• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemeriksaan Penunjang 1. Hematologi

Dalam dokumen LAPORAN KASUS CEPHALGIA PADA STROKE INFARK (Halaman 47-52)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hematologi

Darah perifer lengkap

Hb 17.3 13,2 – 17,3 gr/dl Ht 49.7 40 - 52% Eritrosit 6.05 (H) 4,4– 5,9 juta/µL MCV 82.1 82 – 98 fL MCH 28.6 27 – 32 pg MCHC 34.8 32 – 37 gr/dL Trombosit 289.000 150.000 – 400.000/µL Leukosit 15.1 (H) 3800 –10.600/µL Hitung Jenis Basofil 0.05 0-1% ( 2,5 x 0 ) + ( 2 x 0 ) + ( 2 x 1 ) + ( 0,1 x 90 ) - ( 3 x 0 ) – 12 = -1 Hasil dari Siriraj -1 s/d 1 yang berarti meragukan

45 Eosinofil 0.05 2-4 % Neutrofil 84.0 (H) 50-70 % Limfosit 11.7 (L) 25-40 % Monosit 3.7 2-8 % RDW 14.4 10-16 Kimia Klinik GDS 114 (H) 74-106 SGOT 24 0-50 U/L SGPT 24 0-50 U/L Ureum 38 10-50 mg/dL Kreatinin 1.30 (H) 0,82-1,1 mg/Dl HDL DIRECT 27.8 (L) 28-63 LDL-CHOLESTEROL 163 (H) <150 CHOLESTEROL 250 (H) <200 TRIGISERIDA 287 (H) 70 – 140 mg/dL ASAM URAT 11.37 (H) 2 – 7 mg/dL 2. CT – Scan

46 Expertise :

- Tampak lesi hipodens luas pada lobus parietotemporal kiri

- Tak tampak lesi hiperdens densitas perdarahan padaintra-extraaxial - Sulkus kortikalis dan fissure sylvii tampak normal

- Ventrikel lateral kanan-kiri, III dan IV tampak normal - Cisterna perimesencephalic dan basalis tampak normal - Tak tampak midline shifting

- Pons dan cerebellum baik Kesan :

- Infark luas pada lobus parietotemporalis kiri

- Tak tampak tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial saat ini I. Diagnosis Akhir

a. Diagnosis klinis : Hemiplegi Dextra, Parese N.VII

dan N. XII Sinistra UMN, Afasia motorik, Cephalgia

b. Diagnosis topis : Hemisfer Cerebri Sinistra c. Diagnosis etiologi : Stroke Infark

d. Diagnosis tambahan : Dislipidemia J. Diskusi II

Pada pemeriksaan fisik status generalisata ditemukan kesadaran E4VxM6 atau kesadaran penuh (compos mentis), dimana pasen memiliki orientasi yang baik terhadap diri maupun lingkungan. Pasien dapat membuka mata secara spontan dan terdapat kontak dengan mata periksa, mampu berkomunikasi dengan orientasi baik dan mampu mengikuti perintah pemeriksa.

Saat dilakukan pemeriksaan tanda vital, tekanan darah pasien 127/90 mmHg, nadi 65x/menit dengan irama regular isi cukup, laju nafas 20x/menit dalam batas normal, suhu 36.7 derajat (Afebris), dan saturasi oksigern dalam keadaan baik walaupun tanpa bantuan nasal kanul maupun nrm. Pada pemeriksaan fisik lokalis tidak ditemukan adanya kelainan. Selanjutnya pemeriksaan status psikiatri tidak

47 ditemukan adanya kelainan seperti perilaku yang tidak normal atau hilangnya ingatan. Pada pemeriksaan neurologis saraf kranialis ditemukan adanya parese nervus VII dextra dimana terdapat deviasi sudut bibir saat tesenyum dan alis pada saat mengangkat alis sebelah kanan tidak dapat diangkat. Pada pemeriksaan fungsi motorik didapatkan adanya kelumpuhan pada anggota gerak kanan. Hal ini di sebabkan adanya lesi pada korteks motorik yang mengatur pergerakan otot.

Jika diaplikasikan pada perasat skor Siriraj yang mengandung penilaian kesadaran, ada tidaknya muntah, atheroma dan nilai tekanan diastolik didapatkan skor pada pasien ini adalah -1, yang interpretasinya adalah skor -1 s/d 1 adalah meragukan. Namun untuk diagnosis lebih pasti perlu dilakukan pemeriksaan penunjang berupa Head CT Scan. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin, kimia klinik dan profil lipid untuk mencari faktor resiko lain yang kemungkinan terlibat pada perjalanan penyakit stroke pada pasien ini. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan nilai yang signifikan adalah kadar gula darah sewaktu, Trigliserida, HDL direct, LDL kolestrol, asam urat, kolestrol, dan Creatinin meningkat. Selanjutnya, dilakukan pemeriksaan penunjang CT-Scan kepala tanpa kontras yang merupakan Golden Diagnosis dalam penegakkan diagnosis jenis stroke. Hasil CT-Scan menunjukkan adanya infark luas pada lobus peritemporal kiri. Kelainan pada hemisfer sinistra inilah yang menyebabkan hemiparesis dextra karena jalur saraf motorik yang berasal dari korteks ini bersilangan di dekusasio piramidalis, sehingga mempersarafi ekstremitas kontralateralnya.

