• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KASUS CEPHALGIA PADA STROKE INFARK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN KASUS CEPHALGIA PADA STROKE INFARK"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS

CEPHALGIA PADA STROKE INFARK

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Penyakit Saraf

Rumah Sakit Umum Daerah dr. Gunawan Mangunkusumo Ambarawa

Pembimbing :

dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, M.Sc, MH

Disusun Oleh : Kinanti Safira Fajrin

1910221055

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. GUNAWAN MANGUNKUSUMO

AMBARAWA

(2)

ii

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

Stroke infark dengan afasia motorik

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Saraf Di RSUD dr. Gunawan Mangunkusumo Ambarawa

Disusun Oleh:

Kinanti Safira Fajrin 1910221055

Mengetahui,

Pembimbing : dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, M.Sc, MH Tanggal : April 2021

(3)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik bagian Departemen Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta di RSUD dr. Gunawan Mangunkusumo Ambarawa dengan judul “Stroke infark dengan afasia motorik”. Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, M.Sc, MH selaku pembimbing makalah ini dan kepada seluruh dokter yang telah membimbing selama kepaniteraan. Tidak lupa ucapan terimakasih kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Terima kasih atas perhatiannya, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pihak yang terkait terutama penulis dan kepada pembaca.

Ambarawa, April 2021

(4)

1

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. H

Jenis Kelamin : Laki – laki Tanggal Lahir : 21 Oktober 1983

Usia : 37 Tahun 5 Bulan

Alamat : Perum Ungaran Baru 04/05

No. Rekam Medis : 200229-2021 Tanggal dirawat di RS : 30 Maret 2021

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta

Status Menikah : Sudah Menikah B. Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamesis dengan pasien serta dilengkapi dengan alloanamnesis dengan istri pasien pada tanggal 31 Maret 2021, pukul 07.30 WIB, bertempat di bangsal Dahlia Kamar 209.1 RSUD dr. Gunawan Mangunkusumo

• Keluhan Utama

Pasien datang ke RSGM dengan keluhan kelumpuhan anggota gerak kanan sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit

• Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSGM dengan keluhan kelumpuhan anggota gerak kanan sejak 1 hari sebelum masuk RS. Kelumpuhan anggota gerak kanan yang dirasakan pasien muncul mendadak saat pasien berbaring istirahat. Sehingga pasien tidak dapat mengangkat lengan dan tungkai kanan serta pasien tidak dapat berdiri dan berjalan. Keluhan lain yang dirasakan pasien adalah pasien tidak dapat berbicara, tetapi pasien mengerti perkataan lawan bicara, keluhan ini bersamaan dengan kelumpuhan anggota gerak kanan. Saat pasien diajak bicara, pasien merespon dengan anggukan atau menggelengkan kepala. Pasien dapat membuka mulut saat diminta membuka mulut, tetapi pasien tidak dapat

(5)

2 menjulurkan lidah saat diminta menjulurkan lidah. Saat meringis atau tersenyum, ujung bibir sebelah kanan pasien tidak terangkat, sehingga terlihat tidak simetris. Saat pasien mengangkat alis, alis sebelah kanan pasien tidak terangkat sempurna. Pasien juga mengeluhkan cephalgia bersamaan dengan kelumpuhan anggota gerak kanan, cephalgia dirasakan seperti cekot-cekot dan ditekan. Cephalgia ini dirasakan pada seluruh lapang kepala pasien. Keluhan cephalgia dirasakan hilang timbul dan membaik dengan istirahat. Skala nyeri yang dirasakan oleh pasien pada saat itu sekitar 7/10. Keesokan harinya pasien dibawa oleh keluarga pasien ke IGD RSGM dengan kondisi sadar penuh. Pasien masih dapat merasakan sentuhan di seluruh anggota gerak dan tidak dirasakan adanya kesemutan. Pasien tidak memiliki gangguan BAK dan BAB. Keluhan ini tidak diawali dengan mual, muntah, jatuh, demam, trauma kepala, pingsan, kejang dan artritis. Informasi tentang riwayat penyakit ini didapatkan dari pasien langsung dan istri pasien. Pasien masih ingat dengan kejadian yang menimpa pasien lengkap dengan waktunya namun pasien tidak dapat menjelaskan dengan lancar karena kesulitan untuk berbicara sehingga pasien menjelaskan dengan tangan kirinya serta beberapa bahasa isyarat yang dikeluarkan oleh pasien sendiri.

• Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat diabetes mellitus dan hipertensi.

Riwayat autominun, alergi dan tumor disangkal oleh pasien. • Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit serupa, Riwayat darah tinggi dan Riwayat DM disangkal oleh pasien.

• Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi

Pasien saat ini bekerja sebagai pegawai kantoran. Pasien tidak pernah meminum minuman beralkohol. Pasien seorang perokok aktif dan pasien mengkonsumsi 4 batang rokok/hari. Pasien suka memakan makanan seperti gorengan. Pasien tidak suka berolahraga.

• Riwayat Pemberian Obat

(6)

3 C. Anamnesis Sistem

Sistem serebrospinal : Sakit kepala (+)

• Sistem kardiovaskular : Riwayat Hipertensi (-), Riwayat Merokok (+) • Sistem neurologis : Kelumpuhan anggota gerak kanan (+),

afasia motorik (+) • Sistem gastrointestional : tidak ada keluhan • Sistem respirasi : tidak ada keluhan • Sistem integumen : tidak ada keluhan • Sistem urogenital : tidak ada keluhan D. Resume Anamnesis

Tn. H usia 37 tahun datang ke IGD RSGM dengan kelumpuhan anggota gerak kanan dan nyeri kepala sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Kelumpuhan anggota gerak kanan yang dirasakan pasien muncul mendadak saat pasien berbaring istirahat. Kelumpuhan anggota gerak bagian kanan disertai ketidakmampuan berbicara, nyeri kepala, bibir dan alis tidak simetris. Pasien dapat mengerti perintah dan pembicaraan, serta menjawab pertanyaan dengan anggukan atau menggelengkan kepala. Keluhan ini belum pernah dirasakan sebelumnya. Keluhan ini tidak diawali dengan mual, muntah, jatuh, demam, tumor, pingsan dan autoimun. Pasien masih sadar penuh. Keluhan BAB, BAK disangkal oleh pasien. E. Diskusi Pertama

Dari data anamnesis didapatkan suatu kumpulan gejala berupa kelumpuhan anggota gerak kanan, yang sifatnya mendadak disertai bibir tidak simetris saat tersenyum, alis tidak simetris saat gerakkan keatas dan afasia motoric mendadak dan menetap disertai dengan cephalgia akut yang hilang timbul. Kelumpuhan anggota gerak kanan atas adalah hilangnya kekuatan otot menggerakkan anggota tubuh. Afasia motoric merupakan gangguan fungsi Bahasa dimana pasien tidak dapat memberikan ekspresi Bahasa dan repetisi yang buruk namun pasien masih paham dengan obrolan orang lain yang sedang berbicara dengan pasien dan pasien mengerti apa yang mau pasien bicarakan sehingga pasien ini diklasifikasikan sebagai Afasia Broca.

(7)

4 Defisit neurologis akut yang terjadi secara spontan tanpa adanya faktor pencetus yang jelas berupa trauma dan gejala infeksi sebelumnya mengarah ke suatu lesi vaskuler karena onsetnya yang mendadak. Sehingga pada penderita mengarah pada diagnosis stroke. Menurut WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke juga didefinisikan oleh Davenport & Davis sebagai gangguan fungsi otak akut akibat gangguan suplai darah di otak, atau perdarahan yang terjadi mendadak, berlangsung dalam atau lebih dari 24 jam yang menyebabkan cacat atau kematian. Pada penderita tidak didapatkan defisit neurologis yang terjadi secara progresif, berupa penurunan kesadaran dan kelemahan motorik yang terjadi akibat suatu proses destruksi maupun nyeri kepala kronik akibat dari proses kompresi dengan segala akibatnya yang merupakan gambaran umum pada tumor otak (Greenberg, 2001). Gejala-gejala abses serebri berupa nyeri kepala yang cenderung memberat, demam, defisit neurologi fokal dan kejang juga tidak terdapat pada penderita ini (Adam et al, 2001; De angelis, 2001).

