• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Pembetulan SPT

Apabila diketahui terdapat kesalahan pada SPT wajib pajak dapat melakukan pembetulan SPT atas kemauan sendiri dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2 tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak bagian tahun pajak atau tahun pajak dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan. Dalam hal ini wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT bearkhir sampai dengan tanggal pembayaran karena pembetulan SPT tersebut.

Sekalipun jangka waktu pembetulan SPT (2 tahun) telah berakhir, sepanjang DJP belum menerbitkan surat ketetapan pajak, kepada wajib pajak masih diberikan kesempatan untuk mengungkapkan ketidakbenaran pengisisan SPT yang telah disampaikan. Wajib pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam suatu laporan tersendiri. Pengungkapan ini terbatas pada hal-hal sebagai berikut:

(b) rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil; atau (c) jumlah harta menjadi lebih besar; atau

(d) jumlah modal menjadi lebih besar.

Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT tersebut, beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% dari pajak yang kurang dibayar harus dilunasi sebelum laporan disampaikan.

Meskipun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, sepanjang belum dilakukan penyelidikan mengenai adanya ketidakbenaran penyampaian SPT, terhadap ketidakbenaran perbuatan wajib pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan apabila wajib pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan pelunasan kekurangan pembayaran pajak beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 kali jumlah pajak yang kurang dibayar (Mardiasmo, 2006:28).

2) Penundaan atau Perpanjangan Penyampaian SPT

Apabila wajib pajak tidak dapat menyampaikan atau menyiapkan laporan keuangan tahunan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan, wajib pajak dapat mengajukan permohonan agar memperoleh perpanjangan waktu penyampaian SPT Tahunan PPh. Permohonan penundaan penyampaian SPT Tahunan diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak secara tertulis dengan disertai: (a) Alasan-alasan penundaan penyampaian SPT Tahunan.

(b)Surat pernyataan perhitungan sementara pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak.

(c) Bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang menurut perhitungan sementara tersebut.

Dalam hal wajib pajak diperbolehkan menunda penyampaian SPT dan ternyata perhitungan sementara pajak yang terutang kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya terutang, maka atas kekurangan pembayaran tersebut dikenakan bunga sebesar 2% sebulan yang dihitung dari saat berakhirnya kewajiban penyampaian SPT Tahunan (biasanya tanggal 31 Maret) sampai dengan tanggal pembayaran. 3) Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT

(a) Wajib pajak terlambat menyampaikan SPT dikenakan denda untuk SPT Masa sebesar Rp 50.000 (lima puluh ribu rupiah) dan untuk SPT Tahunan sebesar Rp 100.000 (seratus ribu rupiah). (b)Tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya

tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar karena kealpaan wajib pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan atau denda setinggi-tingginya 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

(c) Wajib pajak tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dengan sengaja sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

j. Sanksi Perpajakan

Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi. Atau bisa dengan kata lain sanksi perpajakn merupakan alat pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan.

Dalam Undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Ancaman terhadap pelanggaran suatu norma perpajakan ada yang diancam dengan sanksi administrasi saja, ada yang diancam dengan sanksi pidana saja, dan ada pula yang diancam dengan sanksi administrasi dan sanksi pidana.

Tabel 2.1

Sanksi Administrasi Berupa Bunga

Uraian UU KUP 2000 UU KUP 2007

Pembetulan SPT sebelum diperiksa dan kurang bayar {8(2)}.

2% per bulan dari pajak yang kurang dibayar, paling lama 24 bulan (karena batas waktu pembetulan 2 tahun)

2% per bulan dari pajak yang kurang dibayar (tidak ada batas waktu karena jangka waktu pembetulan SPT Tahunan tidak dibatasi) Hanya untuk SPT Tahunan. Pembetulan SPT sebelum

diperiksa dan kurang bayar {8(2a)}.

2% per bulan dari pajak yang kurang dibayar. Paling lama 24 bulan. Tidak dibedakan antara pembetulan SPT Tahunan dan SPT masa

2% per bulan dari pajak yang kurang dibayar (tidak ada batas waktu karena jangka waktu pembetulan SPT Masa tidak dibatasi) Hanya untuk SPT Masa. Terlambat membayar atau

menyetor pajak {9(2a)}

2% per bulan dari pajak yang terlambat dibayar/disetor dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pembayaran.

