• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.5. Pemeriksaan Escherichia coli pada Depot Air Minum Isi Ulang

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium terhadap kandungan bakteri Escherichia coli sebelum dan sesudah dimasukkan kedalam botol (galon), maka hasil pemeriksaan dapat dilihat pada tabel 4.25. berikut :

Tabel 4.25 Distribusi Depot Air Minum Isi Ulang Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Bakteriologi

No Kode Sampel Sebelum Sesudah Keterangan

1 I Negatif Negatif Memenuhi syarat

2 II Negatif Negatif Memenuhi syarat

3 III Negatif Negatif Memenuhi syarat

4 IV Negatif Negatif Memenuhi syarat

5 V Negatif Negatif Memenuhi syarat

6 VI Negatif Negatif Memenuhi syarat

7 VII Negatif Negatif Memenuhi syarat

8 VIII Negatif Negatif Memenuhi syarat

9 IX Positif Positif Tidak memenuhi syarat

10 X Negatif Positif Tidak memenuhi syarat

Berdasarkan tabel 4.25. dapat diketahui bahwa hasil pemeriksaan bakteri Escherichia coli pada depot air minum isi ulang yang memenuhi syarat yaitu 8 depot (80%), sedangkan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 2 depot (20%).

Dalam Permenkes RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010, persyaratan kualitas air minum untuk kandungan maksimum bakteri Escherichia coli yang diperbolehkan adalah 0 / ml sampel. Air minum yang aman di konsumsi harus bebas dari kontaminan bakteri Escherichia coli.

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Karateristik Responden

Pemilik depot air minum merupakan orang yang paling bertanggung jawab atas kegiatan produksi terutama dalam penyelenggaraan hygiene sanitasi depot air minum. Berdasarkan karateristik umur, responden terbanyak berada pada kelompok usia 41 – 50 tahun yaitu sebanyak 6 orang (60%). Semakin tua usia seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya semakin baik, tetapi pada usia tertentu bertambahnya perkembangan mental ini tidak secepat ketika berusia belasan tahun. Bertambahnya usia seseorang semakin banyak pengalaman dan pengetahuan yang diperolehnya sehingga dapat melakukan hal yang lebih baik.

Tingkat pendidikan responden sama banyak antara tamatan SMA yaitu 4 orang (40%) orang dan tamat perguruan tinggi yaitu 4 orang (40%). Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah juga bagi orang tersebut untuk menerima informasi serta semakin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya (Notoadmdjo, 2003).

Sebagian besar depot air minum memiliki lama usaha ≤ 5 tahun yaitu

sebanyak 7 depot air minum (70%). Lamanya usaha depot air minum dapat meningkatkan pemahaman responden dari pengalaman yang didapatkan selama menjalankan usahanya, seperti lebih paham tentang syarat-syarat peralatan yang digunakan, sumber air baku yang baik, proses pencucian galon, serta bagaimana menjaga kualitas air minum yang aman dan sehat.

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa tidak ada responden yang pernah mengikuti kursus hygiene sanitasi depot air minum, hal ini menunjukkan bahwa tidak satupun responden yang mengetahui tentang penyelenggaraan hygiene sanitasi depot air minum. Kursus ini sangat penting diikuti karena melalui kursus ini pemilik maupun operator mendapatkan informasi tentang penyelenggaraan hygiene sanitasi depot air minum sehingga dapat menjaga kualitas air minum yang dihasilkan dari usahanya (Depkes RI, 2006).

Seluruh depot air minum sudah memiliki surat laik hygiene sanitasi depot air minum dari Dinas Keseahata Kota Tanjungpinang. Surat laik hygiene sanitasi depot air minum ini hanya dapat diberikan kepada depot yang memeiliki hasil pemeriksaan fisik semua item yang ada pada lampiran formulir Depot Air Minum 4 dan hasil laboratorium yang memenuhi syarat. Masa berlaku surat keterangan laik hygiene sanitasi depot air minum tetap selama 3 (tiga) tahun, namun dapat diperbaharui sesuai dengan ketentuan yang berlaku, atau menjadi batal jika terjadi pergantian pemilik atau dari hasil pemeriksaan dinyatakan positif Escherichia coli atau jika terjadi keracunan (Depkes RI, 2006)

Semua depot air minum sudah memiliki surat izin tanda usaha. Depot air minum wajib memiliki surat izin tanda usaha sebagai syarat utama mendirikan usaha.