Defisit neurologis yang terjadi mengenai satu sisi anggota gerak tubuh pasien mengarahkan kemungkinan terdapat lesi vaskular serebri yang terjadi pada sisi kontralateralnya. Pada pasien ini terjadi defisit neurologis disebelah kanan yang dapat dikatakan terdapat lesi vaskular di hemisfer sinistra mengingat adanya penyilangan saraf motorik di batang otak. Defisit neurologis pada pasien ini bersifat mendadak tanpa ada pencetusnya terlebih dahulu. Hal ini dapat mengarahkan pada suatu keadaan stroke. Stroke memiliki faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi seperti usia, jenis kelamin, herediter dan ras serta faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus, merokok, hyperlipidemia, alkohol, obesitas,kurang olahraga dan gaya hidup. Pada pasien ini terdapat faktor risiko yang dimiliki yaitu merokok dan kurang olahraga. Gejala klinis pasien merujuk ke stroke iskemik (Stroke non hemoragik) dikarenakan pasien tidak ada penurunan kesadaran dan tidak ada muntah, namun untuk penegakkan diagnosis stroke harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Dari data anamnesis juga di dapatkan usia pasien 37 tahun dimana usia tersebut merupakan usia

(8)

5 produktif (15-40 tahun). Stroke paling sering dijumpai pada orang-orang dengan usia menengah dan usia lanjut tetapi beberapa kasus terakhir menunjukkan stroke yang terjadi pada usia remaja dan produktif. Hal ini dapat terjadi karena adanya perubahan gaya hidup yang tidak sehat seperti pola makan yang banyak lemak dan kurangnya olahraga sehingga dapat meningkatkan kadar kolestrol darah dan memicu terjadinya atherosclerosis dan thrombosis yang mengakibatkan berkurangnya suplai oksigen ke otak.

1. Stroke a. Definisi

Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak. Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak.1 Menurut WHO (World Health Organization) stroke didefinisikan suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.2

b. Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik maupun stroke hemoragik.1 Stroke iskemik 2/3 berupa stroke trombotik dan 1/3 berupa stroke embolik, sedangkan stroke perdarahan terdiri dari perdarahan intraserebral dan perdarahan subarachnoid.

1) Stroke iskemik

Stroke iskemik adalah keadaan penderita dengan gangguan neurologik fokal yang mendadak karena obstruksi atau penyempitan pembuluh darah arteri otak. Aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini. Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang

(9)

6 jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteri karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung. Penyumbatan ini dapat disebabkan oleh :

• Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah.

• Emboli atau sumbatan bekuan darah yang berasal dari tempat lain yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium).

• Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke.

a) Macam – macam stroke iskemik4 • TIA (Transient Ischemic Attack)

Adalah episode singkat disfungsi neurologis yang disebabkan gangguan setempat pada otak atau iskemi retina yang terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam, tanpa adanya infark, serta meningkatkan resiko terjadinya stroke di masa depan.

• RIND (Reversible Ischemic Neurological Deficit) • Stroke in Evolution

Perjalanan stroke berlangsung perlahan meskipun akut. Kondisi stroke di mana defisit neurologisnya terus bertambah berat

• Completed Stroke

Gangguan neurologis maksimal sejak awal serangan dengan sedikit perbaikan. Kondisi stroke di mana defisit neurologisnya pada saat onset lebih berat, dan kemudiannya dapat membaik/menetap.

(10)

7 2) Stroke hemoragik

Stroke hemoragik / perdarahan yaitu suatu gangguan fungsi saraf yang disebabkan kerusakan pembuluh darah otak sehingga menyebabkan pendarahan pada area tersebut.

• Hemoragik intraserebral

Perdarahan yang terjadi didalam jaringan otak. • Hemoragik subaraknoid

Perdarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).

Gambar 1. Perbedaan Stroke Iskemik dan Stroke Hemoragik c. Faktor Risiko

Berikut adalah faktor risiko stroke yang dapat dirubah atau dikendalikan5:

1) Tekanan darah tinggi 2) Diabetes mellitus

3) Kadar lemak (kolesterol) darah yang tinggi 4) Kegemukan (obesitas)

5) Kadar asam urat yang tinggi 6) Stress

7) Merokok 8) Alkohol

(11)

8 Berikut adalah faktor risiko tidak bisa dirubah atau dikendalikan5:

1) Usia tua 2) Jenis kelamin 3) Ras

4) Pernah menderita stroke

5) Kecenderungan stroke pada keluarga (faktor keturunan / genetik) 6) Arteri vena malformasi atau aneurisma berupa kelainan pembuluh

darah otak di mana stroke terjadi pada usia lebih muda (misalnya anak - anak dan atau remaja).

d. Patofisiologi

Patofisiologi stroke infark akut meliputi dua proses, antara lain:2

1) Vaskuler, hematologi atau jantung (atherothromboembolism) yang menyebabkan pengurangan dan perubahan aliran darah ke otak. 2) Perubahan kimia seluler yang disebabkan oleh keadaan vaskuler

tersebut dan merupakan penyebab terjadinya nekrosis sel saraf dan glia.

Proses iskemia yang terjadi di otak mengalami rangkaian kejadian dimulai dari jaringan saraf dan seterusnya menyebabkan kematian neuronal dan infark. Penyumbatan pembuluh darah yang memasuki parenkim otak menyebabkan daerah tersebut mengalami hipoksia sehingga terjadi daerah infark yang dikelilingi daerah penumbra. Aliran darah otak ≤ 20 ml/100gr/menit merupakan saat kritis untuk terjadi kerusakan sel otak, sedang daerah penumbra antara 10-20 ml/100gr/menit.

Penyumbatan yang berakibat terjadi iskemia akan diikuti produksi interleukin proinflamasi (IL-1, IL-2, IL-6 dan TNF-α) yang mengaktifasi reseptor pada permukaan endotel mikrovaskuler dan leukosit. Dengan bantuan molekul adhesi selektin leukosit, kemudian menempel dan menggelinding sepanjang permukaan endotel, kemudian migrasi ke dinding pembuluh darah dengan bantuan molekul adhesi CD-18, maka leukosit akan terikat pada molekul ICAM-1 dan ICAM-2 dipermukaan

(12)

9 endotel dan akhirnya menetap dipermukaan pembuluh darah. Peristiwa ini terjadi berulang-ulang sehingga dapat menyebabkan penyumbatan arteriola kecil dan menyebabkan area iskemik yang merangsang produksi sitokin proinflamatori demikian seterusnya. Selain itu, sitokin dapat memacu terjadinya thrombosis dengan mengikat antikoagulan yang terdapat dalam sirkulasi seperti protein - C, protein - S dan antithrombin - III dan menghambat pelepasan tissue plasminogen activator. Migrasi leukosit ke dalam parenkim sel saraf, susunan saraf pusat akan memacu pelepasan sitokin oleh mikroglia, astrosit dan infiltrasi leukosit, sehingga terjadi neuronal cytotoxic injury.2,6

Saat terjadi iskemia ringan akan terjadi kompensasi berupa penurunan penggunaan energi dan peningkatan ekstraksi oksigen, sedangkan pada keadaan iskemia berat akan terjadi glikolisis anaerobik dengan menghasilkan asam laktat, penurunan energi fosfat dan inhibisi sintesa protein akibatnya terjadi penurunan adenosin trifosfat (ATP), pelepasan neurotransmitter (glutamat, aspartat), gangguan metabolisme dan akhirnya terjadi depolarisasi anoksik. Keadaan ini akan diikuti influks ion kalsium dan natrium, serta efluks ion kalium, karena kegagalan pompa pada membran sel. Ion kalsium dalam sel akan mengaktivasi enzim fosfolipase yang memecah fosfolipid dan akan membentuk radikal bebas. Selain itu, akan memacu mikroglia memproduksi nitrit oksida secara besar - besaran dan pelepasan sitokin pada daerah infark yang akan menyebabkan kerusakan atau kematian sel. Beberapa jam setelah serangan, daerah infark akan dikelilingi daerah penumbra yaitu sel yang mengalami kerusakan tapi masih dapat hidup kembali. Reperfusi spontan terjadi pada kurang lebih 33% penderita pada 48 jam sesudah serangan dan 42 % penderita pada satu minggu pertama. Reperfusi ini akan dapat memperbaiki daerah penumbra, tetapi jika terjadi keterlambatan akan menyebabkan kematian sel.2,6

Sementara stroke hemoragik (perdarahan serebri) termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini.

(13)

10 Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptur arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai merah akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis.2,4

e. Gejala Klinis

Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed

stroke). Kemudian stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam

sampai 1 - 2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi beberapa perbaikan.

Infark serebral hemisfer kiri (LH) lebih sering jika dibandingkan dengan infark hemisfer kanan (kanan) dan berhubungan dengan hemodinamik antara sirkulasi arteri karotis kanan dan kiri. Perbedaan kompleks media intima dan kecepatan aliran di arteri karotis kiri, mengakibatkan stres yang lebih tinggi dan kerusakan intimal di dalamnya. Hal ini dapat menyebabkan perubahan aterosklerotik, yang mengarah ke kejadian iskemik LH yang lebih berat.13

Gejala stroke yang muncul tergantung dari bagian otak yang terkena.1,3

Gangguan pada pembuluh darah karotis. 1) Arteria serebri media

• Gangguan rasa (hipestesia) didaerah muka / wajah kontralateral atau disertai hipestesia di lengan dan tungkai sesisi

(14)

11 ringan sampai kelumpuhan total.

