• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberdayaan adalah upaya memberdayakan ( mengembangkan klien dari keadaan tidak atau kurang berdaya menjadi mempunyai daya ) guna mencapai kehidupan yang lebih baik. Jadi pemberdayaan masyarakat adalah upaya mengembangkan mayarakat dari keadaan kurang atau tidak berdaya menjadi punya daya dengan tujuan agar masyarakat tersebut dapat mencapai / memperoleh kehidupan yang lebih baik.

Payne (1997: 266) mengemukakan lebih jauh inti dari tujuan pemberdayaan dilakukan :

“to help clients gain power of decision and action over their own lives by reducing the effect of sosial or personal blocks to exercising cacity and self-confidence to use power and by transferring power from the environment to clients.”

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada intinya tujuan pemberdayaan masyarakat adalah untuk membantu masyarakat memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan mereka lakukan

yang terkait dengan diri mereka sendiri, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dapat dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri pada masyarakat untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya.

Shardlow (1998:32) melihat bahwa berbagai pengertian yang ada mengenai pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok maupun komunitas berusaha mengkontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Gagasan Shardlow ini, tidak jauh dengan gagasan yang mengartikan pemberdayaan sebagai upaya mendorong klien untuk menentukan sendiri apa yang harus ia lakukan dalam kaitannya dengan upaya mengatasi permasalahan yang ia hadapi sehingga klien mempunyai kesadaran dan kekuasaan penuh dalam membentuk hari depannya.

Pemberdayaan masyarakat mengacu kepada kata empowerment, yaitu sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki sendiri oleh masyarakat. Jadi, pendekatan pemberdayaan masyarakat bertitik berat pada pentingnya masyarakat lokal yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri sehingga diharapkan dapat memberi peranan kepada individu bukan sekedar objek, tetapi justru sebagai subjek pelaku pembangunanyan ikut menentukan masa depan dan kehidupan masyarakat secara umum, (Setiana, 2002:8)

Dalam kaitannya dengan masyarakat sebagai objek yang akan diberdayakan, pemberdayaan adalah upaya memberikan motivasi/dorongan

kepada masyarakat agar mereka memiliki kesadaran dan kemampuan untuk menentukan sendiri apa yang harus mereka lakukan untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi.

Sebagaimana diutarakan pada urai terdahulu, rakyat berada dalam posisi yang tidak berdaya (powerless). Posisi yang demikian memberi ruang yang lebih besar terhadap penyalahgunaan kekuasaan yang berimplikasi terhadap pelanggaran hak-hak rakyat. Dengan demikian, rakyat harus diberdayakan sehingga memiliki kekuatan posisi tawar (empowerment of the powerless).

Pemberdayaan (empowerment) dalam studi kepustakaan memiliki kecenderungan dalam dua proses. Pertama, proses pemberdayaan yang menekankan pada proses pemberian atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya, dan kedua, menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempuyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog.

Proses yang pertama merupakan suatu pendekatan alternatif tehadap pembangunan yang menempatkan prioritas pada kaum miskin. Dalam hal ini menurut John Friedman, pembangunan alternatif menekankan keutamaan politis untuk melindungi kepentingan rakyat. Selanjutnya, tujuan dari pembangunan alternatif adalah memanusiakan suatu sistem yang membungkam mereka dan untuk mencapai tujuan ini diperlukan bentuk-bentuk perlawanan dan perjuangan politis yang menekankan hak-hak mereka sebagai manusia dan sebagai warga negara yang tersingkir.

Di masa lampau hingga saat ini, pembangunan, termasuk Indonesia, telah mengisolasi sebagian besar rakyat dari proses pembangunan, oleh karena itu diperlukan pemecahan masalah- masalah melalui pemberdayaan.

Sementara itu menurut pendapat Kartasasmita, menyatakan bahwa upaya pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu: (1) menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling); (2) memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering); dan (3) memberdayakan mengandung pula arti melindungi kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, dan mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang serta eksplotasi yang kuat atas yang lemah. (Setiana 2005: 6)

Pada intinya, pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat makin tergantung pada program-program pemberian (charity). Karena tujuan akhirnya adalah memandirikan masyarakat, dan membangun kemampuan untuk memajukan diri kearah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan.

