BAB III PROFIL NUGROHO NOTOSUSANTO
C. Pemikiran Nugroho Notosusanto
Nugroho Notosusanto banyak mengisahkan tentang kemerdekaan. Sejak ia menyandang gelar “cerpenis”, ia selalu protes. Mungkin karena masa remajanya sampai dewasa ia selalu hidup di dunia serba keras. Ia menikmati bagaimana para penjajah, Belanda seenaknya menindas bangsa kita. Protes kekejaman Belanda tak lepas
8
Ajip Rosidi, loc. Cit. 9
Artikel diakses pada 26 Februari 2016 dari
mempengaruhi pikirannya. Sehingga betapa, tajamnya nada protes di dalam cerpen-cerpennya. Tidak heranlah bila suatu penerbit memberi kata pada cerpen Nugroho, katanya cerpen Nugroho ini merupakan kesaksian tentang revolusi kemerdekaan. Tidak banyak karya sastranya yang menampilkan kisah-kisah disekitar revolusi itu yang
mengalami sendiri oleh pengarangnya.10
Nugroho Notosusanto mengartikan “angkatan” sama dengan “periode”. Dalam tulisannya yaitu Boejoeng Saleh berkata bahwa pembagian periode-periode sastra itu
berdasarkan atas pola-pola kebudayaan (cultural patterns) yang sudah menimbulkan
sesuatu keadaan kemasyarakatan terhadap mana lahir bentuk-bentuk mereaksi tertentu berwujud cara berpikir dan merasa cara mengungkapkan (memberikan bentuk) kepada
pikiran dan perasaan tersebut.11
Konsep Nugroho Notosusanto dengan membombong sambil membimbing mempunyai makna lain bagi anak-anak remaja. Di tengah-tengah masyarakat yang mudah mengecam setiap tindakan kaum pelajar, remaja sebagai produk yang brengsek. Membombong (membesarkan hati) memang seharusnya dilakukan. Karena sebenarnya tidak benar kalau produk generasi yang sekarang sebagai sesuatu yang brengsek, narkotik, minum-minuman keras atau berkelahi belaka. Banyak generasi muda, terutama kaum remaja yang sebenarnya mampu berkarya, mampu memperlihatkan bahwa mereka sebenarnya patut diterima sebagai calon pengganti generasi tua. Kecintaannya pada anak didik, membuatnya selalu trenyuh setiap kali bocah-bocah kecil berkeliaran di jalan dengan dagangannya. Itu pulalah yang mendorongnya untuk melahirkan ide orang tua asuh. Ia ingin semua anak negeri ini tahu apa itu sekolah.
Namun begitu tak berarti ia memanjakan yang sudah berkemauan sekolah.12
10
Anonim, “In Memoriam Nugroho Notosusanto, Cerpenis yang selalu ingin Merdeka”, Harian Yudha Minggu, Jakarta, 23 Juni 1985, h. 7.
11
Ajip Rosidi, Masalah Angkatan dan Periodisasi Sedjarah Sastra Indonesia, (Tjupumanik, 1970), h.10.
12
Eni S. Bahari Putri, “Nugroho di mata Wartawan Muda, Dia yang Tak Mengenal Lelah”, Harian Umum Pelita, Jakarta 6 Juni 1985, h. 18.