• Gangguan untuk berbicara baik beruba sulit mengeluarkan kata-kata (afasia motorik) atau sulit mengerti pembicaraan orang lain (afasia sensorik)

• Gangguan penglihatan berupa kebutaan satu sisi, atau separuh lapang pandang (hemianopsia homonim)

• Mata selalu melirik kearah satu sisi (deviation conjugae) • Kesadaran menurun

• Tidak mengenal orang-orang yang sebelumnya dikenal (prosopagnosia)

• Mulut perot • Pelo (disartria)

• Merasa anggota badan sesisi tidak ada

2) Arteria serebri anterior (cabang menuju otak bagian depan)

• Monoparese tungkai kontralateral, kadang-kadang lengan bagian proksimal dapat terkena

• Inkontinesia urine • Penurunan kesadaran.

• Apraksia dan gangguan kognitif lainnya 3) Arteria serebri posterior

• Gangguan penglihatan pada 1 atau 2 mata berupa sulit memahami barang yang dilihat, namun dapat mengerti jika meraba atau mendenger suaranya

• Kehilangan kemampuan mengenal warna

• Hemihipestesia, kadang-kadang adanya nyeri spontan atau hilangnya nyeri dan rasa gerat pada separuh sisi tubuh

• Gangguan pembuluh darah vertebrobasilaris 4) Arteri vertebrobasilaris

• Gangguan gerak bola mata, sehingga terjadi diplopia jalan menjadi sempoyongan

(15)

12 • Hemiparese kontralateral

• Kelumpuhan nervus kranialis ipsilateral • Vertigo

• Nistagmus

5) Gejala akibat gangguan fungsi luhur

• Afasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Afasia terbagi menjadi dua yaitu afasia motorik dan afasia sensorik. Afasia motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara, mengeluarkan isi pikiran melalui perkataan sendiri, sementara kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap baik (Afasia Broca). Afasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan orang lain namun masih bisa mengeluarkan perkataan dengan lancar walau sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya kerusakan otak.

• Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca dibedakkan menjadi Dyslexia (yang memang ada secara kongenital), yaitu

Verbal alexia adalah ketidakmampuan membaca kata, tetapi

dapat membaca huruf. Lateral alexia adalah ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi ketidakmampuan keduanya disebut Global alexia.

• Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan otak.

• Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal angka setelah terjadinya kerusakan otak.

• Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah sejumlah tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan, melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah atau menirukan gerakan - gerakan tertentu. Kelainan ini sering bersamaan dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama jari yang disentuh sementara penderita tidak boleh melihat jarinya).

(16)

13 • Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya

kemampuan melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan dengan ruang.

f. Diagnosis

Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragik atau non hemoragik antara keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan penunjang.8,2

• Anamnesis

Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragik atau stroke non hemoragik. Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin. Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis

Gejala Stroke hemoragik Stroke non hemoragik

Onset/awitan Mendadak Mendadak

Saat onset Sedang aktif Istirahat

Peringatan / warning - +

Nyeri kepala +++ + -

Kejang + -

Muntah + -

Penurunan kesadaran +++ + -

• Pemeriksaan klinis neurologis

Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila dibandingkan antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut :

(17)

14 Tabel 2. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark berdasarkan

tanda-tandanya.

Tanda (sign) Sroke hemorhagic Stroke Infark

Bradikardi ++ (dari awal) + - (hari ke-4)

Udem papil Sering + -

Kaku kuduk + -

Tanda kernig,Brudzinsky ++ -

• Skoring dan Algoritma § Siriraj Stroke Score (SSS) 9

Tabel 3. Siriraj Stroke Score (SSS)

• Hasil

v Skore SSS > 1 : perdarahan supra tentorial v Skore SSS < -1 : infark serebri

v Skore SSS -1 s/d 1 : meragukan

( 2,5 x kesadaran ) + ( 2 x muntah ) + ( 2 x sakit kepala ) + ( 0,1 x tekanan diastolik ) - ( 3 x ateroma ) – 12

Keterangan :

Ø Kesadaran 0 : komposmentis 1 : somnolen 2 : sopor/ koma Ø Nyeri kepala 0 : tidak ada

1 : ada Ø Muntah 0 : tidak ada

1 : ada Ø Ateroma 0 : tidak ada

(18)

15 § Algoritma Gajah Mada

• Pemeriksaan Penunjang

§ Computerized tomography (CT scan)

Untuk membantu menentukan penyebab seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut CT scan otak sering dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk mencari perdarahan atau massa di dalam otak, situasi yang sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan penanganan yang berbeda pula. CT Scan berguna untuk menentukan:10

v jenis patologi v lokasi lesi v ukuran lesi

(19)

16 Tabel 4. Gambaran CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik

§ MRI scan (Magnetic Resonance Imaging)

Menggunakan gelombang magnetik untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih detail jika dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis depan untuk stroke. jika CT scan dapat selesai dalam beberapa menit, MRI perlu waktu lebih dari satu jam.

§ Tes jantung

Tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan pada pasien stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram adalah tes dengan gelombang suara yang dilakukan dengan menempatkan peralatan microphone pada dada atau turun melalui esophagus (transesophageal achocardiogram) untuk melihat bilik jantung. Monitor Holter sama dengan electrocardiogram (EKG), tetapi elektrodanya tetap menempel pada dada selama 24 jam atau lebih lama untuk mengidentifikasi irama jantung yang abnormal.

(20)

17 § Tes darah

Tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein yang dilakukan untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk adanya arteri yang mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang dapat meningkatkan peluang terjadinya stroke karena pengentalan darah juga diukur. Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat diterapi atau untuk membantu mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening mencari infeksi potensial, anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas elektrolit mungkin juga perlu dipertimbangkan.

§ Pemeriksaan angiografi

Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem karotis atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau aneurisma pada pembuluh darah.

Gambar 2. Gambaran Angiografi Pada Penderita Stroke § Pemeriksaan USG

Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial, menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.

(21)

18

Gambar 3. Gambaran USG pada Penderita Stroke § Pemeriksaan Pungsi lumbal

Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan atau MRI. Pada stroke PIS didapatkan gambaran LCS seperti cucian daging atau berwarna kekuningan. Pada PSA didapatkan LCS yang gross hemorragik. Pada stroke infark tidak didapatkan perdarahan (jernih).

§ Pemeriksaan penunjang lain

Pemeriksaan untuk menentukan faktor resiko seperti darah rutin, komponen kimia darah (ureum, kreatinin, asam urat, profil lipid, gula darah, fungsi hepar), elektrolit darah, thoraks foto, EKG, echocardiografi.

g. Diagnosis Banding 1) Tumor otak 2) Abses otak

3) Sakit kepala migrain

4) Perdarahan otak baik secara spontan atau karena trauma 5) Meningitis atau encephalitis

6) Overdosis karena obat tertentu

7) Ketidakseimbangan kalsium atau glukosa dalam tubuh dapat juga menyebabkan perubahan sistem saraf yang serupa dengan stroke.

(22)

19 h. Tatalaksana

1) Fase Akut (hari ke 0 - 14 sesudah onset penyakit)

Sasaran pengobatan ialah menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati, dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak mengganggu/mengancam fungsi otak. Tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Sehingga perlu dipelihara fungsi optimal dari respirasi, jantung, tekanan darah dipertahankan pada tingkat optimal, kontrol kadar gula darah (kadar gula darah yang tinggi tidak diturunkan dengan drastis), bila gawat balance cairan, elektrolit, dan asam basa harus terus dipantau.

Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan mengurangi kecacatan. Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran darah ke otak secepat mungkin dan melindungi neuron dengan memotong kaskade iskemik. Pengelolaan pasien stroke akut pada dasarnya dapat di bagi dalam : Pengelolaan berdasarkan penyebabnya

a) Stroke iskemik

• Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)

Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke merupakan upaya yang paling ideal, obat trombolisis yang sudah di setujui oleh FDA adalah rt-PA (recombinan tissue plasminogen activator) dengan dosis 0,9 mg/kgBB maksimal 90 mg (10% diberikan bolus & sisanya infus kontinyu dalam 60 menit). Sayangnya bahwa pengobatan dengan obat ini mempunyai persyaratan pemberian haruslah kurang dari 3 jam, sehingga hanya pasien yang masuk rumah sakit dengan onset awal dan dapat penyelesaian pemeriksaan darah, CT Scan kepala dan inform consent yang cepat saja yang dapat menerima obat ini. Cara lain memperbaiki aliran darah antara lain dengan memperbaiki hemorheologi seperti obat

(23)

20 pentoxifillin yang yang mengurangi viskositas darah dengan meningkatkan deformabilitas sel darah merah dengan dosis 15 mg/kgBB/hari. Obat lain yang juga memperbaiki sirkulasi adalah naftidrofuril dengan memperbaiki aliran darah melalui unsur seluler darah dosis 600 mg/hari selama 10 hari iv dilanjutkan oral 300 mg/hari

• Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)

Obat yang dapat diberikan adalah heparin dengan dosis awal 1.000 u/jam cek APTT 6 jam kemudian sampai dicapai 1,5 – 2,5 kali kontrol hari ke 3 diganti anti koagulan oral, Heparin berat molekul rendah (LWMH) dosis 2 x 0,4 cc subkutan monitor trombosit hari ke 1 & 3 (jika jumlah < 100.000 tidak diberikan), Warfarin dengan dosis hari I = 8 mg, hari II = 6 mg, hari III penyesuaian dosis dengan melihat INR pasien. • Proteksi neuronal/sitoproteksi

Obat-obatan tersebut antara lain :

v CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki membran sel dengan cara menambah sintesa phospatidylcholine, menghambat terbentuknya radikal bebas dan juga menaikkan sintesis asetilkolin suatu neurotransmiter untuk fungsi kognitif.

v Piracetam, cara kerja secara pasti didak diketahui, diperkirakan memperbaiki integritas sel, memperbaiki fluiditas membran dan menormalkan fungsi membran. v Statin, diklinik digunakan untuk anti lipid, mempunyai

sifat neuroprotektif untuk iskemia otak dan stroke. Mempunyai efek anti oksidan “downstream dan

upstream”. Efek downstream adalah stabilisasi

atherosklerosis sehingga mengurangi pelepasan plaque tromboemboli dari arteri ke arteri. Efek “upstream” adalah memperbaiki pengaturan eNOS (endothelial Nitric Oxide Synthese, mempunyai sifat anti trombus,

(24)

21 vasodilatasi dan anti inflamasi), menghambat iNOS (inducible Nitric Oxide Synthese, sifatnya berlawanan dengan eNOS), anti inflamasi dan anti oksidan.

v Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan khasiat anti calpain, penghambat caspase dan sebagai neurotropik dosis 30 – 50 cc selama 21 hari menunjukkan perbaikan fungsi motorik yang bermakna.

b) Stroke Hemoragik

• Perdarahan Intraserebral

Pemberian anti perdarahan : Epsilon aminocaproat 30 - 36 gr/hari, Asam Traneksamat 6 x 1 gr untuk mencegah lisisnya bekuan darah yamg sudah terbentuk oleh tissue plasminogen. Evaluasi status koagulasi seperti pemberian protamin 1 mg pada pasien yang mendapatkan heparin 100 mg & 10 mg vitamin K intravena pada pasien yang mendapat warfarin dengan prothrombine time memanjang.

• Perdarahan Sub Arachnoid

v Bed rest total selama 3 minggu dengan suasana yang tenang, pada pasien yang sadar, penggunaan morphin 15 mg IM pada umumnya diperlukan untuk menghilangkan nyeri kepala pada pasien sadar.

v Vasospasme terjadi pada 30% pasien, dapat diberikan Calcium Channel Blockers dengan dosis 60 – 90 mg oral tiap 4 jam selama 21 hari atau 15 – 30 mg/kg/jam selama 7 hari, kemudian dilanjutkan per oral 360 mg /hari selama 14 hari,

• Pengelolaan operatif 2) Fase Pasca Akut

Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.

(25)

22 3) Terapi Preventif

Tujuannya, untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru stroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko stroke. Untuk stroke infark diberikan:

a) Obat - obat anti platelet agregasi

b) Obat - obat untuk perbaikan fungsi jantung dari ahlinya c) Faktor resiko dikurangi seminimal mungkin

• Menghindari rokok, obesitas, stres • Berolahraga teratur

4) Rehabilitasi

Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka yang paling penting pada masa ini ialah upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, “terapi wicara”, dan psikoterapi. Proses rehabilitasi dapat meliputi beberapa atau semua hal di bawah ini:

a) Terapi bicara untuk belajar kembali berbicara dan menelan b) Terapi okupasi untuk mendapatkan kembali ketangkasan lengan

dan tangan

c) Terapi fisik untuk memperbaiki kekuatan dan kemampuan berjalan, dan

d) Edukasi keluarga untuk memberikan orientasi kepada mereka dalam merawat orang yang mereka cintai di rumah dan tantangan yang akan mereka hadapi.

2. Afasia

a. Definisi

Afasia merupakan gangguan fungsi Bahasa karena kerusakan pusat bahasa di otak. Kerusakan tersebut dapat disebabkan langsung maupun tidak langsung dari penyakit otak, ataupun dapat diakibatkan oleh proses degeneratif. Stroke merupakan penyebab utama terjadinya afasia.

(26)

23 b. Epidemiologi

Afasia merupakan deficit neurologis fokal yang dapat memengaruhi hidup penderitanya akibat hendaya komunikasi. Insidens afasia menurut National Stroke Association tahun 2008 terdapat 80.000 kasus baru pertahunnya di Amerika Serikat. National Institute of

Neurological Disorder and Stroke (NINDS) menyatakan penderita

afasia di Amerika Serikat mencapai 1 juta orang atau satu dari 250 warga negara Amerika Serikat mengalami afasia. Sebanyak 15% diantaranya berusia <65 tahun dan 43% berusia > 85 tahun. Tidak terdapat perbedaan bermakna antar jenis kelamin dengan afasia. Walaupun demikian terdapat kecenderungan bahwa perempuan lebih banyak mengalami afasia Wernicke dan global, sedangkan laki-laki sering mengalami afasia Broca.

c. Patofisiologi

Permukaan otak terdiri atas korteks atau grey matter, yang menjadi pusat sebagian besar aktivitas manusai termasuk pengaturan tata bahasa yang merepresentasikan pula pengetahuan bahasa. Korteks adalah organ tempat pengambilan keputusan, setelah menerima pesan dari seluruh organ sensori dan melakuka segala aktivitas volunteer. Otak juga disusun oleh hemisfer serebri kiri dan kanan, serta dihubungkan oleh korpus kolosum. Secara umum, hemisfer kiri mengatur bagian tubuh sebelah kiri . Pusat bahasa tradisional adalah pusat bahasa motoric Broca dan pusat bahasa motoric Broca dan pusat bahasa reseptif Wernicke yang biasanya terletak di hemisfer dominan (tersering adalah hemisfer kiri baik pada dominasi tanagan kanan maupun kiri). Keduanya dihubungkan oleh jaras transkortikal yang disebut fasikulus arkuata.

Komponen neuroanatomi yang berperan dalam proses produksi bahasa dan pemahaman sangat rumit. Komponen ini meliputi masukan (input) auditori dan pengkodean bahasa di lobus temporal superior, analisis bahasa di lobus parietal, dan ekspresi di lobus frontal. Masukan tersebut kemudian naik ke tractus kortikobulbar

(27)

24 menuju kapsula interna dan batang otak, dengan efek modulator dari ganglia basal dan serebelum. Terakhir, masukan dimaknai sebagai bahasa lengkap dengan kosakata, makna sintaksis, dan gramatikal di interkoneksi antar pusat-pusat bahasa.

d. Gejala Dan Tanda Klinis

Pengklasifikasian sindrom afasia dapat diawali dan dikerjakan secara bedside dengan menilai modalitas dari fungsi bahasa, yaitu :

• Kelancaran bicara (fluency) • Pemahaman

• Kemampuan pengulangan (repetisi)

• Kemampuan menemukan kata yang sesuai (word

finding) dan atau penamaan (naming). Semua pasien

afasia yang juga disertai dengan adanya gangguan kemampuan penamaan termasuk parafasia

e. Klasifikasi Afasia

Kemampuan berbahasa merupakan aktivitas yang kompleks. Melibatkan banyak sirkuit, sehingga klasifikasi gangguan fungsi berbahasa sangat bervariasi tergantung pada kliens dan lokasi kerusakan yang terjadi.

Secara umum sindrom afasia terbagi menjadi : 1) Afasia Broca

Afasia broca berada di korteks insula media dan mendapatkan suplai darah dari arteri media segmen M2 divisi superior. Sumbatan atau oklusi di arteri tersebut dapat menyebabkan terjadinya afasia Broca.

