• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemerintah Kota Salatiga dalam Meminimalisir Perkawinan Anak Usia Dini Berdasarkan Hukum Islam Dini Berdasarkan Hukum Islam

DALAM MEMINIMALISIR PERKAWINAN ANAK USIA DINI

D. Pemerintah Kota Salatiga dalam Meminimalisir Perkawinan Anak Usia Dini Berdasarkan Hukum Islam Dini Berdasarkan Hukum Islam

Islam mengatur manusia dalam hidup berpasangan melalui jenjang perkawinan yang ketentuannya dirumuskan dalam wujud aturan-aturan. Setiap hukum ditetapkan untuk kesejahteraan umat, baik perorangan maupun secara bermasyarakat, baik untuk hidup di dunia maupun di akhirat. Menurut Abdul Rahman Ghozali (2012:13) keluarga sebagai lembaga terkecil dalam masyarakat berperan penting dalam kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat sangat tergantung kepada kesejahteraan keluarga. Demikian pula kesejahteraan perorangan sangat dipengaruhi oleh kesejahteraan hidup keluarganya.

Pembentukan keluarga dimulai dengan adanya pernikahan. Ulama Syafi‟iyah mengatakan bahwa hukum asal nikah adalah mubah, disamping ada sunnah, wajib, makruh, dan haram. Hukum perkawinan dapat berubah dilihat dari kondisi orang yang melaksanakan serta tujuan melaksanakannya. Menurut Abdul Rahman Ghozali (2012:18-21) hukum pernikahan dalam Islam adalah sebagai berikut.

100

Hukum Mubah, jika seseorang memiliki kemampuan untuk melakukan perkawinan, namun bila tidak melakukannya tidak dikhawatirkan berbuat zina dan apabila melakukannya juga tidak akan menelantarkan istri. Perkawinan orang tersebut hanya didasarkan untuk memenuhi kesenangan bukan dengan tujuan menjaga kehormatan agamanya dan membina keluarga sejahtera. Hukum Sunnah, untuk orang yang telah memiliki kemauan dan kemampuan untuk melangsungkan perkawinan, tetapi kalau tidak kawin tidak dikhawatirkan akan berbuat zina. Hukum Wajib, bagi orang yang telah memiliki kemauan dan kemampuan untuk menikah dan dikhawatirkan akan tergelincir pada perbuatan zina seandainya tidak kawin. Hukum makruh, untuk orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan perkawinan dan memiliki kemampuan untuk menahan diri sehingga tidak memungkinkan dirinya tergelincir berbuat zina apabila tidak kawin. Hanya saja orang ini tidak mempunyai kenginan yang kuat untuk dapat memenuhi kewajiban suami istri dengan baik. Hukum haram, bagi orang yang tidak mempunyai keinginan dan kemampuan untuk serta tanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam rumah tangga sehingga jika melangsungkan perkawinan akan terlatar dirinya dan istrinya.

Berhubungan dengan syarat perkawinan adalah baligh atau kedewasaan yang memiliki keterkaitan dengan usia. O leh karena itu, guna kemaslahatan umat ditetapkanlah usia minimal kesiapan untuk melaksanakan perkawinan. Ditemukan berbagai batas usia kedewasaan seorang anak baik dalam hukum Islam maupun hukum Indonesia. Salah satunya adalah batas usia kedewasaan menurut UU Perlindungan Anak. Pasal 1 ayat (1) UU Perlindungan Anak menetapkan bahwa, “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 Tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.

Menanggapi pernikahan Rasulullah SAW dengan „Aisyah ra, hal tersebut tidak dapat diterapkan pada konteks perkawinan anak usia dini pada saat ini. Perkawinan Rasul SAW dengan „Aisyah merupakan suatu hal yang khusus karena pernikahan tersebut penuh dengan tujuan agung (Supriyadi, 2011:58). Diantara hikmah pernikahan tersebut yaitu:

101

1. Rasulullah SAW menyiapkan istrinya sebagai da‟iyah, muballighoh, dan murabbiyah yang membantu kesuksesan dakwah dan penyampaian

risalah. „Aisyah ra memiliki kecerdasan yang tinggi dan umur beliau yang masih muda adalah masa yang tepat untuk belajar karena hafalan lebih kokoh dan kemampuan merekam pelajaran lebih mantap. Di samping sebagai pendamping hidup Rasulullah SAW, „Aisyah adalah murid spesial dalam madrasah kenabian. Nabi SAW mengajarkan „Aisyah ra secara khusus berbagai permasalahan agama terutama berkaitan dengan urusan privat rumah tangga dan fiqh kewanitaan. Peran „Aisyah ra kemudian adalah menjadi juru bicara Nabi SAW yang menjelaskan hal tersebut kepada para sahabat serta para tabi‟in yang belajar kepada beliau. „Aisyah ra mewariskan sunnah Rasulullah SAW dengan meriwayatkan hadits sebanyak 2210.

