• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. RENUNGAN HARIAN UNTUK PEMBINAAN SPIRITUALITAS

B. Pembinaan bagi Katekis

Dalam tugas perutusannya katekis memiliki tanggung jawab untuk mewartakan

atau mengajar kabar gembira keselamatan, baik di paroki maupun di sekolah-sekolah.

Dengan adanya tanggung jawab tersebut maka para katekis harus secara terus-menerus

mampu memperbaharui pengetehuan dan keterampilan yang ia miliki melalui

pembinaan. Lewat pembinaan tersebut para katekis diharapkan semakin mengasah

perkembangan zaman yang terus berubah-ubah sehingga mampu membaca perubahan

yang terjadi dengan umat atau pun siswa yang dilayani.

1. Dasar Pembinaan bagi Katekis

Katekis juga harus mendapat pembinaan agar dalam tugasnya, para katekis

mampu mempertanggung jawabkan apa yang ia wartakan kepada orang lain. Seperti

yang tercantum dalam kitab hukum kanonik (KHK kan. 780) berikut ini:

Hendaklah para Ordinaris Wilayah berusaha agar para katekis disiapkan dengan seharusnya untuk dapat melaksanakan tugas mereka dengan semestinya, yakni supaya dengan memberikan pembinaan yang terus-menerus mereka memahami dengan tepat ajaran Gereja dan mempelajari secara teoritis dan praktis norma-norma yang khas untuk disiplin pedagogis.

Berdasarkan urian tersebut maka katekis harus mendapat pembinaan yang

seharusnya secara terus-menerus baik secara teoritis maupun praktis agar para katekis

memahami ajaran Gereja secara benar sehingga dapat diwartakan secara tepat. Melalui

pembinaan yang dilakukan secara terus-menerus tersebut diharapkan para katekis

mempunyai keterampilan yang memadai dalam tugas pewataannya. Pembinaan tidak

hanya untuk hal-hal yang bersifat teoritis saja melainkan juga yang bersiafat praktis

karena dalam tugas tentu para katekis juga banyak menemukan hal praktis yang tidak

dipelajari secara teoritis.

Selain hal tersebut, pendidikan atau pembinaan bagi katekis juga harus

disesuaikan dengan perkembangan kebudayaan yang ada agar para katekis mampu

menjalankan tugas meraka yang semakin berat sesuai dengan perkembangan zaman,

seperti yang terdapat dalam dokumen konsili Vatikan II (AG 17) berikut ini:

Pada zaman kita ini hanya sedikitlah jumlah klerus untuk mewartakan Injil kepada massa yang begitu besar, untuk menjalankan pelayanan pastoral. Maka, tugas para katekis sangat penting. Oleh karena itu, pendidikan mereka harus

dilaksanakan dan disesuaikan dengan kemajuan kebudayaan sedemikian rupa sehingga mereka menjadi rekan sekerja yang tangguh bagi para imam, dan mampu menunaikan sebaik mungkin tugas mereka, yang makin bertambah sulit karena beban-beban baru yang lebih berat.

Lebih lanjut dokumen tersebut menjelaskan, selain pendidikan tentang ajaran

Katolik, Kitab Suci, katekese dan praktek pastoral, para katekis juga harus dibina

berdasarkan adat-perilaku kristiani dan selalu berusaha mengembangkan keutamaan

serta kesucian hidup. Untuk selalu menyengarkan ilmu-ilmu serta keterampilan, para

katekis juga harus diberi kursus-kursus dan pertemuan pada masa-masa tertentu (AG

17).

2. Tujuan Pembinaan bagi Katekis

Menurut Prasetya (2007: 55-56) ada beberapa hal perlu diperhatikan dan

menjadi tujuan dari pembinaan bagi katekis. Beberapa tujuan tersebut ialah

meningkatkan hidup katekis, meningkatkan kerja sama, mewujudkan regenerasi dan

kaderisasi katekis.

a. Meningkatkan Hidup Katekis

Melalui pembinaan yang dilakukan bagi para katekis, diharapkan mampu

meningkatkan kualitas hidup seorang katekis, baik kehidupan pribadi mereka maupun

dalam tanggung jawab dan tugas perutusan mereka. Kualitas dalam tugas perutusan

yang dimaksud disini misalnya motivasi hidup, spiritualitas, pengetahuan maupun

keterampilannya. Melalui pembinaan tersebut para katekis diharapkan mampu

menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka dengan baik dan mampu

55). Dengan meningkatkan kualitas hidup, para katekis diharapkan juga mampu

menjawab tantangan hidup yang dihadapi dalam menjalankan tugas dan tanggung

jawab perutusan mereka.

b. Meningkatkan Kerja Sama

Melalui pembinaan secara terus-menerus para katekis mempu membangun

kerja sama yang baik, baik dengan sesama katekis, dengan pastor paroki maupun

dengan fungsionaris paroki yang lainnya. Dengan ada kerja sama tersebut diharapkan

tercipta sinergi yang membuat adanya koordinasi serta komunikasi yang sehat dan

lancar sehingga mampu mengembangkan paroki secara bersama-sama (Prasetya, 2007:

55-56).

c. Mewujudkan Regenerasi dan Kederisasi Katekis

Dengan adanya pembinaan maka diharapkan adanya keterbukaan dari para

katekis yang senior untuk dapat menerima para katekis muda atau orang-orang yang

mau ikut ambil bagian dalam tugas katekis. Para katekis juga diharapkan dapat

menerima para katekis muda yang tentu masih minim pengalaman sehingga bisa

muncul regenerasi katekis selanjutnya (Prasetya, 2007: 56).

