• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bentuk-bentuk Pembinaan dalam Keluarga Kudus Yesus Maria dan Yosef Keluarga Kudus Yesus Maria dan Yosef menjadi teladan bagi keluarga Keluarga Kudus Yesus Maria dan Yosef menjadi teladan bagi keluarga

BERDASARKAN SPIRITUALITAS KELUARGA KUDUS YESUS MARIA DAN YOSEF

C. Spiritualitas Keluarga Kudus Yesus Maria dan Yosef sebagai Daya Penggerak dalam Proses F ormatio Suster-suster KKS dari Pangkalpinang Penggerak dalam Proses F ormatio Suster-suster KKS dari Pangkalpinang

2. Bentuk-bentuk Pembinaan dalam Keluarga Kudus Yesus Maria dan Yosef Keluarga Kudus Yesus Maria dan Yosef menjadi teladan bagi keluarga Keluarga Kudus Yesus Maria dan Yosef menjadi teladan bagi keluarga

dalam mendampingi putra-putrinya sebagaimana Yesus yang hidup, tumbuh dan berkembang dalam asuhan Bunda Maria dan Bapa Yosef. Yesus dan Maria memiliki banyak cara dalam mendidik Yesus. Secara konkret yang dilakukan

Yosef dan Maria adalah memberinya teladan baik melalui perkataan maupun perbuatan. Pola pembinaan yang dilakukan Maria dan Yosef dalam mendampingi Yesus lebih memberikan keleluasaan untuk dapat berkembang secara mandiri. Sebagaimana dikisahkan dalam Luk 2:39-40 Maria dan Yosef mendampingi Yesus dalam perkembangan iman-Nya mencari kehendak Allah. Belajar dari Maria dan Yosef ada beberapa beberapa pokok pembinaan berdasarkan spiritualitas Keluarga Kudus Yesus Maria dan Yosef (Konst 2003, art.15). Ada 4(empat) bentuk pembinaan berdasarkan spiritualitas Keluarga Kudus Yesus Maria dan Yosef sebagaimana diharapkan kongregasi yaitu pembinaan dimensi manusiawi,pembinaan dimensi kristiani, pembinaan dimensi kontemplatif, dan pembinaan dimensi hidup apostolik (Tim Formator, 2001: 23-24).

a. Pembinaan Dimensi Manusiawi

Tujuan pembinaan pada awalnya lebih mengarah kepada pembentukan pribadi yang mencakup kedewasaan manusiawi dan kristiani, agar semakin mampu menghayati apa yang mau diwartakan, maka seluruh proses dan isi pembinaan harus mencakup 2 (dua) aspek secara menyeluruh yaitu pembentukan manusiawi dan manusia kristiani. Pembentukan manusiawi mencakup aspek kedewasaan pribadi terutama kedewasaan emosional demi pertumbuhan dan penghayatan hidup religius. Pembentukan manusia kristiani mencakup kedewasaan hidup beriman yang mampu melihat yang ilahi dalam hidup manusiawi dalam rangka penghayatan hidup religius yang terfokus pada inti jiwa kongregasi (Patrick, 1958: 1-4). Kedua aspek tersebut memberikan penekanan pada pembinaan yang mengolah keseimbangan hidup sebagai manusia.

Dalam kitab suci perjanjian baru (Luk 2:52) dikisahkan bahwa Yesus tumbuh dan berkembang baik secara manusiawi maupun kristiani dalam bingkaian kasih Maria dan Yosef. Yosef dan Maria yang dipercaya Allah Bapa untuk mendidik, menjaga dan mendampingi Yesus sejak dalam kandungan sampai ia tumbuh dewasa. Ketika masih bayi Yesus sungguh dilindungi dari berbagai ancaman yang ingin membinasakan-Nya. Maria dan Yosef juga mencari-Nya ketika Yesus tinggal di Bait Allah. Yesus sebagai Putera Maria dan Yosef hidup dalam pengalaman dan pengaruh iman yang teguh, meskipun secara rohani Ia adalah Putera Allah, akan tetapi sebagai manusia Ia tetap tunduk dan taat kepada Yosef dan Maria sebagai kedua orang tua-Nya yang telah mendidik dan membesarkan Yesus dalam tradisi Yahudi, sehingga seluruh pengalaman inderawinya sungguh-sungguh terpatri dalam seluruh kehidupannya.

