• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuangan Air Kotor/ Limbah Tinja dan Lumpur Tinja

HASIL STUDI EHRA

3.3 Pembuangan Air Kotor/ Limbah Tinja dan Lumpur Tinja

Tabel 3.2 : Area Berisiko Persampahan Berdasarkan Hasil Studi EHRA Kab. Tulungagung Tahun 2016

VARIABEL KATEGORI Strata Desa/Kelurahan Total

1 2 3 4

n %

n % n % n % n %

3.1 Pengelolaan

sampah Tidak memadai 1089 93.9 1532 89.1 1120 90.5 517 76.0 4258 88.8 Ya, memadai 71 6.1 187 10.9 118 9.5 163 24.0 539 11.2 3.2 Frekuensi

pengangkutan sampah Tidak memadai 21 84.0 2 100.0 5 62.5 2 16.7 30 63.8 Ya, memadai 4 16.0 0 0.0 3 37.5 10 83.3 17 36.2 3.3 Ketepatan waktu

pengangkutan sampah Tidak tepat waktu 23 92.0 2 100.0 5 62.5 2 16.7 32 68.1 Ya, tepat waktu 2 8.0 0 0.0 3 37.5 10 83.3 15 31.9 3.4 Pengolahan

sampah setempat Tidak diolah 986 85.0 1523 88.5 925 74.6 553 81.3 3987 83.1 Ya, diolah 174 15.0 197 11.5 315 25.4 127 18.7 813 16.9 Dari tabel 3.2 diatas terlihat bahwa 88,8% pengelolaan sampah tidak memadai, 63,8% frekuensi pengangkutan sampah tidak memadai, 68,1% ketepatan waktu pengangkutan sampah tidak tepat waktu dan 83,1% pengolahan sampah setempat tidak diolah.

3.3 Pembuangan Air Kotor/ Limbah Tinja dan Lumpur Tinja

Air kotor/ limbah tinja adalah buangan yang berasal dari pembuangan tinja manusia baik yang berupa cair maupun padat. Pengelolaan tinja manusia memerlukan penanganan yang khusus karena tinja mengandung bakteri patogen yang dapat menularkan penyakit seperti thypus, hepatitis, diare dan sebagainya.

Praktek BAB ( Buang Air Besar) di tempat yang kurang memadai merupakan salah satu faktor meningkatnya resiko status kesehatan masyarakat. Selain mencemari tanah dan juga mencemari sumber air minum warga. Tempat BAB yang tidak memadai bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka seperti sungai/kali/got/kebun tetapi juga menggunakan sarana jamban di rumah yang mungkin dianggap nyaman, tapi sarana penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai. Sarana penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai, misal yang tidak kedap air dan berjarak terlalu dekat dengan sumber air minum.

Pembuangan tinja anak menurut masyarakat umumnya dianggap sepele. Kotoran/tinja anak dianggap berbeda dengan tinja orang dewasa, kotoran anak dianggap tidak berbahaya dan bisa dibuang kemana saja, termasuk ke ruang terbuka seperti sungai, parit, tanah lapang ataupun keranjang

LAPORAN STUDI EHRA KAB. TULUNGAGUNG TAHUN 2016

33 tempat sampah rumah tangga. Anggapan seperti ini sangat keliru karena pembuangan tinja baik anak maupun orang dewasa adalah salah satu masalah sanitasi yang perlu diperhatikan karena sangat berbahaya dan dapat mencemari lingkungan dengan berbagai pathogen penyebab penyakit yang terkandung di dalamnya.

Berdasarkan hasil survei EHRA mengenai tempat Buang Air Besar ( BAB ) dapat terlihat dari gambar di bawah ini :

Gambar 3.5 : Grafik Persentase Tempat Buang Air Besar di Kab. Tulungagung Tahun 2016 Dari gambar 3.5 diatas terlihat bahwa tempat BAB pada skala kabupaten sebagian besar adalah di jamban pribadi ( 88,6% ), sungai/ pantai/ laut ( 6,5% ) dan di lubang galian ( 2,6% ). Dari data tersebut terlihat bahwa masih adanya masyarakat yang BAB tidak di tempat yang aman ( 9,4% ) sehingga perlu dilakukan kegiatan untuk merubah perilaku BAB sehingga mereka mau BAB di tempat yang aman yaitu jamban pribadi ataupun MCK/ WC Umum. Sedangkan untuk masing -- masing strata pada strata 1 tempat BAB orang dewasa yang terbanyak adalah di jamban pribadi ( 94,6% ) dan di sungai/ pantai/ laut ( 2,6% ). Pada strata 2 tempat BAB orang dewasa yang terbanyak adalah di jamban pribadi ( 89,7% ) dan di sungai/ pantai/ laut ( 5,6% ). Pada strata 3 tempat BAB orang dewasa yang terbanyak adalah di jamban pribadi ( 83% ) dan di sungai/ pantai/ laut ( 11,2% ). Sedangkan pada strata 4 tempat BAB orang dewasa yang terbanyak adalah di jamban pribadi ( 85,6% ) dan di sungai/ pantai/ laut ( 7,1% ).

