajar Pendidikan Agama Islam (PAI) di Perguruan Tinggi Umum di Indonesia (Jakarta: Kementrian Agama RI, 2010), hlm. 92-93.

67

Pius A Partanto, dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 2001), hlm. 760.

68 Diane Tillman, Pendidikan Nilai untuk Kaum Dewasa-Muda (Jakarta: PT Grasindo, 2004), hlm. 95.

Toleransi adalah menghargai dan menghormati keyakinan atau kepercayaan atau budaya dan kultur seseorang atau kelompok lain dengan sabar dan sadar. Hal yang perlu dicatat adalah bahwa toleransi tidak berarti ikut membenarkan keyakinan atau kepercayaan orang lain, tapi lebih kepada menghargai dan menghormati hak asasi yang berbeda.69

Toleransi merupakan salah satu kebajikan fundamental demokrasi, namun ia memiliki kekuatan ambivalen yang termanivestasi dalam dua bentuk, yaitu bentuk solid dan bentuk demokratif. Menjadi toleran adalah membiarkan atau membolehkan orang lain menjadi diri mereka sendiri, menghargai orang lain, asal-usul dan latar belakang mereka. Toleransi mengundang dialog untuk mengkomunikasikan dan menjelaskan perbedaan serta adanya saling pengakuan. Inilah gambaran toleransi dalam bentuknya yang solid. Toleransi demokratif tidak memuat komitmen dan hanya puas dengan dirinya sendiri dan bersamaan dengan itu pasif dalam mempertemukan kebaikan milik mereka dan miliknya.70

Jadi, toleransi dapat diartikan sebagai sikap atau sifat menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan,) baik berupa pendirian, kepercayaan, pendapat, pandangan, kebiasaan dan kelakuan yang dimiliki seseorang atas yang lainnya. Toleransi tidak berarti seseorang harus mengorbankan kepercayaan atau prinsip yang dianutnya. Dalam toleransi sebaliknya tercermin sikap yang kuat atau istiqamah untuk memegangi keyakinan atau pendapatnya sendiri.

69 LAL, Anshori, Transformasi …, hlm. 153.

70 Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural (Jakarta: Erlangga, 2005), hlm. 79.

Adapun kaitannya dengan agama, dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia dijelaskan, toleransi beragama adalah sikap bersedia menerima keanekaragaman dan kebebasan beragama yang dianut dan kepercayaan yang diyakini oleh pihak atau golongan lain. Hal ini dapat terjadi karena keberadaan dan eksistensi suatu golongan, agama atau kepercayaan, diakui atau dihormati oleh pihak lain. Pengakuan tersebut tidak terbatas pada persamaan derajat, baik dalam tatanan kenegaraan, tatanan kemasyarakatan, maupun di hadapan Tuhan Yang Maha Esa. Tetapi juga perbedaan-perbedaan dalam cara penghayatan dan peribadatannya yang sesuai dengan alasan kemanusiaan yang adil dan beradab.

Toleransi antar umat beragama bukan hanya sekadar hidup berdampingan secara pasif tanpa adanya saling keterlibatan satu sama lain, melainkan lebih dari itu, yakni toleransi yang bersifat aktif dan dinamis, yang diaktualisasikan dalam bentuk hubungan saling menghargai dan menghormati, berbuat baik dan adil antar sesama, dan bekerjasama dalam membangun masyarakat yang harmonis, rukun dan damai.71

Maka dapat disimpulkan bahwa toleransi beragama adalah kesadaran seseorang untuk menghargai, menghormati, membiarkan dan membolehkan pendirian, pandangan, keyakinan, kepercayaan, serta memberikan ruang bagi pelaksanaan kebiasaan, perilaku dan praktik keagamaan orang lain yang

71 Bahari (ed), Toleransi Beragama Mahasiswa (Studi Tentang Pengaruh Kepribadian, Keterlibatan Organisasi, Hasil Belajar Pendidikan Agama dan Lingkungan Pendidikan Terhadap Toleransi Mahasiswa Berbeda Agama Pada 7 Perguruan Tinggi Umum Negeri) (Jakarta: Maloho

Jaya Abadi Press, 2010), (Online),

(http://www.perpustakaan.depkeu.go.id/FOLDEREBOOK/BUKU_TOLERANSI_MAHASISWA. pdf, diakses pada tanggal 5 Maret 2014), hlm. 56.

berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri dalam rangka membangun kehidupan bersama dan hubungan sosial yang lebih baik. Toleransi beragama harus dipahami sebagai sebuah pengertian akan adanya agama-agama lain selain yang dianutnya dengan segala bentuk dan tata cara peribadatannya dan memberikan kebebasan untuk menjalankan kewajiban agama sesuai dengan keyakinan masing masing.

