• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan gaya bahasa pada kumpulan cerpen hujan kepagian karya Nugroho Notosusanto dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan gaya bahasa pada kumpulan cerpen hujan kepagian karya Nugroho Notosusanto dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

INDONESIA DI SMA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

(S.Pd.)

Oleh

Meizar Fatkhul Izza NIM 1110013000043

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

i

pada Kumpulan Cerpen Hujan Kepagian karya Nugroho Notosusanto dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing: Rosida

Erowati, M.Hum., September 2014.

Penelitian ini beranjak dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Gaya

bahasa apa sajakah yang terdapat dalam kumpulan cerpen Hujan Kepagian karya

Nugroho Notosusanto? 2. Apa makna gaya bahasa yang terdapat dalam kumpulan

cerpen Hujan Kepagian karya Nugroho Notosusanto? 3. Bagaimana implikasi

penggunaan gaya bahasa yang terdapat dalam kumpulan cerpen Hujan Kepagian

karya Nugroho Notosusanto terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk mendeskripsikan data

yang berupa gaya bahasa dalam kumpulan cerpen Hujan Kepagian karya Nugroho

Notosusanto. Teknik penelitian yang digunakan adalah analisis dokumen yaitu

kumpulan cerpen Hujan Kepagian karya Nugroho Notosusanto dan studi pustaka

untuk mencari dan mengumpulkan data dari kepustakaan yang berupa buku-buku

yang berkaitan dengan objek penelitian yaitu gaya bahasa.

Hasil penelitian menemukan delapan jenis gaya bahasa dari lima puluh

lima gaya bahasa, antara lain gaya bahasa 1) Perumpamaan, 2) Personifikasi, 3)

Antitesis, 4) Hiperbola,5) Metonimia, 6) Sinekdoke, 7) Epizeukis, 8) Anadilopsis.

Gaya bahasa yang digunakan Nugroho Notosusanto maknanya terkesan

menekankan dan menguatkan. Gaya bahasa yang terdapat dalam kumpulan cerpen

Hujan Kepagian karya Nugroho Notosusanto dapat diimplikasikan pada

pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SMA kelas XI, dengan Standar

Kompetensi memahami wacana sastra melalui kegiatan membaca puisi dan

cerpen. Siswa mampu mengidentifikasi gaya bahasa dan mengaitkan makna gaya

bahasa dengan kehidupan sehari-hari.

(6)

ii

Meizar Fatkhul Izza, 1110013000043, "The usage of language style in the Short Story Collection of Hujan Kepagian,Nugroho Notosusanto and its implication in Indonesian Language Learning and Literature". Indonesia Language and Literature Education Departemen, Faculty of Tarbiya and

Teaching, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. Advisor: Rosida

Erowati , M. Hum, September 2014 .

This research based on the formulation of the problem as follows : 1.

What are the language style in the short story collection of Hujan Kepagian? 2.

What is the meaning of the language style in the short story collection of Hujan

Kepagian? How is the implication of the usage of language style in Hujan

Kepagian in Indonesian Language Learning and Literature.

This study used qualitative method to describe the data about language

style in the short story collection of Hujan Kepagian. The technique of the study

used document analysis about language style in the short story collection of Hujan

Kepagian and literature review to find and collect the data from the books that is

related with the object of the study; language style.

The results of the study is finding eight language styles of fifty-five

language styles, such as : language style, 1 ) Parable , 2 ) Personification , 3 )

antithesis , 4 ) Hyperbole , 5 ) metonymy , 6 ) Sinekdoke , 7 ) Epizeukis , 8 )

Anadilopsis . Style of language used Nugroho Notosusanto meaning impressed

emphasize and strengthen. The language style in short story collection of Hujan

Kepagian can be implicated in Indonesian Language and Literature Learning in

Senior High School XI, the competence standard in literature discourse

understanding through reading poetry and short stories. The students are able to

identify the language stylesand associate the language styles with daily life .

(7)

iii

Alhamdulillah segala puji dan syukur senantiasa atas limpahan rahmat,

nikmat, dan hidayah serta inayah Allah Swt. penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini. Salawat serta salam senantiasa tercurah kepada Baginda Nabi Agung,

khotamulanbiya, Nabi Muhammad saw. yang telah membawa umatnya keluar dari

zaman jahiliyah ke zaman yang terang benderang.

Penyusunan skripsi ini diselesaikan dengan baik karena adanya bantuan

dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan

rasa terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Dra. Mahmudah Fitriyah, ZA selaku penasihat Akademik yang selalu

memberikan nasihat-nasihat yang berguna bagi penulis. Dra. Hindun M,

Pd. Novi Diah Haryanti, M.Hum. dan Ahmad Bahtiar, M.Hum. juga para

dosen lainnya yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan yang

berguna kepada penulis.

3. Rosida Erowati, M.Hum. selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan

pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

4. Ucapan yang paling istimewa untuk kedua orang tua, Buntomo, S.pd dan

Siti Royanah, serta adik yang tercinta Dwi Rizqi Amalia atas segala

bentuk cintanya yang tak pernah ada batasnya kepada Ananda.

5. KH. Drs. Misbahul Anam Attijani selaku orang tua yang selalu memberi

motivasi moral dan materil.

6. Ucapan terima kasih untuk Raras Oktaviany, seseorang yang selama ini

menjadi patahan hidup dalam kehidupan penulis. Terima kasih untuk

cinta, semangat, motivasi, dan semua hal yang sudah dilakukan untuk

(8)

iv

8. Sahabat-sahabat Pojok Seni Tarbiyah (Postar) yang selalu mendukung,

memotivasi, serta mendengarkan keluh-kesah penulis.

