• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberdayaan Masyarakat Miskin sebagai bentuk pelayanan public berbasis pro- pro-miskin

INOVASI PELAYAN PUBLIK BERBASIS PRO-MISKIN

2. Pemberdayaan Masyarakat Miskin sebagai bentuk pelayanan public berbasis pro- pro-miskin

Peran birokrasi pemerintahan dalam upaya menyukseskan program penanggulangan kemiskinan, khsusnya kebijakan program penangulangan kemiskinan perkotaan yakni PNPM-mandiri perkotaan memiliki kedudukan yang strategis dan menentukan kelancaran serta kesinambungan program tersebut. Peran birokrasi pemerintahan hingga ke tingkat kelurahan yang memunyai akses langsung selaku penanggungjawab, pelaksana, dan pendamping (fasilitator), harus mampu merangsang tumbuhnya development creativity and motivating di masyarakat.

Masalah kemiskinan berkaitan erat dengan masalah sumber daya manusia, tingkat pendidikan, dan strategi pembangunan menuju kesejahteraan masyarakat. Menurut teori perubahan social, peningkatan mutu sumberdaya manusia sangat relevan dengan pendidikan dalam rangka pembangunan system social dengan sudut pandang yang berlainan, baik secara makro mauapun mikro, antara lain pandangan teori modernisasi dari struktur fungsional, human capital, ketergantungan, konflik, dan sikap skeptic

Pemberdayaan masyarakat miskin sebagai bentuk pelayanan public berbasis pro-miskin dilakukan dengan memperhatikan karakteristik pokok pendekatan pembangunan yang berpusat pada manusia, sebagaimana dikemukakan oleh Korten (dalam Supriatna, 1997) sebagai berikut:

1. Keputusan dan inisiatif yang memenuhi kebutuhan rakyat dibuat di tingkat local, yang di dalamnya rakyat memilki identitas dan peran yang dilakukan sebagai partisipasi aktif.

2. Focus utama pembangunan adalah memperkuat kemampuan rakyat miskin dalam mengawasi dan mengerahkan asset-asset guna memenuhi kebutuhan yang khas menurut daerah mereka sendiri.

3. Pendekatan ini mempunyai toleransi terhadap perbedaan dan karenanya mengakui arti penting pilihan nilai individual dan pembuatan keputusan yang terdistribusi. 4. Dalam melaksanakan pembangunan, pendekatan ini menenkankan pada proses

social learning yang didalamnya ada interaksi-kolaborasi antara birokrasi dan komunitas, mulai dari proses perencanaan sampai evaluasi proyek atas dasar saling belajar.

5. Budaya kelembagaan yang ditandai oleh adanya organisasi yang biasa mengatur diri dan lebih terdistribusi, yang berarti pula menandai adanya unit-unit local yang mampu mengelola diri, terintegrasi satu sama lain guna memberikan umpan balik pelaksanaan yang cepat dan kaya kepada semua tingkat organisasi yang membantu tindakan koreksi diri, dengan demikian, keseimbangan yang lebih baik antara struktur vertical dan horizontal dapat terwujud.

6. Proses pembentukan jaringan koalisi dan komunikasi antara birokrasi dan lembaga local (LSM), satuan organisasi tradisional yang mandiri, merupakan bagian integral dari pendekatan ini, baik untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam mengidentifikasi dan mengelola berbagai sumber, maupun untuk menjaga keseimbangan antara struktur vertical dan horizontal.

Pemberdayaan atau pembangunan masyarakat sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dan pembangunan lainnya yang dilaksanakan oleh negara-negara berkembang, cukup bervariasi. Ini terjadi karena adanya batasan-batasan budaya dan terkait

dengan konteks social yang berkembang dalam kehidupan masyarakat.juga mempunyai dasar pertimbangan yang bersifat multidimensional, seperti kesejahteraan harus lebih diutamakan, pembangunan selalu membawa efek soslal, misalnya kemiskinan, ketimpangan, pengangguran, dan kebodohan sebagai dampak dari ketidakseimbangan pembangunan social.

