• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Pemerintah Dan Lembaga Sosial Dalam Menangani Permasalahan Kekerasan Seksual Pada Anak Kekerasan Seksual Pada Anak

Bab V ANALISA DATA

5.9 Peran Pemerintah Dan Lembaga Sosial Dalam Menangani Permasalahan Kekerasan Seksual Pada Anak Kekerasan Seksual Pada Anak

5.8 Perkembangan Kreativitas

Torrance (dalam Ali dan Anshori, 2004 : 43) mendefinisikan kreativitas sebagai proses kemampuan memahami kesenjangan-kesenjangan atau hambatan-hambatan dalam hidupnya, merumuskan hipotesis-hipotesis baru dan mengomunikasikan hasilnya serta sedapat mungkin memodifikasi dan menguji hipotesis-hipotesis yang telah dirumuskan.

Pada kondisi Laila, Juwita dan Sari tidak terlihat perubahan dalam perkembangan kreativitasnya. Laila dan Juwita memang anak yang tidak terlalu kreatif baik sesudah maupun sebelum memperoleh kekerasan seksual. Hal itu terlihat dalam keseharian Laila dan Juwita, mereka terlihat tidak banyak mengemukakan ide maupun gagasannya ketika berinteraksi dalam permainan. Sedangkan pada kondisi Sari, ia memang anak yang cukup kreativ dalam menuangkan ide maupun gagasannya. Dalam berinteraksi dengan teman-teman sepermainannya, sari terlihat menonjol dalam mengungkapkan ide maupun kreativitasnya dalam bermain maupun berinteraksi.

5.9 Peran Pemerintah Dan Lembaga Sosial Dalam Menangani Permasalahan Kekerasan Seksual Pada Anak

Permasalahan kekerasan seksual terhadap anak sering kali diabaikan dan tidak mendapatkan perhatian yang khusus baik dari pemerintah maupun lembaga sosial yang

bertanggung jawab terhadap permasalahan anak. Selain itu upaya penangan yang dilakukan juga sering kali kurang efektif dalam mengatasi permasalahan kekerasan seksual terhadap anak. Sangat jarang kita temukan upaya rehabilitasi yang dilakukan oleh pemerintah maupun lembaga sosial dalam menangani permasalahan tersebut. Hal itu juga dapat kita lihat pada Laila, Sari dan Juwita yang juga merupakan anak korban kekerasan seksual yang didampingi oleh Yayasan Pusaka Indonesia.

Menurut pegakuan ibu Laila, Laila tidak pernah memperoleh upaya rehabilitasi psikis dan mental baik dari pihak pemerintah, maupun lembaga sosial lainnya termasuk pusaka. Hal itu juga dibenarkan oleh ibu Irianti, ia mengatakan bahwa bantuan yang diberikan oleh Pusaka Indonesia terhadap Laila adalah berupa pendampingan hukum, dan pengobatan fisik. Selain bantuan yang diberikan oleh Pusaka, ibu Irianti mengaku tidak menerima batuan dari pihak lain baik dari pihak pemerintah maupun lembaga sosial. Hal serupa juga terjadi pada Sari dan Juwita, mereka juga tidak memperoleh bantuan yang bersifat rehabilitasi psikis dan mental.

Yayasan Pusaka Indonesia adalah lembaga sosial yang memiliki perhatian terhadap permasalahan anak. Dalam menangani permasalahan kekerasan seksual terhadap anak, Yayasan Pusaka Indonesia memberikan bantuan berupa pendampingan

dan advice hukum guna membantu mempermudah prosedur administrasi dalam hal

pelaporan kasus kekerasan seksual terhadap anak. Ketika ditanyakan mengenai efektifitas dan manfaat dari bantuan yang diberikan oleh Yayasan Pusaka Indonesia, nenek Marulia menuturkan bahwa ia merasa terbantu dengan pendampingan hukum yang diberikan oleh Yayasan Pusaka Indonesia terhadap Sari. Ia juga mengaku bahwa birokrasi dikepolisian sering kali berbelit-belit dan terkesan tidak menanggapi pelaporan yang mereka berikan sehingga bantuan yang diberikan oleh Yayasan Pusaka

Indonesia dirasa sangat membantu dalam memudahkan proses birokrasi yang harus mereka jalani. Berikut penuturan nenek marulia :

“Membatulah, kalau gak ada bantuan, kami kayak dibola-bola disana, gak ditanggapin. Berkas kami pun gak diurus dikepolisian kalau gak didampingin”. Hal tersebut juga dirasakan oleh Juwita, ia mengaku sangat terbantu dengan bantuan yang diberikan oleh Pusaka Indonesia. Juwita merasa dengan menceritakan dan membagi pengalaman buruknya membuat ia lebih termotivasi dalam menghadapi permaslahan yang ia alami. Selain itu Juwita juga mengaku bahwa ia merasa terbantu dalam proses penangkapan dan penahanan pelaku. Senada dengan Juwita dan Sari, ibu Laila juga menuturkan bahwa ia merasa terbantu dengan pendampingan yang diberikan oleh Pusaka Indonesia terhadap Laila. Berikut penuturan ibu Laila :

“Terbantulah, kami didampingi pas pelaporan kemaren, udah gitu pun si Laila sempat orang pak Joko bawak berobat baru agak mendingan perutnya setelah dibawak itu”.