9. Teman-teman angkatan 2010, khususnya Jurusan Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia, serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu

per satu, terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama ini kepada

penulis.

10.Para tutor dan staf Homeschooling Kak Seto Pusat yang telah memberi

semangat dan bantuan moral dan materil.

Penulis berdoa dan berharap semoga semua pihak yang telah membantu

dengan kebaikan dan ketulusan selalu mendapat balasan dari Allah Swt. Penulis

pun sadar masih banyak sekali kekurangan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat

baik bagi penulis maupun bagi seluruh pembacanya.

Jakarta, 21 September 2014

(9)

v

ABSTRAK.... ... i

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR.. ... iv

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah. ... 1

B. Identifikasi Masalah.. ... 3

C. Pembatasan Masalah ... 3

D. Rumusan Masalah.. ... 4

E. Tujuan Penelitian.. ... 4

F. Manfaat Penelitian ... 4

G. Metode Penelitian……… 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

A. Hakikat Gaya Bahasa ... 9

1. Pengertian Gaya Bahasa………. 9

2. Jenis Gaya Bahasa……….. 10

B. Hakikat Cerpen... 25

1. Pengertian Cerpen.. ... 25

2. Ciri-Ciri Cerpen ... 27

C. Penelitian yang Relevan ... 30

D. Pembelajaran Sastra ... 31

BAB III PROFIL NUGROHO NOTOSUSANTO ... 34

A. Biografi Nugroho Notosusanto ... 34

B. Karya Nugroho Notosusanto ... 38

(10)

vi

Karya Nugroho Notosusanto………...46

B. Gaya Bahasa yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Hujan Kepagian...71

C. Analisis Gaya Bahasa dalam Kumpulan Cerpen Hujan Kepagian………98

D. Makna Gaya Bahasa dalam Kumpulan Cerpen Hujan Kepagian……….100

E. Implikasi terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia ... ...102

BAB V PENUTUP ... 104

A. Simpulan ... 104

B. Saran ... 105

(11)

1

A. Latar Belakang Masalah

Sastra dapat digunakan seseorang untuk menyampaikan ide pikirannya.

Dalam perkembangannya, sastra memiliki peranan penting dalam perkembangan

zaman. Sastra dapat mempersatukan suku-suku di suatu negara dan bahkan

menyatukan bangsa-bangsa yang ada di dunia. Penggunaan bahasa sastra juga

ditentukan oleh faktor-faktor nonlinguistik atau luar bahasa, antara lain faktor sosial

yang merupakan faktor yang berpengaruh dalam sastra bahasa. Pandangan

demikian memang cukup beralasan karena pada dasarnya sastra adalah bagian dari

suatu sistem sosial.

Bahasa pengarang memiliki ciri khas yang membedakan bahasa satu dengan

bahasa yang lain. Bahasa memiliki bentuk dalam membedakanya. Proses saling

mempengaruhi antar bahasa yang satu dengan bahasa yang lain tidak bisa

dihindarkan. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa bahasa adalah simbol

yang digunakan oleh suatu masyarakat untuk berinteraksi.

Gaya bahasa merupakan bagian dari pilihan kata atau diksi. Diksi

merupakan penentuan kata yang tepat sesuai dengan tata bahasanya. Gaya bahasa

sendiri merupakan optimalisasi atas kekayaan bahasa yang dimiliki oleh seseorang

baik itu dari hasil tulisan ataupun hasil tuturan. Gaya bahasa menentukan keindahan

dalam wacana secara imajinatif.

Gaya bahasa merupakan hal yang sangat menarik di dalam karya sastra

khususnya dalam cerpen. Gaya bahasa juga sebagai perantara bagi pengarang untuk

menyampaikan gagasan yang sesuai dengan tujuannya. Gaya bahasa mempunyai

keterkaitan dengan sebuah karya sastra. Dalam hal ini mempunyai keterkaitan dengan

cerpen. Gaya bahasa digunakan penulis untuk mengungkapkan ide-idenya. Pengarang

(12)

menjadi suatu ciri dalam karyanya. Wacana memiliki banyak gaya dalam cerpen.

Pengarang menggunakan gaya bahasa agar terkesan memberikan keindahan dalam

karyanya. Selain itu, gaya bahasa dapat diartikan sebagai media untuk menyampaikan

isi dalam sebuah cerpen.

Sejak zaman dahulu, telah banyak sastrawan yang menggunakan karya sastra

untuk menggambarkan peristiwa-peristiwa yang terjadi di zamannya hidup.

Karya-karya sastra tersebut bersifat abadi, sehingga di kemudian hari orang-orang yang ada

pada zaman yang jauh setelah karya sastra tersebut ditulis, tetap bisa mengetahui

gambaran sejarah peristiwa yang tertuang dalam karya sastra tersebut. Sastra dan

sejarah merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.

Di Indonesia lahir banyak sastrawan yang mampu menuliskan sejarah

peristiwa perjalanan Bangsa Indonesia dalam karyanya. Di antaranya merupakan

orang-orang yang berlatarbelakang jurnalis, aktivis, bahkan politikus. Mereka

melalui karya sastra yang ditulisnya mampu mencerminkan sejarah perjalanan

bangsanya, juga melakukan kritik sosial, penyebaran gagasan untuk kemerdekaan,

perlawanan terhadap penguasa, penjajahan, penindasan, dan ketidakadilan.