Proses pemberdayaan masyarakat sekaligus juga memberdayakan organisasi masyarakat, maka menurut Roesmidi dan Riza Risyanti (2006) perlu dilakukan melalui pendekatan sebagai berikut:

1. Pendekatan kemanusiaan, walaupun tidak memberdayakan masyarakat sebagai kelompok sasarannya, akan tetapi dapat memberdayakan organisasi masyarakat (BKM/LPM) itu sendiri. Tujuan pendekatan ini adalah membantu secara spontan dan sukarela kelompok masyarakat tertentu yang membutuhkan bantuan karena musibah atau kurang beruntung.

2. Pendekatan pengembangan masyarakat bertujuan mengembangkan, memandirikan, dan menswadayakan masyarakat.

3. Pendekatan pemberdayaan rakyat bertujuan untuk memperkuat posisi tawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sector kehidupan.

Masyarakat yang perlu diberdayakan adalah masyarakat lapisan bawah, pinggiran dan pedesaan karena tercermin adanya kelemahan dan kekurangan dalam keswadayaan, kemandirian, partisipasi, solidaritas social, ketrampilan, sikap kritis, rendahnya mutu hidup dan taraf hidup. Oleh karena itulah dibutuhkan upaya pengembangan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

Penanggulangan kemiskinan dengan menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat sebagai pendekatan dalam tahapan implementasi kebijakan, merupakan wujud komitmen pemerintah dalam merelisasikan kesejahteraan social bagi masyarakat. Program nasional pemberdayaan masayakat (PNPM) mandiri perkotaan merupakan salah satu kebijakan pemerintah dalam upaya menanggulangi kemiskinan perkotaan di Indonesia.

Pada kegiatan PNPM mandiri perkotaan yang dilaksanakan oleh BKM (Badan keswadayaan masyarakat) dengan mendorong dan dikuatkan untuk dapat mengorganisir

diri, termasuk menentukan sendiri kegiatan pembangunan daerahnya secara musyawarah sesuai dengan kebutuhannya.

Seluruh proses kegiatan dalam PNPM-mandiri pada hakekatnya memiliki dua dimensi, yaitu:

1. Memberikan wewenang dan kepercayaan kepada masyarakat untuk menentukan sendiri kebutuhannya, merencanakan dan mengambil keputusan secara terbuka dan penuh tanggugjawab

2. Menyediakan dukungan lingkungan yang kondusif untuk mewujudkan peran masyarakat dalam pembangunan, khususnya dalam upaya peningkatan kesejahteraan mereka.

Secara umum tujuan PNPM-mandiri perkotaan adalah mempercepat penanggulangan kemiskinan berdasarkan pengembangan kemandirian masyarakat melalui peningkatan kapasitas masyarakat dan kelembagaan dalam penyelenggaraan pembangunan serta peningkatan penyediaan sarana dan prasarana social ekonomi dan lingkungan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

PNPM- mandiri perkotaan merupakan program pemberdayaan masyarakat untuk memecahkan masalah kemiskinan. Yang merupakan pengembangan dari P2KP (program penanggulangan kemiskinan di perkotaan). Pemecahan masalah yang dilakukan oleh PNPM mandiri perkotaan tentu saja berdasarkan masalah yang sudah dianalisa sebelumnya.

Program ini juga berupaya pada penanggulangan kemiskinan, melakukan pendampingan proses pembelajaran masyarakat melalui penyadaran kritis agar dapat memecahkan masalah sendiri. Proses perubahan yang diharapkan terjadi adalah dari kondisi masyarakat yang tidak berdaya, menjadi mandiri dan pada satu saat akan menjadi masyarakat madani.

Masayarakat yang berdaya, warga miskin dan perempuan, harus dimampukan dengan memberikan pengetahuan, meningkatkan ketrampilan, mendapat sumber daya dan merubah pola pikir mereka sehingga menjadi masyarakat yang berdaya melalui proses pemberdayaan. Di lain pihak kelompok yang selama ini mempunyai sumber kekuasaan tadi

( kelompok dominan) harus mau membagikan pengetahuan, informasi, dan sumber dayanya bagi kelompok yang lain.

