• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Pengertian Pengemasan

Pengemasan sering juga disebut sebagai pewadahan, pembungkusan, atau pengepakan. Pembungkusan berperan penting dalam mempertahankan mutu suatu bahan pangan dan telah dianggap sebagai bagian integral dari proses produksi. Menurut (Syarief dan Irawati, 1988), kemasan berfungsi sebagai :

a. Wadah untuk menempatkan produk dan memberi bentuk, sehingga lebih memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi.

b. Memberi perlindungan terhadap mutu produk dari kontaminasi luar dan kerusakan.

c. Menambah daya tarik produk

Faktor yang perlu diperhatikan dalam pengemasan bahan pangan adalah sifat bahan pangan tersebut, keadaan lingkungan, dan sifat bahan

36 kemasan. Bahan pangan mempunyai sifat yang berbeda-beda dalam kepekaannya terhadap lingkungan. Produk pangan kering yang bersifat higroskopis harus dilindungi terhadap masuknya uap air. Umumnya produk pangan kering mempunyai kadar air rendah, sehingga harus dikemas dengan kemasan yang mempunyai daya tembus atau permeabilitas uap air yang rendah untuk menghambat penurunan mutu produk seperti menjadi tidak renyah (Buckle, 1995).

Pemilihan bahan kemasan, berkaitan dengan informasi dan persyaratan yang dibutuhkan oleh produk, seperti penyebab kerusakan produk dan reaksi yang akan dialami produk dalam kemasan tersebut sebelum dikonsumsi. Kerusakan yang paling umum terjadi pada bahan pangan adalah perubahan kadar air, pengaruh gas dan cahaya. Perubahan kadar air produk akan menyebabkan pertumbuhan jamur dan bakteri, penggumpalan pada produk serbuk, serta pelunakan pada produk kering. Bahan makanan yang beraroma tinggi umumnya memerlukan kemasan yang dapat menahan keluarnya komponen volatil (Syarief dan Irawati, 1988).

2. Beberapa Jenis dan Sifat Bahan Kemasan

Persyaratan kemasan untuk bahan pangan antara lain permeabilitas terhadap udara rendah, tidak menyebabkan penyimpangan warna dan flavor produk, tidak bereaksi dengan produk, sehingga merusak cita rasa, tidak mudah teroksidasi atau bocor, tahan panas, mudah didapat dan harganya murah (Hine, 1997). Menurut Syarief dan Halid (1993), penggunaan plastik untuk kemasan bahan pangan menarik karena sifat-sifatnya yang menguntungkan seperti lunak, mudah dibentuk, mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap produk, tidak korosif seperti wadah logam, mudah dalam penanganannya, dan biaya transportasi lebih murah. Kemasan plastik lemas memiliki kelemahan khususnya terhadap daya permeabilitas (barrier) gas dan uap air. Kelemahan ini memungkinkan terjadinya perpindahan molekul-molekul gas baik dari luar plastik (udara) ke dalam produk maupun

37 sebaliknya melalui lapisan plastik. Adanya perpindahan senyawa-senyawa tersebut dapat menimbulkan berbagai penyimpangan organoleptik (Winarno, 1997).

Beberapa jenis plastik yang dapat dibuat sebagai kemasan produk instan adalah High Density Polyethylene (HDPE), Polyprophylene (PP), dan Polyethylene Terephtalat (PET). Masing-masing jenis plastik tersebut memiliki sifat yang berbeda. HDPE tergolong jenis plastik polietilen. Polietilen mudah dibentuk, lemas, mudah ditarik; daya rentang tinggi tanpa sobek; tahan terhadap asam, basa, alkohol, deterjen dan bahan kimia lainnya; penampakannya bervariasi dari jernih (transparan), berminyak, sampai keruh; transmisi gas tinggi, sehingga tidak cocok untuk mengemas bahan makanan yang beraroma; kedap air dan uap air; dan mudah digunakan sebagai laminasi. Polietilen tergolong poliolefin dan dibuat dari proses polimerisasi adisi gas etilen.

Polipropilen (PP) juga termasuk ke dalam jenis plastik poliefilen dan merupakan polimer dari propilen. Sifat-sifat utama propilen diantaranya ringan (densitas 0.9 g/cm3), mudah dibentuk, tembus pandang dan jernih

dalam bentuk film, lebih kaku dari polietilen dan tidak gampang sobek, mempunyai kekuatan tarik lebih besar dari PE (pada suhu rendah akan rapuh dan tidak dapat digunakan untuk kemasan beku), permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang, tahan terhadap suhu tinggi sampai dengan 1500C, titik leburnya tinggi, tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak (Syarief dan Irawati, 1988). Sifat-sifat polipropilen dapat diperbaiki dengan cara memodifikasinya menjadi OPP (oriented polypropilene) jika dalam proses pembuatannya ditarik satu arah atau BOPP (biaxally oriented polypropilene) jika dalam proses pembuatannya ditarik dua arah.

