• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terapi medikamentosa

Dalam dokumen Diare pada Anak (Halaman 45-55)

Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare, seperti antibiotika, antidiare, adsorben, antiemetic, dan obat yang mempengaruhi mikroflora usus. Beberapa obat mempunyai lebih dari satu mekanisme kerja, banyak diantaranya mempunyai efek toksik sistemik dan sebagian besar tidak direkomendasikan untuk anak umur kurang dari 2-3 tahun. Secara umum,, dikatakan bahwa obat-obat tersebut tidak diperlukan untuk pengobatan diare akut.

Antibiotik

Antibiotika pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh karena sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self-limited dan tidak dapat dibunuh dengan antibiotika.

Hanya sebagian kecil (10-20%) yang disebabkan oleh bakteri pathogen seperti

V. cholera, Shigella, Enterotoksigenik E. coli, Salmonella, Campylobacter,

Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Rumah Sakit Marinir Cilandak 41 Universitas Peilta Harapan

Tabel 8 Antibiotika pada diare

Penyebab Antibiotik Pilihan Alternatif

Kolera Tetracycline

12,5 mg/kgBB

4x sehari selama 3 hari

Erythromycin 12,5 mg/kgBB

4x sehari selama 3 hari Shigella dysentery Ciprofloxacin

15 mg/kgBB

2x sehari selama 3 hari

Pivmecillinam 20 mg/kgBB

4x sehari selama 5 hari

Ceftriaxone 50-100 mg/kgBB 1x sehari IM selama 2-5 hari Amoebiasis Metronidazole 10 mg/kgBB

3x sehari selama 5 hari (10 hari pada kasus berat) Giardiasis Metronidazole

10 mg/kgBB

3x sehari selama 5 hari

Sumber : WHO 2006

Obat antidiare

Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan praktis dan tidak diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak. Beberapa dari obat-obat ini berbahaya. Produk yang termasuk dalam kategori ini adalah:

Adsorben

Contoh: kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal, cholesteramine.

Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Rumah Sakit Marinir Cilandak 42 Universitas Peilta Harapan

Obat-obat ini dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar kemampuannya untuk mengikat dan menginaktifasi toksin bakteri atau bahan lain yang menyebabkan diare serta dikatakan mempunyai kemampuan melindungi mukosa usus. Walaupun demikian, tidak ada bukti keuntungan praktid dari penggunaan obat ini untuk pengobatan rutin diare akut pada anak.

Antimotilitas

Contoh: loperamide, hydrochloride, diphenoxylate dengan atropine, tincture opii, paregoric, codein.

Obat-obatan ini dapat mengurangi frekuensi diare pada orang dewasa akan tetapi tidak mengurangi volume tinja pada anak. Lebih dari itu dapat menyebabkan ileus paralitik yang berat yang dapat fatal atau dapat memperpanjang infeksi dengan memperlambat eliminasi dari organism penyebab. Dapat terjadi efek sedative pada dosis normal. Tidak satu pun dari obat-obatan ini boleh diberikan pada bayi dan anak dengan diare.

Bismuth Subsalicylate

Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran tinja pada anak dengan diare akut sebanyak 30% akan tetapi, cara ini jarang digunakan.

Kombinasi Obat

Banyak produk kombinasi adsorben, antimikroba, antimotilitas atau bahan lain. Produsen obat mengatakan bahwa formulasi ini baik untuk digunakan pada berbagai macam diare. Kombinasi obat semacam ini tidak rasional, mahal dan lebih banyak efek samping daripada bila obat ini digunakan sendiri-sendiri. Oleh karena itu, tidak ada tempat untuk menggunakan ibat ini pada anak dengan diare.

Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Rumah Sakit Marinir Cilandak 43 Universitas Peilta Harapan

Obat-obat lain:

Anti muntah

Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan chlorpromazine yang dapat menyebabkan mengantuk sehingga mengganggu pemberian terapi rehidrasi oral. Oleh karena itu, obat anti muntah tidak digunakan pada anak dengan diare, muntah karena biasanya berhenti bila penderita telah terehidrasi.

Cardiac stimulant

Renjatan pada diare akut disebabkan oleh karena dehidrasi dan hipovolemi. Pengobatan yang tepat adalah pemberian cairan parenteral dengan elektrolit yang seimbang. Penggunaan cardiac stimulant dan obat vasoaktif seperti adrenalin, nicotinamide, tidak pernah diindikasikan.

Darah atau plasma

Darah, plasma, atau plasma expander tidak diindikasikan untuk anak dengan dehidrasi oleh karena diare. Yang dibutuhkan adalah penggantian dari kehilangan air dan elektrolit. Walaupun demikianm terapi rehidrasi tersebut dapat diberikan untuk penderita dengan hipovolemia oleh karena renjatan septik.