Laporan hasil uji laboratorium sudah dimiliki semua depot air minum. Hasil uji laboratorium merupakan salah satu persyaratan usaha serta rekomendasi untuk mendapatkan surat laik hyigiene sanitasi depot air minum.

Setiap usaha depot air minum seharusnya memiliki surat jaminan pasok air baku namun tidak ada depot air minum isi ulang yang memiliki surat jamian pasok air

baku dari PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) atau perusahaan yang memiliki izin pengambilan air dari instansi yang berwenang. Hal ini bertujuan agar air baku yang diproduksi menjadi air minum dapat dijamin kualitasnya sehingga air minum yang dihasilkan aman dan sehat untuk dikonsumsi (Depperindag, 2004).

5.2 Pelaksanaan Hygiene Sanitasi Depot Air Minum Isi Ulang 5.2.1 Lokasi

Berdasarkan hasil penelitian pada lokasi usaha depot air minum dapat diketahui bahwa lokasi depot air minum ada yang belum bebas dari sumber pencemaran. Lokasi depot air minum harus terbebas dari pencemaran yang berasal dari debu disekitar, tetapi sebagian besar depot memiliki lokasi tidak jauh dari jalan raya, sehingga banyak debu dari jalan raya masuk ke dalam ruangan pengolahan. Penyebaran bibit penyakit atau kontaminasi mikro organisme dapat melalui debu.

Pada lokasi depot yang diteliti, ditemukan adanya penumpukan barang – barang bekas disekitar area pengolahan. Hal ini sangat memungkinkan sebagai tempat perkembangbiakan serangga atau binatang pengerat lainnya. Jika terdapat serangga atau binatang pengerat akan sangat mempengaruhi kualitas air minum yang dihasilkan. Tempat pengisian harus didesain hanya untuk maksud pengisian produk jadi, sehingga harus menggunakan pintu yang dapat menutup rapat agar terhindar dari masuknya binatang pengerat atau serangga, dimana serangga dapat menjadi vektor penyakit.

Desain tempat pengisian harus sedemikian rupa sehingga semua permukaan dan semua peralatan yang ada di dalamnya dapat dibersihkan serta disanitasi setiap hari. Pencemaran yang berada disekitar lokasi depot terutama bahan-bahan beracun

dapat terkontaminasi pada air minum, sehingga berdampak buruk terhadap kesehatan konsumen yang mengonsumsi air minum tersebut (Depperindag, 2004).

Menurut Siswanto (2003), air minum yang dijual pada depot air minum sangat rawan terjadi pencemaran karena faktor lokasi, penyajian dan pewadahan yang dilakukan secara terbuka menggunakan wadah botol (galon) air minum kemasan isi ulang.

5.2.2 Bangunan

Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti dapat dilihat bahwa kondisi fisik bangunan depot air minum masih banyak yang belum memenuhi persyaratan. Diantaranya belum semua depot memiliki fasilitas ruang tempat pembagian, ruang tempat penyimpanan, serta ruang tunggu penggunjung. Semua proses pengolahan dilakukan dalam satu ruang sehingga sangat memungkinkan menyebabkan terjadinya kontaminasi pada hasil olahan air minum. Kondisi lantai juga masih belum memenuhi syarat pada beberapa depot yaitu masih belum bersih dan masih berdebu, hal ini disebabkan oleh lokasi depot yang sangat dekat dengan jalan raya.

Hygiene sanitasi dinding juga belum memenuhi syarat, dimana pada beberapa dinding depot masih ditemukan pakaian yang tergantung. Selain mengurangi estetika, pakaian tergantung juga dapat menjadi tempat bersarangya nyamuk yang bisa menimbulkan penyakit. Sebagian besar depot memiliki pintu dengan permukaan yang tidak rata, tidak halus, berwarna gelap, dan tidak mudah dibersihkan, serta beberapa depot memiliki pintu yang tidak kuat dan tidak tahan lama. Pada sebagian depot ditemukan ventilasi yang tidak cukup menimbulkan bau, gas, dan uap berbahaya serta

tidak bersih, hal ini dapat mempengaruhi hasil produksi air minum isi ulang karena kontaminasi. Bangunan depot air minum yang tidak terjaga kebersihannya dikhawatirkan debu yang ada di udara tersebut mengandung kuman pathogen, maka dapat menyebabkan penyakit atau secara tidak langsung dapat menjadi sumber penularan penyakit saluran pernafasan (Depkes RI, 1998).