Metalizing adalah teknik untuk membuat membran tipis dengan menyalurkan logam melalui permukaan kertas atau plastik film dalam kondisi vakum. Walaupun lapisan penglogaman ini tipis, sekitar 300-1000 Å (0.03-0.1 m), tetapi dapat meningkatkan perlindungan, menahan bau,

38 memberikan efek kilap dan menahan gas (Matsumoto, 2007). Logam yang biasa digunakan untuk metalasi adalah alumunium. Kemurnian alumunium yang digunakan adalah 99.9%, diameter wire alumunium sebesar 1.96 mm dan biasanya ketebalan kurang dari 0.15 mm. Proses metilasi dilakukan dengan melelehkan dan menguapkan alumunium wire pada suhu 15000C. Uap alumunium akan melapisi film plastik yang berputar pada sebuah rol pendingin bersuhu sekitar 150C. Rol pendingin diatur pada suhu tersebut agar film tidak meleleh ketika terkena uap alumunium yang panas.

Alumunium memiliki sifat hermetis, fleksibel, dan tidak tembus cahaya. Ketebalan alumunium foil menentukan sifat protektifnya. Berdasarkan pengujian fisik yang telah dilakukan terhadap bahan kemasan alumunium foil dengan tiga ketebalan yang berbeda oleh Balai Besar Kimia dan Kemasan (BBKK) pada tahun 2009. Pengujian ini meliputi densitas, gramatur, laju transmisi gas oksigen (O2TR), dan laju transmisi uap air

(WVTR).

Tabel 3. Analisis sifat fisik alumunium foil (Laporan hasil uji laboratorium uji dan kalibrasi BBKK, 2009)

Jenis Kemasan Ketebalan (mm) Densitas (g/cm2) Gramatur (g/m2) WVTR* (g/m2/24 jam) O2TR** (cc/m2/24 jam) Alumunium Foil 0.05 0.721 36.037 0.5749 0.8492 0.08 1.058 84.617 0.1298 0.2933 0.10 1.103 110.273 0.0768 0.3199 *Suhu = 37.8 0C, RH = 100% ** Suhu = 21 0C, RH = 55%

Data pada Tabel 2. menunjukkan bahwa ketebalan kemasan alumunium foil berbanding terbalik dengan nilai WVTR. Semakin meningkat ketebalan kemasan, nilai WVTR akan semakin rendah. Hal ini menunjukkan semakin tebal kemasan maka daya permeabilitas kemasan terhadap uap air semakin

39 rendah. Permeabilitas dan ketebalan kemasan juga berkaitan dengan densitas dan gramatur. Semakin rendah ketebalan alumunium foil, semakin kecil pula densitas dan gramatur. Menurut Matsumoto (2007), ketebalan kemasan menentukan laju transmisi gas oksigen (O2TR) dan uap air (WVTR) kemasan.

Alumunium foil dengan ketebalan 0.05 mm memiliki nilai WVTR dan O2TR

yang paling tinggi dibandingkan dengan ketebalan lainnya. Hal ini berarti jenis alumunium ini paling mudah ditembus oleh oksigen dan uap air dari lingkungan selama penyimpanan.

Berbeda dengan hasil analisis nilai O2TR terhadap masing-masing

kemasan. Nilai O2TR paling tinggi terdapat pada kemasan alumunium foil

dengan ketebalan 0.05 mm dan menunjukkan nilai terendah pada kemasan alumunium foil dengan ketebalan 0.08 mm. Berbeda dengan pernyataan Robertson (1993) bahwa kuantitas dari difusi gas sebanding dengan ketebalan lapisan. Hal ini dapat disebabkan beberapa faktor diantaranya keanekaragaman struktur molekul penyusun lembaran atau film dan tingkat kepolaran. Plastik yang dilapisi logam (metalized plastic) dapat meningkatkan penampilan dan mengurangi transmisi. Plastik ini dapat melindungi produk dari cahaya. Penggunaan plastik ini antara lain untuk mengemas kopi, makanan kering, keju, dan roti panggang (Matsumoto, 2007).

Dokumen terkait