2. Memperkuat hubungan kekerabatan dan kedekatan keluarga antar beliau dengan sahabat Rasulullah SAW yang paling utama, yaitu Abu Bakar As-Shiddiq ra.

Selain beberapa hal tersebut di atas, sebagaimana pemikiran Mayadina Rohmi Musfiroh (2016:72) dalam kasus perkawinan anak usia dini terdapat benturan antara pemeliharaan atas jiwa (hifz al-nafs), pemeliharaan atas akal

(hifz al-„aql), dan pemeliharaan atas kehormatan dan nasab/keturunan (hifz al-nasl). Dimana usia anak masih sangat beresiko untuk melakukan

hubungan seksual apalagi kesiapan organ reproduksinya. Selain itu usia anak lebih tepat dipergunakan untuk masa pengembangan fungsi aka l dan

102

pendidikan daripada untuk reproduksi dengan menikah dan memiliki keturunan. Sehingga mendahulukan keselamatan jiwa anak dari resiko yang ditimbulkan akibat pernikahan dan pengembangan fungsi akal lebih didahulukan daripada hifdz al-nasl.

Sebagai salah satu faktor penyebab hilangnya hak anak, maka anak harus dilindungi dari pelaksanaan perkawinan pada usia dini. Hal ini sesuai dengan Qur‟an Surat An-Nisa‟ ayat 9.

































Artinya: dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.

Dalam ayat tersebut, Allah SWT berfirman hendaklah takut kepada-Nya bagi orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak dan ahli waris yang lemah. Janganlah sampai membuat wasiat yang akan membawa madzarat dan mengganggu kesejahteraan mereka yang ditinggalkan. Berdasarkan keterangan tersebut maka dapat diketahui pesan lain dalam QS. An-Nisa‟ ayat 9 yaitu perintah untuk melindungi anak dan cucu bahkan anak yang belum lahir sekalipun jauh-jauh hari jangan sampai nanti ia lahir dalam keadaan tidak baik dan dalam keadaan kurang (Zaki, 2014:9).

Perkawinan anak usia dini juga dianggap tidak sejalan dengan salah satu maqasid al-nikah (tujuan nikah) yaitu membangun keluarga sakinah,

103

mawaddah, dan rahmah. Maksudnya, diharapkan pasangan suami istri yang telah membina rumah tangga melalui akad nikah bersifat langgeng, terjalin keharmonisan diantara suami istri yang saling mengasihi dan menyayangi sehingga masing- masing pihak merasa damai dalam rumah tangganya. Hal itulah yang kemudian menjadi ukuran, dimana psikologi anak belum memahami semua itu. O leh karena itu, untuk memenuhi hak anak diperlukan adanya kepastian bahwa anak tidak akan menikah ketika dia masih anak-anak (Musfiroh, 2016:72). Pendapat serupa disampaikan oleh Kepala KUA Kecamatan Argomulyo, bahwa perkawinan harus dilihat secara integral dan holistik. Bukan hanya aspek legalitas formal yang bersifat normatif yaitu sah dan tidaknya suatu perkawinan, namun harus melihat hakikat dan tujuan dari suatu perkawinan.

Selain itu, Hakim PA Salatiga menyatakan bahwa lebih utama seorang wali untuk tidak menikahkan anak gadisnya yang masih kecil kecuali jika terdapat maslahat yang jelas dan pasti dari pernikahan tersebut. Pernyataan tersebut sesuai dengan kaidah Fiqh.

ِخِناَصًَنْا ِةْهَج ًهَع ٌوَّذَقُي ِذِساَفًَنْا ُؤ ْسَد

Artinya: “Mencegah terjadinya kerusakan diutamakan dari pada usaha mendatangkan kemaslahatan” (Zaenudin, 2010:16).

Adapun maksud dari kaidah di atas yaitu jika berhadapan kemafsadatan dan kemaslahatan maka dikedepankan mencegah kemafsadatan, karena penekanan syara‟ terhadap pencegahan lebih ditekankan dari pada penekanan perintah. Hal tersebut sebgaimana sabda Rasulullah SAW.

