• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dasar Hukum Pembentukan Komisi Yudisial

BAB III KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL SEBAGAI SUATU

A. Komisi Yudisial Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik

1. Dasar Hukum Pembentukan Komisi Yudisial

Berbicara mengenai penguatan maka perlu melihat apakah sebuah lembaga atau organisasi mempunyai dasar hukum yang kuat sebagai acuan berpijak dan bekerja.Kemudian aturan turunan dari dasar hukum yang dimiliki tersebut.

Komisi Yudisial dibentuk berdasarkan ketentuan Pasal 24B Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Dibentunya Komisi Yudisial kian memperbanyak jumlah institusi negara yang mandiri dalam struktur ketatanegaraan Indonesia. Komisi Yudisial secara tegas dan tampa keraguan merupakan bagian dari kekuasaan kehakiman, karena pengaturannya ada dalam Bab IX Kekuasaan Kehakiman yang terdapat dalam UUD 1945.83

82

Republik Indonsia, “ Undang-Undang tentang Program Pembangunan Nasional”Tahun 2000-2004, UU No. 25 Tahun 2000, LN No. 206 Tahun 2000.

Pengaturan Komisi Yudisial dalam Undang-Undang Dasar 1945 itu tidak terlepas dari adanya upaya untuk memperkuat kekuasaan kehakiman dalam struktur ketatanegaraan Indonesia, sebagai konsekuensi logis dari dianutnya paham negara hukum yang salah satunya diwujudkan dengan cara menjamin perekrutan hakim agung yang kredibel dan menjaga kontinuitas hakim-hakim yang bertugas di lapangan untuk tetap berpegang teguh pada nilai-nilai moralitas sebagai seorang hakim yang harus memiliki integritas dan kepribadian tidak tercela, jujur, adil, serta menjunjung tinggi nilai-nilai profesionalisme. Dalam kerangka inilah pasal 24B

83

A.Ahsin Thohari, “Kedudukan Komisi-Komisi Negara dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia”, Jurnal Hukum Jentera, Edisi 12 Tahun III, April-Juni 2006, Hlm.34

perubahan ketiga Undang-Undang Dasar 1945 yang ditetapkan pada tangggal 9 Nopember 2001 hadir dan mengamanatkan terbentuknya lembaga yang disebut Komisi Yudisial.84

Kekuasaan kehakiman bukan suatu lembaga yang dapat menuntaskan segala persoalan yang menyangkut kekuasaan kehakiman. Beberapa aspek yang sering menjadi persoalan didalam kekuasaan kehakiman adalah menyangkut pengangkatan, promosi, mutasi dan pembrhentian, dan tindakan atau hukuman terhadap hakim.Beberapa aspek tersebut sering tidak terkelola dengan baik, sehingga mempunyai pengaruh yang besar terhadap kinerja kekuasaan kehakiman secara keseluruhan.Persoalan semakin menjadi pelik apalagi aspek-aspek tersebut menyangkut hakim agung. Hal ini dikaitkan dengan kenyataan bahwa jabatan hakim agung adalah jabatan yang sangat strategis, sehinga beberapa kepentingan sering ingin memamfaatkannya

Perekrutan hakim, khususnya hakim agung, akan selalu mengundang pemegang kekuasaan politik ikut serta didalamnya.85

84

A.Ahsin Thohari, “Peranan Komisi-Komisi dalam Rangka Mewujudkan Gagasan Checks and Balances System di Cabang Kekuasaan Kehakiman”, makalah disampaikan dalam diskusi Mimbar Konstitusi dengan tema “Komisi Yudisial dan Reformasi Peradilan: Jakarta, Kamis,28 April 2005, hlm.1.

