• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendahuluan

Berbagai upaya dilakukan untuk mengembangkan pembuatan elektroda sebagai biosensor ataupun biofuel cell dengan respon yang cepat dan akurat dengan memperhatikan sifat kedua material komposit. Bahan dan luas permukaan elektroda mampu mempengaruhi jumlah tegangan yang

12

dihasilkan karena setiap bahan elektroda memiliki tingkat potensial elektroda (E°) yang berbeda-beda, kombinasi bahan anoda dan katoda akan menghasilkan beda potensial. Elektroda alternatif yang biasa digunakan adalah elektroda padat yang dimodifikasi dengan senyawa pengompleks. Elektroda padat memiliki rentang potensial anoda yang lebih luas. Elektroda berbasis karbon sekarang ini sangat berkembang dalam bidang elektroanalisis karena memiliki beberapa keunggulan, yaitu rentang potensial yang luas, arus latar rendah, murah, inert, dan cocok digunakan untuk bermacam-macam sensor (Wang, 1994).

Pasta karbon merupakan elektroda murah, permukaannya dapat diperbaharui, permukaannya berpori dan dapat dibuat dalam bentuk yang kecil, sehingga modifikasi elektroda pasta karbon banyak dipilih sebagai elektroda pengganti raksa (Wang, 1994; Raoof, et al., 2004). Elektroda pasta karbon dapat dimodifikasi dengan mencampurkan modifier sebagai salah satu bahan elektroda (bulk modified). Salah satu elektroda pasta karbon yang telah dimodifikasi secara kimia di antaranya adalah elektroda pasta karbon termodifikasi polianilin sebagai penyimpan energi secara elektrokimia (Zhu J 2012).

Kombinasi polianilin (PANI) dengan bahan organik atau anorganik lain dapat menghasilkan material baru yang tidak hanya meningkatkan sifat mekanik tetapi juga sifat lain tergantung material yang ditambahkan (Phang 2008). Penambahan PANI pada karbon dilakukan agar tidak ada ruang kosong antara partikel grafit yang satu dengan yang lainnya, sehingga PANI yang ditambahkan masuk dalam rongga kosong antara partikel grafit, hal ini meningkatkan konduktivitas listrik pada elektroda yang dibuat karena jalannya elektron tidak terputus. Grafit pada komposit berfungsi sebagai penguat dan memperkecil gesekan serta meningkatkan ketahanan aus (Gradiniar 2013). Komposit elektroda pasta karbon telah banyak digunakan untuk aplikasi elektroanalitik sejak diperkenalkan oleh Adams pada tahun 1958, karena sifat konduktif, terbarukan dan untuk fabrikasi secara elektrokimia sangat sederhana dan murah (Colak 2012).

Teknologi amobilisasi enzim dalam matriks polimer (polianilin) dengan polimerisasi pada elektrokimia merupakan suatu langkah yang menjanjikan dalam ilmu pengetahuan, karena sederhana, cepat, handal dan murah. Ammobilisasi hanya melibatkan penerapan potensial yang sesuai pada elektroda dalam pelarut yang cocok terhadap monomer dan enzim. Polimer konduktif memiliki kemampuan untuk mentransfer elektron yang dihasilkan oleh reaksi reduksi oksidasi dari analat sehingga dapat terbaca di potensiostat (Vebrian, 2011).

Glukosa oksidase merupakan salah satu enzim yang dapat digunakan sebagai katalis dalam enzymatic fuel cell. Glukosaoksidase juga memiliki spesifitas tinggi terhadap glukosa (Ahmad et al. 2007). Ada beberapa keuntungan dari elektroda enzim, seperti penentuan analit secara mudah dalam campuran yang kompleks, penggunaan volume sample yang kecil dan pemulihan enzim untuk penggunaan berulang kali (Ozdemir, 2010).

13

Bahan dan Metode Bahan

Alat dan instrumen yang akan digunakan adalah eDAQ Potensiostat – Galvanostat yang dilengkapi perangkat lunak Echem v2.1.0. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah enzim glucose oxidase, bovine serum albumin (BSA), larutan buffer fosfat pH 5 dan glutaraldehide (2% b/v), KCL, grafit, nujol, tabung kaca (diameter 1 cm dan panjang 3 cm) dan kawat tembaga.

