• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemeriksaan laboratorium a. Pemeriksaan darah

Dalam dokumen Diare pada Anak (Halaman 61-74)

II. 2. Diare Kronis dan Diare Persisten

3. Pemeriksaan laboratorium a. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah standar meliputi pemeriksaan hitung darah lengkap, elektrolit, ureum darah, tes fungsi hati, vitamin B12 folat, kalsium, feritin, laju endap darah, dan protein C-reaktif.

Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Rumah Sakit Marinir Cilandak 57 Universitas Peilta Harapan

i. Makroskopis : warna , konsistensi, adanya darah, lendit ii. Mikroskopis :

1. Darah samar dan leukosit yang positif (>10/lpb) menunjukkan kemungkinan adanya peradangan pada kolon bagian bawah.

2. pH tinja yang rendah menunjukkan adanya maldigesti dan malabsorbsi karbihidrat di dalam usus kecil yang diikuti fermentasi oleh bakteri yang ada di dalam kolon 3. Clinitest, untuk memeriksa adanya substansi reduksi

dalam sample tinja yang masih baru, yang menunjukkan adanya malabsorbsi karbohidrat

4. Breath hydrogen test digunakan untuk evaluasi malabsorbsi karbohidrat

5. Uji kualitatif ekskresi lemak di dalam tinja dengan pengecatan butir lemak, merupakan skrining yang cepat dan sederhana untuk menentukan adanya malabsorbsi lemak

6. Biakan kuman dalam tinja untuk mendapat informasi tentang flora usus dan kontaminasi

7. Pemeriksaan parasit (Giardia lamblia, cacing) c. Pemeriksaan radiologi/endoskopi:

Pada saluran gastrointestinal membantu mengidentifikasi cacat bawaan (malrotasi, stenosis) dan kelainan-kelainan seperti limfangiektasis, inflammatory bowel disease, penyakit Hirschsprung, enterokolitis nekrotikans.

Terapi

Manajemen diare persisten harus dilakukan secara bertahap meliputi: 1. Penilaian awal, resusitasi, dan stabilisasi

Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Rumah Sakit Marinir Cilandak 58 Universitas Peilta Harapan

Pada tahap ini, perlu dilakukan penilaian status dehidrasi dan rehidrasi secepatnya. Diare persisten seringkali disertai gangguan elektrolit sehingga perlu dilakukan koreksi elektrolit, khususnya pada kondisi hipokalemia dan asidosis. Pemberian antibiotic spectrum luas harus dipertimbangkan pada anak-anak yang menunjukkan gambaran kondisi kegawatan atau infeksi sistemik sebelum hasil kultur diperoleh.

2. Pemberian nutrisi

a. Kebutuhan dan jenis diet pada diare persisten/kronis

Kebutuhan energy dan protein pada diare persisten/kronis berturut-turut sebesar 100kcal/kg/hari dan 2-3 g/kg/hari, sehingga diperlukan asupan yang mengandung energy 1kcal/g. Pilihan terapi nutrisi dapat meliputi:

i. Diet elemental

Komponen-komponen yang terkandung dalam diet elemental terdiri atas asam amino kristalin atau protein hidrosilat, mono- atau disakarida, dan kombinasi trigliserida rantai panjang atau sedang. Kelemahan diet elemental ini adalah harganya mahal. Selain itu, rasanya yang tidak enak membuat diet ini sulit diterima oleh anak-anak sehingga membutuhkan pemasangan pipa nasogastrik untuk mendapatkan hasil maksimal. Oleh karena itu, diet elemental mayoritas hanya digunakan di negara maju.

ii. Diet berbahan dasar susu

Diet berbahan dasar susu yang utama adalah ASI. ASI memiliki keunggulan dalam mengatasi dan mencegah diare persisten, antara lain mengandung nutrisi dalam jumlah yang mencukupi, kadar laktosa yang tinggi (7 gram laktosa/100 gram ASI, pada susu non-ASI sebanyak 4,8 gram laktosa/100 gram) namun mudah diserap oleh system pencernaan bayi, serta membantu pertahanan tubuh dalam mencegah infeksi.

Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Rumah Sakit Marinir Cilandak 59 Universitas Peilta Harapan

Proses pencernaan ASI di lambung berlangsung lebih cepat dibandingkan susu non-ASI, sehingga lambung cepat kembali ke kondisi pH rendah, dengan demikian dapat mencegah invasi bakteri ke dalam saluran pencernaan. ASI juga membantu mempercepat pemulihan jaringan usus pasca infeksi karena mengandung epidermal growth factors.

iii. Diet berbahan dasar daging ayam

Keunggulan makanan berbahan dasar ayam antara lain bebas laktosa, hipoosmolar, dan lebih murah. Sejumlah studi telah menunjukkan bahwa pemberian diet berbahan dasar unggas pada diare persisten memberikan hasil perbaikan yang signifikan. Tesis S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Gizi Masyarakat FK UGM dengan single blind,

randomized-controlled trial menunjukkan durasi diare yang mendapat

bubur ayam dibandingkan yang mendapat bubur tempe (1,92±0,66 vs 2,64 ± 0,89, p 0,034). Namun demikian, mengingat harga bubur refeeding ayam empat kali lebih tinggi daripada bubur refeeding tempe, penggunaan bubur tempe dapat menjadi pilihan tatalaksana diare pada situasi keterbatasan kondisi ekonomi.

b. Pemberian mikronutrien

Defisiensi zinc, vitamin A, dan besi pada diare persisten/kronis diakibatkan asupan nutrisi yang tidak adekuat dan pembuangan mikronutrien melalui defekasi. Suplementasi multivitamin dan mineral harus diberikan minimal dua RDA (Recommended Daily Allowances) selama dua minggu. Satu RDA untuk anak umur 1 tahun meliputi asam folat 50mikrogram, zinc 10mg. WHO (2006) merekomendasikan suplementasi zinc untuk anak berusia ≤ 6 bulan sebesar 10 mg (½ tablet) dan untuk anak berusia > 6 bulan sebesar 20 mg (1 tablet), dengan masa pemberian 10-14 hari. Meta-analisis yang dilakukan The

Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Rumah Sakit Marinir Cilandak 60 Universitas Peilta Harapan

Zinc Investigor Collaborative Group menunjukkan bahwa pemberian

zinc menurunkan probabilitas pemanjangan diare akut sebesar 24% dan mencegah kegagalan terapi diare persisten sebesar 42%.

c. Probiotik

Gaon et al. (2003) mengungkapkan bahwa pemberian susu yang mengandung Lactobacillus casei, Lactobacillus acidophilus dan

Saccharomyces boulardii pada penderita diare persisten selama 5 hari

menurunkan jumlah tinja, durasi diare, dan durasi muntah yang menyertai. Meta-analisis yang dilakukan Johnston et al. (2006) menunjukkan bahwa pemberian probiotik dapat mencegah terjadinya

antibiotic-associated diarrhea.

d. Tempe

Anak yang mendapat bahan makanan campuran tempe-terigu berhenti diare setelah 2,39 ± 0,09 hari (rerata), lebih cepat bila dibandingkan dengan anak yang mendapat bahan makanan campuran beras-susu (rata-rata 2,94 ± 0,33 hari). Sebuah studi uji klinis randomized

controlled double-blind yang berbahan dasar tempe dapat mempersingkat durasi diare akut serta mempercepat pertambahan berat badan setelah menderita satu episode diare akut.

Nutrisi enteral

o Kandungan formula yang ditetapkan meliputi i. Karbohidrat

Karbohidrat akan dipecah oleh enzim oligosakaridase dalam mikrovili menjadi monosakarida yang akan diabsorbsi ke dalam enterosit. Terdapat 4 enzim oligosakaridase yang berbeda dalam mikrovili yaitu maltase (glukosa), amylase (glukosa a-dekstrinase), lactase, dan trehalase. Semua enzim ini berkurang pada penyakit yang mengenai mukosa usus halus. Lactase merupakan enzim yang paling peka dan paling akhir pulih apabila terjadi kerusakan mukosa.

Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Rumah Sakit Marinir Cilandak 61 Universitas Peilta Harapan

ii. Lemak

Lemak merupakan mikronutrien yang paling padat kandungan kalorinya. Pemberian lemak pada penderita diare kronik sangat penting karena sering disertai keterbatasan pemasukan kalori. iii. Protein

Kebutuhan anak akan protein dapat dipenuhi dengan penggunaan protein utuh, protein hidrosilat, asam amino, atau gabungan.

iv. Vitamin dan mineral

Kekurangan vitamin dan mineral dapat terjadi pada anak kedatipun dan pemasukan kalori yang cukup apabila terdapat malabsorbsi lemak atau terjadi interaksi obat/nutrient dengan diet yang sangat khusus

o Formula yang paling baik diberikan pada diare kronik ialah yang mengandung glukosa primer, bebas laktosa mengandung protein hidrolisat, medium chain triglyceride, osmolaritas kurang sedikit dari 600 mOsm/l dan bersiat hipoalergik atau yang mengandung short

chain peptide

o Menaikkan jumlah formula dilakukan perlahan-lahan, mula-mula dianjurkan konsentrasi 1/3 IV, selanjutnya dinaikkan menjadi 2/3 oral : 1/3 IV dan bila keadaan sudah cukup baik (kenaikan BB minimal 1kg) diberikan pregestimil dalam konsentrasi penuh

o Pemberian melalui pipa nasogastrik diperlukan apabila bayi/anak tidak mampu atau tidak mau menerima makanan secara oral, namun keadaan saluran gastrointestinalnya masih berfungsi. Pemberian nutrisi

dilakukan dengan meningkatkan kecepatan dan kadar formula secara bertahap sampai mencapai kebutuhan nutrisi anak.