2% per bulan dari pajak yang terlambat

dibayar/disetor dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pembayaran. Diterbitkan Surat Ketetapan

Pajak Kurang Bayar (SKPKB) {13(2)}

2% per bulan dari pajak yang kurang dibayar, dihitung dari saat terutang sampai saat diterbitkannya SKPKB, max 24 bulan.

2% per bulan dari pajak yang kurang dibayar, dihitung dari saat terutang sampai saat diterbitkannya SKPKB, max 24 bulan.

Lanjutan Tabel 2.1

Uraian UU KUP 2000 UU KUP 2007

Diterbitkan STP karena PPh Pasal 25 kurang dibayar atau kurang bayar karena salah tulis/hitung {14(3)}.

2% per bulan dari pajak yang kurang dibayar, dihitung dari saat pajak terutang sampai dengan saat diterbitkan STP.

2% per bulan dari pajak yang kurang dibayar, dari saat pajak terutang sampai dengan saat diterbitkan STP. Diterbitkan SKPKB setelah

daluarsa penerbitan, karena pidana perpajakan beredar putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap {13(5)}.

48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar.

48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar.

Diterbitkan SKPKB setelah daluarsa penerbitan, karena pidana perpajakan beredar putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap {15(4)}.

48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar.

48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar.

Dalam hal SKPKB, SKPKBT, SK pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding atau Putusan PK menyebabkan adanya pajak yang masih harus dibayar bertambah dan pada saat jatuh tempo tidak atau kurang dibayar

2% per bulan dari pajak yang terlambat dibayar/disetor dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pembayaran.

2% per bulan dari pajak yang terlambat

dibayar/disetor dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pembayaran.

Lanjutan Tabel 2.1

Uraian UU KUP 2000 UU KUP 2007

Mengangsur/menunda pembayaran {19(2)}.

2% per bulan dari pajak yang terlambat dibayar/disetor dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pembayaran.

2% per bulan dari pajak yang terlambat

dibayar/disetor dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pembayaran. Menunda pembayaran SPT dan

Pajak menurut penghitungan sementara kurang dari yang sebenarnya terutang, 2% per bulan {19(3)}.

2% per bulan dari pajak yang terlambat dibayar/disetor dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pembayaran.

2% per bulan dari pajak yang terlambat

dibayar/disetor dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pembayaran.

Sumber:Mulyodiwarno, Inside Tax Edisi 02 Desember 2007

3. Sunset Policy

Dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 (UU KUP Tahun 2007), pemerintah memberikan kebijakan pengampunan pajak kepada para wajib pajak. Bentuk kebijakan pengampunan pajak yang diberikan berupa Sunset Policy. Kebijakan ini terdapat dalam Pasal 37A UU KUP Tahun 2007. Seperti diketahui, UU KUP Tahun 2007 ini telah disahkan pada 19 Juni 2007, dan berlaku mulai 1 Januari 2008.

Sunset Policy adalah kebijakan pemberian fasilitas perpajakan, yang berlaku hanya di tahun 2008, dalam bentuk penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga yang diatur dalam Pasal 37A

Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Direktorat Jenderal Pajak, 2008:1). Menurut Ghufron (2008), Sunset policy adalah kebijakan yang diberikan DJP bagi wajib pajak untuk membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh 2007 ke bawah (2006, 2005, dan seterusnnya) sampai tanggal 31 Desember 2008. Apabila wajib pajak mau membetulkan kesalahan dan mengakui kekurangan pajak serta mau membayarnya maka denda bunga atas keterlambatan kurang bayar tersebut akan dihapuskan.

Secara umum Sunset Policy adalah penghapusan sanksi administrasi wajib pajak yang terbagi atas dua bagian. Pertama, wajib pajak yang dalam tahun 2008 menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) penghasilan sebelum tahun pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar, diberikan penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak. Kedua, wajib pajak orang pribadi yang dalam tahun 2008 mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara sukarela dan menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk tahun pajak 2007 dan sebelumnya, diberikan penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas pajak yang tidak atau kurang dibayar.

Undang-undang No. 28 tahun 2007 menyisipkan 1 (satu) pasal yang tidak diatur dalam UU Perpajakan sebelumnya yakni Pasal 37A. Pasal ini mengatur mengenai kebijakan Sunset Policy baik untuk Wajib

Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak. Sunset Policy mulai berlaku efektif bersamaan dengan Undang-Undang No 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada 1 Januari 2008 dan berakhir pada 31 Desember 2008.