Para katekis diharapkan mempu membangun kebersamaan tampa membedakan

usia, status sosial maupun ekonomi, justru dengan adanya perbedaan tersebut para

katekis bisa saling melengkapi dan saling menyempurnakan. Para katekis juga harus

memiliki sikap saling bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya, diharapkan ada

kesetaraan dalam pembagian tugas bagi masing-masing katekis. Selain itu, sikap

maka para katekis dapat membangun komunikasi yang baik, saling menghargai dan

tentu saling mementingkan kepentingan bersama (Prasetya, 2007: 56-57).

3. Proses Pembinaan dan Pendidikan Ketekis

Dalam pembinaan dan pendidikan bagi para katekis, ada beberapa proses yang

perlu diperhatikan dan harus dilalui oleh para katekis agar pembinaan dan pendidikan

tersebut dapat terlaksana dengan baik dan lancar. Beberapa proses tersebut adalah

pembinaan dan pendidikan yang tepat, adanya kesatuan dan keselarasan pribadi

katekis, kedewasaan manusiawi, kehidupan rohani yang mendalam, pendidikan

mengenai ajaran Gereja, semangat pastoral, semangat missioner, sikap terhadap

Gereja, para pembina, pembinaan dan pendidikan awal, pembinaan dan pendidikan

terus-menerus, sarana dan struktur pembinaan yang terus-menerus.

a. Perlu Pembinaan dan Pendidikan yang Tepat

Perlu adanya pembinaan dan pendidikan yang berkualitas bagi para katekis.

Sangat penting untuk diadakan pembinaan dan pendidikan yang tepat bagi para

katekis, baik pembinaan dan pendidikan umum maupun pembinaan dan pendidikan

secara khusus. Pembinaan dan pendidikan umum misalnya dalam pengertian bahwa

seluruh watak dan kepribadian para katekis perlu dikembangkan. Pembinaan secara

khusus misalnya mewartakan sabda Allah, memimpin umat, memimpin doa-doa

liturgi, membantu mereka yang membutuhkan pelayanan rohani atau pun bantuan

material dalam berbagai cara. Selain itu pendidikan bagi para katekis perlu disesuaikan

dengan perkembangan dan kebutuhan zaman agar para katekis dapat selalu

b. Kesatuan dan Keselarasan Pribadi Katekis

Para katekis selain sebagai warga Gereja, mereka juga merupakan warga

masyarakat. Agar dapat mewujudkan kesatuan dan keselarasan dalam diri atau pribadi

seseorang, perlu terlebih dahulu diatasi berbagai hambatan, seperti temperamen,

intelektual atau emosional dan membangun pola hidup yang teratur (CEP, 1997: 44).

Katekis sebagai manusia biasa, tentu memiliki kekurangan yang dapat menjadi

hambatan bagi diriya untuk dapat mewujudkan kesatuan dan keselarasan dalam

dirinya. Namun melalui proses pendampingan dan pendidikan maka para katekis

diharapkan mampu mengatasi hambatan tersebut.

c. Kedewasaan Manusiawi

Katekis diharapkan mempunyai kepribadian yang matang sebagai manusia

sesuai dengan perannya yang penuh tanggung jawab dalam komunitas gerejawi. Yang

menjadi pertimbangan dari pembinaan dan pendidikan para katekis akan dibangun atas

dasar kemampuan manusiawi yang telah ada dalam diri seseorang. Kemudian hanya

dikembangkan secara lebih lanjut dengan menambahkan keterampilan-keterampilan

yang perlu dalam menjalakan tugas pelayanannya (CEP, 1997: 45).

d. Kehidupan Rohani yang Mendalam

Katekis sebagai orang yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk

mendidik iman, tentu harus mempunyai kehidupan rohani yang mendalam. Kehidupan

rohani katekis harus berdasar dengan iman dan cinta akan Yesus Kristus. Beberapa hal

yang perlu dilaksanakan oleh para katekis untuk melatih hidup rohani antara lain

meditasi setiap hari, doa pribadi, sering menerima sakramen pengampunan dosa dan

ikut dalam retret rohani. Melalui kegiatan tersebut para katekis akan memperkaya

kehidupan batin dan mencapai kedewasaan rohani (CEP, 1997: 45-48).

e. Pendidikan Mengenai Ajaran Gereja

Pembinaan dan pendidikan bagi katekis perlu diberikan tentang ajaran Gereja

karena hal tersebut merupakan kebutuhan bagi pendidikan katekis karena para katekis

perlu memahami hakikat ajaran Kristen sebelum mengajarkannya kembali kepada

orang lain (CEP, 1997: 48-51).

f. Semangat Pastoral

Pembinaan dan pendidikan bagi para katekis perlu juga diberikan materi atau

pengetahuan mengenai latihan yang berhubungan dengan fungsi kenabian, imamat dan

gerejawi dari kaum awam yang telah terbaptis. “Kualitas yang perlu dikembangkan

untuk tugas ini adalah semangat tanggung jawab pastoral dan kepemimpinan; sikap

murah hati, dinamis dan kreatif; persekutuan gerejawi dan ketaatan kepada pastor”

(CEP, 1997: 51-52).

g. Semangat Misioner

Dalam pembinaan dan pendidikan katekis perlu diperhatikan dimensi missioner

kerena hal tersebut merupakan bagian hakiki dari identitas dan karya seorang katekis.