Menurut Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian No. 651 (2004), konstruksi lantai, dinding, plafon area produksi harus baik dan selalu bersih. Dinding ruang pengisian harus terbuat dari bahan yang licin, berwarna terang dan tidak menyerap sehingga mudah dibersihkan. Pembersihan dilakukan secara rutin dan dijadwalkan. Dinding dan plafon harus rapat tanpa ada retakan. Tempat pengisian harus didesain hanya untuk maksud pengisian produk jadi dan harus menggunakan pintu yang dapat menutup rapat. Desain tempat pengisian harus sedemikian rupa sehingga semua permukaan dan semua peralatan yang ada didalamnya dapat dibersihkan serta di sanitasi setiap hari.

Penerangan di area proses produksi harus cukup terang untuk mengetahui adanya kontaminasi fisik, sehingga karyawan mempunyai pandangan yang terang untuk dapat melihat setiap kontaminasi produk. Dianjurkan penggunaan lampu yang anti hancur dan lampu yang memiliki pelindung sehingga jika pecah, pecahan gelas tidak mengkontaminasi hasil produksi. Ventilasi harus dilakukan pengecekan secara rutin agar tidak ada debu dan dijaga tetap bersih.

5.2.3 Akses Terhadap Fasilitas Sanitasi

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa akses terhadap fasilitas sanitasi ada yang belum memenuhi syarat. Tidak ada depot yang menyediakan sabun

pembersih sehingga karyawan tidak mencuci tangan terlebih dahulu sebelum melakukan pengolahan terhadap air minum. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan pengelola/pemilik depot tentang penyelenggaraan hygiene sanitasi depot air minum, sehingga akses terhadap fasilitas sanitasi tidak diperhatikan oleh pengelola/pemilik.

Di beberapa depot tidak ditemukan adanya tempat sampah, sehingga sampah yang dihasilkan dari proses pengolahan terlihat berserakan di lokasi depot. Hanya sebagian dari depot yang menyediakan fasilitas jamban, dan tidak ada depot yang menyediakan fasilitas peturasan. Terjadinya kontaminasi terhadap air minum yang dihasilkan oleh depot air minum, salah satunya yaitu kurang memadainya akses terhadap fasilitas sanitasi.

Akses terhadap fasilitas sanitasi adalah walaupun depot air minum tidak memiliki sarana sanitasi seperti jamban, tetapi dilingkungan tersebut ada sarana sanitasi yag dapat digunakan, baik milik umum atau pribadi (Depkes RI, 2006).

5.2.4 Sarana Pengolahan Air Minum

Berdasarkan hasil Penelitian dapat diketahui bahwa masih ditemukan depot yang tidak memperhatikan masa pakai alat yang digunakan. Salah satunya seperti filter yang digunakan, sudah tidak dalam masa pakai lagi sehingga proses penyaringan tidak maksimal dan kontaminan yang terdapat dalam air tidak disaring sempurna, hal ini sangat berpengaruh terhadap kualitas air minum yang dihasilkan oleh depot tersebut, sehingga dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan lainnya. Alat dan perlengakapan yang dipergunakan untuk pengolahan air minum harus menggunakan peralatan yang sesuai dengan persyaratan kesehatan, seperti

peralatan yang telah habis masa pakai harus diganti sesuai dengan ketentuan teknisnya.

Peralatan harus berfungsi dengan baik, mampu mengolah air baku untuk mereduksi kandungan partikel-partikel fisik, kimiawi yang tinggi dan mampu membunuh mikro organisme yang berbahaya, sehingga hasil produksi air langsung bisa diminum dan memenuhi syarat kesehatan (Jamaludin, 2007).

Menurut Asfawi (2004), peralatan sangat berperan dalam mengolah air baku menjadi air minum. Kondisi peralatan yang baik dan memenuhi persyaratan diharapkan akan menghasilkan air minum yang baik juga. Peralatan depot air minum harus terbuat dari bahan yang tidak berbahaya bagi kesehatan seperti timah hitam (Pb), tembaga (Cu), seng (Zn), Cadmium (Cd). Seluruh mesin dan peralatan yang kontak langsung dengan air harus terbuat dari bahan yang tara pangan, tahan korosi dan tidak bereaksi dengan bahan kimia (Depkes, 2006).

5.2.5 Air Baku

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa pemilik depot tidak pernah melakukan uji untuk sumber air baku lain, sehingga kemungkinan terjadinya kontaminasi dari sumber air baku lain sangat besar, jika air baku sudah tercemar, maka akan sangat mempengaruhi kualitas air minum yang dihasilkan. Menurut Slamet (2004), penyakit menular yang disebarkan oleh air secara langsung disebut penyakit bawaan air (water borne disease). Penularan penyakit melalui air dapat terjadi karena air merupakan media yang tidak baik untuk tempat bersarangnya bibit penyakit/agent. Beberapa penyakit bawaan air yang sering ditemukan di Indonesia diantaranya cholera, disentri, typus abdominalis dan diare.