o Komplikasi nutrisi enteral: i. Hidrasi berlebih ii. Hiperglikemia

Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Rumah Sakit Marinir Cilandak 62 Universitas Peilta Harapan

iii. Azotemia (konsumsi protein berlebih) iv. Hipervitaminosis K

v. Dehidrai sekunder karena diare

vi. Gangguan elektrolit dan mineral (terutama akibat muntah dan diare)

vii. Gagal tumbuh sekunder akibat pemasukan energy tidak cukup viii. Aspirasi

ix. Defisiensi nutrisi sekunder karena kesalahan formula

Nutrisi parenteral

o Nutrisi parenteral merupakan teknik untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh melalui jalan intravena. Nutrien khusus terdiri atas air, dekstrosa, asam amino, emulsi lemak, mineral, vitamin, trace elemen. Jalur ini jangan digunakan apabila penderita masih mempunyai saluran gastrointestinal yang masih berfungsi serta masih dimungkinkan pemberian secara peroral, enteral, ata gastrostomi. Pada umumnya tidak digunakan untuk waktu kurang dari 5 hari.

o Indikasi nutrisi Ament ME, 1993: Tabel 11 Indikasi nutrisi

Disfungsi Usus Penyakit yang diperkirakan berlangsung 7 hari Intractable vomiting Pankreatitis berat

Diare Penyakit usus beradang berat, intoleransi

Ileus Makanan enteral

Obstruksi usus halus Karena trauma / pembedaan berat atau sepsis Malabsorbsi Kanker pseudo-obstruksi intestinal

Penghentian makanan Kerusakan mukosa parah, sindroma usus pendek enteritis

Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Rumah Sakit Marinir Cilandak 63 Universitas Peilta Harapan

radiasi

o Kebutuhan pada nutrisi parenteral: i. Kalori

Tabel 12 Kebutuhan kalori per berat badan (Ament,1993):

Umur Perkiraan Kebutuhan Kalori per hari (Kkal/kg) Neonatus

BBLR 150

BBL normal 100-200 Anak 0-10 kg 100

11 – 20 kg 1.000 kkal/kg + 50 kkal/kg untuk setiap kg >10kg > 20 kg 1.500 kkal/kg + 20 kkal/kg untuk setiap kg >20kg

Pada beberapa keadaan diperlukan penambahan kebutuhan kalori: panas (12% per setiap kenaikan 10C di atas 370C),gagal jantung (15-20%), pembedahan besar (20-30%), kombusio (sampai 100%), dan sepsis berat (25%).

ii. Cairan

Tabel 13 Kebutuhan cairan sesuai umur (Ament ME, 1993)

Berat Badan Kebutuhan cairan (ml/kg)

<10 kg 100 ml

10-20 kg 1.000 ml + 50 ml/kg untuk setiap kg > 10kg <20 kg 1.500 ml + 20 ml/kg untuk setiap kg > 20

kg

iii. Karbohidrat

o Dekstrosa merupakan sumber utama kalori non protein yang memberikan 3,4 kkal/gram dalam bentuk

monohidrat.

o Keterbatasannya adalah terjadinya phlebitis apabila kadar > 10-12,5%

Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Rumah Sakit Marinir Cilandak 64 Universitas Peilta Harapan

o Pemberian dilakukan secara bertahap untuk memberikan kesempatan respon tubuh dalam

memproduksi insulin endogen dan mencegah terjadinya glikosuria.

iv. Asam amino

Tabel 14 Kebutuhan asam amino menurut usia (Ament ME, 1993)

Umur Kebutuhan

(gr protein/kg/hari)

Mulai pemberian

Bayi prematur 2,5 – 3 0,5 gram

protein/kg/hari

dinaikan 0,5 gram protein/kg/hari

Bayi 0-1 tahun 2,5 – 3 1 gram protein/kg/hari dinaikan 0,5 gram protein/kg/ hari per hari