Dalam sejarah sastra Indonesia, nama Nugroho Notosusanto dikenal sebagai

sastrawan yang berlatarbelakang tentara. Karyanya banyak menceritakan tentang

sejarah perjalanan bangsa. Tidak sedikit dari karya sastra yang menampilkan

kisah-kisah di sekitar revolusi. Karya sastra yang mencerminkan sejarah perjalanan bangsa,

misalnya karya Nugroho Notosusanto yaitu, kumpulan cerpen Hujan Kepagian.

Kumpulan cerpen Hujan Kepagian Nugroho Notosusanto berhasil

mencerminkan peristiwa yang dialaminya dengan gaya bahasa yang khas.

Penggunaan gaya bahasa ini sangat menarik dan menggugah hati. Penggunaan gaya

bahasanya mampu memperjelas makna yang ingin disampaikan pengarang.

Berdasarkan latar belakang tersebut, Penggunaan Gaya Bahasa dalam

Kumpulan Cerpen Hujan Kepagian Karya Nugroho Notosusanto menarik untuk

(13)

dilakukannya sebuah penelitian terhadap penggunaan gaya bahasa dalam kumpulan

cerpen Hujan Kepagian yang berisikan cerpen-cerpen karya Nugroho Notosusanto.

Dalam menganalisis cerpen Hujan Kepagian peneliti membatasi pada

[image:13.612.111.542.147.526.2]

menurut Tarigan. Dengan melakukan kajian gaya bahasa tersebut, kita dapat melihat

gambaran dengan jelas kondisi yang digambarkan oleh Nugroho Notosusanto dalam

cerpen-cerpennya tersebut. Judul dari penelitian ini adalah “Penggunaan Gaya

Bahasa dalam Kumpulan Cerpen Hujan Kepagian Karya Nugroho Notosusanto dan

Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia”. B. Identifikasi Masalah

Pengkajian dalam kumpulan cerpen Hujan Kepagian karya Nugroho

Notosusanto ini terdapat beberapa pokok permasalahan antara lain:

1. Gaya bahasa yang terdapat dalam kumpulan cerpen Hujan Kepagian karya

Nugroho Notosusanto.

2. Makna gaya bahasa yang digunakan dalam kumpulan cerpen Hujan Kepagian

karya Nugroho Notosusanto.

3. Belum adanya implikasi tentang kajian pembahasan penggunaan gaya bahasa

dalam kumpulan cerpen Hujan Kepagian karya Nugroho Notosusanto pada

pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.

C. Pembatasan Masalah

Kegiatan analisis sebuah karya sastra tidak harus meliputi semua aspek

yang terkandung dalam karya sastra tersebut. Penulis membatasi masalah yang

akan diteliti. Penulis mengambil masalah yang berkaitan dengan penggunaan

gaya bahasa atau majas dalam cerpen Senyum dan cerpen Bayi yang ada dalam

kumpulan cerpen Hujan Kepagian karya Nugroho Notosusanto dan Makna gaya

bahasa yang digunakan dalam cerpen Senyum dan cerpen Bayi dalam kumpulan

(14)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah mengenai gaya bahasa yang akan

dianalisis, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Gaya bahasa apa saja yang ada dalam kumpulan cerpen Hujan kepagian

karya Nugroho Notosusanto?

2. Apakah makna gaya bahasa yang digunakan dalam kumpulan cerpen

Hujan kepagian karya Nugroho Notosusanto?

3. Bagaimana implikasi penggunaan gaya bahasa dalam kumpulan cerpen

Hujan Kepagian karya Nugroho Notosusanto pada pembelajaran bahasa dan

sastra Indonesia di SMA.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan gaya bahasa yang ada dalam kumpulan cerpen Hujan

Kepagian karya Nugroho Notosusanto.

2. Mendeskripsikan makna gaya bahasa yang digunakan dalam kumpulan

cerpen Hujan Kepagian karya Nugroho Notosusanto.

3. Mendeskripsikan implikasi penggunaan gaya bahasa dalam kumpulan

cerpen Hujan Kepagian karya Nugroho Notosusanto pada pembelajaran

bahasa dan sastra Indonesia di SMA

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat teoretis, hasil penelitian ini dapat menambah khasanah

keilmuan dalam pengajaran bidang bahasa dan sastra Indonesia,

(15)

2. Manfaat praktis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh beberapa

pihak, antara lain.

a. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menjadi jawaban dari masalah yang

dirumuskan. Selain itu, dengan selesainya penelitian ini diharapkan

dapat menjadi motivasi bagi peneliti untuk semakin aktif dan kreatif

menyumbangkan hasil karya ilmiah bagi dunia sastra dan pendidikan.

b. Bagi Guru

Hasil penelitian ini memberikan gambaran bagi guru tentang

pendekatan struktural genetik untuk dijadikan pedoman dalam

pembelajaran sastra yang menarik, kreatif, dan inovatif.

c. Bagi Pembaca

Hasil penelitian ini bagi pembaca diharapkan dapat lebih

memahami isi kumpulan cerpen Hujan Kepagian dan mengambil

manfaat darinya. Selain itu, diharapkan pembaca semakin jeli

dalam memilih bahan bacaan dengan memilih cerpen-cerpen yang

mengandung pesan moral yang baik dan dapat menggunakan hasil penelitian

ini untuk sarana pembinaan watak diri pribadi.

d. Bagi Institusi

Hasil penelitian ini memberikan gambaran mengenai gaya bahasa

untuk dijadikan acuan dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia serta

diharapkan agar institusi semakin jeli dalam memilih bahan bacaan khususnya

(16)

G. Metode Penelitian

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh seorang peneliti dalam

memilih metode yang digunakan, seperti jenis data yang akan diteliti serta

kerangka berpikir yang menyertainya sehingga tujuan peneliti bisa tercapai.