Metode

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap percobaan yaitu: pembuatan elektroda pasta karbon (EPK), pembuatan elektroda pasta karbon termodifikasi (EPKT) polianilin, pengukuran elektrokimia (EPK dan EPKT) secara voltametrik siklik dan amobilisasi enzim.

Pembuatan Elektroda Pasta Karbon (EPK)

Pembuatan elektoda ini mengacu pada Ozlem Colak et al (2012). EPK dibuat dengan mencampurkan 0.6 g grafit dan 400μL nujol lalu dicampur dengan mortar dan diaduk selama 30 menit hingga membentuk pasta yang homogen. Sebuah tabung gelas yang terbuat dari kaca dengan diameter 1 cm dan panjang 3 cm digunakan sebagai badan elektroda, selanjutnya di sambungkan dengan kawat tembaga sebagai penghubung elektroda ke sumber listrik dimasukkan ke dalam tabung hingga tersisa ruang kosong sekitar 0,7 cm pada ujung tabung.

Pasta dimasukkan ke ujung tabung hingga penuh dan padat. Permukaan elektroda dihaluskan menggunakan ampelas halus dan kertas minyak hingga licin dan berkilau. (Gambar 7).

14

Pembuatan Elektroda Pasta Karbon Termodifikasi (EPKT) Polianilin

Polianilin, serbuk grafit dan nujol dicampur hingga membentuk pasta homogeny. Sebuah tabung gelas dengan diameter 1 cm dan panjang 3 cm digunakan sebagai badan elektroda. Kawat tembaga sebagai penghubung electroda ke sumber listrik dimasukkan ke dalam tabung hingga tersisa ruang kosong sekitar 0,7 cm pada ujung tabung hingga padat. Permukaan elektroda dihaluskan menggunakan ampelas halus dan kertas minyak hingga licin dan berkilau.

Pengukuran Elektrokimia

Karakterisasi dilakukan dengan menggunakan alat potensiostat /galvanostat eDAQ potensiostat dan computer beserta perangkat lunak pengolah data E.chem.untuk melihat voltametri siklik bentuk kurva voltamogram dari EPK dan EPKT. Voltametri merupakan salah satu metode elektroanalitik yang didasarkan oksidasi-reduksi pada permukaan elektroda. Percobaan voltametri siklik dilakukan dalam larutan elektrolit KCL 3 M. Respon arus diamati pada selang potensial -5-10 V dengan scan rate 100 mV/s menggunakan platina sebagai elektroda bantu dan Ag/AgCl sebagai elektodra refensi dan elektroda kerja dari elektroda EPK dan EPKT yang dibuat.

Amobilisasi Enzim

Amobilisasi dilakukan berdasarkan metode Ozlem Colak et al (2012) dengan cara crosslinking dengan menggunakan pereaksi glutaraldehid. Amobilisasi enzim dilakukan dengan mencampurkan 37μL enzim glucose

oxidase, I mg bovine serum albumin (BSA), 63 μL larutan buffer fosfat pH

5 dan 30 μL glutaraldehide (2%b/v). Semua larutan dicampur dalam tabung Eppendorf sampai homogen dengan total volume larutan sebanyak 130 μL. Kemudian larutan tersebut diteteskan ke elektoda pasta karbon termodifikasi (EPKT), dibiarkan hingga larutan enzim yang teramobil dipastikan terjerap (teramobil) pada pasta karbon-polianilin. Elektroda ini yang disebut bioanoda, kemudian elektroda ini dikeringkan dan disimpan di suhu ruang dan dicuci dengan larutan buffer fosfat (0,1 M) pH 5 sebanyak 3 kali untuk menghilangkan kelebihan enzim yang tidak teramobil.

Hasil dan Pembahasan Karakteristik Elektrokimia

Cyclic voltammetry adalah suatu teknik analisis kualitatif dan

kuantitatif yang dapat memberikan informasi dengan cepat dalam mengkarakterisasi reaksi yang terjadi di dalam sel elektrokimia. Pada cyclic

voltammetry respon arus diukur sebagai fungsi potensial (voltase), dimana

15 reduksi dan oksidasi dapat teramati dengan baik. Karakteristik cyclic

voltammetry tergantung beberapa faktor yaitu laju reaksi transfer elektron,

kereaktifan spesi elektroaktif, dan scan rate voltase (Wijaya, 2008). Spesi yang semula dioksidasi pada sapuan potensial awal (forward scan) akan direduksi setelah sapuan potensial balik (reverse scan).