Steroid

Tidak memberikan keuntungan dan tidak diindikasikan Tabel 9 Beberapa Penyulit Gastroenteritis Akut dan Penanggulangannya

Jenis Penyulit Jumlah cairan Terapi

Medikamentosa

Ket

KKP I-II Sesuai GEA murni Sesuai kausa / penyakit penyerta KKP II Maras : 250 cc/kgBB Kwash : 200 cc/kgBB

Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Rumah Sakit Marinir Cilandak 44 Universitas Peilta Harapan

Ensefalitis ¾ kebutuhan Sesuai Ensefalitis Meteorismus ¾ kebutuhan Antibiotic

profilaksis

**

Meningitis Purulenta

¾ kebutuhan Sesuai menpur

Dehidrasi hipertonik

Sesuai skema di bawah

Sesuai etiologi ***

Gagal Ginjal Akut 30 cc kg/BB + volume urin 1 hari sebelumnya + 12% setiap kenaikan suhu 10C Sesuai GGA Impending Decomp Cordis ¾ kebutuhan Digitalisasi

* Diberikan pada bronkopneumonia dimana anak sangat sesak dan sistim kardiovaskular tidak mungkin menerima terapi rehidrasi cepat

** Akibat lanjut dari meteorismus adalah terjadinya ballooning effect, langkah-langkah; untuk mengatasi ini adalah dengan melakukan dekompresi :

- Dari atas dengan sonde lambung yang dihisap secara berkala - Dari bawah dengan memasang schorstein

- Menghentikan makanan peroral (sesuai dengan beratnya meteorismus), member makanan parenteral sedini mungkin, memberikan antibiotika profilaksis.

*** Dasar klinis diagnosis dehidrasi hipertonis:

- Klinis : turgor yang relatif baik, rasa haus yang sangat nyata, kejangyang biasanya timbul setelah terapi cairan

Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Rumah Sakit Marinir Cilandak 45 Universitas Peilta Harapan

Tabel 10 Terapi cairan dehidrasi hipertonik Jumlah Cairan ml/kgBB Waktu jam ke- Jumlah tetesan Tts/kgBB/ mencret

Jenis cairan yang diberikan sesuai frekuensi nadi 120 120-140 140-160 >160 Filiformis 60 1 DG RL RL RL RL 2 DG DG RL RL RL 3 DG DG DG RL RL 4 DG DG DG DG RL 190 5-20 23/8 DG DG DG DG DG Komplikasi

Beberapa masalah mungkin terjadi selama pengobatan rehidrasi. Beberapa diantaranya membutuhkan pengobatan khusus.

Gangguan Elektrolit

Hipernatremia

Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik dan paling aman.

Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan 0,45% saline – 5 % dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairang menggunakan berat badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normal lanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali natrium pasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline – 5 % dextrose, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap 500ml cairan infuse setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya

Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Rumah Sakit Marinir Cilandak 46 Universitas Peilta Harapan

pemberian diet normal dapat mulai diberikan. Lanjutkan pemberian oralit 10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti.

Hiponatremia

Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya mengandung sedikit garam, dapat terjadi hipontremia (Na < 130 mol/L). Hipontremia sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan oedema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari hamper semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu memakai Ringer Laktat atau Normal Saline. Kadar Natrium koreksi (mEq/L) = 125-kadar Na serum yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L.

Hiperkalemia

Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB iv pelan-pelan dalam 5-10 menut dengan monitor detak jantung.

Hipokalemia

Dikatakan hipokalemia bila K < 3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut kadar K : jika kalium 2,5 – 3,5 mEq/L diberikan per oral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila < 2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam 4 jam. Dosisnya: (3,5 – kadar K terukur x BB x 0,4 + 2mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam, kemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5 – kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB).

Hipokalemi dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemi dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat dikoreksi dengan menggunakan oralit

Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Rumah Sakit Marinir Cilandak 47 Universitas Peilta Harapan

dan memberikan makanan yang kaya kalium selama diare dan sesudah diare berhenti.

Kegagalan Upaya Rehidrasi Oral

Kegagalan upaya rehidrasi oral dapat terjadi pada keadaan tertentu misalnya pengeluaran tinja cair yang sering dengan volume yang banyak, muntah yang menetap, tidak dapat minum, kembung dan ileus paralitik, serta malabsorbsi glukosa. Pada keadaan-keadaan tersebut mungkin penderita harus diberikan cairan intravena.

Kejang

Pada anak yang mengalami dehidrasi, walaupun tidak selalu, dapat terjadi kejang sebelum atau selama pengobatan rehidrasi. Kejang tersebut dapat disebabkan oleh karena hipoglikemi, kebanyakan terjadi pada bayi atau anak yang gizinya buruk, hiperpireksia, kejang terjadi bila panas tinggi, misalnya melebihi 400C, hipernatremi atau hiponatremi.

Pencegahan

Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara: 1. Mencegah penyebaran kuman pathogen penyebab diare

Kuman-kuman pathogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal-oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif, meliputi:

a. Pemberian ASI yang benar

b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI c. Penggunaan air bersih yang cukup

d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum makan

e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga

Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Rumah Sakit Marinir Cilandak 48 Universitas Peilta Harapan

f. Membuang tinja bayi yang benar 2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu (host)

Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan dapat mengurangi resiko diare, antara lain:

a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun

b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan member makan dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak c. Imunisasi campak

Akhir-akhir ini banyak diteliti tentang peranan probiotik, prebiotik, dan seng dalam pencegahan diare.