Afasia Broca bertetangga dengan area Exner yang merupakan pusat menulis dan girus presentralis yang merupakan pusat motoric primer, sehingga umunya gambaran klinis penderita Afasia Broca adalah selain adanya afasia juga disertai hemiparesis berupa kekuatan lengan lebih lemah dibandingkan dengan tungkai, serta adanya gangguan menulis. Apraksia wajah dan bicara juga sering dijumpai pada pasien dengan afasia Broca

(28)

25 Gangguan bahasa yang dijumpai adalah gangguan ekspresi bahasa dan repetisi yang buruk (tingkat kata hingga kalimat). Bicara pasien sangat lambat dan penuh usaha. Pasien juga mengalami kesulitan menamai suatu obyek dan repetisi. Pasien dapat mengerti percakapan sehari-hari dan instruksi verbal, namun mulai kesulitan pada sintaksis yang kompleks. Dalam berbicara pasien terlihat penuh usaha untuk mengucapkan setiap kata, dengan diiringi jeda dan kata-kata yang dihasilkan tidak jelas.

2) Afasia Wernicke

Afasia Wernicke adalah sindrom afasia klasik yang berhubungan dengan gangguan pada pemahaman berbahasa akibat lesi pada korteks temporoparietal posterior kiri, yang akan memengaruhi elemen utama sistem fonologi dan semantic yang berperan dalam pemahaman bahasa. Kelainan tersebut disebabkan sumbatan akibat thrombosis maupun emboli pada arteri serebri media segmen M2 divisi inferior pada sisi hemisfer dominan (umumnya kiri) yang memperdarahi lobus superior temporal.

Gangguan pemahaman bahasa pada afasia Wernicke dimodulasi oleh derajat analisis fonologi. Pemahaman bebahasa yang diucapkan, yang membutuhkan analisis fonologi derajat tinggi, mengalami kerusakan yang parah pada afasia Wernicke. Kemampuan pemahaman menulis kata, yang dimediasi oleh fonologi dan proses visual, hanya mengalami sedikit kerusakan dibandingkan pemahaman pengucapan kata.

3) Afasia Global

Afasia tipe ini terjadi karena adanya lesi yang meliputi area Broca maupun Wernicke, bisa akibat infark luas daerah parenkim otak yang diperdarahi oleh arteri serebri media. Gangguan terjadi pada seluruh komponen fungsi berbahasa. Terkadang afasia global juga dapat disertai dengan apraksia verbal.

(29)

26 Fungsi terganggu dengan produksi kata terbatas pada satu-dua kata yang tidak memiliki makna, bahkan pasien tidak dapat berkata-kata sama sekali. Selain itu, gangguan juga nampak pada kemampuan pemahamam baik verbal maupun literal, serta kemampuan repetisi , membaca dan menulis.

4) Afasia Transkortikal (Ekstrasylvian)

Afasia transkortikal dibagi menjadi dua tipe, yaitu afasia transkortikal motoric dan transkortikal sensorik. Afasia transkortikal motoric memiliki gangguan klinis berupa kesulitan mengekspresikan bahasa, namun pemahaman relative baik, dan repetisi yang intak. Menurut Benson dan Ardilla afasia motoric dibagi menjadi dua tipe :

a. Tipe I (afasia dinamik), merupakan bentuk evolusi dari afasia broca. Afasia transkortikal motoric tipe I diperkirakan berada pad Broadmann 45 hemisfer dominan, lebih anterior dari area Broca.

b. Tipe II (afasia supplementary motor area/SMA), berada di supplementary area hemisfer dominan.

Afasia transkortikal sensorik pada konsep Wernicke-Lichtelm merupakan akibat putusnya hubungan antara area bahasa reseptif/sensorik (Wernicke) dengan pusat konsep. Afasia transkortikal sensorik dibagi menjadi dua tipe :

a. Tipe I, terkadang disebut afasia anamnestic. Afasia jenis ini terletak di perbatasan antara lobus temporal, parietal, dan oksipital, terutama di girus Broadman

b. Tipe II (afasia semantic). Afasia jenis ini terletak di korteks bagian posterior , termasuk girus temporalis posterior-superior dan girus temporalis media.

Afasia transkortikal campuran dapat terjadi pada gangguan perfusi serebrovaskular akibat hipoksia, keracunan karbonmonoksida, syok hipertensif, dan henti jantung. Infark/iskmik akibat gangguan perfusi itu dapat melibatkan zona

(30)

27 batas otak, yaitu area yang berada di antara dua teritori pembuluh darah besar; dalam hal ini di antara serebri anterior dan serebri media.

5) Afasia Anomik

Pasien afasia tipe animik memiliki masalah dalam mengingat nama sebuah benda. Gangguan penamaan ini disebabkan oleh gangguan dalam kemampuan berbahasa. Afasia anomik yang terjadi pada seseorang dapat diakibatkan oleh adanya aneurisma pada pembuluh darah otak, sehingga menghambat aliran darah menuju area berbahasa. Afasia anomik biasanya disebabkan oleh adanya lesi pada lobus temporal kiri inferior; didekat antara lobus temporal dan oksipital.

6) Afasia Konduksi

Afasia konduksi memiliki gejala ketidakmampuan dalam mengulangi bahasa yang diucapkan. Afasia ini disebabkan adanya diskoneksi antara area Broca dan Wernicke, disebabkan oleh rusaknya fasikulus arkuata. Pasien afasia konduksi mampu mengucapkan kata dengan lancar namun banyak terdapat kesalahan paratrase. Pemahaman pada pasien afasia konduksi masih bagus, namun karena adanya kerusakan pada jalur yang menghubungkan area Wernicke dan Beoca Menyebabkan gangguan kemampuan repetisi dan naming. Pasien afasia konduksi tidak dapat membaca dengan suara keras, tetapi dapat membaca dalam hati dengan pemahaman yang bagus.

Kemampuan menulis juga kemungkinan terganggu, kemampuan mengeja buruk, disertai adanya penghilang dan penggantian huruf. Banyak pasien afasia konduksi juga terganggu pergerakan volunteernya.

Secara ringkas gejala klinis sindrom afasia klasik dapat dilihat pada gambar 4.

(31)

28 Gambar 4. Perbandingan Gejala Klinis Gangguan Bahasa pada Sindroma

Afasia Klasik f. Diagnosis

Menegakkan diagnosis pada kasus neurologi pada umunya perlu dikaji dari empat aspek, yaitu aspek klinis, tropis, patologis dan etiologis, Kajian dimulai sejak awal pemeriksaan klinis melalui anamesis dan pemeriksaan fisik. Kajian diagnostic akan berkembang dan semakin akurat ditunjang oleh pemeriksaan klinis fungsi luhur lanjutan terutama modalitas bahasa, radiologis otak, dan penunjang lainnya yang relevan. Sebelum melakukan diagnosis afasia, penting diperhatikan diagnosis banding gangguan bicara atau gangguan berkomunikasi pada pasien. Hal ini utnk memastikan afasia atau gangguan klinis lain, yaitu disartria berat, demensia, psikosis, gangguan pendengaran, afemia,

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pencitraan seperti angiografi, CT dan atau MRI angiografi, USG doppler arteri karotis dan verterbraa serta Doppler transcranial guna mengonfirmasi lokasi gangguan pusat bahasa.

Diagnosis untuk menentukan jenis afasia dapat dilihat pada gambar 5

(32)

29 Gambar 5. Diagnosis untuk menentukan jenis afasia

g. Tatalaksana

Proses pemulihan afasia cenderung memakan waktu lama, dari bulan hingga tahunan. Bahkan pada Sebagian pasien dengan tingkat keparahan afasia berat, dapat menetap sepanjang sisa hidupnya. Penatalaksanaan afasia dapat berupa medikamentosa maupun non medikamentosa.

1. Medikamentosa

Hingga saati ini belum ada penatalaksanaan medikamentosa yang dinilai efektif. Tata laksana medikamentosa afasia akut akibat stroke terbatas pada kesegaran pengembalian perfusi orak dalam satu jam pertama onset. Walaupun demikian, terdapat studi terhadap pirasetam, donepezil, dan bromokriptin dapat memberikan luaran yang cukup menjanjikan. Donepezil dan agen kolenergik lain, seperti galantamine, bifeleman, dan fisostigmin menunjukkan menunjukkan beberapa efek terapi positif afasia pascastroke. 2. Non Medikamentosa

Kemajuan teknologi mutakhir dan perkembangan studi neurosains menghasilkan pemahaman lebih mendalam

(33)

30 tentang neurorestoratologi, yaitu ilmu yang mempelajari proses reorganosaso otak dan relearning pemulihan fungsional suati keterampilan pascacedera otak.