Seiring dengan toleransi kepada orang yang berbeda agama, tidak berarti mengakui kebenaran semua agama. Toleransi tidak dapat diartikan mengakui kebenaran semua agama dan tidak pula dapat diartikan kesediaan untuk mengikuti ibadat-ibadat keagamaan lain. Menurut Bahari, aspek penting yang perlu diperhatikan dari toleransi beragama meliputi kebebasan dan keyakinan beragama, ritual keagamaan serta kerjasama sosial.72

a. Kebebasan dan keyakinan beragama

kebebasan adalah hak setiap individu selama kebebasan itu tidak merugikan orang lain. Manusia yang keberadaannya tidak bisa dipisahkan dari aktivitas berfikirnya yang bertujuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana dia berada. Dari keadaan ini memunculkan berbagai ide, baik itu berupa gagasan yang ia tuangkan dalam bentuk tulisan maupun sikap, yang kesemuanya itu tidak mungkin terpenuhi tanpa adanya keyakinan dari lingkungan ia berada. Jadi, keyakinan dan kebebasan adalah dua hal yang mesti ada dan saling berhubungan yang tidak dapat dipisahkan.

b. Ritual keagamaan

Ritual merupakan suatu bentuk upacara atau perayaan (celebration) yang berhubungan dengan beberapa kepercayaan atau agama yang ditandai oleh sifat khusus, yang menimbulkan rasa hormat yang luhur dalam arti merupakan suatu pengalaman yang suci. Dalam ritual agama dipandang dari bentuknya secara lahiriah merupakan hiasan atau semacam alat saja, tetapi pada intinya yang lebih hakiki adalah “pengungkapan iman”. Oleh karena itu, upacara atau ritual agama diselenggarakan pada beberapa tempat dan waktu yang khusus, perbuatan yang luar biasa, serta berbagai peralatan ritual lain yang bersifat sakral.

c. Kerjasama sosial

Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Sebagai makhluk individu manusia ingin diperhatikan, dihormati dan didahulukan kepentingannya. Sebagai makhluk sosial, manusia selalu ingin berkumpul dengan manusia yang lain. Sebagaimana telah diketahui, masyarakat Indonesia terbentuk dari berbagai suku yang memeluk agama dan kepercayaan yang berbeda-beda.

Bangsa Indonesia harus tetap dapat menjaga dan melestarikan sikap toleransi dan kerjasama. Usaha melestarikan kerukunan itu meliputi tiga macam yang lebih dikenal dengan Tri Kerukunan Umat Beragama. Tri Kerukunan Umat Beragama bertujuan agar masyarakat Indonesia bisa hidup dalam kebersamaan, sekalipun banyak perbedaan. Konsep ini dirumuskan dengan teliti dan bijak agar tidak terjadi pengekangan atau pengurangan

hak-hak manusia dalam menjalankan kewajiban dari ajaran-ajaran agama yang diyakininya. Adapun konsep Tri Kerukunan Umat Beragama, yaitu:73

a. Kerukunan intern umat beragama

Perbedaan pandangan dalam satu agama bisa melahirkan konflik di dalam tubuh suatu agama itu sendiri. Perbedaan madzhab adalah salah satu perbedaan yang nampak dan nyata, kemudian lahir pula perbedaan ormas keagamaan. Walaupun satu aqidah, yakni aqidah Islam, perbedaan sumber penafsiran, penghayatan, kajian, pendekatan terhadap al-Qur’an dan as-Sunnah terbukti mampu mendisharmoniskan intern umat beragama. b. Kerukunan antar umat beragama

Konsep kedua dari trikerukunan memiliki pengertian kehidupan beragama yang tentram antar masyarakat yang berbeda agama dan keyakinan, tidak terjadi sikap saling curiga mencurigai dan selalu menghormati agama masing-masing.

c. Kerukunan umat beragama dengan pemerintah

Semua umat beragama yang diwakili para pemuka dari tiap-tiap agama dapat sinergis dengan pemerintah, bekerjasama dan bermitra dengan pemerintah untuk menciptakan stabilitas persatuan dan kesatuan bangsa. Kerukunan umat beragama diharapkan menjadi salah satu solusi agar terciptanya kehidupan umat beragama yang damai, penuh kebersamaan, bersikap toleran, saling menghormati dan menghargai dalam perbedaan.

73 Anne Ahira, Mengkaji Tri Kerukunan Umat Beragama, (Online),

(http://www.anneahira.com/tri-kerukunan-umat-beragama.htm, diakses pada tanggal 6 September 2014).