Kekuasaan eksekutif, dalam hal ini Presiden dan kekuasaan legislatif dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat selalu berlomba-lomba untuk ikut terlibat di dalaam perekrutan hakim agung agar dapat mendudukan orang-orang yang dikehendaki sebagai hakim agung yang dapat

85

Satya Arinanto, “Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia”, Cet.I, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UI, 2003, hlm.273-274

memperjuangkan kepentingan-kepentingannya di kemudian hari.86

Setelah melihat latar tersebut, dapat disimpulkan bahwa munculnya Komisi Yudisial berangkat dari beberapa keinginan sebagai berikut:

Oleh karena itu untuk menghindarkan kekuasaan kehaakiman dari beberapa persoalan tersebut, berbagai lembaga pernah mewacanakannya kepada publik.

a) Meningkatkan pengawasan proses peradilan secara transparan;

b) Meningkaatkan partisipasi masyarakat dalam rangka pengawasan dan pembenahan sistem menajemen dan administrasi peradilaan secara terpadu.

c) Menyusun sistem rekruitmen dan promosi yang lebih ketat;

d) Mengembangkan pengawasan terhadap proses rekruitmen dan promosi; e) Meningkatkan kesejahteraan hakim melalui peningkatan gaji dan

tunjangan-tunjangan lainnya;

f) Membentuk Komisi Yudisial untuk melakukan fungsi pengawasan yang bersifat independen dengan keanggotaan yang dipilih dari orang-orang yang memiliki integritas yang teruji.87

Pembentukan Komisi Yudisial di sebuah negara dengan segenap kewenangan yang diberikan kepadanya tentu sangat ditentukan oleh berbagai macam faktor yang mempengaruhi. Oleh karena itu, tidak ada kesamaan Komisi Yudisial di suatu negara dengan Komisi Yudisial di negara lain. Terkait hal itu, beberapa persoalan yang berkaitan dengan kedudukan Komisi Yudisial dalam struktur ketatanegaraan, fungsi Komisi Yudisial sebagai lembaga pengawasan, dan mekanisme pengawasan Komisi Yudisial harus mendapat penjelasan yang memadai.

86

Fernando Henrique Cardozo, On the Characterization of Authoritarian Regimes in Latin America, Cambridge:Center of Latin America Studies, Universitas of Cambridge,1978,hlm.12

87

Soedirjo, “Mahkamh Agung: Uraian Singkat tentang Kedudukan, Susunan, dan Kekuasaan menurut UU No14 Tahun 1985”, Edisi I, Cet.I, Jakarta: Media Sarana Press, 1986, hlm.45-52

2. Komisi Yudisial sebagai State Auxiliary Institution

Mengacu pada Undang-Undang Dasar 1945, kedudukan Komisi Yudisial secara structural sederajat dengan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.Namun demikian secara structural kedudukannya sederajat dengan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, tetapi secara fungsional, peranannya bersifat penunjang (auxiliary) terhadap lembaga kekuasaan kehakiman.Meski secara tegas fungsi Komisi Yudisial terkait dengan kehakiman, namun tidak menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman.Komisi Yudisial bukan lembaga menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman. Komisi Yudisial bukan lembaga penegak norma hukum (code of law), melainkan lembaga penegak norma etik (code of thicks).88

88

Jimly Assihiddigie, Hukum Tata Negara dalam Pilar-Pilar Demokrasi, (Jakarta: Konpress, 2005 ) hlm 153-154

Komisi Yudisial hanya bersingungan dengan persoalan kehormatan, keluhuran martabat perilaku hakim, bukan lembaga peradilan atau lembaga kekuasaan kehakiman secara institusional. Tegasnya Komisi Yudisial bukanlah lembaga negara yang menjalankan fungsi kekuasaan negara secara lansung, bukan lembaga yudikatif, eksekutif, maupun legislatif. Komisi Yudisial hanya menunjang tegaknya kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim sebagai pejabat penegak hukum dan lembaga yang menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman (judiciary). Komisi Yudisial sebagai lembaga negara sifat tugasnya hanya terkait dengan fungsi kekuasaan kehakiman, yaitu dalam hubungan dengan pengangkatan hakim agung, dan wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku

hakim. Oleh karena itu keberadaan Komisi Yudisial disebut dengan auxiliary stateorgans atau auxiliary agencies. Istilah yang dipakai Soetjipno89 sebagai salah satu mantan anggota PAH 1 BP MPR dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi pada tanggal 10 Mei 2006 adalah Komisi Yudisial merupakan “supporting element” dalam sistem kekuasaan kehakiman.90

C. Model Pengawasan Perilaku Hakim yang Sesuai Bagi Negara Indonesia dalam Rangka Mewujudkan Kekuasaan Kehakiman yang Merdeka dan Bersifat Imparsial

Dokumen terkait