Keluarga Kudus sungguh menjadi tempat yang ideal untuk tumbuhnya pribadi yang dewasa, seperti Yesus yang tumbuh menjadi bertambah dewasa dan hikmat-Nya dalam asuhan Maria dan Yosef sehingga semakin dikasihi Allah dan manusia. Yosef sebagai seorang yang baik hati, meskipun Yesus bukan anak kandungnya, namun ia bertanggung jawab atas pendidikan religius Putranya termasuk mengajarinya membaca kitab suci karena itu Allah Bapa mempercayakan Putra-Nya kepada pemeliharaan-Nya. Dari sebab itu ada beberapa cara sebagai contoh dalam pembinaan ini antara lain pembinaan melalui pengolahan hidup, bimbingan pribadi, studi pribadi, refleksi, kursus, askese evaluasi, retret, healing, pembinaan kepribadian. Bentuk-bentuk pembinaan tersebut merupakan sarana bagi para formator untuk mendampingi para calon agar memiliki kedewasaan hidup baik manusiawi maupun kristiani.

b. Pembinaan Dimensi Kristiani

Pembinaan dimensi kristiani/religius adalah pembinaan mengikuti Kristus yang dilaksanakan dengan memperhatikan kenyataan bahwa aspek-aspek yang berbeda tidak dapat dipisahkan dan saling berpengaruh dalam hidup para religius. Keluarga Kudus Yesus Maria dan Yosef telah menunjukan teladannya dalam mengembangkan dimensi religiusnya melalui kebersatuannya dengan Allah dalam seluruh dimensi kehidupan dan dalam seluruh karya pelayanan (Konst 2003, art. 53-54). Yesus sendiri membiasakan dengan renungan dan doa, sehingga Ia penuh hikmat dan semakin dikasihi oleh Allah dan manusia. Yesus juga menanamkan kebiasaan dan pendalaman doa pribadi selama puluhan tahun di Nasaret. Demikian pula Maria saat mengunjungi Elisabet, ia tampil sebagai seorang religius yang sejati yang atas nama seluruh umat menghaturkan syukur atas karya keselamatan melalui Putra-Nya. Dikisahkan bahwa kehadiran Yosef dalam Keluarga Kudus memberikan corak baru akan kehidupan religius yang menunjukan kesucian dan kesalehannya serta ketaatannya kepada kehendak Allah (Luk 1:20-25).

Pembinaan dimensi religius memberikan perhatian khusus pada pembinaan bagi para novis agar dapat memperkembangkan rasa tanggung jawab yang kuat dalam menghayati nilai-nilai pribadinya sebagai manusia kristiani. Proses pembinaan dimensi religius juga membantu para calon memperkembangkan sikap yang mendalam mengenai hidupnya sebagai orang kristiani yang benar-benar merupakan pilihan bebas dari jawaban iman. Dalam dokumen Gereja tentang pedoman pembinaan ditegaskan bahwa tujuan pembinaan religius adalah memperkenalkan para calon dengan hidup relgius dan membuat mereka menyadari ciri khasnya didalam Gereja, terutama agar menyadari kesatuan hidup religius

dalam Kristus melalui Roh dengan memadukan unsur-unsur rohani, apostolik, doktrinal dan praktik (PPDLR, art. 10). Untuk dapat mengetahui perkembangan setiap pribadi perlu adanya pembinaan yang dapat membentuk kualitas hidup kristiani dengan berbagai cara seperti bacaan rohani, refleksi, rekoleksi, retret, triduum, kursus persiapan kaul kekal dan pengolahan hidup beriman.

c. Pembinaan Hidup yang Kontemplatif

Istilah kontemplatif berasal dari bahasa Latin “contemplare” yang berarti merenungkan dan memandang hal-hal Ilahi merupakan kegiatan manusiawi termulia yang didukung rahmat (Heuken, 1993: 16). Kontemplatif adalah bentuk kehidupan yang penuh dengan askese, matiraga, puasa, doa dan cara hidupnya mengutamakan kehidupan yang tenang dan bertapa seperti dapat bersemadi, dan berdoa dengan lebih mudah. Kontemplatif atau kontemplasi bertujuan melepaskan diri dari segala keinginan bukan hanya segala keinginan yang jahat, tetapi segala keinginan apapun. Dalam kontemplatif setiap pribadi berusaha menemukan Allah dan mengalami kesatuan langsung dengan Allah (Heuken, 1993: 17). Pembinaan hidup yang kontemplatif berarti pembinaan yang selalu mengutamakan segi kehidupan religius. Dengan kata lain pembinaan kontemplatif adalah membangun sikap dasar religius yaitu mempersembahkan diri seturut kehendak Allah dalam rangka rencana dan Kerajaan-Nya. Penyerahan diri dengan rela dan sepenuh hati kedalam gerakan Roh Allah adalah sikap dasar untuk menerima kerajaan Allah. Panggilan sebagai orang kristiani dan religius diwujudnyatakan dalam sejarah keselamatan lewat pembangunan kerajaan Allah,

