• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemeriksaan fisik

Dalam dokumen Diare pada Anak (Halaman 27-39)

Sepsis + Meteorismu s Infeksi sistemik ± Diagnosis 1. Anamnesis

Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare, frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir, dan darah. Bila disertai muntah: volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang, atau tidak kencing dalam 6-8 jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai seperti batuk, pilek, otitis media, campak.

Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare: member oralit, membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obat-obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.

2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernafasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadara, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya, seperti ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut, dan lidah kering atau basah.

Pernafasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolic. Bisingusus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan

Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Rumah Sakit Marinir Cilandak 23 Universitas Peilta Harapan

ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.

Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare dan subyektif dengan menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King, kriteria MMWR, dan lainnya.

Tabel 3 Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003

Simptom Minimal atau

tanpa dehidrasi, Kehilangan BB < 3% Dehidrasi Ringan – Sedang, Kehilangan BB 3-9% Dehidrasi Berat, Kehilangan BB > 9%

Kesadaran Baik Normal, lelah,

gelisah, irritable

Apatis, letargi, tidak sadar

Denyut Jantung Normal Normal -

meningkat

Takikardi,

bradikardia pada kasus berat

Kualitas nadi Normal Normal – melemah Lemah, kecil, tidak teraba

Pernafasan Normal Normal – cepat Dalam

Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong

Air mata Ada Berkurang Tidak ada

Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering Cubitan kulit Segera kembali Kembali < 2 detik Kembali > 2 detik

Capillary refill Normal Memanjang Memanjang,

minimal

Ekstremitas Normal Dingin Dingin, mottled,

sianotik

Kencing Normal Berkurang Minimal

Sumber: adaptasi dari Dugaan C, Santosham M, Glaso RI, MMWR 1992 dan WHO 1995

Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Rumah Sakit Marinir Cilandak 24 Universitas Peilta Harapan

Tabel 4 Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995

Penilaian A B C

Lihat:

* Keadaan umum *mata

*air mata *mulut dan lidah *rasa haus Baik, sadar Normal Ada Basah Minum biasa (tidak haus) Gelisah, rewel Cekung Tidak ada Kering Haus, ingin minum banyak

Lesu, lunglai atau tidak sadar

Sangat cekung dan kering

Kering Sangat kering

Malas minum atau tidak bisa minum Periksa : turgor

kulit

Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat lambat

Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan-sedang

Dehidrasi berat

Terapi Rencana Terapi A Rencana Terapi B

Rencana Terapi C

Sumber: adaptasi dari Dugaan C, Santosham M, Glaso RI, MMWR 1992 dan WHO 1995

Tabel 5 Penentuan derajat dehidrasi menurut system pengakaan-Maurice King (1974)

Bagian tubuh yang diperiksa

Nilai untuk gejala yang ditemukan

0 1 2

Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng, apatis, ngantuk

Mengigau, koma, atau syok

Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang

Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung

Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung

Mulut Normal Kering Kering & sianosis

Denyut nadi/menit Kuat < 120 Sedang 1(120-140) Lemah > 140

Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Rumah Sakit Marinir Cilandak 25 Universitas Peilta Harapan

Hasil yang didapat pada penderita diberi angka 0, 1, atau 2 sesuai dengan table, kemudian dijumlahkan. Bilai nilai 0-2 maka ringan, 3-6 maka sedang dan 7-12 adalah berat.

3. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak diperlukan hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat, contohnya pemeriksaan darah lengkap, kultur urin, dan tinha pada sepsis atu infeksi saluran kemih.

Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan diare akut: Darah: darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa

darah, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika

Urin: urin lengkap, kultur, dan tes kepekaan terhadap antibiotika Tinja

Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa, atau disebabkan oleh infeksi di luar saluran gastrointestinal.

Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebakan infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti: E. histolytica, B. coli, dan T. trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi E. histolytica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada

Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Rumah Sakit Marinir Cilandak 26 Universitas Peilta Harapan

infeksi dengan Salmonella, Giardia, Crytosporidium, dan

Strongyloides.