3. Cephalgia a. Definisi

Cephalgia adalah gejala dari nyeri di regio dari kepala dan leher.17 b. Epidemiologi

1 dari 10 pasien di klinik dokter umum adalah cephalgia, lalu 1 dari 3 rujukan ke poli saraf karena nyeri kepaanya, dan 1 dari 5 pasien datang ke IGD karena nyeri kepala.17 Cephalgia menempati 5% dari penyakit yang dapat mengganggu produktivitas. Di singapura, prevalensi cephalgia dilaporkan mencapai 82,7% dan 9,3% diantaranya adalah migrain.18

c. Klasifikasi

Cephalgia secara garis besar dibagi menjadi primer dan sekunder. Cephalgia sekunder jarang terjadi tetapi pengenalannya sangat penting karena intervensi yang tepat waktu dapat menyelamatkan nyawa. Aspek terpenting dari diagnosis sakit kepala adalah anamnesisnya. Selain itu, investigasi yang tidak perlu harus dihindari karena sekitar 8% populasi mungkin memiliki kelainan insidental yang tidak berhubungan dengan sakit kepala.17 Cephalgia dibagi menjadi:

1) Cephalgia Primer a) Migraine

Migrain adalah bentuk sakit kepala kedua yang paling umum, sering digambarkan sebagai nyeri berdenyut atau berdenyut berulang, sedang sampai berat, dan seringkali nyeri unilateral yang berlangsung selama 4–72 jam dengan ada jeda antara serangan (episodik). Sakit kepala disertai dengan mual, muntah dan / atau kepekaan terhadap cahaya, suara atau bau. Pasien lebih suka berbaring diam di ruangan

(34)

31 yang gelap dan sunyi, dan menghindari aktivitas fisik. Sekitar sepertiga dari pasien merasakan aura, digambarkan sebagai gejala neurologis fokal progresif yang berlangsung 5-60 menit. Aura visual, dalam bentuk garis zig-zag atau skotoma berkilau yang menyebar, sejauh ini merupakan yang paling umum, meskipun gangguan sensorik unilateral dan / atau disfasia dapat terjadi baik secara bersamaan atau berurutan. Kadang-kadang, terutama pada orang yang lebih tua, aura dapat terjadi tanpa sakit kepala (setara dengan migrain) dan harus dibedakan dari TIA. Biasanya aura migrain berkembang selama beberapa menit dan bergerak dari satu area ke area lain.

Sekitar 1,3–2,4% 19 penderita migrain menderita migrain kronis yang didefinisikan oleh IHS sebagai sakit kepala selama 15 hari atau lebih dalam sebulan di mana 8 hari atau lebih memiliki gejala migrain. Migrain kronis adalah bentuk migrain yang paling melumpuhkan dengan dampak penting pada kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan, penyakit penyerta dan seringnya penggunaan obat yang berlebihan. Tidak seperti migrain episodik, pasien dengan migrain kronis lebih cenderung menganggur, mengalami kesulitan hubungan dan masalah keluarga, dan refrakter terhadap pengobatan pencegahan konvensional.

b) Tension-Type Headache

TTH sering digambarkan sebagai sakit kepala tanpa gejala dibandingkan dengan migrain yang memiliki gejala yang khas. Kondisi ini sering didiagnosis tetapi sangat kurang dipahami. Nyeri digambarkan sebagai nyeri atau tekanan, dan perasaan seolah-olah kepala tergelincir atau ada ikatan yang erat di sekelilingnya. TTH umumnya bersifat episodik dan jarang berdampak pada aktivitas kehidupan sehari-hari.

(35)

32 Varian kronis jarang terjadi dan mungkin terkait dengan penggunaan obat yang berlebihan.

c) Cluster Headache

Cluster Headache adalah subtipe spesifik dari gangguan sakit kepala primer yang ditandai dengan sakit kepala yang berdurasi pendek, unilateral dan disertai gambaran otonom yaitu lakrimasi, rinore, injeksi konjungtiva, dan ptosis.

Cluster Headache lebih sering terjadi pada pria dewasa muda (3,5:1) yang merokok (65%) dan rasa sakitnya menyiksa. Serangan berlangsung antara 15 menit dan 3 jam, terjadi sekali setiap dua hari hingga delapan per hari. Pasien sangat gelisah dan gelisah serta sering berkeringat banyak. Ciri yang mencolok adalah ritme sirkadian dengan serangan yang terjadi pada waktu yang sama setiap hari. Alkohol memicu serangan di hampir semua kasus. Sakit kepala cluster bersifat episodik pada 80-90% kasus, dengan serangan yang terjadi setiap hari selama beberapa minggu hingga beberapa bulan, diikuti oleh jeda beberapa bulan hingga beberapa tahun. Varietas kronis memiliki serangan terus menerus selama satu tahun atau lebih tanpa interval bebas gejala atau periode remisi yang berlangsung kurang dari sebulan.

d) Medication Overuse Headache

Semua obat analgesik dapat menyebabkan MOH meskipun analgesik kombinasi, terutama yang mengandung opioid, barbiturat, dan kafein, memiliki risiko tinggi. Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) kemungkinannya sangatt kecil untuk terlibat dengan MOH. Kombinasi analgesik mencapai 39-42% kasus meskipun 90% penderita mengonsumsi lebih dari satu obat analgesik. MOH berkembang lebih cepat dan dengan asupan dosis yang jauh

(36)

33 lebih rendah dengan triptan dibandingkan dengan analgesik sederhana atau kombinasi. Dengan cara yang sama, gejala withdrawal jauh lebih pendek dan lebih ringan dengan triptan dibandingkan dengan analgesik lainnya.

2) Cephalgia Sekunder

- Space-occupying lesions, biasanya tumor intracranial - Infeksi ssp, meningitis ataupun ensefalitis

- Subarachnoid haemorrhage - Giant-cell arteritis

- Cerebral venous thrombosis

- Idiopathic intracranial hypertension d. Diagnosis

Waktu yang cukup untuk menggali riwayat sakit kepala dari anamnesis adalah kunci untuk diagnosis yang efektif. Diagnosis yang benar tidak selalu terbukti pada awalnya, terutama bila pasien mengalami lebih dari satu jenis sakit kepala. Riwayat yang digali selama beberapa minggu dapat menentukan pola serangan, gejala, dan penggunaan obat. Perubahan pola menandakan sesuatu keadaan baru yang memberatkan, atau timbulnya gangguan sakit kepala baru. Sakit kepala baru, pada pasien tua dan muda, membutuhkan pemeriksaan yang cermat. Jika anamnesisnya memadai, pemeriksaan fisik jarang menunjukkan tanda-tanda yang tidak diharapkan. Pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan neurologis singkat namun komprehensif, termasuk fundus optik, direkomendasikan. Pemeriksaan kepala dan leher dapat menunjukkan nyeri otot, rentang gerakan terbatas, atau krepitasi (yang menunjukkan perlunya pengobatan fisik tetapi tidak selalu menjadi penyebab sakit kepala). Pemeriksaan penunjang, termasuk neuroimaging, jarang berkontribusi pada diagnosis sakit kepala jika riwayat dan pemeriksaan menunjukkan tidak ada penyebab yang mendasari.19

(37)

34 e. Tatalaksana

Mayoritas pasien dengan sakit kepala primer dapat ditangani dengan aman dalam pengaturan rawat jalan. Dalam mengelola sakit kepala primer, cari faktor predisposisi, pemicu dan / atau pelestarian dalam riwayat pasien. Hidrasi yang tidak adekuat, makan tidak teratur, tidur tidak teratur, alkohol berlebihan, kafein berlebihan, dan / atau kurang olahraga semuanya dapat berperan sebagai faktor predisposisi. Faktor pencetus dan pelestarian termasuk stres, reaksi penyesuaian, kecemasan dan episode depresi. Faktor spesifik seperti vasodilator), dan makanan (misalnya anggur, keju, makanan asin) dapat memicu dan memicu migrain. Hubungan sebelumnya dan keakraban dengan pola kesehatan dan penyakit pasien, yang lahir dari hubungan dokter-pasien jangka panjang, memungkinkan dokter perawatan primer untuk segera mengenali masalah psikososial yang mendasari yang mungkin muncul sebagai perubahan dalam pola ini. Buku harian sakit kepala berguna untuk pasien dengan sakit kepala parah kronis. Penghindaran pemicu, kepastian dan pendidikan pasien penting untuk manajemen yang sukses. Semua faktor yang dapat dimodifikasi harus ditangani, dan obat-obatan diresepkan sesuai kebutuhan. Pasien yang gagal menanggapi pengobatan memerlukan tinjauan untuk meninjau kembali diagnosis dan / atau untuk mengatasi ketidakpatuhan atau penggunaan obat yang berlebihan. 19

a. Tension-Type Headache

Untuk TTH episodik, analgesik sederhana seperti parasetamol dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) umumnya cukup. Penggunaan opioid seperti kodein harus dipertimbangkan dengan hati-hati mengingat kemungkinan efek samping seperti ketergantungan dan obat sakit kepala yang berlebihan. Karena sakit kepala adalah gejala somatoform yang umum, pertimbangkan kemungkinan masalah kesehatan mental yang mendasari pada pasien yang datang dengan sakit kepala, terutama jika sakit kepala parah dan kronis. Jika diindikasikan, pengobatan

