• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembiayaan Daerah

Dalam dokumen KATA PENGANTAR. Kata Pengantar. iii (Halaman 107-111)

ANAlISIS SURPlUS/DEFISIT DAN PEMbIAYAAN DAERAH

B. Pembiayaan Daerah

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 menyebutkan apabila anggaran diperkirakan defisit, maka daerah harus menetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dan demikian sebaliknya apabila anggaran diperkirakan surplus, maka daerah harus menetapkan penggunaaan surplus tersebut. Penerimaan pembiayaan yang merupakan bagian terbesar untuk menutupi defisit APBD 2014 berasal dari SiLPA, sedangkan yang terkecil berasal dari Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan. Untuk

88 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

manampung penerimaan pembiayaan maupun pengeluaran pembiayaan, maka dalam APBD terdapat pos pembiayaan yang bertujuan untuk menutup defisit anggaran. Grafik 4.5. dan grafik 4.6. berikut menggambarkan penerimaan pembiayaan provinsi dan kabupaten/kota.

Grafik 4.5

Penerimaan Pembiayaan Provinsi dan Kab/Kota

sebagai penyedia layanan dasar kepada masyarakat, sehingga dana yang ada seyogianya digunakan untuk kepentingan rakyat, bukan untuk disimpan.

B. Pembiayaan Daerah

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 menyebutkan apabila anggaran diperkirakan defisit, maka daerah harus menetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dan demikian sebaliknya apabila anggaran diperkirakan surplus, maka daerah harus menetapkan penggunaaan surplus tersebut. Penerimaan pembiayaan yang merupakan bagian terbesar untuk menutupi defisit APBD 2014 berasal dari SiLPA, sedangkan yang terkecil berasal dari Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan. Untuk manampung penerimaan pembiayaan maupun pengeluaran pembiayaan, maka dalam APBD terdapat pos pembiayaan yang bertujuan untuk menutup defisit anggaran. Grafik 4.5. dan grafik 4.6. berikut menggambarkan penerimaan pembiayaan provinsi dan kabupaten/kota.

Grafik 4.5

Penerimaan Pembiayaan Provinsi dan Kab/Kota

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Grafik 4.6

Persentase Penerimaan Pembiayaan terhadap total Penerimaan Pembiayaan

Provinsi Kabupaten/Kota

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Grafik 4.6

Persentase Penerimaan Pembiayaan terhadap total Penerimaan Pembiayaan

Provinsi Kabupaten/Kota

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Penerimaan pembiayaan baik provinsi, kabupaten, maupun kota didominasi oleh SiLPA. Di tingkat provinsi, penerimaan pembiayaan mencapai 96,02%, sedangkan tingkat kabupaten/ kota mencapai 94,18%, sebagaimana tampak pada grafik 4.6 di atas. Besarnya porsi SiLPA dalam penerimaan pembiayaan APBD mengindikasikan adanya penyerapan belanja pada tahun anggaran sebelumnya kurang optimal, sehingga terdapat sisa anggaran yang terakumulasi dalam SiLPA. Sumber pembiayaan lainnya untuk menutup defisit adalah Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah, yang mencapai sebesar 2,61% untuk provinsi, sebesar 3,08 untuk kabupaten/kota. Sumber-sumber lain penerimaan pembiayaan di luar SiLPA dan Pinjaman Daerah adalah Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Penerimaan Kembali Pinjaman yang jumlahnya relatif kecil, yakni di bawah 1%.

Secara umum, pengeluaran pembiayaan terbesar dalam APBD adalah untuk Penyertaan Modal Pemerintah daerah pada badan-badan usaha milik daerah yang merupakan bagian dari Kekayaan Daerah yang Dipisahkan. Secara nominal, besaran Penyertaan Modal Pemerintah provinsi lebih besar daripada Penyertaan Modal Pemerintah kabupaten/kota. Hal tersebut diduga terjadi karena ruang fiskal pemerintah provinsi lebih besar dibandingkan dengan ruang fiskal pemerintah kabupaten/kota. Selain itu, pembayaran pokok pinjaman kabupaten/kota yang jauh lebih besar daripada pokok utang provinsi menunjukkan adanya beban pemerintah kabupaten/kota yang jauh lebih besar apabila dibandingkan dengan pemerintah provinsi. Selanjutnya, rincian Pengeluaran Pembiayaan Provinsi dan Kabupaten/kota dapat dilihat pada grafik 4.7 di bawah ini.

96,02% 0,33% 0,00% 2,61% 1,04% SiLPA TA sebelumnya Pencairan dana cadangan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Penerimaan Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah 94,18 % 0,97% 0,13% 3,08% 1,65%

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

sebagai penyedia layanan dasar kepada masyarakat, sehingga dana yang ada seyogianya digunakan untuk kepentingan rakyat, bukan untuk disimpan.

B. Pembiayaan Daerah

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 menyebutkan apabila anggaran diperkirakan defisit, maka daerah harus menetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dan demikian sebaliknya apabila anggaran diperkirakan surplus, maka daerah harus menetapkan penggunaaan surplus tersebut. Penerimaan pembiayaan yang merupakan bagian terbesar untuk menutupi defisit APBD 2014 berasal dari SiLPA, sedangkan yang terkecil berasal dari Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan. Untuk manampung penerimaan pembiayaan maupun pengeluaran pembiayaan, maka dalam APBD terdapat pos pembiayaan yang bertujuan untuk menutup defisit anggaran. Grafik 4.5. dan grafik 4.6. berikut menggambarkan penerimaan pembiayaan provinsi dan kabupaten/kota.

