• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PEMBINAAN NARAPIDANA PENYALAHGUNAAN

2.1. Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA

2.2.2. Pembinaan Tahap Lanjutan Bagi Narapidana

Setelah dilaksanakannya pembinaan tahap awal, maka dilakukan pembinaan tahap rehabilitasi yang meliputi :

2.2.2.1. Rehabilitasi medis

Program ini merupakan salah satu bentuk kegiatan pengobatan dan perawatan bagi warga binaan (yang selanjutnya disebut dengan residen) yang mengalami ketergantungan narkoba. Program ini meliputi :

a. Detoksifikasi

Detoksifikasi merupakan suatu proses menghilangkan racun-racun dalam tubuh akibat pemakaian narkoba. Metode yang digunakan berupa terapi alternatif dengan mengkonsumsi D5. D5 merupakan ramuan dari bahan- bahan alami yang berfungsi untuk menetralkan dan membuang racun-racun dalam tubuh sehingga dapat menghilangkan rasa sakaw dan sugesti. Detoksifikasi merupakan langkah pertama dalam penanganan ketergantungan narkoba. Residen dinyatakan telah siap memasuki tahapan selanjutnya setelah selesai menjalani tahapan detoksifikasi ini.25

25

 . wawancara tanggal 14 Februari 2011, pukul 09.45 WIB, di Lembaga Pemasyarakatan

b. Kegiatan Pengobatan dan Perawatan Penyakit

Kegiatan ini dilakukan oleh dokter dan perawat di poliklinik jika residen mengalami gangguan kesehatan. Poliklinik menyediakan pelayanan rawat inap dan rawat jalan bagi residen. Perlu adanya kerjasama dengan instansi terkait yang secara khusus menangani penggunaan narkotika. Instansi tersebut biasanya Lembaga Pemasyarakatan bekerjasama dengan Dinas Kesehatan setempat.26

c. Rehabilitasi sosial

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Pelaksana Harian Pembinaan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Sidoarjo Rehabilitasi sosial merupakan suatu kegiatan pembinaan yang bertujuan untuk membimbing narapidana mengembangkan sikap kemasyarakatan dan menanamkan sikap proposial, sehingga mereka nantinya dapat kembali ke masyarakat dan tidak mengulangi tindakan penyalahgunaan narkoba setelah bebas. Tujuan yang ingin dicapai dalam program ini adalah untuk membentuk perilaku yang lebih positif, mengembangkan kepercayaam diri, meningkatkan rasa tanggung jawab dan disiplin, menciptakan gaya hidup yang sehat dan meningkatkan produktifitas warga binaan.27

d. Rehabilitasi kerohanian

Rehabilitasi kerohanian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan

26

 Wawancara tanggal 15 Februari 2011, pukul 11.15 WIB, di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Sidoarjo, narasumber : Agus Dwi Hartanto, Bc.IP, SH

27

 Wawancara tanggal 15 Februari 2011, pukul 11. 20 WIB, di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Sidoarjo, Narasumber : Agus Dwi Hartanto, Bc.IP, SH

Yang Maha Esa. Program ini berupa kegiatan keagamaan yang meliputi keagamaan Islam, Kristen, dan Budha.28 Tahapan selanjutnya yang akan diberikan kepada Narapidana/Anak Didik Pemasyarakatan adalah pembinaan tahap integrasi. Pembinaan intergrasi diberikan kepada Narapidana/Anak Didik Pemasyarakatan yang telah melalui tahapan pembinaan asimilasi dengan baik. Pembinaan integrasi dilaksanakan melalui pembebasan bersyarat, dan cuti menjelang bebas. Narapidana/Anak Didik Pemasyarakatan yang mengikuti pembinaan integrasi harus memenuhi persyaratan substansif dan administratif yang telah ditentukan.