Tabel 6 Tes laboratorium tinja yang digunakan untuk mendeteksi enteropatogen

Tes Laboratorium Organisme diduga/identifikasi Mikroskopik: lekosit pada tinja Invasif atau bakteri yang

memproduksi sitotoksin Trophozoit, kista, oocysts,

spora

G. lamblia, E. histolytika, Cryptosporidium, I. belli, Cyclospora

Rhabditiform lava Strongyloides

Spiral atau basil gram (-) berbentuk S

Campylobacter jejuni

Kultur tinja: Standard E. coli, Shigella, Salmonella, Camphylobacter jejuni

Kultur tinja: Spesial Y. enterocolitica, V. cholera, V. parahaemolyticus, C. difficile, E.coli, O157:H7

Enzym immunoassay atau latex aglutinasi

Rotavirus, G. lamblia, enteric adenovirus, C. difficile

Serotyping E. coli, O 157 : H7, EHEC, EPEC

Latex aglutinasi setelah broth

enrichment

Salmonella, Shigella

Test yang dilakukan di laboratorium riset

Bakteri yang memproduksi toksin,

EIEC, EAEC, PCR untuk genus

virulen

Sumber: Supraoto10

Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya leukosit dapat memberikan informasi tentang penyebab diare, letak

Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Rumah Sakit Marinir Cilandak 27 Universitas Peilta Harapan

anatomis serta adanya proses peradangan mukosa. Leukosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon. Leukosit yang positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasive atau kuman yang memproduksi sitotoksin seperti Shigella,

Salmonella, C. jejuni, EIEC, C.difficile, Y. enterolytica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides. Leukosut yang ditemukan pada umumnya adalah

leukosit PMN, kecuali pada S. typhii leukosit mononuklear. Tidak semua penderita kolitis terdapat leukosit pada tinjanya, pasien yang terinfeksi dengan E. hystolitica pada umumnya leukosit pada tinja minimal. Parasit yang menyebabkan diare pada umumnya tidak memproduksi leukosit dalam jumlah banyak. Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan untuk mencari telur atau parait kecuali terdapat riwayat baru saja bepergian ke daerah resiko tinggi, kultur tinja negative untuk enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau pada pasien immunocompromised. Pasien yang dicurigai menderita diare yang disebabkan giardiasis, cryptosporidiosis, isosporiasis, dan strongylodiasis di mana pemeriksaan tinja negatif, aspirasi atau biopsi duodenum atau yeyunum bagian atas mungkin diperlukan. Karena organism ini hidup di saluran cerna bagian atas, prosedur ini lebih tepat daripada pemeriksaan tinja. Biopsi duodenum adalah metoda yang spesifik dan sensitive untuk diagnosis giardiasis, strongylodiasis dan protozoa yang membentuk spora. E. hystolitica dapat didiagnosis dengan cara pemeriksaan mikroskopik tinja segar. Trophozoit biasanya ditemukan pada tinja cair sedangkan kista ditemukan pada tinja yang berbentuk. Tehnik konsentrasi dapat membantu untuk menemukan kista amuba. Pemeriksaan serial mungkin

Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Rumah Sakit Marinir Cilandak 28 Universitas Peilta Harapan

diperlukan oleh karena ekskresi kista sering terjadi intermitten. Sejumlah tes serologis amubiasis untuk mendeteksi tipe dan konsentrasi antibody juga tersedia. Serologis test untuk amuba hamper selalu positif pada disentri amuba akut dan amubiasis hati.

Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat

Hemolytic Uremic Syndrome (HUS), diare dengan tinja

berdarah, bila terdapat leukosit pada tinja, KLB diare dan pada penderita immunocompromised.

Oleh karena bakteri tertentu seperti Y. enterocolitica, V.

cholera, V. Parahaemolyticus, Aeromonas, C. difficile, E. coli 0157:H7 dan Camphylobacter membutuhkan prosedur laboratorium khusus untuk identifikasinya, perlu diberi catatan pada label apabila ada salah satu dicurigai sebagai penyebab diare yang terjadi. Deteksi toksin C. difficile sangat berguna untuk diagnosis antimicrobial kolitis. Proctosigmoidoscopy mungkin membantu dalam menegakkan diagnosis pada penderita dengan symptom colitis berat atau penyebab

inflammatory enteritis syndrome tidak jelas setelah dilakukan

pemeriksaan laboratorium terapi.