Cephalgia pada stroke infark

Cephalgia adalah salah satu ciri utama penyakit serebrovaskular akut terutama pada pasien dengan stroke hemoragik atau perdarahan subaraknoid. Penelitian Paciaroni, menyatakan bahwa sakit kepala hadir lebih umum terdapat pada pasien dengan infark dalam sirkulasi posterior daripada pada pasien yang terlibat dalam sirkulasi anterior. Beberapa penulis telah melaporkan bahwa pembuluh di sirkulasi posterior lebih kaya dipersarafi oleh aferen nosiseptif daripada di sirkulasi anterior. Sakit kepala terkait stroke sering dikaitkan dengan penyakit arteri besar, yang jarang terjadi pada pasien dengan infark lacunar.

48 Frekuensi sakit kepala lebih tinggi pada pasien dengan oklusi arteri karotis, tetapi ini tidak signifikan dibandingkan dengan pasien tanpa sakit kepala.

Cephalgia selama stroke tampaknya diinduksi melalui aktivasi sistem trigemino-vaskular. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa sakit kepala selama stroke dapat disebabkan oleh pelepasan zat vasoaktif (seperti selama serangan migrain) dalam sistem trigemino-vaskular. Pelepasan neurotransmiter asam amino dan aktivasi trombosit dapat memainkan peran dalam patogenesis sakit kepala yang terjadi pada awal stroke iskemik. Empat puluh satu persen pasien dengan infark sirkulasi posterior mengalami sakit kepala frontal, temporal, atau parietal. Hal ini dapat dijelaskan oleh hubungan anatomi antara sirkulasi posterior dan sistem trigeminal melalui arteri trigemino-serebelar. Beberapa pembuluh darah intrakranial memiliki persarafan trigeminal kontralateral dan neuron trigeminal tunggal memiliki bidang reseptif yang besar dan menyediakan serat ke lebih dari satu pembuluh darah. Kesimpulannya, sakit kepala hadir pada lebih dari satu dari tiga pasien dengan stroke iskemik; semua pasien dengan riwayat positif sakit kepala mengalami sakit kepala selama onset stroke; nyeri kepala jauh lebih umum di antara pasien dengan infark di sirkulasi posterior daripada pada pasien di mana sirkulasi anterior terlibat; sakit kepala lebih sering terjadi ketika penyebab stroke adalah penyakit arteri besar; jenis sakit kepala yang lazim adalah nyeri dengan klinis karakteristik tension type headache.(Paciaroni, 2001)

Stroke sering terjadi parase N. VII dan N. XII

Manifestasi ini timbul dikarenakan walau secara umum kebanyakan nervus kranialis motorik (N III, IV, V, VI, VII, IX, X, XI, XII) mendapatkan input motorik bilateral dari korteks serebri. Akan tetapi muskulus yang dipersarafi N. VII ada yang hanya mendapat input motorik kontralateral saja dari korteks serebri, Di lain pihak N.XII mendapatkan input motorik dominan dari hemisfer serebri kontralateral.

Otot-otot yang diinervasi nukleus motorik yang mendapat input kortikal bilateral tidak menjadi lemah setelah terkena lesi unilateral pada korteks motorik, kapsula interna ataupun jaras motorik desenden setelahnya.

49 mendapat input kortikal bilateral tidak terganggu karena masih ada kompensasi sehingga pasien masih dapat memejamkan mata dan menaikkan alis dengan kuat tetapi otot wajah bagian bawah yang hanya mendapat input kortikal kontralateral tampak lumpuh. Sudut mulut pasien sisi yang parese tampak lebih rendah, lipatan nasolabial sisi yang lumpuh mendatar dan hanya sudut mulut yang sehat saja yang dapat terangkat.

Di lain pihak N.XII mendapatkan input terutama dari hemisfer serebri kontralateral sehingga bila terjadi lesi di korteks serebri motorik seperti yang terjadi pada stroke, selain hemiparesis ekstremitas sesisi juga sering didapatkan manifestasi disartria (pelo), deviasi lidah ke arah lesi ketika dijulurkan akibat akibat paresis m. Genioglosus sesisi yang berperan pada protusi lidah.

K. Tatalaksana

Dalam dokumen LAPORAN KASUS CEPHALGIA PADA STROKE INFARK (Halaman 47-52)

Dokumen terkait