Para katekis harus diajari berbagai karya kerasulan misi kaum awam baik secara

teoritis maupun praktis, yang mencakup beberapa unsur misalnya hadir secara aktif

Putra-Nya Yesus Kristus; menemui pengikut agama-agama lain dalam semangat keterbukaan

dan dialog; memperkenal katekumen dan misteri keselamatan; membangun komunitas

dan membantu mempersiapkan para calon untuk menerima sakramen pembaptisan dan

sakramen-sakramen inisiasi Kristen lainnya; sambil tergantung kepada pastor dan

bekerja sama dengan umat lainnya (CEP, 1997: 52-53).

h. Sikap terhadap Gereja

Kegiatan kerasulan para katekis tidak bersifat pribadi atau terpisah, tetapi selalu

dilaksanakan dalam persekutuan dengan Gereja lokal dan universal. Para katekis diutus

oleh pastor dan para katekis melakukan tugas mereka berdasarkan wewenang yang

diberikan oleh Gereja. Dalam pembinaan dan pendidikan mengenai sikap terhadap

Gereja, harus ditekankan bagi para katekis tentang sikap ketaatan apostolik terhadap

pastor dalam semangat iman dan kemampuan bekerja sama dengan orang lain pada

semua tingkat (CEP, 1997: 54-55).

i. Para Pembina

Pada pembinaan dan pendidikan bagi para katekis, hal yang sangat penting

adalah para pembina yang cocok serta memadai, mereka adalah semua orang yang

terlibat dalam pembinaan dan pendidikan bagi para katekis. Namun, perlu diyakinkan

kepada para katekis bahwa yang menjadi pembina utama adalah Kristus sendiri

melalui Roh Kudus. “Para katekis sendiri dianggap sebagai para pembina, dalam

pengertian bahwa mereka bertanggug jawab atas perkembangan batin mereka sendiri

melalui sikap tanggap mereka terhadap Tuhan”. Dalam arti yang sempit, para pembina

para katekis. Para pembinaan ini juga harus memiliki pengetahuan yang cukup serta

memilik kedalaman hidup rohani agar dapat menjadi teladan (CEP, 1997: 55-56).

j. Pembinaan dan Pendidikan Awal

Dalam periode pembinaan dan pendidikan awal atau dasar bagi para katekis

memiliki perbedaan dari setiap Gereja karena disesuaikan dengan kebutuhan dan

situasi Gereja setempat. Namun tetap perlu memenuhi beberapa kriteria, misalnya

pengenalan calon(dikenal secara pribadi dalam lingkungan budayanya); perhatian

terhadap keadaan Gereja dan masyarakat setempat; pendekatan langkah demi langkah;

metode yang teratur dan lengkap (mempertimbangkan situasi misi dan pedagogi);

calon harus dibantu untuk menyusun suatu rencana hidup; perlu ada dialog pribadi

terus-menerus antara calon dan pembina; komunitas Kristen dimana katekis hidup dan

bekerja akan juga mempunyai sumbangan besar bagi pembinaan mereka (CEP, 1997:

56-57).

k. Pembinaan dan Pendidikan Terus-menerus

Bagi para katekis perlu diadakan pembinaan dan pendidikan secara

terus-menerus karena “kenyataan bahwa pribadi manusia tidak pernah berhenti berkembang dari dalam, hakikat dinamis dari sakramen pembaptisan dan penguatan, proses

pertobatan terus-menerus dan pertumbuhan dalam cinta apostolik, perubahan dalam

kebudayaan, perkembangan masyarakat dan pembaharuan terus-menerus metode

pengajran”. Pembinaan dan pendidikan bagi para katekis menjadi menjadi tanggung

jawab semua pihak, baik dari paroki, keuskupan maupun komunitas-komunitas yang

l. Sarana dan Struktur Pembinaan Terus-menerus

Pembinaan dan pendidikan bagi para katekis perlu juga didukung oleh sarana

yang memadai dan sesuai dengan kebutuhan pembinaan dan pendidikan para katekis.

Keuskupan tempat dimana sekolah kateketik bernaung mempunyai tanggung jawab

untuk menyediakan buku, materi audiovisual dan sarana-sarana lain yang dibutuhkan

dalam pendidikan katekis. Para pembinaan dan pendidikan katekis perlu

memperhatikan dan memperioritaskan sarana yang berhasil guna (CEP, 1997: 59-61).

Dokumen terkait