• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka

8. Pemecahan Masalah ( Problem Solving di Sekolah Dasar

15). Dalam kegiatan ini siswa diberi kesempatan untuk melakukan refleksi, interprestasi, dan mencari strateginya yang sesuai. Keaktifan melakukan matematisasi baik horizontal maupun vertikal, yang memuat kegiatan refleksi, interprestasi, dan internalisasi.

Proses pembelajaran dimulai dengan masalah realistik yakni masalah dalam kehidupan sehari-hari yang ada disekitar anak yang mudah dipahami.

Dari masalah realistik ini siswa (melalui bimbingan guru) menemukan atau mengembangkan sendiri langkah-langkah menyelesaikan soal. Kegiatan pembelajaran ini lebih terpusat pada siswa, sementara guru hanya bertindak sebagai fasilitator. Dalam proses pembelajaran ini juga didukung dengan bahan pembelajaran yang disusun mulai dari dunia nyata atau hal-hal yang dapat dibayangkan oleh pikiran anak.

Soal cerita sebagai sala satu bentuk masalah di SD perlu mendapat perhatian dalam menyelesaikannya. Untuk menyelesaikan soal cerita tersebut perlu tahap-tahap dalam penyelesaiannya agar lebih mudah mengarahkan siswa menyelesaikannya. Berikut ini akan dikemukakan beberapa langkah umum (general step) penyelesaian soal cerita. Langkag-langkah umum yang dimaksud adalah: (1) abstraksi (permodelan), (2) pemecahan atau mencari solusi dari model matematika, (3) menafsirkan kembali solusinya kedalam masalah asli, dan (4) mengecek kembali solusi atau jawaban yang diperoleh.

dahulu. Untuk mencari penyelesaiannya para siswa harus memanfaatkan pengetahuannya, dan melalui proses ini mereka akan sering mengembangkan pemahaman matematika yang baru. Penyelesaian masalah bukan hanya sebagai tujuan akhir dari belajar matematika, melainkan sebagai bagian terbesar dari aktivitas ini. Siswa harus memiliki kesempatan sesering mungkin untuk memformulasikan, menyentuh, dan menyelesaikan masalah-masalah kompleks yang mensyaratkan sejumlah usaha yang bermakna, dan harus mendorong siswa untuk berani merefleksikan pikiran mereka.

Dengan menggunakan pemecahan masalah dalam matematika, siswa mengenal cara berfikir, kebiasaan untuk tekun dan keingintahuan yang tinggi, serta percaya diri dalam situasi yang tidak biasa, yang akan melayani mereka (para siswa) secara baik di luar kelas matematika. Dalam kehidupan sehari-hari dan di tempat kerja, menjadi pemecah masalah yang baik dapat mengarah menjadi hal yang menguntungkan. Pemecahan masalah merupakan bagian tak terpisahkan dalam semua bagian pembelajaran matematika, dan juga tidak harus diajarkan secara terisolasi dari pembelajaran matematika.

Polya (1985) mengartikan pemecahan masalah sebagai suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak segera dapat dicapai. Pemecahan masalah dalam hal ini (McGivney dan DeFranco, 1995) meliputi dua aspek, yaitu masalah menemukan (problem to find) dan masalah membuktikan (problem to prove).

Pemecahan masalah dapat juga diartikan sebagai penemuan langkah-langkah untuk mengatasi kesenjangan (gap) yang ada. Sedangkan kegiatan

pemecahan masalah itu sendiri merupakan kegiatan manusia dalam menerapkan konsep-konsep dan aturan-aturan yang diperoleh sebelumnya (Dahar, 1989;

Dees, 1991).

Baroody dan Niskayuna (1993) membagi pendekatan pemecahan masalah menjadi 3 pengertian berbeda, yaitu: (1) teaching via problem solving, pemecahan masalah matematika dalam hal ini lebih difokuskan pada bagaimana mengajarkan isi atau materi matematika, (2) teaching about problem solving, hal ini melibatkan strategi pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah matematika secara umum, (3) teaching for problem solving , dimaksudkan sebagai suatu cara tentang bagaimana memberi kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk memecahkan masalah matematika yang dihadapinya.

Anderson (1996) mendukung pengertian yang ketiga di atas dengan menekankan pada aspek strategi yang dipilih oleh siswa dalam memecahkan masalah.

Utari (1994) menegaskan bahwa pemecahan masalah dapat berupa menciptakan ide baru, menemukan teknik atau produk baru. Bahkan di dalam pembelajaran matematika, selain pemecahan masalah mempunyai arti khusus, istilah tersebut juga mempunyai interpretasi yang berbeda. Misalnya menyelesaikan soal cerita atau soal yang tidak rutin dalam kehidupan sehari-hari.

Branca (1980) menegaskan bahwa terdapat tiga interpretasi umum mengenai pemecahan masalah, yaitu (1) pemecahan masalah sebagai tujuan (goal) yang menekankan pada aspek mengapa matematika diajarkan. Hal ini

berarti bahwa pemecahan masalah bebas dari materi khusus. Sasaran utama yang ingin dicapai adalah bagaimana cara memecahkan suatu masalah matematika, (2) pemecahan masalah sebagai proses (process) diartikan sebagai kegiatan yang aktif. Dalam hal ini penekanan utamanya terletak pada metode, strategi atau prosedur yang digunakan siswa dalam menyelesaikan masalah hingga mereka menemukan jawaban dan (3) pemecahan masalah sebagai keterampilan (basic skill) menyangkut dua hal yaitu (a) keterampilan umum yang harus dimiliki siswa untuk keperluan evaluasi dan (b) keterampilan minimum yang diperlukan siswa agar dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Memperhatikan rekomendasi dari NCTM dan pendapat Branca tentang pemecahan masalah matematika, maka dapat dikatakan bahwa pemecahan masalah tidak hanya berfungsi sebagai pendekatan, akan tetapi juga sebagai tujuan (Lovit dan Lowe, 1992).