Metode penelitian ini adalah kualitatif. Melalui metode ini, peneliti dilibatkan

langsung dalam situasi yang sedang dipelajari. Analisis metode kualitatif ini

memfokuskan pada penunjukkan makna, deskripsi, penjernihan, dan

penempatan data pada konteksnya masing-masing dan seringkali

menggambarkannya dalam bentuk kata-kata daripada dalam bentuk

angka-angka. Format desain penelitian kualitatif secara teoretis berbeda dengan format

penelitian kuantitatif, namun perbedaannya terletak pada kesulitan di dalam

membuat desain penelitian kualitatif itu sendiri karena umumnya penelitian

kualitatif yang tidak berpola.1 Menurut Moleong, penelitian kualitatif yaitu:

“penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan sebagainya secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.”2

1. Objek Penelitian

Sesuai tujuan penelitian, yang menjadi objek penelitian ini adalah gaya

bahasa dalam cerpen Senyum dan Bayi dalam kumpulan cerpen Hujan Kepagian

karya Nugroho Notosusanto.

2. Data dan Sumber Data Penelitian a. Data

Data penelitian ini berupa kutipan-kutipan kata, kalimat, dan wacana yang

terdapat dalam cerpen Senyum dan Bayi pada kumpulan cerpen Hujan

1

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi,Eekonomi,Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya (Jakarta: Kencana, 2007), h.67

2

(17)

Kepagian karya Nugroho Notosusanto yang di dalamnya terkandung gagasan

mengenai unsur-unsur cerita.

b. Sumber Data

Sumber data penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu sumber data primer dan

sumber data sekunder.

1) Sumber Data Primer

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah cerpen Senyum dan Bayi

dalam kumpulan cerpen Hujan Kepagian karya Nugroho Notosusanto

diterbitkan pada tahun 1990 oleh Balai Pustaka.

2) Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder dalam penelitian ini yaitu buku maupun artikel yang

berkaitan dengan penelitian-penelitian dan karya-karya Nugroho Notosusanto.

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Membaca buku kumpulan cerpen Hujan Kepagian khususnya cerpen Senyum

dan Bayi secara berulang.

b. Mencatat kalimat-kalimat yang menyatakan penggunaan gaya bahasa.

c. Mengurutkan kalimat-kalimat yang menyatakan penggunaan gaya bahasa yang

diteliti.

d. Menentukan kalimat-kalimat yang sesuai dengan penggunaan gaya bahasa yang

diteliti.

e. Menyimpulkan kalimat-kalimat yang sesuai dengan penggunaan gaya bahasa

yang diteliti.

f. Menyimpulkan makna gaya bahasa yang diteliti

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model

analisis mengalir yang meliputi tiga komponen, yaitu reduksi data, penyajian

data, dan penarikan kesimpulan.

(18)

Pada langkah ini data yang diperoleh dicatat dalam uraian yang

terperinci. Data-data yang dipilih hanya data yang berkaitan dengan masalah

yang akan dianalisis, yaitu gaya bahasa yang terdapat dalam cerpen Senyum dan

Bayi pada kumpulan cerpen Hujan Kepagian.

b. Penyajian data

Pada langkah ini, data-data yang sudah ditetapkan kemudian disusun

secara teratur dan terperinci agar mudah dipahami. Data-data tersebut kemudian

dianalisis sehingga diperoleh deskripsi mengenai gaya bahasa yang digunakan.

c. Penarikan simpulan

Pada tahap ini dibuat kesimpulan mengenai hasil dari data yang

diperoleh sejak awal penelitian. Penarikan kesimpulan memuat hasil data

berupa gaya bahasa apa saja yang digunakan pengarang dan apa makna gaya

(19)

9

A. Hakikat Gaya Bahasa 1. Pengertian Gaya Bahasa

Soepomo Poedjosoedarmoe dalam Made Sukada membicarakan gaya

bahasa sebagai salah satu variasi bahasa, yaitu termasuk ragam, yang ditandai

oleh suasana indah1. Thrall dan Hibbard dalam Made Sukada menekankan

gaya bahasa sebagai cara pengaturan kata-kata, untuk menyatakan

individualitas penulis, ide, dan maksud dalam pikirannya.2 Menurut Abrams

dalam Burhan Nurgiyantoro gaya bahasa adalah cara pengucapan bahasa

dalam prosa, atau bagaimana seseorang pengarang mengungkapkan sesuatu

yang akan dikemukakan3. Gaya bahasa dapat memperkaya makna sehingga

dapat menggapai pesan yang diinginkan secara lebih intensif hanya dengan

sedikit kata.

Dale dalam Tarigan berpendapat bahwa gaya bahasa adalah bahasa

indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan

memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan

benda atau hal lain yang lebih umum. Secara singkat penggunaan gaya bahasa

tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu.4 Sementara

itu, Keraf membatasi gaya bahasa sebagai cara mengungkapkan pikiran

melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian

penulis (pemakai bahasa).5

1

Made Sukada, Pembinaan Kritik Sastra Indonesia Masalah Sistematika Analisa Struktur Fiksi (Bandung: Angkasa, 1987), h.84

2 Ibid

3

Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), h.276

4

Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa, (Bandung: Angkasa, 1985), h. 5

5

(20)