(38)

35 pencegahan dengan antidepresan trisiklik atau beta-blocker dapat dipertimbangkan. Mulai pencegahan dengan dosis rendah dan tingkatkan sampai kontrol yang memadai tercapai. Pasien harus diberi tahu bahwa pengobatan pencegahan perlu waktu untuk diterapkan, dan pengobatan tidak perlu seumur hidup.

b. Migraine

Analgesik sederhana mungkin cukup sebagai pengobatan lini pertama untuk migrain akut. Antiemetik dapat dipertimbangkan jika disertai mual dan muntah yang terjadi bersamaan. Perawatan lini kedua termasuk triptan (serotonin 5-hydroxytryptamine tipe 1B / 1D reseptor agonis) dan turunan ergotamine. Kombinasi triptans dan NSAID mungkin lebih unggul daripada salah satu obat saja. Jika gejala berulang, cari faktor pencetus yang mendasari dan / atau kondisi kejiwaan. Terapi pencegahan diindikasikan jika serangan migrain:

- Berulang (> 3 hari / bulan) dan menyebabkan kecacatan meskipun pengobatan obat akut sudah optimal;

- Berulang dengan aura berkepanjangan dan / atau migrain hemiplegia;

- Sering dan memerlukan penggunaan obat pada tingkat yang berisiko menyebabkan sakit kepala berlebihan;

- Berulang dan di mana pengobatan akut merupakan kontraindikasi.

Pilihan pengobatan pencegahan termasuk beta-blocker, antidepresan dan antiepilepsi. Penurunan 50% frekuensi episodik sakit kepala selama 6-8 minggu dianggap sebagai target pengobatan yang masuk akal. Tujuan jangka panjang dari pengobatan pencegahan adalah untuk mengurangi ketergantungan pada pengobatan farmakologis akut dan untuk meminimalkan risiko pengaturan sakit kepala kronis. Keputusan untuk memulai terapi pencegahan sangat bersifat individual dan

(39)

36 harus didasarkan pada durasi dan tingkat keparahan gejala yang dialami oleh pasien. sabar, bukan hanya pada apakah gangguan tersebut bersifat episodik atau kronis. Jika disetujui bersama oleh dokter dan pasien, pengobatan pencegahan harus dimulai dengan dosis rendah dan ditingkatkan setiap 2-3 minggu sampai efek samping yang efektif atau yang membatasi dosis terjadi. Penghentian bertahap dapat dipertimbangkan setelah 6-12 bulan terapi pencegahan berhasil.

c. Medication Overuse Headache

Sakit kepala akibat penggunaan obat secara berlebihan didefinisikan sebagai sakit kepala yang timbul dari penggunaan obat secara berlebihan selama tiga bulan atau lebih untuk sakit kepala yang sudah ada sebelumnya. Penggunaan NSAID dan parasetamol ≥ 15 hari per bulan, dan penggunaan triptan dan / atau opioid ≥ 10 hari per bulan dianggap berlebihan. Sebagian besar pasien dengan sakit kepala akibat penggunaan obat yang berlebihan memiliki migrain atau TTH yang mendasari yang ditutupi oleh penggunaan obat yang berlebihan. Jika dicurigai, hindari penggunaan obat pencegahan: mereka umumnya tidak efektif dan membuat resep obat menjadi berlebihan. Sakit kepala akibat penggunaan obat yang berlebihan memerlukan depreskripsi dari obat yang digunakan secara berlebihan, yang untuk beberapa pasien hanya dapat dicapai dengan perawatan rawat inap. Bukti menunjukkan bahwa untuk sebagian besar pasien dengan sakit kepala akibat penggunaan obat yang berlebihan, respons terhadap pengobatan pencegahan meningkat setelah penghentian pengobatan yang berlebihan. Perawatan yang berhasil membutuhkan manajemen harapan yang hati-hati, tindak lanjut yang dekat, dan bergantung pada hubungan terapeutik dokter-pasien yang saling percaya.

(40)

37 F. Diagnosis Sementara

a. Diagnosis klinis

Hemiplegi dextra, afasia motorik, cephalgia akut b. Diagnosis Topik

Hemisfer cerebri sinistra c. Diagnosis Etiologi

- Cerebrovaskular (Stroke hemoragik dd stroke infark ) - Dd Neoplasma intrakranial

G. Pemeriksaan Fisik (31/03/2021) 1. Pemeriksaan Umum

a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang

b. Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4VxM6 c. Tanda-Tanda Vital :

• Tekanan darah : 127/90 mmHg

• Frekuensi nadi : 65x/menit, reguler, isi cukup, kuat angkat • Frekuensi nafas : 20 x/menit, regular

• Suhu tubuh : 36,7°C • Saturasi : 98% tanpa O2 Status Generalis

a. Kepala

Bentuk kepala normocephal, rambut hitam, terdistribusi merata, tidak mudah dicabut

b. Leher

Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening pada leher. Kaku kuduk (-), brudzinski I (-)

c. Wajah

Kedua alis saat mengangkat dan mulut saat tersenyum tidak simetris.

d. Mata

Edema palpebra (-/-), alis mata hitam dan tersebar merata, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor

(41)

38 Ø 3mm/3mm, refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+), refleks kornea (+/+)

e. Telinga

AD: Bentuk telinga normal, membran timpani sulit dinilai, nyeri tekan dan tarik (-). AS: Bentuk telinga normal, membran timpani sulit dinilai, nyeri tekan (-)

f. Hidung

Bentuk hidung normal. Tidak tampak deviasi. Tidak tampak adanya sekret. Tidak tampak nafas cuping hidung.

g. Mulut

Mukosa gusi dan pipi tidak hiperemis, ulkus (-), perdarahan gusi (-), sianosis (-), ujung bibir saat tersenyum tidak simetris (-/+) Thoraks

a. Pulmo :

1) Inspeksi : Normochest, gerak dada simetris, retraksi suprasternal dan supraclavicula (-)

2) Palpasi : Taktil fremitus kanan dan kiri sama 3) Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru

4) Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-),wheezing (-/-)

Kesan : Paru dalam batas normal b. Cor :

1) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak 2) Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

3) Perkusi : Batas kanan bawah: ICS 5 mid axilaris anterior sinistra

Batas kanan atas: ICS 3 mid clavicularis sinistra

Batas kanan bawah: ICS 4 parasternal dekstra

(42)

39 4) Auskultasi : Bunyi Jantung I tunggal, intensitas normal

Bunyi jantung II splitting saat inspirasi dan tunggal saat Ekspirasi (split tak konstan),intensitas normal murmur(-), gallop (-).

Kesan : Jantung dalam batas normal Abdomen

1) Inspeksi : Datar, supel.

2) Auskultasi : Bising usus (+), normal (setiap 3-4 detik) 3) Perkusi : Timpani di semua kuadran abdomen 4) Palpasi : Dinding perut supel, hepar dan lien tidak

teraba, nyeri tekan (-), turgor baik

Ekstremitas : Simetris, sianosis (-/-), akral hangat (+/+), CRT< 2 detik

2. Status Psikiatri

a. Tingkah Laku : Normoaktif

b. Perasaan Hati : Normotimik, Eutim c. Orientasi : Baik

d. Kecerdasan : Dalam batas normal e. Daya Ingat : Dalam batas normal 3. Status Neuorolgis

a. Sikap tubuh : Lurus dan simetris b. Gerakan Abnormal : Tidak ada

c. Cara berjalan : Tidak dapat dinilai d. Ekstremitas : Lateralisasi dextra 4. Saraf Kranialis

5.

Nervus Pemeriksaan Kanan Kiri

N. I. Olfaktorius Daya penghidu N N

(43)

40 Daya penglihatan N N Pengenalan warna N N Lapang pandang N N N. III. Okulomotor Ptosis - -

Gerakan mata ke medial + +

Gerakan mata ke atas + +

Gerakan mata ke bawah + +

Ukuran pupil 3 mm 3 mm

Bentuk pupil Bulat Bulat

Refleks cahaya langsung + +

N. IV. Troklearis Strabismus divergen - -

Gerakan mata ke lat-bwh + +

Strabismus konvergen - - N. V. Trigeminus Menggigit N N Membuka mulut N N Sensibilitas muka N N Refleks kornea + + Trismus - -

N. VI. Abdusen Gerakan mata ke lateral N N

Strabismus konvergen - -

N. VII. Fasialis

Kedipan mata + +

Lipatan nasolabial Datar Dbn

Sudut mulut Lebih rendah Dbn

Mengerutkan dahi Dbn Dbn

Menutup mata + +

(44)

41 kelemahan

Menggembungkan pipi Normal Normal

Daya kecap lidah 2/3 ant Tdk dilakukan Tdk dilakukan N. VIII.