LAPORAN STUDI EHRA KAB. TULUNGAGUNG TAHUN 2016

34 Sedangkan untuk tempat penyaluran buangan akhir tinja dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 3.6 : Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja di Kab. Tulungagung Tahun 2016 Dari gambar 3.6 di atas terlihat bahwa tempat penyaluran akhir tinja pada skala kabupaten sebagian besar adalah berupa tangki septik ( 70,5% ), cubluk/ lobang tanah ( 13,7% ) dan tidak tahu (12,3%). Sedangkan untuk masing – masing strata terlihat bahwa pada strata 1 tempat penyaluran akhir tinja yang terbanyak adalah tangki septik ( 73,3% ) dan cubluk/ lobang tanah ( 14,9% ). Pada strata 2 yang terbanyak tangki septik ( 70,2% ) dan cubluk/ lobang tanah ( 15,9% ). Pada strata 3 yang terbanyak adalah tangki septik ( 64,4% ) dan tidak tahu ( 19,1% ). Sedangkan pada strata 4 yang terbanyak adalah tangki septik ( 77,9% ) dan tidak tahu ( 14,6% ). Dari data tersebut terlihat bahwa masih banyak rumah tangga yang buangan akhir tinjanya di buang di tempat yang tidak aman yaitu cubluk/ lobang tanah dan tidak mengetahui kemana penyaluran akhir tinja di rumh yang ditempati sehingga beresiko dapat mencemari sumber air. Disamping itu juga banyak masyarakat yang menempati rumah yang mempunyai jamban leher angsa tetapi tidak mengetahui dimana posisi dan model penyaluran akhir tinjanya.

Sedangkan untuk waktu terakhir pengurasan tangki septik dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

LAPORAN STUDI EHRA KAB. TULUNGAGUNG TAHUN 2016

35

Gambar 3.7 : Grafik Waktu Terakhir Pengurasan Tangki Septik di Kab. Tulungagung Tahun 2016

Dari gambar 3.7 di atas terlihat bahwa waktu terakhir pengurasan tangki septik pada skala kabupaten yang terbanyak adalah tidak pernah dikuras ( 87,9% ), tidak tahu ( 7,6% ) dan 1-5 tahun yang lalu ( 2% ). Sedangkan untuk masing – masing strata terlihat bahwa pada strata 1 waktu terakhir pengurasan tangki septik yang terbanyak adalah tidak pernah dikuras ( 88,3% ) dan tidak tahu ( 9,2% ). Pada strata 2 yang terbanyak adalah tidak pernah dikuras ( 87,7% ) dan tidak tahu ( 8% ). Pada strata 3 yang terbanyak adalah tidak pernah dikuras ( 89,8% ) dan tidak tahu ( 5,1% ). Sedangkan pada strata 4 yang terbanyak adalah tidak pernah dikuras ( 84,7% ) dan tidak tahu ( 7,7% ). Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa mayoritas tangki septik yang digunakan sebagai penyaluran akhir tinja yang dimiliki oleh masyarakat tidak pernah dikuras dengan asumsi tangki septik tidak pernah penuh, hal ini menimbulkan kecurigaan telah terjadi kebocoran pada tangki septik sehingga merembes ke tanah dan dapat mencemari sumber air.

Praktik pengurasan tangki septik hasil studi EHRA tahun 2016 dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

LAPORAN STUDI EHRA KAB. TULUNGAGUNG TAHUN 2016

36 Gambar 3.8 : Grafik Praktik Pengurasan Tangki Septik di Kab. Tulungagung Tahun 2016 Dari gambar 3.8 diatas terlihat bahwa praktik pengurasan tangki septik pada skala kabupaten mayoritas responden menjawab tidak tahu ( 63,4% ), layanan sedot tinja ( 26,6% ) dan membayar tukang ( 6,1% ). Sedangkan pada masing masing strata praktik pengurasan tangki tinja pada strata 1 yang terbanyak adalah responden menjawab tidak tahu ( 86,9% ) dan layanan sedot tinja ( 12,1% ). Pada strata 2 yang terbanyak adalah responden menjawab tidak tahu ( 62,4% ) dan layanan sedot tinja ( 31,5% ). Pada strata 3 yang terbanyak adalah responden menjawab tidak tahu ( 49,4% ) dan layanan sedot tinja ( 27,2% ). Sedangkan pada strata 4 yang terbanyak adalah responden menjaawab tidak tahu ( 50,6% ) dan layanan sedot tinja ( 34,6% ). Dari hasil diatas mayoritas responden menjawab tidak tahu yang dapat diasumsikan bahwa mayoritas masyarakat belum mengetahui bagaimana cara mengamankan tinja yang telah dikeluarkan dari tangki septik untuk itu perlu adanya sosialisasi keberadaan layanan sedot tinja dan pengolahan lumpur tinja yang ada di Kab. Tulungagung yaitu di Desa Moyoketen Kec. Boyolangu.

Untuk kualitas tangki septik bersuspek aman dan tidak aman dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

LAPORAN STUDI EHRA KAB. TULUNGAGUNG TAHUN 2016

37 Gambar 3.9 : Grafik Persentase Tangki Septik Suspek Aman dan Tidak Aman di Kab.

Tulungagung Tahun 2016

Pada gambar 3.9 di atas terlihat bahwa kualitas tangki septik pada skala kabupaten sebagian besar bersuspek tidak aman yaitu 50,4% dan hanya 49,6% tangki septik yang bersuspek aman. Sedangkan pada masing -- masing strata terlihat bahwa pada strata 1 kualitas tangki septik sebagian besar bersuspek tidak aman sebanyak 53,4%, strata 2 sebagian besar bersuspek tidak aman sebanyak 51,2%, strata 3 sebagian besar bersuspek aman sebanyak 55,8% dan strata 4 sebagian besar bersuspek tidak aman sebanyak 54,4%. Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa kondisi tangki septik sebagian besar masyarakat di Kab. Tulungagung tidak memenuhi syarat kesehatan.

Area berisiko air limbah domestik yang digunakan untuk menentukan area berisiko sanitasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

LAPORAN STUDI EHRA KAB. TULUNGAGUNG TAHUN 2016

Dokumen terkait