Pemeriksaan terhadap air baku hendaknya dilakukan oleh depot air minum atau pemasok, pemeriksaan dilakukan untuk mempermudah proses pengelohan serta mengurangi resiko beban kerja alat.

Kualitas air baku sangat bervariasi tergantung dari sumber apa yang digunakan, namun semestinya depot air minum memakai air baku dari pemasok. Tetapi pada kenyataannya belum semua pengelola atau pemilik depot air minum yang mematuhi peraturan tersebut dengan berbagai macam alasan. Lama waktu penyimpanan air baku dalam bak penampungan paling lama satu minggu, sebab jika terlalu lama menyimpan air baku dapat menjadi media pertumbuhan mikro organisme.

5.2.6 Penampungan Air Baku

Dari hasil penelitian dapat dikatahui bahwa semua depot air minum masih menggunakan bak penampungan yang diterbuat dari bahan tara pangan dan bebas dari bahan yang dapat mencemari air. Hal ini dapat dilihat dari bahan penampungan air baku terbuat dari stainless-steel atau poly-vinyl- carbonate. Beberapa depot tidak menggunakan tangki pengangkutan karena depot tersebut menggunakan air sumur gali sendiri sebagai bahan baku air minum. Pengangkutan air baku seharusnya tangki pengangkutan yang khusus digunakan untuk air minum sementara alat pengangkutan air baku yang digunakan yaitu tangki pengangkut air bersih. Jika pengangkutan yang digunakan untuk air bersih, maka tidak ada jaminan air baku yang diangkut tidak terkontaminasi dari wadah yang digunakan untuk pengangkutan air bersih, sebagai air baku.

Syarat penampungan air baku harus terbuat dari bahan tara pangan dan diletakkan pada posisi yang tidak terkena sinar matahari langsung, sebab jika terkena matahari langsung dapat membuat kualitas air baku berubah.

Tangki pengangkutan harus terbuat dari bahan tara pangan, tahan korosi dan bahan kimia yag dapat mencemari air. Mudah dibersihkan, disanitasi dan didesinfeksi, bagian luar dan dalam minimal 3 (tiga) bulan sekali (Depperindag, 2004).

5.2.6 Desinfeksi

Hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa cara desinfeksi yang digunakan seluruh depot air minum menggunakan sinar ultra violet. Sinar ultraviolet dapat membunuh semua jenis mikroba bila intensitas dan waktunya cukup. Peralatan desinfeksi sangat menentukan hasil olahan yang diperoleh. Alat desinfeksi yang digunakan harus masih dalam masa pakai sehingga dapat berfungsi secara efektif untuk membunuh mikro organisme yang ada dalam air sehingga air minum yang dihasilkan aman dan sehat untuk di konsumsi. Sementara pada depot air minum yang diteliti masih ada ditemukan yang menggunakan alat desinfeksi tidak dalam masa pakai, sehingga dari hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya bakteri Escherichia coli dalam air minum yang akan dikonsumsi oleh masyarakat.

Desinfeksi dimaksudkan untuk membunuh kuman patogen. Tetapi jika alat desinfeksi yang digunakan tidak sesuai dengan ketentuan akan sangat merugikan masyarakat. Banyak penyakit yang akan timbul jika mengkonsumsi air minum yang mengandung kuman pathogen. Unit pengolahan air di perusahaan memiliki alat desinfeksi seperti ozonator dan lampu UV. Tindakan desinfeksi selain menggunakan

ozon, dapat ditambahkan cara lain yang efektif seperti penyinaran Ultra Violet (KepMenPerinDag RI, 2004). Tindakan desinfeksi dengan cara penyinaran Ultra Violet (UV) dapat dilakukan pada panjang gelombang 254 nm atau kekuatan 2537 °A dengan intensitas minimum 10.000 mw detik per cm².

5.2.8 Pelayanan Konsumen

Dari penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa ada beberapa depot yang belum memenuhi syarat, hal ini terlihat dari penggunaan wadah yang akan diisi tidak dalam keadaan bersih. Pada beberapa depot wadah yang dibawa oleh pelanggan tidak dicuci terlebih dahulu, melainkan hanya membilas bagian dalam botol, kemudian langsung diisi air minum lalu ditutup dengan penutup botol yang tidak saniter. Hal ini dapat terjadi karena sebagian besar depot air minum tidak memiliki sarana pencucian galon yang mana syarat pencucian galon pada depot air minum yaitu menggunakan mesin penyikat dan dilakukan dalam ruangan yang tertutup.

