• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

2.2 Pola Asuh

2.2.2 Pemberian MP ASI

Setelah berumur 6 bulan keatas, kebutuhan gizi bayi semakin tinggi dan bervariasi. Pemberian ASI saja hanya dapat memenuhi 60-70% kebutuhan gizinya. Oleh karena itu, selain pemberian ASI dubutuhkan pula makanan lain sebagai pendamping untuk

menunjang asupan gizi bayi. Jika makanan pendamping ASI tidak cepat diberikan, maka masa kritis untuk mengenalkan makanan padat yang memerlukan keterampilan mengunyah yang mulai dilakukan pada usia 6-7 bulan dikhawatirkan akan terlewati. Akibat yang akan dialami bayi dalam keadaan seperti ini adalah kesulitan untuk menelan atau menolak saat diberikan makanan padat (Khomsan dan Ridhayani, 2008).

Secara alamiah, bayi dilahirkan dengan kemampuan refleks terhadap makanan, seperti menghisap, menelan dan mengunyah. Pemberian MP-ASI harus disesuaikan dengan kemampuan organ pencernaan bayi. Pertama-tama makanan yang diberikan bertekstur cair, kental, semi padat dan terakhir makanan padat (Khomsan dan Ridhayani, 2008). Menurut Khomsan dan Ridhayani (2008), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian MP-ASI adalah :

a. Makanan pendamping ASI dibuat dengan makanan yang berkualitas, sehingga kualitas gizinya terjamin.

b. Pemberian MP-ASI harus diberikan bertahap. Pada awalnya bayi diberikan makanan cair seperti sari buah atau bubur susu. Setelah itu, dilanjutkan dengan makanan kental seperti bubur tepung. Kemudian dilanjutkan dengan makanan semi padat seperti nasi tim saring dan akhirnya diberi makanan padat seperti nasi tim.

c. Pada tahap permulaan, bayi hendaknya diperkenalkan satu persatu jenis makanan sampai ia dapat mengenalnya

dengan baik dan setelah itu baru diberikan makanan lain. Hal ini dimaksudkan agar bayi benar-benar dapat mengenal dan menerima jenis makanan baru.

d. Orang tua perlu mengetahui ada atau tidaknya alergi terhadap suatu jenis makanan dengan memperhatikan respon bayi setelah makan makanan tersebut.

e. Selama masa perkenalan makanan, jangan memaksakan bayi untuk menghabiskan makanannya, hal ini karena bayi membutuhkan proses adaptasi. Dengan meningkatnya usia bayi akan mendapatkan porsi yang lebih besar.

f. Waktu pemberian makan harus disesuaikan dengan kondisi bayi. Hal ini karena pada saat lapar saluran pencernaan bayi lebih siap untuk menerima dan mencerna makanan.

g. Lakukan jarak pengaturan antara pemberian susu, jangan memberikan makanan pendamping setelah bayi minum susu atau sebaliknya. Hal ini karena bayi akan merasa kenyang dan tidak mau menerima makanan atau susu yang diberikan.

Banyak penelitian yang mengatakan bahwa pemberian MP-ASI mempunyai peran penting dalam perbaikan status gizi anak, terutama sejak usia bayi. Pemberian MP-ASI selama 90 hari

menunjukkan kontribusi yang cukup signifikan terhadap energi dan zat gizi balita. Penelitian Krisnatuti dkk (2006) tentang analisis status gizi anak dibawah dua tahun menunjukkan bahwa pemberian MP-ASI dapat meningkatkan status gizi baduta. Pada baduta dari jaring pengaman sosial bidang kesehatan berpeluang 4.461 kali berstatus gizi normal berdasarkan indikator BB/TB didandingkan dengan baduta yang tidak mendapatkan MP-ASI (Krisnatuti dkk, 2006).

Orang tua berperan dalam perilaku makan anak, secara sadar ataupun tidak, orang tua telah membentuk kesukaan dan gaya makan anak. Interaksi orang tua dengan anak berpengaruh terhadap pilihan makanan dan pengembangan pola makan anak (Soetardjo, 2011). Pemberian makanan tambahan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Selain itu, pemberian makanan diperlukan untuk menumbuhkan sikap positif terhadap makanan sejak usia dini (Hermina, 1992).

Gizi seimbang adalah susunan makan sehari-hari yang mengandung zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebtuhan tubuh dengan memperhatikan keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan, dan berat badan ideal. Dalam memberikan makanan kepada anak variasi sangat diperlukan. Hal ini dilakukan agar anak tidak bosan sehingga dapat menghindarkan anak dari kesulitan makan pada usia berikutnya. Makanan yang diberkan meliputi bahan pokok, lauk-pauk, sayur,

dan buah-buahan. Protein yang diberikan kepada anak diusahakan secara bergantian sehingga semua zat gizi dapat terpenuhi (Auliana, 2011). Variasi makanan sangat diperlukan dalam memberikan makan kepada anak karena tidak ada satu jenis makanan pun yang mengandung semua zat gizi yang diperlukan tubuh (Muharyani, 2012).

Dalam pemberian makanan, selain memperhatikan variasi makanan untuk anak, orang tua perlu memperhatikan porsi yang diberikan kepada anak. Hal ini karena anak-anak seringkali memerlukan waktu makan yang lebih lama daripada orang dewasa. Untuk itu anak perlu dibujuk agar dapat mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang cukup, sesendok demi sesendok (CORE, 2003). Menurut (CORE, 2003), menu yang diberikan harus :

a. Terdiri dari makanan yang bergizi dan tidak langsung mengenyangkan anak.

b. Ikut sertakan buah, sayur, udang, minyak atau kacang-kacangan.

c. Penyiapan makanan yang beragam kepada anak.

d. Menggunakan bahan lokal yang tersedia, sesuai musim dan terjangkau.

e. Menggunakan bahan yang kaya akan vitamin A, besi, dan mikronutrien lain.

g. Memastikan bahwa semua kelompok makanan ada dalam tiap hidangan makanan, sehingga anak mendapatkan makanan yang seimbang.

Selain itu, orang tua juga perlu memperhatikan frekuensi pemberian makan yang sedikit tetapi sering. Hal ini karena, Sebagian besar balita khususnya umur 3-5 tahun makan lebih dari tiga kali sehari. Memberikan makanan 5-6 kali perhari lebih baik karena balita memiliki perut yang kecil. Anak yang makan kurang dari 4 kali sehari, asupan energi dan zat gizi lainnya lebih sedikit dibandingkan dengan rata-rata anak lain yang makan 4 kali sehari atau lebih (Soetardjo, 2011).

Jenis suatu makanan sangat menentukan status gizi balita. Makanan yang berkualitas adalah makanan yang memberikan komposisi yang beragam, bergizi dan seimbang. Menu yang memadai baik secara kualitas ataupun kuantitas sangat menunjang tumbuh kembang anak. Hal ini karena balita merupakan kelompok rawan gizi sehingga makanan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan anak dan kemampuan alat pencernaannya (Welasasih dan Wirjatmadi, 2012).

Pengambilan data terkait pemberian makan anak dilakukan dengan cara wawancara mendalam dan observasi menggunakan instrumen pedoman wawancara mendalam dan pedoman observasi.

Dokumen terkait