menemukan kehendak Allah dalam panggilan masing-masing. Yosef adalah seorang pribadi yang sederhana, ia dikenal sebagai seorang tokoh yang beriman dan tulus hati, yang tidak bersuara atau banyak bicara. Selama hidupnya Yosef telah menunjukan kesalehan hidupnya berupa nilai-nilai kebajikan yang patut diteladani. Bunda Maria secara istimewa merenungkan peristiwa dan perkataan yang dialami dihadapan Tuhan sampai cahaya iman menyinari peristiwa dan perkataan Yesus. Kerendahan hatinya menumbuhkan sikapnya yang taat pada kehendak Bapa dengan berkata "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk 1:38). Yosef dan Maria sebagai orang tua Yesus, sungguh menanamkan sikap hidup yang kontemplatif dengan selalu mendampinginya dan memberinya teladan dalam membangun hidup doa. Yusuf dan Maria menanamkan dan mengembangkan kebiasaan dan pendalaman dengan doa pribadi. Demikianlah Keluarga Kudus dalam keheningannya di Nasaret telah memberi teladan dalam mengembangkan hidup kontemplatif dengan membangun hidup bakti yang dalam, mendengarkan Tuhan dan ajarannya. Dengan keheningan para novis dapat menimba semangat hidup kontemplatif menuju keakraban dengan misteri Ilahi (Konst 2003, art. 53-63). Belajar dari hidup Keluarga Kudus, langkah yang dapat dilakukan adalah dengan cara silensium, mawas diri, membangun relasi dengan Bapa dengan mengasingkan diri atau menyepi seorang diri, menyatukan diri dengan alam ciptaan dalam doa dan keheningan, membiasakan diri dengan renungan dan doa, selalu mencari waktu untuk berdoa dan menyepi. Sebagaimana dilakukan oleh Yesus sejak masa muda membiasakan diri dengan renungan dan doa, mencari waktu untuk menyepi dan berdoa ketika Yesus berkeliling untuk mewartakan karya keselamatan.

d. Pembinaan Dimensi Hidup Apostolis

“Apostolis" atau rasuli berarti bahwa Gereja berasal dari para rasul dan tetap berpegang teguh pada kesaksian iman mereka itu. Sifat apostolis berarti bahwa Gereja sekarang mengaku diri sama dengan Gereja Perdana, yakni Gereja para rasul karena bertumpu pada kesaksian hidup dan ajaran para rasul Yesus Kristus dan diutus menjadi rasul Yesus kristus pula (Heuken, 1991: 124). Pengertian apostolis memberikan makna bahwa panggilan menjadi religius apostolis berakar pada suatu pengalaman pribadi yang sangat mendalam dank has yang meninggalkan kesan mendalam. Bentuk baru pembinaan hidup apostolis berupa suatu panggilan untuk menyertai Kristus yang berusaha dengan sungguh melaksanakan tugas perutusan-Nya sebagai utusan Bapa. Dengan kata lain hidup bersatu dengan Kristus, berkeliling dan berbuat baik danmemberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang (Kis 10:38 ; bdk. Mat 20:28).

Louisie (1989: 57) dalam artikelnya menuliskan bahwa Yesus datang kedunia sebagai yang diutus oleh Bapa untuk membawa api ke dunia (Luk 12:49). Siapa yang dipanggil menjadi religius apostolis, ia bertemu dengan Yesus, karena itu berkat dorongan cinta yang sama, ia dapat menjawab panggilannya dengan memberikan diri secara penuh seperti yang dilakukan oleh Yesus. Dari pengalaman akan kebersatuannya dengan Bapa menumbuhkan panggilan untuk melaksanakan tugas perutusannya sebagai utusan Bapa. Hidup religius apostolis senantiasa berhubungan erat dan tak terpisahkan dari pribadi Yesus Kristus beserta Gereja-Nya. Setiap religius apostolis menerima perutusan penyelamatan bagi umat manusia dalam jalinan hubungan yang dibangun (Louisie, 1989: 32). Pembinaan dimensi hidup apostolis senantiasa membuka hati dan budi para

religius dan menyiapkan mereka untuk berusaha dalam kerasulan sebagai tanda bahwa cinta kasih Kristulah yang mendorong mereka (2 Kor 5:14). Oleh karena itu para novis sedapat mungkin memelihara sikap hidup, intelektual yang terbuka dan mampu menyesuaikan diri dalam hidup dan karya pelayanan sehingga kerasulan dilaksanakan dan dipertimbangkan dengan menanggapi kebutuhan zaman mereka. Bentuk pembinaan dimensi apostolik dapat dilakukan dengan berbagai macam cara misalnya pelayanan kerasulan keluarga, anak-anak, remaja, OMK, orang dewasa,lansia dan juga pelayana kepada mereka yang menderita , miskin, tersingkir dan difabel.

3. Tujuan F ormatio (Pembinaan) berdasarkan Spiritualitas Keluarga