Pengelola maupun karyawan sama sekali tidak memperhatikan hygiene sanitasi dalam pengolahan produk usahanya, mereka hanya mengutamakan keuntungan tanpa memperdulikan akibat dari kelalaian mereka dalam menjalankan usahanya. Jika terjadi wabah akibat mengkonsumsi hasil produk usahanya maka pengelola juga akan mengalami kerugian besar, berdasarkan peraturan yang mengatur tentang usaha depot air minum ditegaskan bahwa jika terjadi keracunan atau wabah, maka akan diberikan sanksi berupa peringatan atau yang paling buruk usahanya akan ditutup atau ditarik izin usahanya.

Penggunaan mesin pembersih dapat menghindari kontak antara produk dengan pekerja (Asfawi, 2004). Proses pencucian galon dalam garis besarnya adalah

mencampurkan air bersih dengan bahan desinfektan yang tidak berbahaya dalam wadah, kemudian masukkan larutan tersebut kedalam galon. Berikutya mencuci bagian luar galon dan kemudian disemprot dengan menggunakan air panas pada suhu 60-85°C.

5.2.9 Karyawan

Hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa semua karyawan tidak pernah mengikuti kursus hygiene sanitasi depot air minum, hal ini menunjukkan bahwa semua karyawan belum mengetahui tentang penyelenggaraan hygiene sanitasi depot air minum sehingga masih ada karyawan depot air minum yang merokok, meludah, menggaruk dan berkuku panjang pada saat melayani konsumen, berpakaian tidak rapi, serta berpakaian tidak bersih. Keadaan ini merupakan faktor yang sangat besar mempengaruhi hasil pengolahan air minum. Kursus hygiene sanitasi depot air minum berguna untuk memberikan informasi bagi pemilik ataupun karyawan yang bekerja pada depot air minum dalam meningkatkan kondisi hygine sanitasi depot air minum agar dapat menjaga kualitas air minum (Depkes RI, 2006)

Pemilik depot juga tidak pernah memeriksakan kesehatan karyawannya secara berkala, sehingga tidak diketahui apakah karyawannya memiliki penyakit yang dapat ditularkan kepada orang lain melalui air minum yang diolahnya, apalagi dengan kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum melayani konsumen.

Sumber pencemaran dapat terjadi karena beberapa hal yaitu perilaku para karyawan depot air minum isi ulang yang tidak memelihara kebersihan tangan (tangan kotor). Fasilitas yang diperlukan untuk pencucian tangn yang memadai

adalah bak cuci tangan yang dilengkapi dengan saluran pembuangan tertutup , sabun dan handuk/tissue/mesin pengering (Purnawijayanti, 2001).

Kebersihan tangan sangat penting bagi setiap orang terutama bagi karyawan depot air minum isi ulang. Kebiasaan mencuci tangan sangat memebantu dalam pencegahan penularan bakteri dari tangan. Pada prinsipnya pencucian tangan dilakukan setiap saat setelah menyentuh benda-benda yang dapat menjadi sumber kontaminasi atau cemaran (Asfawi, 2004).

5.2.10 Pekarangan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pelaksanaan hygiene sanitasi depot air minum pada pekarangan masih ditemukan pekarangan yang tidak dijaga kebersihannya. Aspek ini menunjukkan bahwa pekarangan depot air minum ada yang belum memenuhi syarat. Kondisi pekarangan pada depot yang belum memenuhi syarat terlihat kotor dengan sampah yang berserakan disekitar lokasi depot, hal ini dapat menjadi sara perkembangbiakan vektor seperti lalat. Jika vektor terdapat pada lokasi pengolahan air minum, maka vektor tersebut dapat membawa mikroba patogen dan mencemari produk air minum.

Keadaan hygiene sanitasi pekarangan depot yang kurang baik sangat mempengaruhi hasil olahan air minum, dimana pekarangan yang tidak dijaga kebersihannya dapat menjadi tempat bersarangnya berbagai vektor penyebab penyakit. Sehingga dapat menjadi sumber kontaminasi bagi produk air minum yang dihasilkan.

5.3 Pemeriksaan Fisik Depot Air Minum Isi Ulang

Dokumen terkait