Adapun bentuk dan persyaratan dari pembinaan integrasi adalah sebagai berikut :

a. Pembebasan Bersyarat

Pembebasan Bersyarat diperlukan persyaratan administrasi tertentu, sehingga tidak semua narapidana mendapatkan Pembebasan Bersyarat. Adapun syarat untuk narapidana yang mendapatkan Pembebasan Bersyarat sebagai berikut :

1. Selama menjalani pidana berkelakuan baik;

2. Mengikuti program kegiatan pembinaan dengan tekun 3. Pidana lebih dari 1 (satu) tahun;

28

 Wawancara tanggal 15 Februari 2011, pukul 11. 25 WIB, di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Sidoarjo, Narasumber : Agus Dwi Hartanto, Bc.IP, SH

4. Telah menjalani 2/3 dari masa pidana, menjalani sekurang-kurangnya 9 bulan;

5. Putusan pengadilan (Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung);

6. Berita acara pelaksanaan putusan (BA-8)

7. Keterangan tidak mempunyai perkara dari kejaksaan;

8. Penelitian kemasyarakatan (Linkmas) dari Badan Pemasyarakatan (BAPAS);

9. Sehat Jasmani dan rohani. 29 b. Cuti Menjelang Bebas

Cuti menjelang bebas diberikan kepada Narapidana yang telah menjalani 2/3 (dua per tiga) masa pidana sekurang-kurangnya 9 (sembilan) bulan berkelakuan baik dengan lama cuti sama dengan remisi terakhir diterimanya paling lama 6 (enam) bulan.30

c. Cuti mengunjungi keluarga

Cuti mengunjungi keluarga dapat diberikan kepada Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan, berupa kesempatan berkumpul bersama keluarga di tempat kediamannya. Cuti mengunjungi keluarga ini diberikan paling lama 2 (dua) hari atau 2x24 (dua kali dua puluh empat) jam. Izin cuti mengunjungi keluarga diberikan oleh Lembaga

29

Harsono,HS,C.I., Sistem Baru Pembinaan Narapidana, Djambatan Jakarta, 1995, h.85

30

Undang-Undang No 32 Tahun 1999 Pasal 41 Ayat 1 huruf b, Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan

Pemasyarakatan dan wajib diberitahukan kepada Badan Pemasyarakatan setempat.31

d. Asimilasi

Asimilasi adalah proses pembinaan Narapidana dan Anak didik Pemasyarakatan yang dilaksanakan dengan membaurkan Narapidana dan Anak Didik Pemasyaraktan dalam kehidupan masyarakat. Untuk mendapatkan pembinaan ini para narapidana harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Selama menjalani pidana berkelakuan baik; 2. Mengikuti program pembinaan dengan tekun 3. Pidana lebih dari 1 (satu) tahun

4. Telah menjalani ½ dari masa pidana, kecuali kasus korupsi, narkotika, teroris, kejahatan HAM, kejahatan Trans Nasional, telah menjalani 2/3 dari masa pidana.

5. Putusan pengadilan (Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung);

6. Berita acara pelaksanaan putusan (BA-8)

7. Keterangan tidak mempunyai perkara dari kejaksaan;

8. Penelitian kemasyarakatan (Linkmas) dari Badan Pemasyarakatan (BAPAS);

9. Sehat Jasmani dan rohani.32

31

 Undang-Undang No 32 Tahun 1999 Pasal 42, Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan

e. Remisi

Remisi dalam sistem pemasyarakatan diartikan sebagai potongan hukuman bagi narapidana yang memenuhi persyaratan tertentu yang ditetapkan. Remisi ini biasanya diberikan bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus.33

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, Remisi adalah pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada narapidana dan Anak Pidana yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.34

32

Undang-Undang No 31 Tahun 1999 Pasal 1 Ayat 9, Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan

33

 . Romli Atmasasmita, SH. Sistem Pemasyarakatan Di Indonesia, h.28

34

 Pasal 1 ayat 6, PP No 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan

2.1. Garfik Warga Binaan Yang Mendapatkan Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Cuti Mengunjungi Keluarga, dan Asimilasi

Grafik 2.1. Garfik Warga Binaan Yang Mendapatkan Pembebasan Bersyarat, Cuti menjelang Bebas, Cuti Mengunjungi Keluarga, dan Asimilasi