Besarnya potensial puncak yang dihasilkan dipengaruhi oleh kinetika transfer elektron. Jika kinetika transfer elektron berlangsung lambat maka besarnya pemisahan potensial puncak akan lebih besar dan akan meningkat sesuai dengan peningkatan scan rate. Apabila potensial puncak yang dihasilkan tidak berubah dengan bertambahnya scan rate, reaksi reduksi oksidasi tersebut bersifat reversible. Sebaliknya jika potensialnya berubah dengan perubahan scan rate maka reaksi redoks tersebut bersifat

irreversible.

Gambar 8 memperlihatkan kurva voltamogram dari EPK dan EPKT dengan scan rate 100 mV/s dalam larutan KCL 3 M dengan rentang potensial yang digunakan -5–10 V menggunakan Pt sebagai elektroda bantu dan Ag/AgCl sebagai elektroda refensi dan elektroda kerja dari elektroda EPK dan EPKT. Terlihat bahwa terdapat dua puncak oksidasi pada EPK yaitu puncak oksidasi pertama pada potensial -0,2 V, puncak oksidasi ke dua tidak jelas terlihat karena puncak arus yang ditunjukkan terlalu kecil yaitu pada potensial 0,38 V sedangkan pada puncak reduksi terlihat pada potensial -0,5 V dan 0,3 V. Untuk EPKT terlihat pada potensial 0,5 V puncak oksidasi dan puncak reduksi terlihat pada -0,1 V walaupun tidak terlihat begitu tajam. Terlihat bahwa kurva yang di tampilkan lebih luas dan lebih miring.

Gambar 8. Voltamogram EPK dan EPKT

Hasil pengukuran secara cyclic voltammetry berupa voltamogram. Bentuk yang spesifik dan dipengaruhi oleh variabel analit pada potensiostat yang digunakan sebagai dasar analisis. Puncak arus yang terbentuk pada

-0,6 -0,4 -0,2 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 -120 -100 -80 -60 -40 -20 0 20 40 60 80 100 120 Aru s ( A) Tegangan (V) EPK EPKT

16

voltamogram adalah representatif pergerakan elektron yang berkala dari reaksi yang terjadi di permukaan elektroda (Zhang , 2014).

Menurut Jiahua Zhu (2012) pada elektroda grafit menunjukkan nilai densitas arus sangat rendah karena sifat non konduktif dan luas permukaan yang rendah (16,30 m2/g). Setelah ditambahkan dengan polianilin luas permukaan secara signifikan meningkat menjadi 29,26 m2/g dengan puncak pada kedua kurva oksidasi dan reduksi tidak teramati dan malah menjadi lebih luas dan lebih miring. Ini dimungkin karena aglomerasi polianilin yang secara signifikan meningkatkan ketahanan difusi ion elektrolit ke dalam bahan elektroda

PANI sebagai material konduktif bisa menfasilitasi transfer elektron dalam bahan elektroda dan dapat mengurangi hambatan internal untuk mendapatkan kinerja lebih tinggi. Dengan struktur lebih luas dan lebih miring elektroda komposit PANI dan karbon bisa meningkatkan difusi ion dari elektrolit ke elektroda sehingga bisa meningkatkan efisiensi transfer ion dalam elektroda komposit.

Elektroda Bioanoda

Enzim secara biokimia merupakan suatu kelompok protein yang berperan sangat penting dalam proses aktivitas biologis. Berperan sebagai biokatalisator di dalam sel dan bersifat khas (spesifik). Bagian enzim terpenting adalah sisi aktif dari enzim yang akan mengikat substrat spesifik membentuk kompleks enzim-substrat. Selama reaksi katalisis berlangsung, struktur enzim tidak berubah baik sebelum dan sesudah reaksi (Gambar 9), (Shelley, 2012)