Isi dari Pasal 37A UU KUP Tahun 2007 adalah sebagai berikut:

(1) Wajib Pajak yang menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar dan dilakukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini, dapat diberikan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

(2) Wajib Pajak orang pribadi yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lama 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini diberikan penghapusan sanksi administrasi atas pajak yang tidak atau kurang dibayar untuk Tahun Pajak sebelum diperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan tidak dilakukan pemeriksaan pajak, kecuali terdapat data atau keterangan yang menyatakan bahwa Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak tidak benar atau menyatakan lebih bayar.

Sebagai pelaksana kebijakan ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 66/PMK.03/ 2008 tentang Tata Cara Penyampaian atau Pembetulan Surat Pemberitahuan dan Persyaratan Wajib Pajak yang Dapat Diberikan Penghapusan Sanksi Administrasi Dalam Rangka Penerapan Pasal 37A. Peraturan Menteri Keuangan tersebut berisi dua hal pokok, pertama memberi kesempatan kepada orang pribadi untuk mendaftarkan diri dan menyampaikan surat pemberitahuan tahunan (SPT) 2007 dan sebelumnya. Kedua, mendorong wajib pajak badan dan orang pribadi untuk lebih patuh dengan memberikan insentif

berupa penghapusan sanksi administrasi berupa bunga bagi mereka yang melakukan pembetulan SPT untuk 2006 dan sebelumnya (Surahmat, 2008). Berdasarkan Pasal 37A UU KUP Tahun 2007 dapat disimpulkan bahwa terdapat 2 jenis pengampunan pajak yaitu:

a. Pengurangan Atau Penghapusan Sanksi Administrasi Berupa Bunga Atas Pembetulan SPT Tahunan.

Wajib Pajak yang ingin memanfaatkan Pasal 37 ayat (1) diharuskan untuk memenuhi persyaratan, yaitu:

1) Wajib pajak yang bersangkutan telah terdaftar sebagai wajib pajak sebelum tahun pajak 2007;

2) SPT Tahunan Pajak penghasilan untuk tahun 2007 harus sudah benar;

3) Pembetulan SPT sebelum tahun pajak 2007 yang disampaikan mengakibatkan pajak yang harus dibayar menjadi lebih besar; 4) Pembetulan paling lama dilakukan dalam jangka waktu satu tahun

sejak berlakuknya UU KUP Tahun 2007 ini. Artinya, pembetulan harus dilakukan selama tahun 2008 saja.

Dalam hal syarat-syarat di atas tidak dipenuhi maka berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat 2 UU KUP, yaitu bunga sebesar 2% per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian Surat Pemberitahuan berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan (Anonim, 2008). Wajib pajak yang sedang mengajukan

keberatan atau banding tidak dapat memanfaatkan Sunset Policy, karena Sunset Policy tidak dapat dimanfaatkan atas SPT Tahunan PPh yang telah diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (Direktorat Jenderal Pajak, 2008:15).

b. Penghapusan Sanksi Administrasi Atas Pajak Yang Tidak Atau Kurang Dibayar Untuk Tahun Pajak Sebelum Diperoleh NPWP Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi.

Wajib pajak orang pribadi yang diberikan penghapusan sanksi administrasi dalam rangka mendaftarkan diri secara sukarela dan memasukkan SPT untuk 2007 dan sebelumnya, harus memenuhi persyaratan:

1) Secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dalam tahun 2008;

2) Tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan;

3) Menyampaikan SPT Tahunan 2007 dan sebelumnya terhitung sejak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif, paling lambat 31 Maret 2009; dan

4) Melunasi seluruh pajak kurang bayar yang timbul sebagai akibat dari penyampaian SPT Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud di atas, sebelum SPT Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan.

Data dan informasi yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh orang pribadi tersebut di atas tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan surat ketetapan pajak atas pajak lainnya. Terhadap SPT wajib pajak orang pribadi sebagai kelanjutan dari pendaftaran sukarela tersebut tidak akan dilakukan pemeriksaan kecuali terdapat data atau keterangan yang menyatakan bahwa SPT Tahunan PPh tersebut tidak benar; atau SPT Tahunan PPh menyatakan lebih bayar atau rugi. Dalam hal syarat-syarat di atas tidak dipenuhi maka berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 UU KUP tentang Pemberian, Pengukuhan, dan Penghapusan NPWP.