Pembedayaan masyarakat adalah meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya.Pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan menempatkan masyarakat sebagai pihak utama atau pusat pengembangan dengan sasarannya adalah masyarakat yang terpinggirkan.

Pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat guna menganalisa kondisi dan potensi serta masalah-masalah yang perlu diatasi. Yang intinya adalah melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses pemberdayaan masyarakat.

Pemberdayaan masyarakat bertitik tolak untuk memandirikan masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, mengoptimalkan sumber daya setempat sebaik mungkin, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Pemberdayaan masyarakat akan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menyampaikan kebutuhannya kepada instansi-instansi pemberi pelayanan.

Dengan demikian, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa, pemberdayaan bertujuan untuk memberikan kekuatan terhadap rakyat agar memiliki posisi tawar terhadap negara. Posisi tawar ini selanjutnya menjadi kekuatan untuk mengkonntrol kekuasan negara dalam menyelenggarakan manajemen pemerintah, sehingga hak-hak rakyat tidak terekploitasi dan dapat berpartisipasi secara aktif dan bebas.

Didalam melakukan pemberdayaan keterlibatan masyarakat yang akan diberdayakan sangatlah penting sehingga tujuan dari pemberdayaan dapat tercapai secara maksimal. Program yang mengikutsertakan masyarakat, memliki beberapa tujuan, yaitu agar bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak dan mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka, serta meningkatkan keberdayaan (empowering) masyarakat dengan pengalaman merancang, melaksanakan dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonomi (Kartasasmita, 1996:249).

Untuk itu diperlukan suatu perencanaan pembangunan yang didalamnya terkandung prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat. Dalam perencanaan pembangunan seperti ini, terdapat dua pihak yang memiliki hubungan yang sangat erat yaitu pertama, pihak yang memberdayakan (Community Worker) dan kedua, pihak yang diberdayakan (masyarakat). Antara kedua pihak harus saling

mendukung sehingga masyarakat sebagai pihak yang akan diberdayakan bukan hanya dijadikan objek, tapi lebih diarahkan sebagai subjek (pelaksana).

Pemberdayaan merupakan suatu bentuk upaya memberikan kekuatan, kemampuan, keterampilan, pengetahuan dan berbagai bentuk inovasi kreatif sesuai dengan kondisi, yang secara potensial dimiliki. Disamping itu secara bertahap masyarakat juga didorong untuk meningkatkan kapasitas dirinya untuk mengambil peran yang sejajar dengan mereka yang lebih berdaya melalui proses penyadaran.

Menurut Prijono (1996:208-209), pemberdayaan terdiri dari pemberdayaan pendidikan, ekonomi, sosial budaya, psikologi dan politik. Pemberdayaan pendidikan merupakan faktor kunci yang ditunjang dan dilengkapi oleh pemberdayaan yang lain, yaitu :

a. Pemberdayaan pendidikan. Pendidikan merupakan kunci pemberdayaan masyarakat. Oleh karena pendidikan dapat meningkatkan pendapatan, kesehatan, produktivitas. Seringkali masyarakat berpendidikan rendah yang salah satu penyebabnya adalah faktor ekonomi, karean dalam pendidikan itu sendiri membutuhkan biaya yang cukup banyak.

b. Pemberdayaan ekonomi. Akses dan penghasilan atas pendapatan bagi setiap orang merupakan hal yang penting karena menyangkut otonominya (kemandirian). Sehingga dengan faktor ekonomi tersebut memungkinkan manusia untuk mengontrol dan mengendalikan kehidupannya sesuai dengan yang mereka inginkan.

c. Pemberdayaan sosial budaya. Dalam kehidupan masyarakat hendaknya tidak ada pembedaan-pembedaan peran dan tanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat. Setiap manusia hendaknya memiliki peran dan tanggung jawab yang sama sehingga dapat berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat secara bersama-sama.