Nugroho Notosusanto menjunjung tinggi suatu kemerdekaan. Bukan saja tidak mau bangsanya dijajah oleh Belanda dan Jepang, tapi dirinya sendiri pun harus bebas, merdeka. Di sinilah, semangat idealisme Nugroho yang tidak bisa diabaikan oleh para mahasiswa, para prajuriyt, atau para pejabat lainnya, sebab semangat yang merindukan kemerdekaan sangat dibutuhkan Negara berkembang seperti Negara Indonesia. Apalagi, semangat itu tidak diam meminta merdeka, setelah mendapatkan kemerdekaan ia terus merindukan mengisi kemerdekaan itu dengan berbagai kesibukan, tentunya
tidak mengarah ke hal yang negatif sifatnya.13
Sebagai seorang yang banyak bergerak dilapangan masyarakat dan organisasi pemuda, serta pula pernah giat dalam ketentaraan pelajar, Nugroho tak dapat dikatakan tidak punya pengalaman. Kesan membaca cerita-cerita Nugroho ialah ia tak dapat menghayati suasana dan tokoh-tokohnya oleh kekurangan pengalaman batin dan kekurangan daya imajinasi. Nugroho bukan orang yang berjiwa Patetis, sebaliknya otaknya dingin menganalisa. Nugroho tidak mencoba jadi diri orang lain, tapi tetap
dirinya sendiri, memandang dari sudut pandangnya sendiri.14
Adanya kelesuan, impasse atau krisis dalam kesusastraan Indonesia pada awal
tahun 1950-an bagi Nugroho tidak lebih dari satu mitos, “mythe”. Hal itu jelas
dikemukakan dengan tegas di dalam paling tidak dua buah tulisannya. Dalam melihat situasi kesusastraan Indonesia yang mendapat tuduhan seakan-akan sedang menghadapi krisis atau impasan itu, Nugroho melakukan penilikan yang meluas dan mendalam. Meluas dengan menempatkan persoalan kesusastraan dalam rangka budaya Indonesia secara keseluruhan. Mendalam dengan mengadakan analisis pada setiap seginya dengan cermat.15
13
Anonim. loc. cit. 14
H.B Jassin, Kesusastraan Indonesia Modern dalam kritik dan esai, (Jakarta: Gunung Agung, 1967), h.7
15
Nugroho menyatakan dalam tulisannya bahwa seni dan sastra adalah hanya sebagian kecil dari budaya seluruhnya, dan tak dapat berwatak lain daripadanya. Tokoh-tokoh Pramoedya tak mungkin menyalahi anggapan-anggapan pengarangnya, dan anggapan-anggapan pengarang terbentuk oleh budayanya. Dia juga mengakui bahwa filsuf-filsuf besar mempengaruhi masyarakatnya, mempengaruhi alam pikiran zamannya.
46
A. Deskripsi Data
1. Penggunaan Gaya Bahasa untuk Menyampaikan Intrinsik Cerpen Senyum dan Cerpen Bayi dalam Kumpulan Cerpen Hujan Kepagian Karya Nugroho
Notosusanto a. Tema
Tema merupakan hal utama pembicaraan yang mendasari cerita. Tema bersifat menyelaraskan keseluruhan cerita dan mempunyai pengelompokan yang luas. Oleh karena itu, untuk menemukan tema sebuah karya fiksi harus disimpulkan dari seluruh cerita, tidak hanya bagian-bagian tertentu dari cerita saja. Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita. Tema berperan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya rekaan yang diciptakannya. Tema sebagai salah satu unsur karya fiksi sangat berkaitan erat dengan unsur-unsur yang lainnya.
Tema dalam cerpen Senyum yaitu perjuangan realisasi mental melawan
penjajah. Hal itu dominan ditemukan dalam setiap paragraf cerpen tersebut.
Penggunaan gaya bahasa dalam cerpen Senyum menguatkan tema yang ada.
Pertama, ketika tokoh Aku mengungkapkan perasaannya ketika sedang terkena serangan. Awalnya tokoh Aku sudah merasa putus asa atas apa yang menimpanya ketika sedang bertempur.
Ketika pada suatu ketika zat cair asin yang menetes pada lidahku hangat, aku sadar, bahwa air mata sudah keluar, Aku berterima kasih kepada Tuhan, bahwa tak ada orang yang menyaksikan veteran menangis cengeng karena luka di lengan kaki. Belum ususnya keluar seperti Arya Panangsang dari
cerita lama.1
1
Kutipan di atas menggambarkan tentang tokoh Aku sebagai seorang pejuang yang berjuang ketika perang. Semangat dan rela berkorban yang tergambar pada kutipan di atas membuktikan perjuangan tokoh Aku dalam melawan penjajah. Kaitannya dengan penggunaan gaya bahasa, gaya bahasa digunakan oleh pengarang untuk lebih memaparkan temanya. Pengarang menggunakan gaya bahasa perbandingan dalam menguatkan kutipan tersebut kepada tema. Usus yang keluar itu dibandingkan dengan cerita lama Arya Panangsang, kaitanya sama dengan peperangan. Gaya bahasanya memperjelas tema perjuangan melawan penjajah.
Kedua, peristiwa ketika tokoh Aku menyerang musuh. Tokoh Aku menyerang ketika keadaan sedang sepi. Dalam perlawanannya terhadap penjajah, tokoh Aku tidak mengendurkan serangan.