Keraf berpendapat bahwa gaya bahasa harus memiliki sendi sebagai

syarat bahasa yang baik. Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung

tiga unsur berikut, yaitu kejujuran, sopan-santun, dan menarik.6 Kejujuran

dalam bahasa berarti mengikuti aturan-aturan serta kaidah-kaidah yang baik

dan benar dalam berbahasa. Pemakaian kata-kata yang kabur dan tak terarah,

serta penggunaan kalimat yang berbelit-belit adalah jalan untuk mengundang

ketidakjujuran. Ukuran sopan-santun dalam bahasa dilihat dari kejelasan dan

kesingkatan kata atau kalimat yang digunakan. Sebuah gaya bahasa harus

pula menarik. Gaya bahasa dalam bentuk tulisan atau lisan yang digunakan

dalam karangan bertujuan untuk mewakili perasaan dan pikiran dari

pengarang. Sebuah gaya bahasa yang menarik dapat diketahui melalui

beberapa hal berikut, yaitu variasi, humor yang sehat, pengertian yang baik,

tenaga hidup, dan penuh daya imajinasi.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

gaya bahasa adalah ciri khas pengarang dalam menuangkan ide atau gagasan

ke dalam tulisan atau karyanya melalui bahasa yang khas dan indah.

2. Jenis Gaya Bahasa

Tarigan membagi jenis gaya bahasa menjadi empat jenis, yaitu (1)

gaya bahasa perbandingan, meliputi perumpamaan, metafora, personifikasi,

depersonifikasi, alegori, antitesis, pleonasme dan tautologi, perifrasis,

antisipasi atau prolepsis, serta koreksio atau epanortosis, (2) gaya bahasa

pertentangan, meliputi hiperbola, litotes, ironi, oksimoron, paronomasia,

paralepsis, zeugma dan silepsis, satire, inuendo, antifrasis, paradoks, klimaks,

antiklimaks, apostrof, anastrof atau inversi, apofasis atau preterisio, histeron

proteron, hipalase, sinisme, serta sarkasme, (3) gaya bahasa pertautan,

meliputi metonimia, sinekdoke, alusi, eufemisme, eponim, epitet,

antonomasia, erotesis, paralelisme, elipsis, gradasi, asindeton, serta

polisindeton, dan (4) gaya bahasa perulangan, meliputi aliterasi, asonansi,

6

(21)

antanaklasis, kiasmus, epizeukis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke,

mesodilopsis, epanalepsis, serta anadiplosis.7

Keraf membagi jenis gaya bahasa ke dalam empat kelompok, yaitu (1)

berdasarkan pilihan kata, yang terdiri atas gaya bahasa resmi, gaya bahasa tak

resmi, dan gaya bahasa percakapan, (2) berdasarkan nada, yang terdiri atas

gaya sederhana, gaya mulia dan bertenaga, serta gaya menengah, (3)

berdasarkan struktur kalimat, yang terdiri atas klimaks, antiklimaks,

paralelisme, antitesis, dan repetisi, (4) berdasarkan langsung tidaknya makna,

yang terdiri atas gaya bahasa retoris, meliputi aliterasi, asonansi, anastrof,

apofasis atau preterisio, apostrof, asindeton, polisindeton, kiasmus, elipsis,

eufimismus, litotes, histeron proteron, pleonasme dan tautologi, perifrasis,

prolepsis atau antisipasi, erotesis atau pertanyaan retoris, silepsis dan zeugma,

koreksio atau epanortosis, hiperbol, paradoks, serta oksimoron, dan gaya

bahasa kiasan, meliputi persamaan atau simile, metafora, alegori,

personifikasi, alusi, eponim, epitet, sinekdoke, metonimia, antonomasia,

hipalase, ironi, sinisme, sarkasme, satire, inuendo, antifrasis, serta pun atau

paronomasia.8

Sementara itu, Ratih Mihardja dalam Buku Pintar Sastra Indonesia

membagi jenis gaya bahasa ke dalam empat kelompok, yaitu (1) Majas

Perbandingan, meliputi alegori, alusio, simile, metafora, antropomorfisme,

sinestesia, antonomasia,aptronim, metonimia, hipokorisme, litotes, Hiperbola,

personifikasi, depersonifikasi, parsprototo, totum pro parte, eufimisme,

disfemisme, fable, parable, perifrase, eponim, simbolik, (2) majas sindiran,

meliputi ironi, sarkasme, sinisme, satire, innuendo, (3) majas penegasan

meliputi, apofasis, pleonasme, repetisi, pararima, aliterasi, paralelisme,

tautologi, sigmatisme, antanaklasis, klimaks, antiklimaks, inverse, retoris,

ellipsis, koreksio, polisindenton, asindenton, interupsi, ekskalamasio,

enumerasio, preterito, alonim, kolokasi, silepsis, zeugma, (4) majas

pertentangan meliputi, paradox, oksimoron, antitesis, kontradiksi interminus,

7

Henry Guntur Tarigan, op.cit., h. 6

8

(22)

anakronisme.9 Damayanti dalam Buku Pintar Sastra Indonesia membagi jenis

gaya bahasa ke dalam empat kelompok, yaitu (1) gaya bahasa perulangan,

meliputi aliterasi, asonansi, antanaklasis, kiasmus, epizeukis, tautotes,

anafora, epistrofa, simploke, mesodilopsis, epanalepsis, dan anadiplosis, (2)

