• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. RADIKAL BEBAS

1. Pembentukan Radikal Bebas

Terjadinya radikal bebas dalam tubuh, antara lain dari proses reduksi molekul oksigen dalam rangkaian transpor elektron dalam mitokondria atau dalam proses-proses lain yang terjadi secara acak dari berbagai proses kimiawi dalam tubuh. Proses-proses tersebut melibatkan senyawa organik maupun senyawa anorganik (Zakaria, 1996).

Menurut Halliwell dan Gutteridge (2000), ketika radikal bebas bereaksi dengan senyawa non radikal, terbentukklah radikal baru dan reaksi berantai dapat terjadi.

a. Radikal (x) dapat bergabung dengan molekul lain. Hasil penggabungan itu merupakan senyawa yang masih memiliki elektron yang tidak berpasangan

X + Y  [X-Y]

b. Radikal berperan sebagai zat pereduksi, memberikan satu elektron ke molekul non radikal. Molekul penerima mempunyai elektron yang tidak berpasangan.

X + Y  X+ + Y+

c. Radikal berperan sebagai zat pengoksidasi, menerima satu elektron dari molekul non radikal. Molekul non radikal kemudian mempunyai elektron yang tidak berpasangan

PR + OH  PR+ + OH-

d. Radikal mengganti atom H dari ikatan C-H, sehingga atom H hanya mempunyai satu elektron dan atom karbon akan mempunyai elektron yang tidak berpasangan

23 Radikal bebas secara umum berkesinambungan dibuat oleh tubuh kita (Wijaya, 1996) :

a. Umumnya sebagai reaksi redoks biokimiawi yang melibatkan oksigen, sebagai bahan dari metabolisme sel normal. Ketika terjadi proses oksidasi molekul dengan oksigen, molekul oksigen dengan sendirinya membentuk senyawa intermediet yang tereduksi. Beberapa senyawa intermediet tersebut merupakan radikal bebas.

O2 + e- + H+  HO2 (hidroperoksil radikal)

HO2  H+ + O2- (superoksida radikal)

O2- + 2H+ + e-  H2O2 (hidrogen peroksida)

H2O2 + e-  OH- + OH- (hidroksil radikal)

Menurut Karyadi (2009), secara umum sebagai senyawa intermediet, radikal bebas tersebut tidak berumur lama, tetapi dalam jangka waktu yang pendek itu, bila radikal bebas dapat bertemu dengan DNA, enzim, asam lemak tak jenuh, maka hal ini akan mengawali terjadinya kerusakan sel.

b. Oleh proses fagositosis, sebagai bagian dari reaksi inflamatori yang terkontrol. Proses fagositosis akan menghasilkan sejumlah besar superoksida sebagai bagian dari mekanisme yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme asing. Pada inflamasi kronis, mekanisme perlindungan yang normal ini akan bersifat merusak.

c. Sebagian respon terhadap radiasi, sinar ultraviolet, polusi lingkungan, asap rokok, hiperoksida, olahraga yang berlebihan dan iskemia. Radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang rendah (misalnya sinar gamma) dapat memecah air (H2O) dalam tubuh kita untuk menghasilkan

radikal hidroksil (OH). Radikal ini akan menyerang semua molekul yang berdekatan dengannya, dan menimbulkan reaksi berantai.

Bahan pangan tercemar yang dikonsumsi dan masuk ke dalam tubuh juga dapat mengakibatkan terbentuknya radikal bebas dalam tubuh. Senyawa logam seperti Pb, akan mengkatalis terbentuknya hidroksil radikal bila bertemu