Pasal 37 A UU KUP juga memberikan jaminan tidak dilakukan pemeriksaan pajak, kecuali terdapat data atau keterangan yang menyatakan bahwa Surat Pemberitahuan yang disampaikan wajib pajak tidak benar, atau menyatakan lebih bayar (Anonim, 2008). Wajib pajak yang sedang diperiksa tetap dapat memanfaatkan Sunset Policy

dengan syarat petugas pemeriksa pajak belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP). Apabila dalam tahun 2008 wajib pajak membetulkan SPT Tahunan PPh yang sedang dilakukan pemeriksaan serta membayar kekurangan pembayaran pajaknya, maka pemeriksaan dapat dihentikan (Direktorat Jenderal Pajak, 2008: 15).

B. Kerangka Pemikiran

Persepsi diartikan sebagai tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau proses seseorang dalam mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya. Pajak merupakan unsur yang penting sebagai pemasok dana terbesar bagi penerimaan negara. Pemerintah tentunya selalu berupaya untuk terus menggali potensi pajak yang ada saat ini secara optimal untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak. Hal yang dilakukan pemerintah diantaranya adalah dengan menerapkan kebijakan-kebijakan yang dapat menciptakan persepsi positif dari wajib pajak. Salah satu dari kebijakan yang diterapkan saat ini adalah Sunset Policy, yaitu kebijakan mengenai penghapusan sanksi administrasi. Kebijakan ini diharapkan dapat menciptakan persepsi positif dari wajib pajak sehingga penerimaan pajak terus dapat ditingkatkan.

C. Hipotesis

Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H0: Tidak terdapat perbedaan persepsi antara wajib pajak orang pibadi

dengan wajib pajak badan.

Ha: Terdapat perbedaan persepsi antara wajib pajak orang pribadi dengan wajib pajak badan.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan uraian masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu penelitian terhadap masalah-masalah berupa fakta-fakta saat ini dari suatu populasi. Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan current status dari subyek yang diteliti (Indriantoro dan Supomo, 2002:26). Dalam penelitian ini penulis memilih Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kebayoran Lama sebagai tempat penelitian/melakukan riset. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu diperoleh melalui penyebaran keusioner kepada para wajib pajak.

B. Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah wajib pajak yang terdaftar di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama. Jumlah sampel yang ditetapkan dalam penelitian ini diambil dengan teknik non probability sampling. Metode penentuan sampel yang digunakan adalah convenience sampling design.

Convenience sampling design adalah istilah umum yang mencakup variasi luasnya prosedur pemilihan responden. Hal ini berarti unit sampel yang ditarik mudah dihubungi, tidak menyusahkan, mudah untuk mengukur, dan bersifat kooperatif (Hamid, 2007:30). Penentuan sampel berdasarkan kemudahan membuat peneliti mempunyai kebebasan untuk memilih sampel yang paling

cepat dan mudah. Peneliti memilih teknik ini karena melihat dari keterbatasan biaya, waktu, dan tenaga yang dimiliki oleh peneliti.

C. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian survey. Untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan guna mendukung penelitian ini maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:

1. Penelitian Lapangan

Adalah metode pengumpulan data dengan mendatangi langsung pada obyek penelitian dengan menggunakan kuesioner.

2. Penelitian Kepustakaan

Penelitian ini dilakukan dengan mengutip dari literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Adapun data primer dalam penelitian ini diperoleh secara langsung dari wajib pajak yang melalui pengisian kuesioner. Data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan dengan mencari dan mengumpulkan berbagai literatur seperti Undang-undang dan peraturan perpajakan, buku, artikel, jurnal, skripsi, data internet, majalah dan literatur lainnya yang relevan dengan masalah penelitian.

D. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini terdapat dua pengujian, yaitu: 1. Uji Kualitas Data

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik, maka sebelum dilakukan uji statistik terlebih dahulu data yang diperoleh harus dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas agar hasil penelitian akan menjadi valid dan reliabel (Sugiyono, 2005:267).

a. Uji Validitas

Suatu alat ukur dikatakan valid apabila dapat menjawab secara cermat tentang variabel yang diukur. Suatu kuesioner dinyatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Pengujian validitas ini menggunakan Pearson Correlation yaitu dengan cara menghitung korelasi antara skor masing-masing butir pertanyaan dengan total skor. Jika korelasi antara skor masing-masing butir pertanyaan dengan total skor mempunyai tingkat signifikansi dibawah 0,05 maka butir pertanyaan tersebut dinyatakan valid dan sebaliknya (Ghozali, 2005:45). b. Uji Reliabilitas

Instrumen dikatakan reliabel apabila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda, suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2005:41). Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur bahwa variabel yang digunakan

benar-benar bebas dari kesalahan sehingga menghasilkan hasil yang konsisten meskipun diuji berkali-kali. Jika hasil dari Cronboah Alpha

diatas 0,60 maka data tersebut mempunyai keandalan yang tinggi (Nunnally, 1967 dalam Ghozali, 2005:42).

2. Uji Hipotesis

Untuk memahami perbedaan persepsi yang signifikan antara wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan mengenai Sunset Policy maka pengujian hipotesis dilakukan dengan model analisis parametrik menggunakan Independent Sample T-test. Pada uji ini akan ditentukan tingkat signifikansi (level of significant) sebesar = 0,05. Jika probabilitas > 0,05 maka H0 diterima atau Ha ditolak, dan jika probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak atau Ha diterima (Ghozali, 2005: 58).

E. Operasional Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sunset Policy

yang dipersepsikan oleh wajib pajak yang meliputi penghapusan sanksi administrasi dalam pembetulan SPT, pendaftaran NPWP dan penyampaian SPTyang mengakibatkan kekurangan pembayaran pajak. Bobot penilaian atau angka hasil kuesioner dalam penelitian ini sesuai dengan yang digambarkan dalam skala Likert. Skala berisi sejumlah pernyataan yang menyatakan objek yang hendak diungkap dengan standar penilaian terendah 1 dan tertinggi 5 dengan tipe jawaban Sangat Setuju, Setuju, Ragu-ragu, Tidak Setuju dan Sangat Tidak Setuju.

Tabel 3.1

Dimensi dan Indikator Kuesioner Persepsi Wajib Pajak terhadap Sunset Policy.

Variabel Dimensi Indikator Butir

Pertanyaan Terdapat kurang bayar 1, 2

Bebas sanksi administrasi 3, 4, 5, 6 Pembetulan SPT

Bebas pemeriksaan pajak 7, 8

Kesadaran wajib pajak 9, 10, 11,12

Mendaftar sukarela 13,14

Bebas sanksi administrasi 15, 16

Penerimaan negara 17 Pendaftaran NPWP Kepatuhan 18, 19, 20 Menghitung pajak 21

Sunset

Policy

Penyampaian SPT Melunasi Pajak 22

BAB IV

PENEMUAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Sejarah Singkat KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kebayoran Lama merupakan salah satu instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK/PJ/2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/PMK.01/2007 dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-86/PJ/2007 tentang Penerapan Organisasi, Tata Kerja dan Saat Mulai Beroperasinya KPP Pratama dan Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama mempunyai wilayah kerja di dua kecamatan, yaitu:

a. Kecamatan Kebayoran Lama yang terdiri atas: 1) Kelurahan Pondok Pinang

2) Kelurahan Kebayoran Lama Utara 3) Kelurahan Kebayoran Lama Selatan 4) Kelurahan Cipulir

5) Kelurahan Grogol Utara 6) Kelurahan Grogol Selatan

b. Kecamatan Pesanggrahan yang terdiri atas: 1) Kelurahan Pesanggrahan

2) Kelurahan Petukangan Utara 3) Kelurahan Petukangan Selatan 4) Kelurahan Ulujami

5) Kelurahan Bintaro

2. Struktur Organisasi

Struktur organisasi KPP Pratama dijelaskan dalam gambar 4.1 berikut:

Gambar 4.1

Srtuktur Organisasi KPP Pratama

Seksi Pemeriksaan

Subbag Umum

Seksi Pengolahan

Data &Informasi Seksi

Pelayanan Seksi Penagihan Seksi Ekstensifikasi Perpajakan KEPALA KANTOR Seksi Pengawasan & Konsultasi Kelompok Jabatan Fungsional

a. Tugas dan Tanggung Jawab

Dokumen terkait