gaya bahasa perbandingan, meliputi perumpamaan, metafora, personifikasi,

depersonifikasi, alegori, antitesis, pleonasme dan tautologi, perifrasis,

antisipasi, dan koreksio, (3) gaya bahasa pertentangan, meliputi hiperbola,

litotes, ironi, oksimoron, paronomasia, zeugma dan silepsis, satire, inuendo,

antifrasis, paradoks, klimaks, antiklimaks, apostrof, anastrof, apofasis,

histeron proteron, hipalase, sinisme, dan sarkasme, (4) gaya bahasa pertautan,

meliputi metonimia, sinekdoke, alusio, eufimisme, eponim, antonomasia,

epitet, erotesis, paralelisme, elipsis, gradasi, asindeton, dan polisindeton.10

Sedangkan Semi membedakan jenis gaya bahasa berdasarkan persamaan

(metafora), meliputi alegori, personifikasi, hiperbola, litotes, dan eufemisme,

serta berdasarkan hubungan (metonimia), meliputi sinekdoke pars prototo,

sinekdoke totem proparte, ironi, inversi, repetisi, koreksi, klimaks,

antiklimaks, antitesis, pertanyaan retoris, alusio, paralelisme, sarkasme,

simbolik, pleonasme, paradoks, proterito, asindeton, dan polisindeton.11

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis cenderung mengacu

pada pendapat Tarigan bahwa jenis gaya bahasa dapat dibagi dalam empat

jenis, yaitu (1) gaya bahasa perbandingan, (2) gaya bahasa pertentangan, (3)

gaya bahasa pertautan, dan (4) gaya bahasa perulangan. Adapun penjelasan

masing-masing jenis gaya bahasa di atas adalah sebagai berikut.

a. Gaya Bahasa Perbandingan

Gaya bahasa perbandingan adalah gaya bahasa yang bermaksud

membandingkan dua hal yang dianggap mirip atau memiliki kesamaan sifat

9

Ratih Mihardja, Buku Pintar Sastra Indonesia (Jakarta: Laskar Aksara), h. 28-39

10

D. Damayanti, Buku Pintar Sastra Indonesia, (Yogyakarta: Araska, 2013), h. 43-61

11

(23)

(bentuk). Gaya bahasa yang termasuk ke dalam jenis gaya bahasa

perbandingan di antaranya adalah sebagai berikut:

1) Perumpamaan

Perumpamaan atau simile adalah perbandingan dua hal yang pada

hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap sama.12 Contoh: kedua

kakak beradik itu bagaikan pinang dibelah dua wajahnya.

2) Metafora

Tarigan berpendapat bahwa metafora adalah sejenis gaya bahasa

perbandingan yang paling singkat, padat, tersusun rapi.13 Contoh: Dio

matakeranjang.

3) Personifikasi

Tarigan berpendapat bahwa personifikasi ialah jenis majas yang

melekatkan sifat-sifat insani kepada benda yang tidak bernyawa dan ide

yang abstrak.14 Contoh: Bulan tersenyum senang.

4) Depersonifikasi

Gaya bahasa depersonifikasi atau pembendaan adalah kebalikan dari gaya

bahasa personifikasi atau penginsanan.15 Apabila personifikasi

menginsankan atau memanusiakan benda-benda, maka depersonifikasi

justru membendakan manusia atau insan. Contoh: kalau dikau menjadi

samudra, maka daku menjadi bahtera.

5) Alegori

Alegori adalah cerita yang dikisahkan dalam lambang-lambang. Alegori

biasanya mengandung sifat-sifat moral atau spiritual manusia. Biasanya

alegori merupakan cerita-cerita yang panjang dan rumit dengan maksud

dan tujuan yang terselubung namun bagi pembaca yang jeli justru jelas dan

nyata.16 Contoh: fabel kancil dan buaya.

12

Henry Guntur Tarigan, op.cit., h. 9

13

Ibid., h. 15

14

Ibid., h. 17

15

Ibid., h. 21

16

(24)

6) Antitesis

Ducrot & Todorov dalam Tarigan berpendapat bahwa antitesis adalah

sejenis gaya bahasa yang mengadakan komparasi atau perbandingan antara

dua antonim yaitu kata-kata yang mengandung ciri-ciri semantik yang

bertentangan.17 Contoh: dia bergembira-ria atas kegagalanku dalam ujian

ini.

7) Pleonasme dan Tautologi

Menurut Poerwadarminta dalam Tarigan, pleonasme adalah pemakaian

kata yang mubazir (berlebihan) yang sebenarnya tidak perlu.18 Contoh:

saya telah mencatat kejadian itu dengan tangan saya sendiri.

8) Perifrasis

Perifrasis adalah sejenis gaya bahasa yang mirip dengan pleonasme.

Namun pada gaya bahasa perifrasis, kata-kata yang berlebihan itu dapat

diganti dengan sebuah kata saja.19 Contoh: ayahanda telah tidur dengan

tenang dan beristirahat dengan damai buat selama-lamanya (maksudnya

meninggal).

9) Antisipasi atau Prolepsis

Kata antisipasi berasal dari bahasa Latin „anticipatio‟ yang berarti „mendahului‟ atau „penetapan yang mendahului tentang sesuatu yang

masih akan dikerjakan atau akan terjadi‟.20 Contoh: kami sangat gembira,

minggu depan kami memperoleh hadiah dari Bapak Bupati.

10)Koreksio atau Epanortosis

Koreksio atau epanortosis adalah gaya bahasa yang berwujud mula-mula

ingin menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memeriksa dan memperbaiki

17

Ibid., h. 27

18

Ibid., h. 29

19

Ibid., h. 31

20

(25)

mana-mana yang salah.21 Contoh: dia benar-benar mencintai Neng Tetty,

eh bukan, Neng Terry.

b. Gaya Bahasa Pertentangan

Gaya bahasa pertentangan adalah gaya bahasa yang maknanya

bertentangan dengan kata-kata yang digunakan. Gaya bahasa yang termasuk

ke dalam jenis gaya bahasa pertentangan di antaranya sebagai berikut:

1) Hiperbola

Hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang

berlebih-lebihan jumlahnya, ukurannya, atau sifatnya dengan maksud

memberi penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk

memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya.22 Contoh:

tendangannya membelah cakrawala.