24 dengan peroksida. Senyawa pemutih bahan pangan seperti benzoil peroksida dalam tubuh dapat dirubah menjadi senyawa radikal yang telah diteliti berperan dalam kerusakan DNA sehingga dapat menyebabkan terbentuknya tumor atau kanker. Hidrokarbon aromatik yang mengkontaminasi bahan pangan dari asap rokok, tanah, polusi udara dan air, bahan tambahan makanan, melalui reaksi oksidasi, reduksi dan hidroksilasi akan diubah menjadi senyawa epoksi yang bersifat elektrofil dan dapat menyerang DNA. Senyawa amin heterosiklik yang terbentuk selama proses pemanggangan atau pembakaran, bila masuk ke dalam tubuh akan berubah menjadi senyawa radikal yang dapat bereaksi dengan rantai DNA. Senyawa pestisida seperti karbon tetraklorida, paraquat dan diquat yang sering terdapat dalam produk sayur dan buah, dapat juga menjadi radikal yang reaktif yang dapat menyebabkan peroksidasi lemak (Zakaria, 1996).

2. Beberapa Jenis Radikal Bebas

a. Hidroksil radikal (OH-)

Hidroksil radikal bereaksi sangat cepat dengan kebanyakan molekul dalam sel hidup seperti gula, asam amino, fosfolipid, basa DNA dan asam organik. Hidroksil radikal adalah oksigen radikal paling reaktif dengan potensial reduksi positif yang tinggi (Halliwell dan Gutteridge, 1999). Senyawa ini dapat terbentuk dari H2O2 yang dikatalis oleh ion Fe2+. Reaksi

ini dikenal dengan nama reaksi Fenton (Gutteridge, 1995) H2O2 + Fe2+  OH- + Fe2+ + OH

b. Anion superoksida radikal (O2-)

Bila dibandingkan dengan hidroksil radikal, anion superoksida radikal kurang reaktif terhadap molekul non radikal pada cairan. Radikal bebas ini merupakan hasil reduksi satu elektron oksigen dan dapat terjadi pada hampir semua sel aerobik yang menjalankan reaksi transfer elektron (Zakaria, 1996). Dalam larutan encer, radikal ini merupakan pereduksi yang lemah untuk mengoksidasi molekul seperti asam askorbat dan thiol,

25 tetapi merupakan senyawa pereduksi yang kuat untuk beberapa kompleks besi seperti sitokrom c dan ferric-EDTA. Radikal ini akan segera mengalami reaksi dismutase dengan katalisator superoksida dismutase (SOD) membentuk hidrogen peroksida dan oksigen dalam larutan encer (Gutteridge, 1995).

+ e-

O2  O2- (superoksida)

c. Hidroperoksil radikal (HO2-)

Hidroperoksil radikal merupakan bentuk terprotonasi dari O2- yang

mempunyai kereaktifan lebih besar daripada O2- itu sendiri. Hidroperoksil

radikal dapat menginisiasi peroksidasi asam lemak. Sejumlah hidroperoksil radikal tetap ada bersama O2- meskipun pada pH fisiologis. Hidroperoksil

radikal dapat menembus membrane semudah H2O2 (Halliell dan

Gutteridge, 1990).

d. Hidrogen Peroksida (H2O2)

Hidrogen peroksida merupakan oksidan lemah yang relatif stabil, tetapi dengan adanya ion logam transisi, maka senyawa ini akan membentuk radikal yang reaktif. Senyawa ini akan segera bercampur dengan air, dan diperlakukan seperti molekul air oleh tubuh, yang dapat berdifusi melewati membrane sel. Hidrogen peroksida yang tidak dikehandaki dihilangkan dari sel dengan bantuan enzim katalase, glutation peroksidase (GSH) dan peroksidasi lainnya. (Gutteridge, 1995).

e. Oksida Nitrit (NO)

Oksida nitrit dapat berdifusi dengan mudah antar dan di dalam sel. Oksida nitrit disintesis dalam organisme hidup karena adanya aktivitas enzim Nitric Oxide Synthetase (NOSs) yang mengubah asam amino L- arginin menjadi asam amino lain L-citrullin. Kondisi tertentu, oksida nitric dapat bereaksi dengan radikal superoksida membentuk peroksinitrit (ONOO-). Sel yang kelebihan oksida nitrit menyebabkan modifikasi ikatan kovalen grup SH pada glyseraldehide-3-phospate dehidrogenase dan

26 merusak Fe-S protein di mitokondria. Tetapi efek tersebut kemungkinan karena turunan oksida nitrit (N2O3, ONOO-) daripada oksida nitrit itu

sendiri (Halliwell dan Gutteridge, 1999).