Penatalaksanaan

Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi Panduan Tata Laksana Pengobatan diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia, dengan merujuk pada panduan WHO. Tata laksana ini sudah mulai diterapkan di rumah sakit- rumah sakit. Rehidrasi bukan satu-satunya strategi dalam penatalaksanaan diare. Memperbaiki kondisi usus dan menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati pasien. Untuk itu, Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua

Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Rumah Sakit Marinir Cilandak 29 Universitas Peilta Harapan

kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit, yaitu:

1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru 2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut 3. ASI dan makanan tetap diteruskan

4. Antibiotik selektif

5. Nasihat kepada orang tua

Rehidrasi denga oralit baru, dapat mengurangi rasa mual dan muntah

Berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi. Oralit formula lama dikembangkan dari kejadian luar biasa diare di Asia Selatan yang terutama disebabkan karena disentri, yang menyebabkan berkurangnya lebih banyak elektrolit tubuh, terutama natrium. Sedangkan diare yang lebih banyak terjadi akhir-akhir ini dengan tingkat sanitasi yang lebih banyak terjadi akhir-akhir ini dengan tingkat sanitasi yang lebih baik adalah disebakan oleh karena virus. Diare karena virus tersebut tidak menyebakan kekurangan elektrolit seberat pada disentri. Karena itu, para ahli diare mengembangkan formula baru oralit dengan tingkat osmolaritas yang lebih rendah. Osmolaritas larutan baru lebih mendekati osmolaritas plasma, sehingga kurang menyebabkan risiko terjadinya hipernatremia.

Oralit

Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah. Keamanan oralit ini sama dengan oralit yang selama ini digunakan, namun efektivitasnya lebih baik daripada oralit formula lama. Oralit baru dengan low osmolaritas ini juga menurunkan kebutuhan suplementasi intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%. Selain itu, oralit baru ini juga telah direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk diare akut non-kolera pada anak.

Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Rumah Sakit Marinir Cilandak 30 Universitas Peilta Harapan

Tabel 7 Komposisi Oralit Baru

Oralit Baru Osmolaritas Rendah Mmol/liter

Natrium 75 Klorida 65 Glucose, anhydrous 75 Kalium 20 Sitrat 10 Total Osmolaritas 245

Ketentuan pemberian oralit formula baru a. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru

b. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang untuk persediaan 24 jam

c. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan ketentuan:

o Untuk anak berumur < 2 tahun: berikan 50-100 ml tiap kali BAB o Untuk anak 2 tahun atau lebih: berikan 100-200ml tiap BAB d. Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa

larutan harus dibuang.

Zinc diberikan selama 10 hari berturur-turut

Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak.

Penggunaan zinc ini memang popular beberapa tahun terakhir karena memilik evidence based yang bagus. Beberapa penelitian telah membuktikannya. Pemberian zinc yang dilakukan di awal masa diare selam 10 hari ke depan secara signifikan menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien. Lebih lanjut, ditemukan bahwa pemberian zinc pada pasien anak penderita kolera dapat menurunkan durasi dan jumlah tinja/cairan yang dikeluarkan.

Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Rumah Sakit Marinir Cilandak 31 Universitas Peilta Harapan

Zinc termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara kehidupan yang optimal. Meski dalam jumlah yang sangat kecil, dari segi fisiologis, zinc berperan untuk pertumbuhan dan pembelahan sel, anti oksidan, perkembangan seksual, kekebalan seluler, adaptasi gelap, pengecapan, serta nafsu makan. Zinc juga berperan dalam system kekebalan tubuh dan meripakan mediator potensial pertahanan tubuh terhadap infeksi.

Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan pada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan absorpsi air dan elektrolit oleh usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush

border apical, dan meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan

pathogen dari usus. Pengobatan dengan zinc cocok diterapkan di negara-negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki banyak masalah terjadinya kekurangan zinc di dalam tubuh karena tingkat kesejahteraan yang rendah dan daya imunitas yang kurang memadai. Pemberian zinc dapat menurunkan frekuensi dan volume buang air besar sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak.

Dosis zinc untuk anak-anak

Anak di bawah umur 6 bulan : 10mg (½ tablet) per hari Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari

Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh dari diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matangm ASIm atau oralit, Untuk anak-anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.

ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama

pada waktu anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti nutrisis yang hilang. Pada diare berdarah nafsu makan akan berkurang. Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase kesembuhan.

Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Rumah Sakit Marinir Cilandak 32 Universitas Peilta Harapan

Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau

kolera. Pemberian antibiotic yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya diare karena akan megganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium

difficile yang akan tumbuh dan menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain itu,

pemberian antibiotic yang tidak rasional akan mempercepat resistensi kuman terhdao antibiotic, serta menambah biaya pengobatan yang tidak perlu. Pada penelitian multiple ditemukan bahwa telah terjadi peningkatan resistensi terhadap antibiotic yang sering dipakai seperti ampisilin, tetrasiklin, kloramfenikol, dan trimetoprim sulfametoksazole dalam 15 tahun ini. Resistensi terhadap antibiotik terjadi melalui mekanisme berikut inaktivasi obat melalui degradasi enzimatik oleh bakteri, perubahan struktur bakteri yang menjadi target antibiotik dan perubahan permeabilitas membran terhadap antibiotic.

Nasihat pada ibu atau pengasuh: kembali segera jika demam, tinja berdarah,

berulang, makan atau minum sedikit, sangat halus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari.

Infeksi usus pada umumnya self limited, tetapi terapi non spesifik dapat membantu penyembuhan pada sebagian pasien dan terapi spesifik, dapat memperpendek lamanya sakit dan memberantas organism penyebabnya. Dalam merawat penderita dengan diare dan dehidrasi terdapat beberapa pertimbangan terapi:

1. Terapi cairan dan elektrolit 2. Terapi diet

3. Terapi non spesifik dengan antidiare 4. Terapi spesifik dengan antimikroba

Walaupun demikian, berdasarkan penelitian epidemiologis di Indonesia dan negara berkembang lainnya, diketahui bahwa sebagian besar penderita diare biasanya masih dalam keadaan dehidrasi ringan atau belum dehidrasi. Hanya sebagian kecil dengan dehidrasi lebih berat dan memerlukan perawatan di sarana

Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Rumah Sakit Marinir Cilandak 33 Universitas Peilta Harapan

kesehatan. Perkiraan secara kasar menunjukkan dari 1000 kasus diare yang ada di masyarakat, 900 dalam keadaan dehidrasi ringan, 90 dalam keadaan dehidrasi sedang dan 10 dalam keadaan dehidrasi berat, 1 diantaranya disertai komplikasi serta penyakit penyerta yang penatalaksanaannya cukup rumit. Berdasarkan data diatas, sesuai dengan panduan WHO, pengobatan diare akut dapat dilaksanakan secara sederhana yaitu dengan terapi cairan dan elektrolit per oral serta melanjutkan pemberian makanan, sedangkan terapi non-spesifik dengan anti diare tidak direkomendasikan dan terapi antibiotika hanya diberikan bila ada indikasi. Pemberian cairan dan elektrolit secara parenteral hanya untuk kasus dehidrasi berat.

Terapi Cairan dan Pemberian Makanan ada GEA tanpa Penyulit

Dehidrasi Rehidrasi Waktu Cairan Pencegahan Dehidrasi Makan Minum Tanpa dehidrasi - - 10-20 cc/kgBB / tiap BAB, Oralit ASI diteruskan. Susu formula diteruskan dengan mengurangi makanan berserat, ekstra 1 porsi Ringan-sedang 4 jam 75 cc (½ gelas) oralit/kgBB atau ad libitum sampai tanda-tanda dehidrasi hilang Idem Dapat ditangguhkan sampai anak menjadi segar

Berat 4 jam IVFD RL 30cc/kg

BB

tetes/kgBB/menit, Oralit ad libitum segera setelah

Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Rumah Sakit Marinir Cilandak 34 Universitas Peilta Harapan

anak bisa minum Monitoring dilakukan tiap 1 jam

Setelah rehidrasi

Idem penderita tanpa dehidrasi

Patokan koreksi cairan melalui NGD (Nasogastrik Drip) adalah:

- Nadi masih dapat diraba dan masih dapat dihitung - Tidak ada meteorismus

- Tidak ada penyulit yang mengharuskan kita memakai cairan IV

- Dikatakan gagal jika dalam 1 jam pertama muntah dan diare terlalu banyak atau syok bertambah berat.

Dalam dokumen Diare pada Anak (Halaman 27-39)

Dokumen terkait