Sumber : Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Sidoarjo

Berdasarkan grafik diatas, jumlah narapidana yang mendapatkan Cuti Menjelang Bebas (CMB) pada tahun 2007 hanya 1 (satu) orang, Cuti Mengunjungi Keluarga (CMK) sebanyak 2 (dua) orang, Cuti Bersyarat (CB) sebanyak 4 (empat) orang, dan narapidana yang mendapatkan Pembebasan Bersyarat (PB) sebanyak 35 (tiga puluh lima) orang. Pada tahun 2008, hanya 31 (tiga puluh satu) narapidana yang mendapatkan Pembebasan Bersyarat (PB) dan 107 ( seratus tujuh) narapidana yang mendapatkan Cuti Bersyarat (CB), sedangkan pada tahun 2009 terdapat 2 (dua) orang narapidana yang mendapatkan Cuti Menjelang Bebas (CMB), 48 (empat puluh delapan) orang mendapatkan Pembebasan Bersyarat (PB) dan 137 (seratus tiga puluh tujuh ) narapidana yang mendapatkan Cuti Bersyarat (CB).

BAB III

HAMBATAN DALAM PROSES PEMBINAAN NARAPIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

3.1. Faktor Yang Menghambat Proses Pembinaan Narapidana Penyalahgunaan Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Sidaorjo

Lembaga pemasyarakatan adalah instansi terakhir dari rangkaian sub-sub sistem dari sistem peradilan pidana yang berdasarkan Undang- Undang No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Lembaga pemasyarakatan berfungsi sebagai tempat pelaksanaan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Pembinaan yang dilakukan harus didasarkan pada bakat, minat serta kebutuhan narapidana. Namun demikian dalam pelaksanaan pembinaan tersebut lembaga pemasyarakatan menghadapi beberapa faktor yang bisa menghambat proses pembinaan. Sebagai komunitas narapidana dan tahanan, Lapas Klas IIA Sidoarjo juga merupakan ajang interaksi antara sesama narapidana dengan berbagai jenis latar belakang yang berbeda-beda. Hubungan yang terjalin diantara sesama narapidana, merupakan salah satu poin penting guna mendukung kelancaran proses pembinaan yang dilaksanakan. Hubungan yang tercipta antara sesama narapidana itu bisa bersifat positif maupun negatif. Ketika hubungan yang terjalin bergerak ke arah yang positif, maka dapat dikataikan bahwa separuh dari proses pembinaan telah dilaksanakan.

Namun sebaliknya, jika hubungan itu bergerak ke arah negatif, maka hal itu akan menjadi faktor penghambat yang cukup besar dalam pelaksanaan proses pembinaan. Selain proses pembinaan yang terganggu, hubungan yang kurang baik tersebut justru akan merugikan narapidana yang bersangkutan.

Faktor-faktor tersebut antara lain : a. Faktor Internal

1. Kurangnya Sarana dan Prasarana Yang Mendukung

Kepala Pelaksana Harian Pembinaan Lapas Kelas IIA Sidoarjo mengatakan minimnya sarana dan prasarana dalam lembaga pemasyarakatan seringkali menyebabkan kurang lancarnya pelaksanaan program. Sarana dan prasarana yang terbatas, yang belum sesuai dengan standar minimum bagi pelaksanaan program rehabilitasi. Kekurangan sarana dan fasilitas baik dalam jumlah maupun mutu telah menjadi kendala bagi pelaksanaan pembinaan bahkan menjadi salah satu penyebab rawannya keamanan/ketertiban.35

Adalah menjadi tugas dan kewajiban petugas pemasyarakatan, untuk memelihara dan merawat semua sarana/fasilitas yang ada dan mendayagunakannya secara optimal. Sarana dan prasarana lain seperti anggaran merupakan faktor yang sangat penting dalam pelaksanaan pembinaan narapidana

35

 . Wawancara tanggal 18 Februari 2011, pukul 09.05 WIB, di Lembaga

Pemasyarakatan Klas IIA Sidoarjo, Narasumber : Agus Dwi Hartanto, Bc.IP, SH

penyalahgunaan narkotika. Mengingat biaya rehabilitasi bagi pecandu narkoba baik jenis narkotika dan psikotropika memerlukan biaya yang sangat besar. Sekalipun dirasakan kurang mencukupi kebutuhan seluruh program pembinaan, namun hendaklah diusahakan memanfaatkan anggaran yang tersedia secara berhasil guna dan berdaya guna. Menurut peneliti, bangunan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Sidoarjo perlu diperluas untuk dapat memberikan kenyamanan bagi narapidana dan memudahkan pengamanan oleh petugas. Letak bangunannya kurang startegis, karena berada di tengah-tengah kota Sidoarjo.