d. Pemberdayaan psikologi. Pemberdayaan sebagai perubahan dalam cara berfikir manusia. Pemberdayaan tidak bermaksud membekali manusia dengan kekuasaan dan kekayaan, tetapi membuat mereka sadar terhadap dirinya dan apa yang diinginkan dalam hidup ini. Interaksi antar masyarakat didasarkan atas pengambilan keputusan bersama, tanpa ada yang memerintah dan diperintah, tidak ada yang merasa menang atau dikalahkan. Pemberdayaan didasarkan atas kerja sama, untuk mencapai dengan hubungan timbal balik yang saling memberdayakan.

e. Pemberdayaan politik. Dalam pemberdayaan politik pada intinya adalah bagaimana setiap orang dapat memiliki peluang dan partisipasi yangs sama dalam kegiatan-kegiatan politik. Seperti kesempatan bersama dalam pengambilan keputusan dan kepemimpinan, keterlibatan lembaga-lembaga politik, kesempatan untuk memberikan pendapat dan menyampaikan hak suara dan lain sebagainya.

Dalam pelaksanaannya, pemberdayaan yang menurut Midgley dalam Adi (2003:49-50) diidentikkan dengan pembangunan sosial yang dapat dilakukan oleh individu, masyarakat/atau komunitas maupun oleh pemerintah, yaitu :

a. Pembangunan sosial melalui individu (Sosial Development By Individual), dimana individu-individu dalam masyarakat secara swadaya membentuk usaha pelayanan masyarakat pada pendekatan individual ataupun perusahaan (individuals or enterprise approach).

b. Pembangunan sosial melalui komunitas (Sosial Development By Communities), dimana kelompok masyarakat secara bersama-sama berupaya mengembangkan komitas lokalnya. Pendekatan ini lebih dikenal dengan nama pendekatan komunitarian (communitarian approach).

c. Pembangunan sosial melalui pemerintah (Sosial Development By Goverments), dimana pembangunan sosial dilakukan oleh lembaga-lembaga didalam organisasi pemerintah (governmental agencies). Pendekatan ini lebih dikenal dengan nama pendekatan statis (statist approach).

Dari beberapa pendapat diatas jelas dikatakan bahwa dalam melakukan langkah perencanaan pemberdayaan, harus meliputi bidang politik, hukum dan ekonomi sehingga masyarakat dapat berperan didalam pembangunan dengan aturan yang jelas demi peningkatan kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Namun

agar pemberdayaan dapat berjalan dengan baik, maka pemberdayaan dibidang pendidikan merupakan faktor kunci dari pemberdayaan masyarakat.

Pemberdayaan sebagai suatu proses perlu adanya pengembangan dari keadaan yang tidak atau kurang berdaya menjadi mempunyai daya guna mencapai kehidupan yang lebih baik. Untuk meningkatkan kapasitas masyarakat agar mampu mentransfer daya adalah dengan strategi peningkatan pendidikan dan kesadaran, sebagaimana Ife (1995:64), mengemukakan sebagai berikut:

“Empowerment through educationan and consciousness raising emphasizes the importance of an educative process (broadly understood) in equipping people to increase their power. This incorporates notion of consciousness raising : helping people to understand the society and the structures of oppression, giving people the vocabulary and the skill to work towards effective change, and so on.”

(Pemberdayaan melalui peningkatan pendidikan dan kesadaran menekankan pada pentingnya proses pendidikan (pengertian secara luas) untuk meningkatkan kemampuan masyarakat. Kerja sama ini menekankan pada kesadaran meningkatkan: membantu masyarakat untuk memahami masyarakat dan strukturnya, memberikan masyarakat wawasan dan keterampilan untuk bekerja menghadapi perubahan secara efektif, dan seterusnya).

Agar proses pemberdayaan sesuai dengan tujuannya Adi (2001:32-33) mengatakan perlu adanya intervensi sosial yang dijabarkan melalui dua intervensi yakni internesi makro yaitu intervensi yang dilakukan di tingkat komunitas dan organisasi sedangkan intervensi mikro adalah suatu intervensi yang dilakukan pada level individu, keluarga dan kelompok.