Aku lihat mata-mata itu jongkok. Dahinya lebar. “Tembak!” dan aku
menembak. Dahi lebar itu berlubang kecil kemudian badan di bawah dahi itu jatuh terlentang. “Sembelih saja !” aku dengar suara bengis, dan pisauku
menggorok leher manusia. Bau amis memualkan. “Sikat!” aku dengar bisikan
serak. Pandanganku menegang, melihat 15 uniform hijau berjalan
beriring-iringan, di atas uniform itu kepala merah seperti kulit anak babi.2
Kutipan tersebut disampaikan oleh tokoh Aku sesaat ketika mendapat serangan dari pihak musuh. Tokoh Aku menerima perintah untuk menghabisi musuh sehingga dia langsung melaksanakannya dengan menembak dan membunuhnya.
Ketiga, peristiwa ketika tokoh Aku berusaha keras untuk tetap melanjutkan hidup untuk masa depan yang lebih baik.
Aku merangkak terus. Aku harus mengusir Belanda untuk Tati, pikirku kabur. Aku harus sampai ke Terugvalbasis. Aku harus sembuh. Tati sudah ingin sekolah. Aku harus meneruskan hidup begini, biar Tatiku kelak bisa sekolah dengan tenang. Tati dan teman-temannya. Untuk itu generasiku menghabiskan
2
sebagian hidupnya di lumpur dan kotoran medan perang. Generasiku dapat panggilan untuk melaksanakan peletakkan dasar-dasar zaman yang damai. Peristiwa tersebut menunjukkan tema perjuangan melawan penjajah yang
tergambar dalam cerita cerpen Senyum. Peristiwa tersebut juga menunjukkan
bahwa tokoh Aku ingin memperkuat rasa nasionalisme dan menjadi tonggak sejarah bagi perjuangan bangsa.
Dalam cerpen Bayi temanya ialah keikhlasan untuk menolong orang yang
membutuhkan pertolongan. Panggilan untuk menolong yang membutuhkan pertolongan tanpa jasa dan tanpa pamrih, tanpa mengenal kawan atau lawan, yaitu menolong lahirnya seorang bayi.
Kenapa ada pertempuran tak memadamkan lampu, pikirku dibuai marah dan kasihan. Rumah itu miskin benar, tidak punya dapur istimewa. Cuma sebuah kotak persegi dari bambu. Pak Simin tidak miskin dalam artian tanah, Mbok Simin masih muda dan tidak jelek, namun suci di tengah-tengah prajurit-prajurit.3
Dalam kutipan di atas, tokoh aku merasa iba dan ada perasaan ingin menolong orang yang ada di rumah miskin itu, yaitu Mbok Simin. Tokoh Aku ingin menolong yang ada di rumah miskin itu karena dalam keadaan perang lampu di dalam rumah tidak dipadamkan sehingga menurut tokoh aku kemungkinan rumah itu dapat di serang ketika peperangan berlangsung.
Kemudian peristiwa ketika tokoh Aku sedang baku tembak dengan tentara Belanda. Hal demikian dapat dilihat dari kutipan berikut ini.
Bayi itu masuk hitungan juga, bahkan suaranya yang paling keras. Bayi itu harus diselamatkan. Sebentar lagi mungkin terjadi perbenturan di sini. Tangis bayi itu bikin aku sentimental. Aku terkenang adikku yang masih bayi di rumah. Dia enak aman dalam kelonan ibu. Tapi bayi itu sekalipun di dalam
3
kelonan ibunya tidak aman bahkan ibunya saja tidak aman. Aku yang wajib
mengamankan mereka. Tapi aku sendiri juga tidak aman.4
Ia mencoba tersenyum, masih agak ragu-ragu.Kemudian mengulurkan tangan kanannya. Aku melihat pada tangannya, ke wajahnya kemudian kepada Mbok
Simin dan bayi yang terbaring di bale-bale. Dan kami berjabat tangan.5
Kutipan di atas menunjukkan bahwa dalam situasi peperangan tokoh Aku ingin menolong dan mengamankan bayi dan Mbok Simin. Padahal tokoh Aku sendiri juga tidak aman tetapi tokoh Aku berusaha untuk menolong dengan ikhlas Mbok Simin dan bayinya.
b. Tokoh dan Penokohan
Tokoh merupakan pribadi atau individu yang mengalami berbagai peristiwa dalam sebuah cerita. Sedangkan , penokohan merupakan watak pelaku dalam sebuah cerita yang dikembangkan oleh pengarang. Tokoh dan penokohan saling berkaitan. Tiap-tiap tokoh biasanya memiliki karakter, sikap, sifat dan kondisi fisik yang disebut dengan perwatakan/karakter.