2. Kurangnya Sumber Daya Manusia Yyang Mendukung Kualitas petugas dapat mampu menjawab tantangan- tantangan dan masalah-masalah yang selalu ada dan muncul di lingkungan lembaga pemasyarakatan disamping penguasaan terhadap tugas-tugas rutin. Kekurangan dalam kualitas/jumlah petugas hendaknya dapat diatasi dengan peningkatan kualitas dan pengorganisasian yang rapi, sehingga tidak menjadi kendala atau bahkan menjadi ancaman bagi pembinaan dan keamanan/ketertiban. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Pelaksana Harian Pembianaan Lapas Klas IIA Sidoarjo mengatakan kurangnya tenaga profesional seperti tenaga ahli di bidang psikologi, tenaga kesehatan, pengajar dan pelatih ketrampilan bagi narapidana membuat proses pembinaan kurang berjalan secara efektif. Keterbatasan SDM yang berkualitas dan benar-benar memahami pelaksanaan program pembinaan narapidana penyalahgunaan narkotika dapat dilihat dari kurangnya motivasi petugas yang

mengawasi keadaan peserta rehabilitasi secara terus menerus, sehingga kegiatan dalam blok kurang dapat diamati.

Pola penerimaan pegawai untuk ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Sidoarjo tak terlepas dari pola rekrutmen dan seleksi pegawai yang ditempatkan baik sebagai staf maupun yang menduduki jenjang jabatan. Orang-orang yang diharapkan dapat menjalani peranan dan fungsi pemasyarakatan perlu diadakan rekrutmen, seleksi dan penempatan sesuai dengan keinginan yang dapat menjalankan visi, misi dan sasaran Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Sidoarjo. 36

3. Jumlah Penghuni Yang Melebihi Kapasitas (Over Capacity). Peningkatan jumlah narapidana yang cukup signifikan di lembaga pemasyarakatan disetiap minggunya, hal ini menyebabkan tidak semua narapidana memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti kegiatan pembinaan. Dengan tingginya jumlah penghuni banyak menimbulkan kerawanan gangguan keamanan dan ketertiban. Keadaan seperti ini dikatan oleh Kepala Pelaksana Harian Lapas Klas II A Sidoarjo dapat menyebabkan adanya perbedaan presepsi antara orientasi pembinaan dengan orientasi keamanan di lembaga pemasyarakatan menyebabkan pelaksanaan pembinaan tidak berjalan optimal. Bagi petugas pemasyarakatan situasi lembaga pemasyarakatan yang aman dan terkendali akan berpengaruh besar proses berlangsungnya pembinaan. Pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan merupakan tugas utama sistem pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan. Pembinaan

36

 Wawancara tanggal 18 Februari 2011, pukul 09.10 WIB, di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Sidoarjo, Narasumber : Agus Dwi Hartanto, Bc.IP, SH

hanya akan dapat dilaksanakan bila keamanan dan ketertiban dalam Lembaga Pemasyarakatan berlangsung dengan baik.

4. Masalah-Masalah Lain Yang Berkaitan Dengan Warga Binaan Pemasyarakatan

Dalam hal ini petugas dituntut untuk mampu mengenal masalah-masalah lain yang berkaitan dengan warga binaan pemasyarakartan agar dapat mengatasinya dengan tepat. Umumnya masalah itu antara lain :

a. Perbedaan karakteristik yang dimiliki setiap narapidana akan sangat mempengaruhi hubungan antara narapidana sendiri. Perbedaan itu dikatakan oleh Kepala Pelaksana Harian Pembinaan Klas II A Sidoarjo biasanya menyebabkan komunikasi antara narapidana tidak berjalan baik. Bahkan jika hal tersebut sampai menyebabkan pertikaian akan sangat merugikan narapidana yang bersangkutan. Narapidana yang berkelahi dengan narapidana lain akan dipandang sebagai narapidana yang berkelakuan buruk dan resiko terbesar yang akan diterima oleh narapidana itu adalah tidak didapatkannya remisi (pengurangan masa hukuman) dan akan dimasukkan kedalam ruang isolasi.