Dalam penerapannya dilapangan Adi (2001:160) menyatakan ada 2 (dua) pilihan pendekatan yang dapat dilakukan. Pendekatan direktif yang dilakukan berdasarkan asumsi bahwa community worker tahu apa yang dibutuhkan dan yang baik bagi masyarakat, sedangkan pendekatan non direktif

dilakukan berdasarkan asumsi bahwa masyarakat tahu apa yang sebenarnya mereka butuhkan dan baik bagi mereka.

Menurut Hogan (2000:20) seperti yang dikutip Adi (2001:212), tahapan-tahapan yang menggambarkan proses pemberdayaan yang berkelanjutan sebagai suatu siklus, yaitu :

1. Menghadirkan kembali pengalaman yang memberdayakan dan tidak memberdayakan.

2. Mendiskusikan alasan mengapa terjadi pemberdayaan dan pentidak berdayaan.

3. Mengidentifikasikan suatu masalah ataupun proyek. 4. Mengidentifikasikan basis daya yang bermakna.

5. Mengembangkan rencana aksi dan mengimplementasikannya.

Terkait dengan hal tersebut, Lapera (2001:57-59) mengungkapkan langkah perencanaan pemberdayaan ini dapat dilakukan dalam bidang:

1.Di bidang politik, pada bidang ini adalah mengerakkan perubahan sedemikian rupa, sehingga dipenuhi syarat minimal bagi sebuah kondisi baru yaitu menyangkut kepastian akan hak-hak dasar rakyat untuk ambil bagian dalam proses politik dan penyelenggaraan pemerintahan. Inti dari usaha pemberdayaan di bidang politik ini adalah menghilangkan seluruh hambatan yang selama ini menutup peluang bagi masyarakat untuk bisa ambil

bagian secara konstruktif dalam proses pembangunan dan pengambilan keputusan.

2.Di bidang hukum, di bidang ini diperlukan suatu kondisi minimal yang berkembang memperkuat identitas masyarakat (komunitas), termasuk identitas lokal yang antara lain dapat mengacu pada nilai-nilai dan norma hukum adat setempat. Penguatan institusi lokal sudah tentu tidak dilakukan dengan mata tertutup, melainkan dengan pikiran kritis, sehingga jelas mana yang harus dipertahankan dan mana yang harus ditinggalkan.

3.Di bidang ekonomi, program di lapangan ekonomi diawali dengan langkah redistribusi sumber-sumber ekonomi. Hal ini dilakukan untuk memenuhi syarat dasar bagi pemenuhan konsumsi dan tingkat produksi tertentu di kalangan masyarakat.

Jamasy (2004) mengemukakan bahwa konsekuensi dan tanggungjawab utama dalam program pembangunan melalui pendekatan pemberdayaan adalah masyarakat berdaya atau memiliki daya, kekuatan atau kemampuan. Kekuatan yang dimaksud dapat dilihat dari aspek fisik dan material, ekonomi, kelembagaan, kerjasama, kekuatan intelektual dan komitmen bersama dalam menerapkan prinsip-prinsip pemberdayaan. Kemampuan berdaya mempunyai arti yang sama dengan kemandirian masyarakat. Salah satu cara untuk meraihnya adalah dengan membuka kesempatan bagi seluruh komponen masyarakat dalam tahapan program pembangunan. Setiap komponen masyarakat selalu memiliki kemampuan atau

yang disebut potensi. Keutuhan potensi ini akan dapat dilihat apabila di antara mereka mengintegrasikan diri dan bekerja sama untuk dapat berdaya dan mandiri.