Probiotik

Probiotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam makanan yang difermentasi yang menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan mikroflora intestinal yang lebih baik. Pencegahan diare dapat dilakukan dengan pemberian probiotik dalam waktu yang panjang terutama untuk bayi yang tidak minum ASI. Pada sistematik review yang dilakukan Komisi Nutrisi ESPGHAN (Eropean Society of Gastroenterology Hepatology and Nutrition) pada tahun 2004, didapatkan laporan-laporan yang berkaitan dengan peran probiotik untuk pencegahan diare. Saavedra dkk tahun 1994, melaporkan pada penelitiannya bahwa susu formula yang disuplementasi dengan Bifidobacterium lactis dan

Streptococcus thermophilus bila diberikan pada bayi dan anak usia 5-24 bulan

yang dirawat di Rumah Sakit dapat menurunkan angka kejadian diare dari 31% menjadi 7%, infeksi rotavirus juga berkurang dari 39% pada kelompok placebo menjadi 10% pada kelompok probiotik. Penelitian Phuapradit P. dkk di Thailand pada tahun 1999 menunjukan bahwa bayi yang minum susu formula yang mengandung probiotik Bifidobacterium Bb 12 dan Streptococcus thermophylus lebih jarang menderita diare oleh karena infeksi rotavirus.

Oberhelman RA dkk tahun 2002 melaporkan penggunaan Lactobacillus GG di Peru pada komunitas dengan resiko tinggi diare dapat menurunkan episode diare terutama pada anak-anak usia 18-29 bulan dibandingkan dengan placebo

Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Rumah Sakit Marinir Cilandak 49 Universitas Peilta Harapan

(4,7 v 5,9 episod/anak/thn dengan p=0,0005), akan tetapi penelitian yang sama di Finlandia tahun 2001 tidak menemukan adanya efek proteksi pada konsumsi jangka lama susu formula yang disuplementasi dengan probiotik.

D’Souza dkk tahun 2002 melaporkan bahwa probiotik jika diberikan bersama-sama dengan antibiotika mengurangi resiko “Antibiotic Associated

Diaorrhea”.

Kemungkinan mekanisme efek probiotik dalam pencegahan diare melalui perubahan lingkungan mikro lumen usus (pH, oksigen), produksi bahan anti mikroba terhadap beberapa pathogen usus, kompetisi nutrient, mencegah adhesi kuman pathogen pada enterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin efek trofik terhadap mukosa usus melalui penyediaan nutrient dan imunomodulasi.

Disimpulkan bahwa beberapa probiotik potential mempunyai efek protektif terhadap diare, tetapi masih diperlukan penelitian dan evaluasi lebih lanjut termasuk efektifitas dan keamanannya, walaupun sejauh ini penggunaan probiotik pada percobaan klini dikatakan aman.

Surveilans diperlukan untuk mencari kemungkinan efek samping seperti infeksi pada kelompok resiko tinggi antara lain bayi premature dan pasien

immunocompromised.

Prebiotik

Prebiotik bukan merupakan mikroorganisme akan tetapi bahan makanan. Umumnya kompleks karbohidrat yang bila dikonsumsi dapat merangsang pertumbuhan flora intestinal yang menguntungkan kesehatan.

Oligosacharida yang ada di dalama ASI dianggap sebagai prototype prebiotik karena dapat merangsang pertumbuhan Lactobacilli dan Bifidobacteria di dalam kolon bayi yang minum ASI, Data menunjukan angka kejadian diare akut lebih rendah pada bayi yang minum ASI. Tetapi pada dua penelitian RCT di Peru tahun 2003, bayi-bayi di komunitas yang diberi cereal yang disuplementasi dengan Fruktooligosakarida (FOS) tidak menunjukan penurunan angka kejadian diare. Penemuan lain yang dilakkan di Yogyakarta pada tahun 1998, suatu penelitian RCT yang melibatkan 124 penderita diare dengan tanpa melihat

Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Rumah Sakit Marinir Cilandak 50 Universitas Peilta Harapan

penyebabnya menunjukkan adanya perbedaan bermakna lamanya diare, dimana pada penderita yang mendapat FOS lebih pendek masa diarenya disbanding placebo.

Rekomendasi penggunaannya untuk aspek pencegahan diare akut masih perlu menunggu penelitian-penelitian selanjutnya.

Prognosis

Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Penderita dipulangkan apabila ibu sudah dapat/sanggup membuat/memberikan oralit kepada anak dengan cukup walaupun diare masih berlangsung dan diare bermasalah atau dengan penyakit penyerta sudah diketahui dan diobati

Dalam dokumen Diare pada Anak (Halaman 45-55)

Dokumen terkait