Gaya bahasa dalam cerita memberi penguatan dalam karakter masing-masing tokoh yang diceritakan. Dalam cerita terdapat tokoh protagonis (tokoh utama), antagonis (lawan tokoh protagonis) dan tokoh figuran / tokoh pendukung cerita. Dari segi peranan, tokoh dapat dibedakan atas tokoh primer, tokoh sekunder, dan tokoh komplementer. Pemberian sifat pada pelaku-pelaku cerita. Sifat yang diberikan akan tercermin pada pikiran, ucapan, dan pandangan tokoh terhadap sesuatu.
Tokoh dan penokohan dalam cerpen Senyum karya Nugroho Notosusanto adalah
sebagai berikut. 4 Ibid., h. 59 5 Ibid., h. 61.
1) Aku
Aku dalam cerpen Senyum karya Nugroho Notosusanto ini hadir sebagai
tokoh utama atau protagonis. Tokoh Aku adalah seorang laki-laki yang bekerja sebagai pejuang dan merupakan tokoh primer. Rasa setia dan rasa kuat dalam persahabatan dimiliki oleh tokoh aku. Meskipun temannya yang sesama pejuang telah meninggal di medan perang, tokoh Aku masih menjalin hubungan persahabatannya dengan mengunjungi makamnya. Hal ini terlihat pada kutipan berikut.
Aku berjongkok di muka makam itu. Bungkusan daun pisang berisi bunga melati yang kubeli di pasar distrik, aku buka bau bunga yang segar dan bau boreh yang kental menyelinap ke dalam hidung. Aku tak bisa berdoa. Aku memejamkan mata. Mencoba mengheningkan cipta.
Melati aku taburkan semua dan aku teringat akan perjuangan antara kota dan desa di makam Jono.
Sebelum duduk di bawah tugu, sebagai orang kota sejati aku beberkan
sapu tanganku ke rumput. Sambil duduk, Leica kubuka lagi dan
kubidikkan pada bukit itu. Jelas kelihatan tanduknya yang coklat pada
latar belakang langit biru. 6
Kutipan di atas menunjukkan bahwa latar belakang tokoh Aku ialah
orang kota. Biasanya perbedaan yang mencolok antara orang kota dengan orang desa pada zaman penjajahan adalah pakaian dan pernak-perniknya yang memberi kesan bahwa orang kota tidak mau disamakan dengan orang desa. Kemudian
dijelaskan lagi tokoh aku membuka Leica yang berarti penangkap gambar atau
kamera yang menunjukan pernak-pernik yang digunakan oleh orang kota serta ingin menjelaskan bahwa orang kota ingin selalu berusaha mengabadikan setiap peristiwa penting yang dialaminya. Tokoh aku memiliki rasa penakut yang tinggi, hal tersebut dapat dilihat kaitannya dengan gaya bahasa simile yang
6
terdapat dalam penggalan kutipan cerpen “Aku sudah hampir putus asa, nafasku seperti gulali yang menetes ke bawah”.7
Gaya bahasa simile yang terdapat dalam kutipan tersebut memperkuat karakter tokoh aku yaitu penakut.
Selain itu, tokoh Aku juga kerap tidak mematuhi perintah orang tua. Tokoh aku membangkang perintah orang tua semata-mata karena keinginanya untuk berangkat ke medan perang, hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut.
Aku dengar Bapak berkata di telingaku, “Engkau harus belajar terus, engkau
punya tugas sebagai intelektual.” Tapi aku toh berangkat ke medan pertempuran. Aku selalu berangkat tanpa ijin, sudah jadi tradisi sejak umur 14. Dan aku
merangkak terus.8
Tokoh aku juga selalu ingin menunjukkan sisi orang kotanya dengan menggunakan hal-hal atau pernak-pernik yang sering digunakan orang kota atau kaum modern, gaya bahasa metonimia memberi penguatan akan tokoh aku.
“Aku pandang tamasya di sekitar bukit lewat lindungan sejuk Ray
Ban.”9
Dalam cerita selanjutnya, tokoh Aku mengalami ketakutan yang menimpa dirinya. Ketakutannya tidak melemahkan semangatnya untuk berjuang melawan tentara penjajah. Tokoh Aku mengalami luka di beberapa tubuhnya, hal itu yang membuat rasa takut bagi dirinya karena sementara itu penjajah menyerang tanpa berhenti.