Contoh dari radikal bebas yang lain adalah peroksil radikal (RO2),

alkoksil radikal (RO), thiyl (RS, pusat sulfur radikal) dan triklorometil (CCl3-, pusat karbon radikal) (Halliwell dan Gutteridge, 1999).

3. Dampak Negatif Radikal Bebas

Radikal bebas merupakan oksidan yang sangat kuat, walaupun derajat kekuatannya berbeda-beda. Dampak negatif senyawa-senyawa tersebut timbul karena reaktifitasnya sehingga dapat merusak komponen-komponen sel yang penting untuk mempertahankan integritas dan kehidupan sel. Serangan radikal bebas terhadap sel tubuh akan menimbulkan berbagai kerusakan, antara lain : a. Kerusakan Membran Sel

Komponen terpenting membran sel adalah fosfolipid, glikolipid, protein dan kolesterol. Dua komponen pertama mengandung asam lemak tak jenuh ganda yang sangat rentan terhadap serangan radikal bebas, terutama radikal hidroksil. Radikal hidroksil dapat menimbulkan reaksi berantai yang dikenal dengan nama peroksidasi lipid. Akibat dari reaksi ini adalah terputusnya rantai asam lemak menjadi berbagai senyawa yang bersifat toksis terhadap sel, antara lain aldehida seperti malondialdehida (MDA), 9-hidroksinonenal, serta berbagai hidrokarbon seperti etana (C2H6)

dan pentane (C3H12). Semuanya mengakibatkan kerusakan membran sel

yang parah dan membahayakan kehidupan sel (Wijaya, 1996). b. Kerusakan Protein dan DNA

Menurut Wijaya (1996), radikal bebas dapat merusak protein karena dapat mengadakan reaksi dengan asam-asam amino penyusun protein. Diantara asam amino penyusun protein yang paling rawan adalah sistein. Sistein mengandung gugusan sulfidril (SH) yang paling rentan terhadap serangan radikal bebas.

27 R-SH + OH  R-S + H2O

2 R-S  R-SS-R

Pembentukan ikatan disulfida menimbulkan ikatan intra dan antar molekul protein, sehingga protein tersebut kehilangan fungsi fisiologisnya.

Radikal bebas merupakan salah satu penyebab kerusakan DNA. Kerusakan ini dapat mengakibatkan terjadinya mutasi sel dan menimbulkan penyakit kanker (Halliwell dan Gutteridge, 1999).

c. Autoimun

Autoimun adalah terbentuknya antibodi terhadap sel tubuh sendiri. Adanya antibodi terhadap sel tubuh akan menyebabkan kerusakan jaringan tubuh (Halliwell dan Gutteridge, 1999).

d. Penuaan Dini

Kerusakan jaringan oleh radikal bebas terjadi secara terus menerus, perlahan lahan dan pasti. Hal ini disebabkan karena proses pemusnahan radikal bebas dalam tubuh tidak dapat terjadi secara sempurna. Jaringan yang rusak ini akan mengakibatkan terjadinya proses penuaan (Halliwell dan Gutteridge, 1999).

e. Ateroskeloris

Oksidan LDL (low density lipoprotein) seperti kita ketahui merupakan tahap awal terjadinya aterosklerosis. Serangan radikal hidroksil pada PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) yang terdapat pada permukaan LDL mengawali terjadinya reaksi peroksidasi lipid. Reaksi ini menyebabkan modifikasi oksidatif dari PUFA dan degradasi apolipoprotein B. (Wijaya, 1996).

Dokumen terkait