104

ُِ ْىُثَُِتْجاَف ٍءْيَش ٍَْع ْىُكُتْيَهََ اَرِإ َو ْىُتْعَطَتْسا اَي ُُِّْي ا ْىُتْأَف ٍشْيَأِت ْىُكُت ْشَيَأ اَرِإ

(

ٌاخيشنا ِوس

)

Artinya: Apabila aku memerintah kamu sekalian atas sesuatu maka kerjakanlah sebatas kemampuanmu, dan jika aku melarang kamu sekalian atas sesuatu maka hindarilah (tanpa bisa ditawar).

Berdasarkan beberapa keterangan di atas dapat diketahui bahwa menurut hukum Islam perkawinan anak usia dini harus dihindari, karena perkawinan anak usia dini merupakan salah satu faktor penyebab hilangnya hak anak. Selain itu, jika menilik pada penyebab utama perkawinan anak usia dini yaitu hamil di luar nikah, maka praktek perkawinan anak usia dini yang terjadi saat ini tidak sesuai dengan tujuan perkawinan. O leh karena itu, perkawinan anak usia dini harus diminimalisir.

Dalam pelaksanaanya, pemerintah Kota Salatiga sebagai pemimpin masyarakat telah melakukan berbagai upaya dalam perlindungan anak lebih khusus dalam menangani kasus perkawinan anak usia dini. Hal tersebut dilakukan melalui unsur pelaksana urusan pemerintahan bidang pelindungan anak yaitu Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak (DP3A) Kota Salatiga.

Pemerintah Kota Salatiga sebagai kepala pimpinan memiliki pengaruh pada kemajuan dan kemunduran masyarakat Salatiga. Islam sebagai rahmat bagi seluruh umat, telah meletakkan persoalan pemimpin dan kepemimpinan sebagai salah satu persoalan pokok dalam ajarannya. Allah SWT berfirman dalam Qur‟an Surat An-Nisa ayat 58-59.

105





















































Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat (Ayat 58).

Dalam Qur‟an Surat An-Nisa‟ ayat 58, Allah SWT dengan tegas menjelaskan adanya tentang kewajiban untuk menunaikan amanat yang dibebankan kepada setiap orang, tidak terkecuali pejabat pemerintah. Pejabat publik yang tidak amanah kehilangan legitimasi moral, kehormatan dan martabatnya sebagai ulil amri. Sebab ulil amri diangkat untuk melayani

masyarakat luas pada bidang yang menjadi kompetensinya sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing- masing institusi yang diatur di dalam administrasi publik.

Menurut Dewan Pakar Pusat Kajian al-Quran, Prof. Dr. H. Asep Usman Ismail, M.A. (2014), bertolak dari konsep amanat di atas, maka perintah yang terkandung di dalam Qur‟an Surat An-Nisa ayat 58 mengandung makna kewajiban menyampaikan amanat, bahwa setiap orang beriman agar menunaikan amanat yang menjadi tanggung jawabnya, baik amanat dari Allah SWT maupun amanat dari sesama manusia. Pada sisi lain, sesuai dengan sebab turunnya ayat, penggalan ayat tersebut mengandung makna khusus, yaitu kewajiban para pejabat pemerintah sebagai pejabat publik untuk menunaikan amanat yang diberikan kepada mereka. Dari sini

106

dapat dikatakan bahwa ayat di atas memperkenalkan prinsip pertanggung jawaban kekuasaan politik. Prinsip ini bermakna bahwa setiap pribadi yang mempunyai kedudukan fungsional dalam kehidupan politik dituntut agar melaksanakan kewajibannya dengan sebaik-baiknya dan bahwa kelalaian terhadap kewajiban tersebut akan mengakibatkan kerugia n bagi dirinya sendiri dan juga bagi kepentingan orang banyak.

Pemerintah Kota Salatiga sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat dalam menjalankan urusan pemerintahan daerah memiliki urusan wajib dalam perlindungan anak. Hal tersebut sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 12 ayat (2) huruf b UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Kewajiban tersebut diperjelas lagi dalam UU Perlindungan anak, dimana pada Pasal 20 UU Perlindungan Anak menyebutkan bahwa “Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua atau Wali

berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan

Perlindungan Anak”.

Sebagaimana telah diketahui bahwa pemerintah Kota Salatiga memiliki DP3A sebagai pelaksana urusan pemerintahan bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Maka dapat disimpulkan bahwa secara umum, pemerintah Kota Salatiga telah melakukan kewajiban sebagai pemimpin masyarakat sebagaimana amanat UU Pemerintahan Daerah dan UU Perlindungan Anak. Hal tersebut sebagaimana kandungan pada Qur‟an Surat An-Nisa‟ ayat 58, bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan yang diamanatkan kepadanya.

107 BAB V