Tapi ketakutanku tertangkap oleh KL, lebih besar. Eddystone aku raih dan
merangkak ke bawah. Lengan kiri dan lutut kanan ngilu, telapak kaki seperti di
cabe. Aku merangkak terus diburu takut, dihimbau oleh harapan.10
7 Ibid., h. 14. 8 Ibid., h. 19. 9 Ibid., h. 14. 10 Ibid., h.17.
Beberapa waktu kemudian tokoh Aku mengingat kenangan masa lalunya ketika dia dalam keadaan tubuh yang terluka dan ketakutan yang menimpanya. Ia masih memikirkan kenangan yang pernah dialami. Hal itu menunjukkan bahwa tokoh Aku mempunyai ingatan kenangan yang cukup kuat. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut.
Tapi air mata susah sekali membendungnya. Untuk mengimbangi, kenangan
aku biarkan pula mengalir sebebas-bebasnya.11
Sifat pantang menyerah yang dilakukan oleh tokoh Aku menjadikan semangat dan maju terus dalam bertempur. Dari awal cerita sampai akhir cerita tokoh aku tidak berubah akan sifatnya, semangat dan pantang menyerah membuatnya kuat. Sehingga tokoh Aku merupakan tokoh datar karena dari awal sampai akhir cerita watak dan sifatnya tidak berubah.
Aku tersentak bangun oleh kesadaran, bahwa aku tidak bermimpi. Aku luka. Aku harus menyelamatkan diri. Aku harus maju terus. Dan aku merangkak lagi.12
2)Bocah
Bocah digambarkan dengan anak kecil yang berumur lima tahun. Tokoh Bocah ini juga digambarkan dengan kepala botak dan matanya bulat besar dan polos.
“Makamnya di atas di bukit itu, Pak,” kata bocah cilik yang Cuma pakai celana kolor hitam dan membawa pecut. Aku tersenyum sambil membelai
kepala botaknya.13
Selain itu, Bocah merupakan tokoh yang jujur dalam menyampaikan sesuatu. Ia lahir di tahun 1949 tepatnya ketika masih ada perang. Tokoh Bocah ini juga merupakan tokoh komplementer yang merupakan tokoh tambahan sebagai pelengkap dalam cerita. Ia hanya muncul di awal cerita saja ketika 11 Ibid., h.19. 12 Ibid., h.21. 13 Ibid., h. 9.
penjelasan mengenai makam Jono. Ciri fisik lainnya, Bocah itu mempunyai perut gendut, wajah dan dada penuh debu.
Kemudian kupandang bocah itu dengan seksama. Kepalanya bulat, mata hitam, mulut kecil, perut gendut, wajah dan dada penuh debu. Celana hitamnya sampai ke bawah lutut. Kurasa tanganku gatal melihat
perupaannya.14
Bocah dalam cerpen Senyum yang ada dalam kumpulan cerpen Hujan
Kepagian karya Nugroho Notosusanto merupakan tokoh datar. Dari awal hingga akhir cerita Bocah mempunyai sifat dan sikap polos serta jujur. Dengan kepolosan dan kejujurannya ia menjawab berbagai pertanyaan yang dilontarkan oleh tokoh Aku.
3) Pak Karto
Seperti yang terjadi dengan Bocah, Pak Karto juga merupakan tokoh pendukung dalam cerita. Ia merupakan tokoh komplementer, pelengkap dalam cerita. Pak Karto digambarkan sebagai tokoh politisi yang sedang berjuang di Pemilihan Umum. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.
Pak Karto dan tetangga-tetangganya berubah. Bahwa ia punya almari palang merah berisi obat-obatan dan pembalut di mejanya penuh berserakan buku-buku dan brosur-brosur buta huruf PPK serta selebaran Pemilihan Umum di mana dulu hanya terdapat tembakau krosok di dalam slepen dan teko berisi teh encer, hanyalah tanda-tanda lahir daripada perubahan jiwa. Perubahan-perubahan yang hakiki tampak, kalau mereka berbicara tentang koperasi, transmigrasi dan pajak seperti ekonom sejati dan membicarakan arti republik serta kesehatan rakyat seperti negarawan yang berpengalaman. Dan betapa bangganya mereka akan gedung SMP baru yang kira-kira lima tahun yang lalu dimulai
pelajaran-pelajarannya oleh anak-anak Mobilisasi Pelajar.15
Pak Karto digambarkan sebagai seorang yang sedang memperebutkan kursi jabatan dalam Pemilihan Umum. Ia berkampanye dengan selebaran Pemilihan
14
Ibid., h.10.
15
umum dan juga menarik hati masyarakat dengan fasilitas kesehatan yang disediakannya. Pak Karto tidak begitu banyak diceritakan dalam cerita.