b. Hubungan antara narapidana dengan petugas Lembaga Pemasyarakatan juga berpengaruh besar terhadap jalannya proses pembinaan. Kepala Pelaksana Harian Pembinaan Lapas

Kelas II A Sidoarjo mengatakan jika hubungan yang terjalin antara para narapidana dengan petugas Lapas terjalin baik, niscaya proses pembinaan akan berjalan lancar dan tidak akan menemui hambatan. Dari wawancara dengan beberapa narapidana dan petugas Lapas dapat diketahui bahwa hubungan yang terjalin antara mereka selama ini berjalan cukup baik, tidak ada hubungan yang istimewa diantara petugas dengan narapidana dan terjalin hanya sebatas peraturan belaka.

c. Sikap acuh tak acuh keluarga narapidana, karena masih ada keluarga narapidana yang bersangkutan tidak memperhatikan lagi nasib narapidana tersebut.

d. Partisipasi masyarakat yang masih perlu juga ditingkatkan karena masih didapati kenyataan sebagian anggota masyarakat masih enggan menerima kembali bekas narapidana.

e. Kerjasama dengan instansi (badan) tertentu baik yang terkait secara langsung maupun tidak langsung masih perlu ditingkatkan juga karena masih ada diantaranya yang belum terketuk hatinya untuk membina kerjasama.

f. Informasi dan pemberitaan-pemberitaan yang tidak seimbang, bahwa cenderung selalu mendiskreditkan lembaga pemasyarakatan sehingga dapat merusak citra pemasyarakatan di mata umum.

5. Kondisi Sosial dan Ekonomi Narapidana

Keberhasilan dari terlaksananya program pembinaan terhadap narapidana tidak hanya tergantung dari faktor petugasnya, melainkan juga dapat berasal dari faktor narapidana itu sendiri juga memegang peran yang sangat penting. Adapun hambatan-hambatan yang berasal dari narapidana antara lain :

a. Tidak ada minat b.Tidak adanya bakat c. Watak diri

Kondisi sosial ekonomi juga merupakan hambatan utama dalam pelaksanaan proses pembinaan narapidana. Adanya desakan ekonomi dan sosial sangat berpengaruh pada integrasi narapidana di masyarakat. Pengulangan kejahatan sering terjadi pada narapidana yang kurang memiliki kemampuan ekonomi.

b. Faktor Eksternal 1. Masyarakat

Pada dasarnya masyarakat juga merupakan faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana, pandangan negatif dari masyarakat dan masih menonjolkan prisonisasi dan stigmanisasi pada narapidana yang masih melekat akan mempengaruhi keberhasilan dari tujuan pemasyarakatan.

Kepala Pelaksana Harian Pembinaan Lapas Klas II A Sidoarjo mengatakan kerana masyarakat secara tidak langsung menjadi penentu berhasil tidaknya proses pembinaan di Lapas. Dalam hal pembinaan berupa integrasi, masih terdapat kendala-

kendala seperti kebanyakan lingkungan masyarakat tidak mengizinkan kepadanya untuk kembali lagi ke masyarakat meskipun hanya sebentar.

Dengan mengenali kendala-kendala tersebut baik yang ada di dalam lingkungan lembaga pemasyarakatan maupun diluar lembaga pemasyarakatan, maka diharapkan pembinaan yang dilakukan dapat dilaksanakan dengan lebih baik. Faktor yang perlu diperhatikan oleh segenap petugas Pemasyarakatan adalah bahwa setiap narapidana memiliki harga diri untuk dihargai oleh orang lain. Apabila hal itu telah dapat dicapai dengan hasil yang cukup baik, umumnya pada tahap-tahap awal pembinaan seseorang narapidana di dalam suatu lembaga pemasyarakatan akan lebih mudah untuk diarahkan, diberi dorongan dan motivasi agar menyadari ia telah tersesat dan siap untuk memperbaiki dirinya dengan mempelajari suatu ketrampilan tertentu atau kegiatan pembinaan.

Dokumen terkait