Gambar 9 mekanisme pengikatan enzim-substrat (Shelley, 2012) Glukosa oksidase merupakan salah satu enzim yang dapat digunakan sebagai katalis dalam enzymatic fuel cell. Lee et al. (2011) menyatakan bahwa daya yang dapat dihasilkan oleh glukosa oksidase dalam sistem fuel

cell mencapai 190 μW/cm2. Angka ini cukup tinggi dibandingkan daya

yang dihasilkan oleh enzim lain, misalnya glukosa dehidrogenase yang hanya menghasilkan 9.3 μW/cm2. Glukosa oksidase juga memiliki spesifitas tinggi terhadap glukosa (Restu, 2007). Hal ini sangat menguntungkan karena glukosa merupakan substrat yang jumlahnya melimpah serta aman untuk digunakan. Glukosa oksidase diproduksi oleh

17 banyak mikroorganisme salah satunya Aspergillus niger. Glucose oxidase (β-D-glukosa: oxygen 1-oxidoreductase, EC 1.1.3.4) adalah enzim yang mengkatalisis oksidasi ß-D-glukosa menjadi D-glukonolakton oleh Flavin

Adenine Dinucleotide (FAD) sebagai gugus prostetiknya. FAD selanjutnya

memindahkan elektron yang berasal dari glukosa menuju molekul oksigen, dan mereduksi hidrogen peroksida. D-glukonolakton yang dihasilkan kemudian dihidrolisis secara non enzimatik menjadi asam glukonat. (gambar 10) (Yamaguchi et al, 2007).

Gambar 10 struktur 3D Glukosa Oksidase (sumber: pdb.org)

Kelemahan dari enzim adalah sifat enzim yang tidak stabil (rentan terhadap pH dan suhu ekstrem), biaya isolasi maupun pemurnian yang tinggi dan penggunaan enzim kembali terutama enzim (soluble/enzim dalam bentuk larutan). Untuk mengatasi kekurangan dalam hal penggunaan enzim maka dilakukan teknik amobilisasi enzim yaitu enzim yang secara fisik dibuat menjadi tidak bebas bergerak (amobil), sehingga enzim dapat digunakan secara berulang dan dapat dikendalikan kapan enzim harus kontak dengan substrat (Harlander, 2000).

Metode amobilisasi diketahui sangat beragam. Pemilihan metode amobilisasi bergantung pada sifat-sifat enzim yang digunakan. Salah satu metode yang telah banyak digunakan adalah pengikatan silang yang didasarkan pada pembentukan ikatan intermolekuler/kovalen antar molekul enzim dengan menggunakan pereaksi multi atau bifungsional (glutaraldehid), sehingga menghasilkan jaringan protein tiga dimensi yang stabil dan tidak larut dalam air. Amobilisasi enzim ini dapat dipakai berulang dan stabilitasnya lebih terjaga, mudah dipisahkan dari produk karena enzimnya tidak larut/teramobil.

Pembuatan elektroda bioanoda komposit karbon-nanopartikel polianilin yang teramobilisasi glucose oxidase dilakukan pada EPKT yang telah siap digunakan. Selanjutnya enzim glucose oxidase yang di amobil dalam matriks pengikat silang glutaraldehid diteteskan pada permukaan EPKT (Gambar 11). Pencucian dilakukan setelah semua enzim teramobil terserap dalam EPKT. Agar penyerapan sempurna maka tetesan enzim teramobil dibiarkan 12-16 jam dalam lemari es (suhu 4oC). Setelah semua enzim teramobil teserap dan bioanoda dalam keadaan kering, selanjutnya dilakukan pencucian pada permukaan bioanoda, dengan tujuan untuk

18

menghilangkan sisa enzim teramobil yang tidak terserap pada EPKT. Bioanoda tersebut dapat disimpan dalam buffer fosfat pH 5 dalam lemari pendingin suhu 40C dan siap untuk digunakan dalam percobaan selanjutnya.

Gambar 11 Elektroda bioanoda

Simpulan

Telah dibuat elektroda bioanoda komposit karbon-nanopartikel Polianilin yang teramobilisasi Glucose oxidase (GOD) yang akan digunakan pada sistem EFC. Studi elektrokimia menunjukkan bahwa elektroda nanokomposit polianilin pasta karbon bisa meningkatkan efisiensi transfer ion dalam elektroda komposit. Voltamogram yang didapat elektroda nanokomposit PANI-pasta karbon terlihat pada potensial 0,5 V puncak oksidasi dari anilin, dan pada puncak reduksi terlihat pada -0,1 V. Puncak pada kedua kurva oksidasi dan reduksi hampir tidak teramati dengan jelas.

4 KINERJA ENZYMATIC FUEL CELL

Dokumen terkait