Dari sejumlah pengertian pemecahan masalah tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa pemecahan masalah merupakan usaha nyata dalam rangka mencari jalan keluar atau ide berkenaan dengan tujuan yang ingin dicapai.

Pemecahan masalah ini adalah suatu proses kompleks yang menuntut seseorang untuk mengkoordinasikan pengalaman, pengetahuan, pemahaman, dan intuisi dalam rangka memenuhi tuntutan dari suatu situasi. Sedangkan proses pemecahan masalah merupakan kerja memecahkan masalah, dalam hal ini proses menerima tantangan yang memerlukan kerja keras untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dalam istilah sederhana, masalah adalah

suatu perjalanan seseorang untuk mencapai solusi yang diawali dari sebuah situasi tertentu.

Keempat langkah pokok yang dikemukakan Polya merupakan prosedur yang harus diikuti dalam setiap pemecahan masalah (termasuk soal cerita) matematika. Team matematika Depdikbud (1993: 134) mengungkapkan bahwa setiap masalah/soal cerita dapat diselesaikan dengan rencana sebagai berikut : (1) membaca soal itu dan memikirkan hubungan antara bilangan–

bilangan yang ada dalam soal tersebut; (2) menulis kalimat matematika yang menyatakan hubungan–hubungan itu dalam bentuk operasi–operasi bilangan; (3) menyelesaikan kalimat matematika tersebut. Artinya mencari bilangan – bilangan mana yang membuat kalimat matematika itu benar; (4) menggunakan penyelesaian itu untuk menjawab pertanyaan yang dikemukakan dalam soal;

Sejalan dengan langkah–langkah yang dikemukakan di atas, Soedjadi (1992) mengemukakan bahwa untuk menyelesaikan soal matematika umumnya dapat ditempuh langkah–langkah sebagai berikut:

a) membaca soal dengan cermat untuk menangkap makna tiap kalimat, b) memisahkan dan mengungkapkan apa yang diketahui dalam soal, apa yang diminta/ditanyakan dalam soal, operasi pengerjaan apa yang diperlukan, c) membuat model matematika dari soal, d) menyelesaikan model menurut aturan–aturan matematika, sehingga mendapatkan jawaban dari model tersebut, e) mengembalikan jawaban soal kepada jawaban asal.

Langkah-langkah seperti yang disebutkan di atas dapat dimengerti oleh siswa melalui pemberian contoh-contoh soal cerita, misalnya: Ada dua bilangan yang jumlahnya 72. Bilangan yang satu besarnya dua kali bilangan yang lain.

Bilangan-bilangan manakah itu?. Untuk memahami soal ini dapat dengan langsung menerapkannya pada penyelesaian soal tersebut. Langkah-langkah penyelesaiannya sebagai berikut:

1) Membaca soal cerita tersebut sampai selesai dengan cepat untuk mengetahui jelas dan permasalahan yang ada pada soal cerita tersebut. Contoh soal di atas tentang “bilangan”.

2) Mencari pertanyaan pada akhir soal cerita. Hal ini merupakan cara yang baik untuk menemukan permasalahan yang harus dipecahkan. Pertanyaan pada soal cerita di atas adalah: “bilangan manakah itu?”.

3) Menyusun pernyataan pada soal cerita dalam kalimat matematika. “misalkan x

= sesuatu (yaitu apa yang dicari)” (biasanya digunakan huruf x untuk perubah). Sesuatu yang dicari itu disebut sebagai “hal yang diketahui”. Jika harus mencari lebih dari satu hal yang tak diketahui, tentukanlah hal yang tak diketahui yang lebih kecil dan misalkan sama dengan x. pada contoh soal cerita di atas, harus dicari dua bilangan (dua hal yang tak diketahui). oleh karena itu penyelesaian soal cerita itu dimulai dengan: misalkan x = bilangan yang lebih kecil.

4) Membaca kalimat soal cerita kalimat demi kalimat. Menerjemahkan kalimat demi kalimat tersebut menjadi persamaan-persamaan matematika dan menyelesaikannya. Pada contoh soal di atas, kalimat pertama menunjukkan bahwa “ada dua bilangan”. Sejauh ini baru mempunyai satu bilangan yang dinyatakan dengan x, oleh karena itu lanjutkan membaca. Kalimat berikutnya menyatakan bahwa “bilangan yang satu besarnya dua kali bilangan yang lain”.

hal ini merupakan fakta mengenai hal yang tak diketahui yang kedua.

Sekarang dimiliki kedua bilangan itu, misalkan x bilangan yang lebih kecil, dan 2x = bilangan yang lebih besar. Dengan demikian kedua hal yang tak

diketahui sudah disajikan. Oleh karena itu dapat dibentuk persamaan dengan menggunakan faktayang belum digunakan, yaitu “jumlah kedua bilangan itu adalah 72”. Dengan menerjemahkannya diperoleh bentuk persamaan: x + 2x

= 72. selanjutnya diperoleh: x = 24.

5) Menguji kebenaran hasil yang telah diperoleh. Untuk contoh soal di atas, diperoleh hasil: x = bilangan yang lebih kecil = 24, 2x = bilangan yang lebih besar = 48. (48 = 2 x 24, dan 48 + 24 = 72). Jadi hasil yang diperoleh benar.

Dengan pemahaman setiap langkah penyelesaian soal cerita tersebut, siswa diharapkan akan dapat menyelesaikan soal cerita dengan baik dan teliti.

Dokumen terkait