Meskipun begitu mereka tetap berharap bahwa bantuan yang diberikan oleh Pusaka Indonesia tetap terus berlanjut dalam menangani kasus kekerasan seksual yang dialami oleh ketiga anak tersebut. Seperti penuturan yang disampaikan oleh nenek Marulia berikut :

“Harapannya ya terus didampingi selama kasus ini, nanti pelimpahannya atau gimananya, soalnya kami kan orang gak ngerti jadi mohon didampingilah. Kayak kemaren aja kalau gak didampingi ya kami dibola-bola dikepolisian”. Selain itu pada kondisi Laila pihak keluarga juga sangat mengharapkan bantuan berupa pengobatan dan rehabilitasi agar dampak kekerasan seksual yang dirasakan Laila terhadap perkembangannya dapat semakin berkurang. Berikut penuturan ibu Irianti :

“Harapannya kalau bisa dikasi pengobatan, supaya jangan terlalu trauma, biar oonnya pun ilang, karena kasian terkadang kalau liat dia kayak sekarang”

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan untuk mengetahui dampak kekerasan seksual terhadap perkembangan anak, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Kekerasan seksual yang dialami oleh seorang anak akan memberikan pengalaman yang traumatis dan dapat berdampak terhadap perkembangan anak tersebut baik pada perkembangan fisik, intelektual, emosi, bahasa, hubungan sosial, kepribadian, moral, maupun kreativitasnya.

2. Kekerasan seksual yang dialami oleh seorang anak akan berdampak terhadap kesehatan fisiknya baik berupa luka-luka fisik seperti luka memar, rasa sakit, gatal-gatal didaerah kemaluan, pendarahan dari vagina atau anus, maupun infeksi saluran kencing yang berulang. Didapati pula korban yang menunjukkan gejala sulit untuk berjalan atau duduk dan terkena infeksi kelamin.

3. Pengalaman buruk yang diterima oleh anak korban kekerasan seksual cenderung berpengaruh terhadap perkembangan intelektualnya. Pada ketiga anak korban kekerasan seksual dalam penelitian ini, terlihat bahwa kekerasan seksual yang mereka alami berpengaruh terhadap prestasi maupun minat belajar anak tersebut. Bahkan pada salah satu anak terlihat gejala yang menunjukkan bahwa anak tersebut memiliki keterhambatan dalam melakukan daya nalarnya.

4. Anak korban kekerasan seksual juga akan cenderung menarik diri dari lingkungan sosialnya dikarenakan rasa malu, bersalah, maupun penyesalan

yang dialami oleh anak-anak tersebut. Gangguan psikis tersebut ditandai dengan sulitnya anak dalam berinteraksi maupun mengemukakan pendapat dan keinginannya yang kemudian berdampak pada kemampuan anak tersebut dalam menyesuaikan diri atau berbaur dengan lingkungan sekitarnya.

5. Pada umumnya upaya yang dilakukan dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh anak korban kekerasan seksual adalah upaya pendampingan hukum dan kesehatan. Sangat jarang kita jumpai anak korban kekerasan seksual yang mendapatkan upaya rehabilitasi psikis dan mental. Upaya rehabilitasi yang minim membuat efek traumatis yang dirasakan oleh anak korban kekerasan seksual menjadi semakin dalam hingga mempengaruhi perkembangan anak tersebut.

6.2 Saran

1. Pentingnya peran pihak Pemerintah maupun Lembaga Sosial yang bertanggung jawab terhadap permasalahan anak untuk melakukan perumusan sistem maupun program yang tepat, guna menyelesaikan permasalahan anak korban kekerasan seksual khususnya dalam melakukan upaya rehabilitasi. Hal itu bertujuan untuk mencegah timbulnya dampak terhadap perkembangan anak yang kemudian dapat mempengaruhi pembentukan karakteristik dan kepribadian anak ketika dewasa.

2. Perlu adanya penyuluhan terhadap orang tua dan masyarakat mengenai kekerasan seksual dan dampak yang dapat ditimbulkan terhadap perkembangan anak sehingga orang tua maupun masyarakat dapat berperan secara kooperatif dalam melakukan upaya pencegahan, pelaporan dan

rehabilitasi terhadap anak korban kekerasan seksual. Seringkali orang tua tidak menyadari bahwa peran keluarga dan ligkungan sekitar sangat peting dalam menangani permasalahan anak korban kekerasan seksual. Pada umumnya anak korban kekerasan seksual takut jika orangtuanya mengetahui kondisinya dan berperilaku seperti biasa tanpa melaporkan kejadian tersebut. Hal inilah yang seringkali membuat orang tua tidak sadar dan kurang memahami kondisi psikologis anak korban kekerasan seksual. 3. Perlunya pengembangan khasanah ilmu pengetahuan yang membahas

mengenai kekerasan seksual pada anak yang bertujuan untuk memperkaya pemahaman dalam membahas permasalahan ini secara lebih dalam sehingga mampu menghasilkan solusi yang efektif dalam melakukan upaya pencegahan, advokasi, maupun rehabilitasi fisik dan mental anak korban kekerasan seksual tersebut.

Dokumen terkait