Kepedulian, sikap mau berbagi, keikhlasan menjadi landasan untuk membangun kebersamaan (solidaritas social) yang menjadi control/landasan dari terciptanya ikatan-ikatan yang didasarkan saling percaya (modal social). Dengan demikian sikap mental dan pola pikir kita menjadi bagian yang utama dalam mengatasi permasalahan kemiskinan. Kedua hal inilah yang coba dipecahkan oleh PNPM-mandiri perkotaan, karena pada dasarnya pendampingan yang dilakukan oleh PNPM mandiri perkotaan berusaha untuk menggali dan menumbuhkan sikap mental yang positif sesuai dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan dan membongkar pradigma-pradigma mengenai manusia (pembangunan manusia) yang keliru.

Pendekatan pemberdayaan yang dipakai oleh PNPM mandiri perkotan adalah pemberdayaan sejati. Pendekatan ini menekankan pada proses pemberdayaan agar manusia mampu menggali nilai-nilai baik yang telah dimiliki dan mampu menggunakannya secara merdeka sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan dan fitrahnya sebagai manusia.

Dengan dilandasi oleh nilai-nilai kesetaraan, keadilan, kejujuran, keikhlasan dan nilai-nilai kebaikan lainnya upaya perubahan untuk pemecahan masalah melalui musyawarah.

Secara umum hasil yang diharapkan terjadi dalam proses pengembangan masyarakat adalah :

1. Masyarakat yang sadar akan kondisinya; potensi, kelemahan, peluang dan persoalan yang masih harus diselesaikan bersama dan tumbuhnya solidaritas social antar warga. 2. Masyarakat menyadari bahwa untuk menyelesaikan persoalan bersama ini secara

sistimatik dan efektif dibutuhkan; (a) relewan-relawan sebagai pelopor, (b) masyarakat yang terorganizir, (c) kepemimpinan yang baik pula serta kelompok sasaran yang terorganisir pula dengan baik.

3. Kondisi tersebut kemudian mendorong lahirnya para relawan, masyarakat warga yang terorganisasi, BKM/LKM sebagai pimpinan kolektif dan kelompok sasaran yang terorganisasi dalam bentuk KSM (kelompok swadaya masyarakat)

4. Agar seluruh kegiatan penanggulangan kemiskinan tersebut juga terencana dengan baik BKM mengkoordinasi perumusan PJM dan renta pronangkis secara partisipatif.

PNPM mandiri perkotaan sebagai suatu program penanggulangan kemiskinan yang dalam konsepsinya dilandasi oleh keyakinan bahwa:

1. Kemiskinan adalah suatu produk atau hasil dari keputusan-keputusan yang tidak dilandasi oleh nilai-nilai luhur (membela yang lemah, adil, jujur, kesetaraan)

2. Perbaikan nasib kaum miskin hanya dapat dilakukan melalui perbuatan baik dan murni.

3. Manusia pada dasarnya baik dan suka member

Ditambah dengan kesadaran akan memudarnya kebersamaan dan kemampuan bertindak secara mora (moral capability) di berbagai tataran,maka PNPM mandiri perkotaan telah mencoba memperkenalkan pola kepemimpinan masyarakat melalui konsep BKM (Badan Keswadayaan masyarakat)/LKM (Lembaga keswadayaan masyarakat) sebagai suatu pimpinan kolektif masyarakat warga.

Kemiskinan perkotaan menjadi masalah krusial perkotaan sehingga dibutuhkan pelayanan public yang pro-miskin dalam upaya mengatasi keterbelakangan kimunitas miskin utamanya dalam memperoleh pelayanan public, utamanya dalam mengakses lembaga pendidikan, pemukiman yang tidak tertata, lingkungan yang tidak sehat, akses kesehatan yang tidak berkualitas, kesemuanya ini membuat semakin terpurut masyarakat miskin.

Paradigma aparatur dalam menuju tata kelola pemerintahan yang baik, pelayanan public sebagai aktivitas paling substansi dalam menata pemerintahan, tentunya mengedepankan masyarakat miskin untuk mengangkat harkat dan martabatnya sehingga secara bertahap masalah kemiskinan dapat teratasi.

BAB. 10.

MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE MELALUI PELAYANAN PUBLIK