4) Jono
Dalam cerpen Senyum Karya Nugroho Notosusanto, Jono merupakan
tokoh sekunder. Peran Jono juga penting dalam cerita karena ia merupakan tokoh sekunder yang merupakan tokoh penting kedua setelah tokoh Aku. Jono menjadi tokoh yang cukup banyak mengambil peranan penting dalam cerita karena ia merupakan pihak yang paling banyak diceritakan oleh tokoh primer. Jono dalam cerita memiliki sifat berani dan rela berkorban bagi bangsa dan negaranya. Hal demikian dapat dilihat dari kutipan berikut.
Kami temui badanmu tertelungkup. Pakaianmu koyak-koyak. Lengan kaki kanan remuk. Badanmu kami telentangkan. Dan kami semua heran, karena engkau tersenyum. Kita semua sudah kerap melihat anak-anak yang gugur. Wajahnya ada yang tenang seperti tidur, tetapi kebanyakan wajahnya menyeringai atau matanya
membelalak karena kesakitan.16
Jono meninggal pada tanggal 7 Mei 1949 di usia 18 tahun. Ia juga sangat sayang terhadap adik kecilnya yang bernama Tati. Ketika ia meninggal masih menyimpan foto adiknya di saku pakaiannya.
Di bawahnya ada sepotong marmer yang ditulisi nama Jono selengkapnya, di
bawah tertulis gugur di tempat ini pada usia 18 tahun, di bawah lagi 7 Mei 1949.17
Dalam saku-sakumu hanya kami temukan lap senjata, buku nyanyian dan ORI Rp
100,00. Masih ada juga foto Tati, adikmu tunggal.18
5) Tati
Tati merupakan tokoh pelengkap dalam cerita cerpen Senyum karya Nugroho Notosusanto. Tati digambarkan dengan seorang gadis kecil berumur tiga tahun yang bermain-main dengan kucingnya. Ia bersifat polos dan lucu.
16 Ibid., h. 13. 17 Ibid., h. 12. 18 Ibid. h. 14.
Tati, adikku tunggal yang umurnya baru tiga tahun, bercakap-cakap dengan temannya. Ia bertolak pinggang dan berganti-ganti berdiri pada kaki kiri dan kaki
kanan. Senyumnya mengiming-imingi lucu sambil berkata, “Mas Jon beljuang,
masku punya bedil.”19
Selain itu Tati juga penakut. Tati sangat takut terhadap Belanda. Yang paling ia takuti ialah kalau Jono, kakaknya ditangkap oleh Belanda. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.
“Nanti Mas Jon dibawa oleh Belanda!” Tati dipeluknya. Tati melepaskan diri dari pelukan lalu lari kepadaku sambil menangis dan kemudian memeluk pinggangku. Dan ibu berkata, “st, jangan keras-keras, nanti Belanda datang.” Dan Tati
menyembunyikan mukanya ke dada ibu.20
6) Ibu
Dalam cerpen Senyum karya Nugroho Notosusanto, Ibu merupakan tokoh
komplementer atau pelengkap. Ibu dalam cerita digambarkan dengan sifatnya yang bijak dan selalu mengingatkan.
“Hus Tatik, tak boleh berkata begitu!” Kemudian kudengar ibu mengucapkan A’udzubillahbiar perkataan Tati jadi kenyataan.21
Tokoh dan Penokohan dalam cerpen Bayi karya Nugroho Notosusanto adalah
sebagai berikut. 1) Aku
Dalam cerpen Bayi karya Nugroho Notosusanto, tokoh Aku merupakan
tokoh primer. Selain tokoh protagonis atau tokoh utama, tokoh aku memiliki sifat pemberani. Sifat pemberaninya ini ia buktikan ketika melawan rasa takut untuk melawan tentara Belanda. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut.
19 Ibid., h. 21. 20 Ibid., h. 22. 21 Ibid.,
Aku jalan terus setengah merangkak kalau-kalau ada “kiriman timah” dari tempat pertempuran. Payah sayap kanan disodok lebih dahulu oleh Belanda, tapi sayap kiri yang masih sepi.
Keringatku sudah mulai bercucuran dan tanganku mulai gugup. Untuk kesekian kalinya aku mulai pergulatan dengan takut, suatu pekerjaan rutin, namun sama
beratnya setiap kali harus dilakukan. Kalau takut sudah aku kalahkan.22
Kenyataannya seorang prajurit pun ketika menghadapi situasi pertempuran akan merasa gugup dan takut, hal tersebut dialami oleh tokoh aku. Gaya bahasa