Terkait dengan tujuan pemberdayaan, Sulistiyani (2004) menjelaskan bahwa tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan masyarakat adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan. Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai dengan kemampuan memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalahmasalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya/kemampuan yang dimiliki. Daya kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan kognitif, konatif, psikomotorik dan afektif serta sumber daya lainnya yang bersifat fisik/material. Kondisi kognitif pada hakikatnya merupakan kemampuan berpikir yang dilandasi oleh pengetahuan dan wawasan seseorang dalam rangka mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi. Kondisi konatif merupakan suatu sikap perilaku masyarakat yang terbentuk dan diarahkan pada perilaku yang sensitif terhadap nilai-nilai pemberdayaan masyarakat. Kondisi afektif adalah merupakan perasaan yang dimiliki oleh individu yang diharapkan dapat diintervensi untuk mencapai keberdayaan dalam sikap dan perilaku. Kemampuan psikomotorik merupakan kecakapan keterampilan yang dimiliki masyarakat sebagai upaya mendukung masyarakat dalam rangka melaku-kan aktivitas pembangunan.

Terjadinya keberdayaan pada empat aspek tersebut (kognitif, konatif, afektif dan psikomotorik) akan dapat memberikan kontribusi pada terciptanya kemandirian masyarakat yang dicita-citakan. Karena dengan demikian, dalam

masyarakat akan terjadi kecukupan wawasan, yang dilengkapi dengan kecakapanketerampilan yang memadai, diperkuat oleh rasa memerlukan pembangunan dan perilaku sadar akan kebutuhannya.

Kemandirian masyarakat dapat dicapai tentu memerlukan sebuah proses belajar. Masyarakat yang mengikuti proses belajar yang baik, secara bertahap akan memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan yang bermanfaat dalam proses pengambilan keputusan secara mandiri. Sebagaimana dikemukakan oleh Montagu& Matson (Suprijatna, 2000) yang mengusulkan konsep The Good Community and Competency yang meliputi sembilan konsep komunitas yang baik dan empat komponen kompetensi masyarakat. The Good Community and Competency itu adalah;

(1) setiap anggota masyarakat berinteraksi satu sama lain berdasarkan hubungan pribadi atau kelompok;

(2) komunitas memiliki kebebasan atau otonomi, yaitu memiliki kewenangan dan kemampuan untuk mengurus kepentingannya sendiri secara mandiri dan bertanggung jawab;

(3) memiliki vialibilitas yaitu kemampuan memecahkan masalah sendiri;

(4) distribusi kekuasaan secara adil dan merata sehingga setiap orang mempunyai berkesempatan dan bebas memiliki serta menyatakan kehendaknya;

(5) kesempatan setiap anggota masyarakat untuk berpartsipasi aktif untuk kepentingan bersama;

(7) adanya heterogenitas/beda pendapat;

(8) pelayanan masyarakat ditempatkan sedekat dan secepat mungkin kepada yang berkepentingan; dan

Pembentukan masyarakat yang memiliki kemampuan yang memadai untuk memikirkan dan menentukan solusi yang terbaik dalam pembangunan tentunya tidak selamanya harus dibimbing, diarahkan dan difasilitasi. Berkaitan dengan hal ini, Sumodiningrat (2000) menjelaskan bahwa pemberdayaan tidak bersifat selamanya, melainkan sampai target masyarakat mampu untuk mandiri, dan kemudian dilepas untuk mandiri, meskipun dari jauh tetap dipantau agar tidak jatuh lagi. Berdasarkan pendapat Sumodiningrat berarti pemberdayaan melalui suatu masa proses belajar, hingga mencapai status mandiri.

Proses belajar dalam rangka pemberdayaan masyarakat berlangsung secara bertahap, yaitu: (1) tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli, sehingga yang bersangkutan merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri, (2) tahap transformasi kemampuan berupa wawasan berpikir atau pengetahuan, kecakapan-keterampilan agar dapat mengambil peran di dalam pembangunan, dan (3) tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan-keterampilan sehingga terbentuk inisiatif, kreatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian (Sulistiyani, 2004).

Sesuai uraian diatas, dapat dikatakan proses pemberdayaan sebaiknya mampu mentransfer daya dengan upaya peningkatan kapasitas masyarakatnya secara berkelanjutan dalam meningkatkan daya dan kemampuan yang ada baik

secara individu, organisasi dan komunitas, yang merupakan upaya peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat.

Dokumen terkait