2) Litotes

Litotes adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang

dikecil-kecilkan, dikurangi dari kenyataan sebenarnya, misalnya untuk

merendahkan diri.23 Contoh: kemenangan kami ini tidak ada artinya sama

sekali.

3) Ironi

Ironi ialah majas yang menyatakan makna yang bertentangan, dengan

maksud berolok-olok.24 Contoh: tepat waktu sekali kamu, dari sepuluh

pagi baru datang.

4) Oksimoron

Keraf dalam Tarigan berpendapat bahwa oksimoron adalah gaya bahasa

yang mengandung pertentangan dengan menggunakan kata-kata yang

berlawanan dalam frase yang sama.25 Contoh: olahraga mendaki gunung

memang sangat menarik hati walaupun sangat berbahaya.

21

Ibid., 34

22

Ibid., h. 55

23

Ibid., h. 58

24

Ibid., h. 61

25

(26)

5) Paronomasia

Paronomasia adalah gaya bahasa yang berisi penjajaran kata-kata yang

sama bunyinya tetapi artinya berbeda.26 Contoh: oh adinda sayang, akan

kutanam bunga tanjung di pantai tanjung hatimu.

6) Paralipsis

Paralipsis adalah gaya bahasa yang merupakan suatu formula yang

digunakan sebagai sarana untuk menerangkan bahwa seseorang tidak

mengatakan apa yang tersirat dalam kalimat itu sendiri.27 Contoh: tidak

ada orang yang menyenangi kamu (maaf) yang saya maksud membenci

kamu di desa ini.

7) Zeugma dan Silepsis

Zeugma dan silepsis adalah gaya bahasa yang mempergunakan dua

konstruksi rapatan dengan cara menghubungkan sebuah kata dengan dua

atau lebih kata lain yang pada hakikatnya hanya sebuah saja yang

mempunyai hubungan dengan kata yang pertama.28 Dalam zeugma

terdapat gabungan gramatikal dua buah kata yang mengandung ciri-ciri

semantik yang bertentangan, contoh: paman saya nyata sekali bersifat

sosial dan egois. Sedangkan dalam silepsis, konstruksi yang digunakan itu

secara gramatikal benar, tetapi secara semantic salah, contoh: wanita itu

kehilangan harta dan kehormatannya.

8) Satire

Keraf dalam Tarigan berpendapat bahwa satire adalah ungkapan yang

menertawakan atau menolak sesuatu. Satire mengandung kritik tentang

kelemahan manusia. Tujuan utamanya adalah agar diadakan perbaikan

secara etis maupun estetis.29 Contoh: jemu aku dengan bicaramu.

26

Ibid., h. 64

27

Ibid., h. 66

28

Ibid., h. 68

29

(27)

9) Inuendo

Inuendo adalah sejenis gaya bahasa yang berupa sindiran dengan

mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Gaya bahasa ini menyatakan

kritik dengan sugesti yang tidak langsung dan tampaknya tidak

menyakitkan hati kalau ditinjau sekilas.30 Contoh: dia berhasil masuk

sekolah negeri dengan sedikit menyuap.

10)Antifrasis

Antifrasis adalah gaya bahasa yang berupa penggunaan sebuah kata

dengan makna kebalikannya. Antifrasis akan dapat diketahui dan dipahami

dengan jelas bila pembaca atau penyimak dihadapkan pada kenyataan

bahwa yang dikatakan itu adalah sebaliknya.31 Contoh: lihat! Mahasiswa

paling rajin baru datang. (maksudnya terlambat)

11)Paradoks

Keraf dalam Tarigan berpendapat bahwa paradoks adalah semacam gaya

bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta

yang ada.32 Contoh: di dalam keramaian aku masihmerasa sepi.

12)Klimaks

Klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan

pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari

gagasan-gagasan sebelumnya.33 Contoh: untuk bisa terwujud terampil dalam

pengajaran bahasa Indonesia, harus menguasai keterampilan menyimak,

keterampilan berbicara, keterampilan membaca dan keterampilan menulis.

13)Antiklimaks

Antiklimaks adalah kebalikan dari gaya bahasa klimaks. Antiklimaks

merupakan suatu acuan yang berisi gagasan-gagasan yang diurutkan dari

yang terpenting berturut-turut ke gagasan yang kurang penting.34 Contoh:

jangankan sejuta, seratus, atau sepuluh, serupiahpun aku tak punya.

30

Ibid., h. 73

31

Ibid., h. 75

32

Ibid., h. 77

33

Ibid., h. 79

34

(28)

14)Apostrof

Apostrof adalah sejenis gaya bahasa yang berupa pengalihan amanat dari

yang hadir kepada yang tidak hadir.35 Contoh: wahai roh-roh nenek

moyang kami yang berada di negeri atas, tengah, dan bawah, lindungilah

desa kami ini.

15)Anastrof atau Inversi

Menurut Keraf dalam Tarigan, anastrof atau inversi adalah semacam gaya

retoris yang diperoleh dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam

kalimat. Dengan kata lain perubahan urutan subjek-predikat menjadi

predikat-subjek.36 Contoh: pergi merantaulah dia ke negeri sebrang tanpa

meninggalkan apa-apa.

16)Apofasis atau Preterisio

Apofasis atau preterisio adalah gaya bahasa yang digunakan oleh penulis,

pengarang, atau pembicara untuk menegaskan sesuatu tetapi tampaknya

menyangkalnya.37 Contoh: saya tidak ingin menyingkapkan dalam rapat

ini bahwa putrimu itu telah berbadan dua.