Anak 2-13 tahun 1,5 – 2 Remaja – Dewasa 1 – 1,5

v. Lemak

o Selain untuk memenuhi kebutuhan kalori, lemak menyediakan asam lemak essensial untuk pertumbuhan bayi dan anak, dan menunjang perkembangan yang normal.

o Preparat lemak intravena tersedia dalam larutan 10% (1 kkal/ml) dan 20% (2 kkal/ml)

o Minimal 2-4% dari kebutuhan kalori total diberikan berupa lemak intravena untuk menghindari terjadinya defisiensi asam lemak yang dapat dicapai dengan penggunaan 0,5 – 1 gram emulsi lemak/kg/hari

Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Rumah Sakit Marinir Cilandak 65 Universitas Peilta Harapan

o Defisiensi asam lemak paling awal terjadi pada neonates dalam 2 hari dengan tanda kecepatan pertumbuhan yang lambat, kulit kering bersisik, pertumbuhan rambut berkurang, trombositopeni, peka terhadap infeksi dan gangguan penyembuhan luka. vi. Elektrolit

Tabel 15 Kebutuhan elektrolit intravena (Ament ME, 1993):

Elektrolit Dosis anak (mEq/kg/24 jam) Dosis Bayi (mEq/kg/24 jam) Na 3 – 4 2 – 8 K 2 – 3 2 – 6 Cl 2 – 4 0 – 6 Ca 0,5 – 1 0,9 – 2,3 Fosfat 2 1 – 1,5 Mg 0,25 – 0,5 0,25 – 0,5 3. Terapi farmakologis

Terapi antibiotik rutin tidak direkomendasikan karena terbukti tidak efektif. Antibiotik diberikan hanya jika terdapat tanda-tanda infeksi, baik infeksi intestinal maupun ekstra-intestinal. Jika dalam tinja didapatkan darah, segera diberikan antibiotic yang sensitive untuk shigellosis. Metronidazole oral (50mg/kg dalam 3 dosis terbagi) diberikan pada kondisi adanya trofozoit

Entamoeba histolytica dalam sel darah, adanya trofozoit Giardia lamblia pada

tinja, atau jika tidak didapatkan perbaikan klinis pada pemberian dua antibiotic berbeda yang biasanya efektif untuk Shigella. Jika dicurigai penyebab adalah infeksi lainnya, antibiotic disesuaikan dengan hasil biakan tinja dan sensitivitas.

Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Rumah Sakit Marinir Cilandak 66 Universitas Peilta Harapan

a. Obat anti diare (kaolin, pectin, difenoksilat) tidak perlu diberikan karena tidak satupun yang memberikan efek positif

b. Kortikosteroid

Pada anak dengan colitis ulseratif, pemberian enema steroid pada tahap awal memberikan respon yang baik, dan pada beberapa anak mendapat kombinasi dengan steroid sistemik

c. Immunosupressif, seperti Azathioprine digunakan pada penyakit Chron apabila pengobatan konvensional tidak mungkin.

d. Kolesteramin

Penggunaan kolestiramin sangat bermanfaat pada diare kronik, terutama malabsorbsi asam empedu serta pada infeksi usus karena bakteri (mengikat toksin).

e. Operasi

Indikasi operasi adalah pada diare kronis pada kasus-kasus bedah seperti penyakit Hirschprung, enterokolitis nekrotikans. Namun hanya dilakukan setelah keadaan umum membaik.

4. Follow up

Follow up diperlukan untuk memantau tumbuh kembang anak sekaligus

memantau perkembangan hasil terapi. Anak-anak yang tidak menunjukkan perbaikan dengan terapi diare persisten membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut untuk menyingkirkan kemungkinan intractable diarrhea, yaitu diare yang berlangsung ≥ 2 minggu di mana 50% kebutuhan cairan anak harus diberikan dalam bentuk intravena. Diare ini banyak ditemukan di negara maju, dan berhubungan dengan kelainan genetic. Kegagalan manajemen nutrisi ditandai dengan adanya peningkatan frekuensi berat badan dalam waktu 7 hari.

Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Rumah Sakit Marinir Cilandak 67 Universitas Peilta Harapan

Sumber: Bhutta

Faktor Risiko dan Pencegahan

Malnutrisi, defisiensi mikronutrien dan defisiensi status imun pasca infeksi atau trauma menyebabkan terlambatnya perbaikan mukosa usus, sehingga menjadi kontribusi utama terjadinya diare persistensi.