Vestibulokoklearis

Mendengar suara bisik Dbn Dbn

Tes Rinne Tdk dilakukan Tdk dilakukan Tes Schwabach Tdk dilakukan Tdk dilakukan

N.IX (GLOSSOFARINGEUS) Keterangan

Arkus Faring Simetris

Daya Kecap 1/3 Belakang Tidak dilakukan

Reflek Muntah Tidak dilakukan

Sengau Tidak dapat dinilai

Tersedak Tidak dilakukan

N. X (VAGUS) Keterangan

Arkus faring Dalam batas normal

Reflek muntah Tidak dilakukan

Bersuara Tidak dapat dinilai

Menelan Dalam batas normal

N. XI (AKSESORIUS) Keterangan

Memalingkan Kepala Dalam batas normal

Sikap Bahu Dalam batas normal

Mengangkat Bahu Dalam batas normal

(45)

42 6. Fungsi Motorik Gerakan Kekuatan Tonus 7. Refleks Fisiologis

Refleks Biceps Normal Normal

Refleks Triceps Normal Normal

Refleks ulna dan radialis Normal Normal

Refleks Patella Normal Normal

Refleks Achilles Normal Normal

N. XII (HIPOGLOSUS) Keterangan

Sikap lidah Dalam batas normal

Artikulasi Tidak dapat

berbicara

Tremor lidah (-)

Menjulurkan lidah Tidak dapat

menjulurkan lidah

Trofi otot lidah (-)

Fasikulasi lidah (-) Terbatas Bebas Bebas Terbatas 0/0/0/0 0/0/0/0 5/5/5/5 normal normal normal 5/5/5/5 normal

(46)

43 8. Refleks Patologis Babinski - - Chaddock - - Oppenheim - - Gordon - - Schaeffer - - Mendel Bachterew - - Rosollimo - - Gonda - - Hofman Trommer - - 9. Fungsi Sensorik Kanan Kiri

Eksteroseptif Terasa Terasa

Rasa nyeri Terasa Terasa

Rasa raba Terasa Terasa

Rasa suhu Terasa Terasa

Propioseptif Terasa Terasa

Rasa gerak dan sikap Terasa Terasa

Rasa getar Terasa Terasa

Diskriminatif Terasa Terasa

Rasa gramestesia Terasa Terasa

Rasa barognosia Terasa Terasa

Rasa topognosia Terasa Terasa

10. Rangsang Meningeal

Kaku kuduk : negatif

Lasegue Kernig sign

: negatif : negatif Pemeriksaan Brudzinski: : negatif

Brudzinski I : negatif

(47)

44 11. Fungsi Luhur

a. Fungsi Luhur : normal

b. Fungsi Vegetatif : BAK lancar, BAB belum selama perawatan 12. Skor Siriraj

13. Algoritma Gajah Mada a. Nyeri kepala (+)

b. Penurunan kesadaran (-) c. Refleks Babinski (-)

Dalam kasus ini didapatkan hanya nyeri kepala yang positif yang artinya mengarah ke pendarahan intraserebral sehingga perlu pemeriksaan penunjang yaitu Head CT Scan.

H. Pemeriksaan Penunjang 1. Hematologi

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hematologi

Darah perifer lengkap

Hb 17.3 13,2 – 17,3 gr/dl Ht 49.7 40 - 52% Eritrosit 6.05 (H) 4,4– 5,9 juta/µL MCV 82.1 82 – 98 fL MCH 28.6 27 – 32 pg MCHC 34.8 32 – 37 gr/dL Trombosit 289.000 150.000 – 400.000/µL Leukosit 15.1 (H) 3800 –10.600/µL Hitung Jenis Basofil 0.05 0-1% ( 2,5 x 0 ) + ( 2 x 0 ) + ( 2 x 1 ) + ( 0,1 x 90 ) - ( 3 x 0 ) – 12 = -1 Hasil dari Siriraj -1 s/d 1 yang berarti meragukan

(48)

45 Eosinofil 0.05 2-4 % Neutrofil 84.0 (H) 50-70 % Limfosit 11.7 (L) 25-40 % Monosit 3.7 2-8 % RDW 14.4 10-16 Kimia Klinik GDS 114 (H) 74-106 SGOT 24 0-50 U/L SGPT 24 0-50 U/L Ureum 38 10-50 mg/dL Kreatinin 1.30 (H) 0,82-1,1 mg/Dl HDL DIRECT 27.8 (L) 28-63 LDL-CHOLESTEROL 163 (H) <150 CHOLESTEROL 250 (H) <200 TRIGISERIDA 287 (H) 70 – 140 mg/dL ASAM URAT 11.37 (H) 2 – 7 mg/dL 2. CT – Scan

(49)

46 Expertise :

- Tampak lesi hipodens luas pada lobus parietotemporal kiri

- Tak tampak lesi hiperdens densitas perdarahan padaintra-extraaxial - Sulkus kortikalis dan fissure sylvii tampak normal

- Ventrikel lateral kanan-kiri, III dan IV tampak normal - Cisterna perimesencephalic dan basalis tampak normal - Tak tampak midline shifting

- Pons dan cerebellum baik Kesan :

- Infark luas pada lobus parietotemporalis kiri

- Tak tampak tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial saat ini I. Diagnosis Akhir

a. Diagnosis klinis : Hemiplegi Dextra, Parese N.VII

dan N. XII Sinistra UMN, Afasia motorik, Cephalgia

b. Diagnosis topis : Hemisfer Cerebri Sinistra c. Diagnosis etiologi : Stroke Infark

d. Diagnosis tambahan : Dislipidemia J. Diskusi II

Pada pemeriksaan fisik status generalisata ditemukan kesadaran E4VxM6 atau kesadaran penuh (compos mentis), dimana pasen memiliki orientasi yang baik terhadap diri maupun lingkungan. Pasien dapat membuka mata secara spontan dan terdapat kontak dengan mata periksa, mampu berkomunikasi dengan orientasi baik dan mampu mengikuti perintah pemeriksa.

Saat dilakukan pemeriksaan tanda vital, tekanan darah pasien 127/90 mmHg, nadi 65x/menit dengan irama regular isi cukup, laju nafas 20x/menit dalam batas normal, suhu 36.7 derajat (Afebris), dan saturasi oksigern dalam keadaan baik walaupun tanpa bantuan nasal kanul maupun nrm. Pada pemeriksaan fisik lokalis tidak ditemukan adanya kelainan. Selanjutnya pemeriksaan status psikiatri tidak

Gambar

Gambar 1. Perbedaan Stroke Iskemik dan Stroke Hemoragik  c.  Faktor Risiko
Tabel 1.  Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis  Gejala  Stroke hemoragik  Stroke non hemoragik
Tabel 3. Siriraj Stroke Score (SSS)
Gambar 2. Gambaran Angiografi Pada Penderita Stroke
+2

Referensi

Dokumen terkait

“ selama ini orang tua saya kurang perhatian, jadi dibebaskan gitu saja. Tapi kadang- kadang perhatian juga kalau waktu saya sakit saja jadi selama ini mereka kurang ngontrol

Secara umum gejala klinis PIS merupakan gambaran klinis akibat akumulasi darah di dalam parenkim otak. PIS khas terjadi sewaktu aktivitas, onset pada saat tidur sangat

2) Perforasi : Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu

Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tibatiba. 6i sekitar setengah dari &amp;umlah penderita% serangan dimulai dengan sakit kepala parah% sering selama aktivitas. $amun% pada

8ejang umum tonik klonik (  general tonic clonic seizure ) #. stroke non hemorrage.. S dengan konvulsi yang terjadi # hari yang lalu saat menunggu antrian di

Peran orang tua pada masa sekolah sangat penting bagi perkembangan anak terutama anak tingkat sekolah dasar. Pola asuh orang tua juga berperan penting bagi perkembangan anak.

Stroke atau serangan otak merupakan suatu istilah klinis dari gangguan fungsi otak yang mendadak, terjadi bila pasokan darah ke otak terhenti atau gagal, atau dapat pula sebagai

Sakit kepala$ kepala terasa berat waktu sujud dan rasa seperti tertelan cairan di tenggorokan juga dialami %s. %s juga merasakan mual dan rasa tidak nyaman pada perut sejak 