Grafik 4.5

Penerimaan Pembiayaan Provinsi dan Kab/Kota

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Grafik 4.6

Persentase Penerimaan Pembiayaan terhadap total Penerimaan Pembiayaan

89

Analisis Surplus/Defisit dan Pembiayaan Daerah

Penerimaan pembiayaan baik provinsi, kabupaten, maupun kota didominasi oleh SiLPA. Di tingkat provinsi, penerimaan pembiayaan mencapai 96,02%, sedangkan tingkat kabupaten/ kota mencapai 94,18%, sebagaimana tampak pada grafik 4.6 di atas. Besarnya porsi SiLPA dalam penerimaan pembiayaan APBD mengindikasikan adanya penyerapan belanja pada tahun anggaran sebelumnya kurang optimal, sehingga terdapat sisa anggaran yang terakumulasi dalam SiLPA. Sumber pembiayaan lainnya untuk menutup defisit adalah Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah, yang mencapai sebesar 2,61% untuk provinsi, sebesar 3,08 untuk kabupaten/kota. Sumber-sumber lain penerimaan pembiayaan di luar SiLPA dan Pinjaman Daerah adalah Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Penerimaan Kembali Pinjaman yang jumlahnya relatif kecil, yakni di bawah 1%.

Secara umum, pengeluaran pembiayaan terbesar dalam APBD adalah untuk Penyertaan Modal Pemerintah daerah pada badan-badan usaha milik daerah yang merupakan bagian dari Kekayaan Daerah yang Dipisahkan. Secara nominal, besaran Penyertaan Modal Pemerintah provinsi lebih besar daripada Penyertaan Modal Pemerintah kabupaten/kota. Hal tersebut diduga terjadi karena ruang fiskal pemerintah provinsi lebih besar dibandingkan dengan ruang fiskal pemerintah kabupaten/kota. Selain itu, pembayaran pokok pinjaman kabupaten/kota yang jauh lebih besar daripada pokok utang provinsi menunjukkan adanya beban pemerintah kabupaten/kota yang jauh lebih besar apabila dibandingkan dengan pemerintah provinsi. Selanjutnya, rincian Pengeluaran Pembiayaan Provinsi dan Kabupaten/kota dapat dilihat pada grafik 4.7 di bawah ini.

Grafik 4.7

Pengeluaran Pembiayaan Provinsi dan Kabupaten/Kota

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Grafik 4.8

Persentase Pengeluaran Pembiayaan terhadap total Penerimaan Pembiayaan

Provinsi Kabupaten/Kota

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Secara persentase, pola Penerimaan Pembiayaan provinsi dan kabupaten/kota mempunyai kemiripan, namun berbeda halnya jika dilihat dari sisi Pengeluaran Pembiayaan. Pengeluaran Pembiayaan tingkat provinsi hanya didominasi oleh

1,12% 90,70% 7,69% 0,49% Pembentukan Dana Cadangan Penyertaan Modal (Investasi) Daerah Pembayaran Pokok Utang Pemberian Pinjaman Daerah Pembayaran Kegiatan Lanjutan Pengeluaran Perhitungan Pihak Ketiga 8,81% 56,06% 28,49% 3,20%0,30% 3,12% Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Grafik 4.8

Persentase Pengeluaran Pembiayaan terhadap total Penerimaan Pembiayaan

Provinsi Kabupaten/Kota

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Grafik 4.8

Persentase Pengeluaran Pembiayaan terhadap total Penerimaan Pembiayaan

Provinsi Kabupaten/Kota

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Secara persentase, pola Penerimaan Pembiayaan provinsi dan kabupaten/kota mempunyai kemiripan, namun berbeda

1,12% 90,70% 7,69% 0,49% Pembentukan Dana Cadangan Penyertaan Modal (Investasi) Daerah Pembayaran Pokok Utang

Pemberian Pinjaman Daerah Pembayaran Kegiatan Lanjutan Pengeluaran Perhitungan Pihak Ketiga 8,81% 56,06% 28,49% 3,20%0,30% 3,12%

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Secara persentase, pola Penerimaan Pembiayaan provinsi dan kabupaten/ kota mempunyai kemiripan, namun berbeda halnya jika dilihat dari sisi

91

Analisis Surplus/Defisit dan Pembiayaan Daerah

Pengeluaran Pembiayaan. Pengeluaran Pembiayaan tingkat provinsi hanya didominasi oleh Penyertaan Modal Pemerintah Daerah, sedangkan pada kabupaten/kota terdapat 2 (dua) komponen yang dominan, yaitu (i) Penyertaan Modal Pemerintah Daerah, dan (ii) Pembayaran Pokok Utang. Pembayaran Pokok Utang terbesar untuk tingkat kabupaten/kota ditempati oleh Kabupaten Ogan Ilir (Rp119,5 Miliar), dan untuk Penyertaan Modal Pemerintah Daerah terbesar ditempati oleh Kabupaten Muara Enim (Rp124,3 miliar). Sementara itu untuk tingkat provinsi, daerah yang menganggarkan penyertaan modal terbesar ditempati oleh Provinsi DKI Jakarta (Rp7,1 triliun). Selanjutnya, penjelasan lebih detil mengenai pembiayaan dapat dijelaskan pada bahasan di bawah ini.

Dalam dokumen KATA PENGANTAR. Kata Pengantar. iii (Halaman 107-111)

Dokumen terkait