Tabel 16 Faktor-faktor risiko terjadinya diare persisten

Faktor bayi Bayi berusia < 12 bulan

Berat badan lahir rendah (<2500 gram0 Bayi atau anak dengan malnutirsi Anak-anak dengan gangguan imunitas Riwayat infeksi slauran nafas

Faktor maternal Ibu berusia muda dengan pengalaman yang terbatas dalam merawat bayi

Tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu mengenai higienis, kesehatan dan gizi, baik menyangkut ibu sendiri ataupun bayi

Pengetahuan, sikap, dan perilaku dalam pemberian ASI serta makanan pendamping ASI

Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Rumah Sakit Marinir Cilandak 68 Universitas Peilta Harapan

Pemberian susu pada bayi Pengenalan susu non-ASI Penggunaan botol susu Riwayat infeksi

sebelumnya

Riwayat diare akut dalam waktu dekat (khususnya pada bayi < 12 bulan)

Riwayat diare persisten sebelumnya Penggunaan obat

sebelumnya

Obat antidiare, karena berhubungan dengan menurunnya motilitas gastrointestinal

Antimikroba, termasuk antibiotic dan anti-parasit

Sumber: WHO

Kelompok penderita diare persisten terbanyak adalah kelompok usia < 12 bulan. Hal ini didukung dengan studi Fraser et al (1998) yang mengemukakan bahwa kejadian diare persisten paling banyak pada anak usia ≤ 3 bulan. Studi yang dilakukan di Bangladesh menunjukkan bahwa rata-rata usia anak penderita diare persisten adalah 10,7 bulan. Baqui et al (1993) menyatakan bahwa kelompok usia terbanyak penderita diare persisten adalah usia kurang dari 1 tahun.

Kejadian diare persisten sangat terkait dengan pemberian ASI dan makanan. Penderita diare persisten rata-rata mendapatkan ASI eksklusif 2,5 bulan lebih singkat dibandingkan kelompok control. Penundaan pemberian ASI pertama pada awal kelahiran juga merupakan salah satu faktor risiko diare persisten. Pemberian makanan pendamping terlalu dini meningkatkan risiko kontaminasi sehingga insidensi diare persisten semakin tinggi. Oleh karena itu, pencegahan terhadap kejadian diare persisten meliputi pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, pemberian makanan tambahan yang higienis, dan manajemen yang tepat pada diare akut sehingga kejadian diare tidak berkepanjangan. Manajemen diare akut yang tepat meliputi pemberian ORS, manajemen nutrisi, dan suplementasi zinc.

Diare Persisten pada Kondisi Khusus 1. Diare persisten pada infeksi HIV

Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Rumah Sakit Marinir Cilandak 69 Universitas Peilta Harapan

Diare persisten merupakan salah satu manifestasi klinis yang banyak dijumpai pada penderita HIV. Studi di Zaire menunjukkan bahwa insidensi diare persisten 5x lebih tinggi pada anak-anak dengan staus HIV seropositif. Faktor penting yang meningkatkan kerentanan anak-anak dengan HIV terhadap kejadian diare persisten adalah jumlah episode diare akut sebelumnya. Setiap episode diare akut pada pasien HIV meningkatkan risiko 1,5x untuk terjadinya diare persisten. Parthasarathy (2006) mengemukakan bahwa skrining yang dilakukan di India menunjukkan 4,1% anak dengan diare persisten berstatus HIV seropositif.

Meskioun pathogenesis virus HIV dalam menyebabkan diare pada anak-anak balum diketahui secara jelas, diduga kejadian diare persisten pada kasus HIV terkait dengan perubahan status imunitas. Pada infeksi HIV, terjadi penurunan kadar CD4, IgA sekretorik, dan peningkatan CD 8 lamina propia. Perubahan keadaan ini memacu pertumbuhan bakteri.

Berbagai pathogen dari kelompok virus, bakteri, dan parasit dapat menyebabkan diare persisten pada HIV. Attili et al (2006) menyebutkan bahwa parasit yang terbanyak dijumpai pada penderita HIV dengan diare persisten adalah Entamoeba histolytica (17,1%). Isidensi infeksi oportunistik ini meningkat pada keadaan kadar CD4 yang rendah. Schmidt (1997) mengemukakan bahwa microsporodia adalah parasit terbanyak penyebab diare persisten pada HIV. Parasit ini menyebabkan pemendekan dan pengurangan luas permukaan villi usus, meskipun kondisi ini juga didapatkan pada pasien-pasien HIV tanpa gejala diare persisten. Selain itu, insidensi defisiensi lactase lebih tinggi pada pasien HIV dengan infeksi

microsporidiasis. Grohmann et al (1993) menyatakan bahwa Astrovirus, Picobirnavirus, Calicivirus, dan Adenovirus adalah enterovirus terbanyak

pada HIV dengan diare.

Dalam dokumen Diare pada Anak (Halaman 61-74)

Dokumen terkait