17)Histeron Proteron

Keraf dalam Tarigan berpendapat bahwa histeron proteron adalah

semacam gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis

atau kebalikan dari sesuatu yang wajar.38 Contoh: kalau kamu lulus ujian

SMP nanti, maka kamu akan menduduki jabatan yang tinggi di kantor ini.

18)Hipalase

Hipalase menurut Keraf dalam Tarigan adalah sejenis gaya bahasa yang

merupakan kebalikan dari suatu hubungan alamiah antara dua komponen

gagasan.39 Contoh: aku menarik sebuah kendaraan yang resah. (yang resah

adalah aku, bukan kendaraan)

35

Ibid., h. 83

36

Ibid., h. 84

37

Ibid., h. 86

38

Ibid., h. 87

39

(29)

19)Sinisme

Sinisme adalah sejenis gaya bahasa yang berupa sindiran yang berbentuk

kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan

hati.40 Sinisme lebih kasar dari ironi. Contoh: kamu memang yang paling

tampan di bumi, yang mampu memperistri semua gadis di muka bumi.

20)Sarkasme

Menurut Poerwadarminta dalam Tarigan, sarkasme adalah sejenis gaya

bahasa yang mengandung olok-olok atau sindiran pedas dan menyakiti

hati. Ciri utama sarkasme adalah selalu mengandung kepahitan dan celaan

yang getir, menyakiti hati, dan kurang enak di dengar.41 Contoh: Mulutmu

harimaumu, lihat kelakuan dirimu sendiri sebelum menilai orang lain!

c. Gaya Bahasa Pertautan

Gaya bahasa pertautan adalah gaya bahasa yang maknanya saling

bertautan dengan kata-kata yang digunakan. Gaya bahasa yang termasuk ke

dalam jenis gaya bahasa pertautan di antaranya sebagai berikut:

1) Metonimia

Metonimia adalah sejenis gaya bahasa yang mempergunakan nama sesuatu

barang bagi sesuatu yang lain berkaitan erat dengannya.42 Contoh:

Keluarga kami selalu minum Aqua.

2) Sinekdoke

Moeliono dalam Tarigan berpendapat bahwa sinekdoke ialah majas yang

menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama keseluruhannya atau

sebaliknya.43 contoh: (1) pars pro toto: sudah lama dia tidak kelihatan

batang hidungnya. (2) totem pro parte: SMA Negeri 1 Tangerang menang

dalam pertandingan bulu tangkis melawan SMA Negeri 2 Tangerang.

40

Ibid., h. 91

41

Ibid., h. 92

42

Ibid., h. 121

43

(30)

3) Alusi

Alusi atau kilatan adalah gaya bahasa yang menunjuk secara tidak

langsung ke suatu peristiwa atau tokoh berdasarkan anggapan adanya

pengetahuan bersama yang dimiliki oleh pengarang dan pembaca serta

adanya kemampuan para pembaca untuk menangkap pengacuan itu.44

contoh: apakah peristiwa Madiun akan terjadi lagi? (kilatan yang mengacu

ke pemberontakan kaum komunis).

4) Eufemisme

Eufemisme adalah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan

yang dirasakan kasar yang dianggap merugikan atau yang tidak

menyenangkan.45 Contoh: tunaaksara pengganti buta huruf.

5) Eponim

Eponim adalah semacam gaya bahasa yang mengandung nama seseorang

yang begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama itu

dipakai untuk menyatakan sifat itu.46 contoh: Hercules menyatakan

kekuatan.

6) Epitet

Epitet adalah semacam gaya bahasa yang mengandung acuan yang

menyatakan suatu sifat atau ciri yang khas dari seseorang atau sesuatu

hal.47 Contoh: lonceng pagi bersahut-sahutan menyongsong mentari yang

menerangi alam. (lonceng pagi = ayam jantan).

7) Antonomasia

Antonomasia adalah gaya bahasa yang merupakan penggunaan gelar resmi

atau jabatan sebagai pengganti nama diri.48 Contoh: Gubernur DKI Jakarta

akan meresmikan pembukaan jalan layang di Jakarta Pusat minggu depan.

44

Ibid., h. 124

45

Ibid., h. 125

46

Ibid., h. 127

47

Ibid., h. 128

48

(31)

8) Erotesis

Erotesis adalah sejenis gaya bahasa yang berupa pertanyaan yang

digunakan dalam tulisan atau pidato yang bertujuan untuk mencapai efek

yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar serta sama sekali tidak

menuntut suatu jawaban.49 Contoh: apakah sudah wajar bila kesalahan

atau kegagalan itu ditimpakan seluruhnya kepada guru?

9) Paralelisme

Paralelisme adalah semacam gaya bahasa yang berusaha mencapai

kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frase-frase yang menduduki

fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama.50 Contoh: baik

kaum pria maupun kaum wanita mempunyai hak dan kewajiban yang

sama secara hukum.

10)Elipsis

Elipsis adalah gaya bahasa yang berupa penghilangan salah satu atau

beberapa unsure penting dalam konstruksi sintaksis yang lengkap.51

Contoh: mereka ke Jakarta minggu lalu. (penghilangan predikat pergi atau

berangkat)

11)Gradasi

Gradasi adalah gaya bahasa yang mengandung suatu rangkaian atau urutan

paling sedikit tiga kata atau istilah yang secara sintaksis bersamaan yang

mempunyai suatu atau beberapa ciri semantic secara umum dan yang di

antaranya paling sedikit suatu ciri diulang-ulang dengan

perubahan-perubahan yang bersifat kuantitatif.52 Contoh: aku mempersembahkan

cintaku padamu, cinta yang bersih dan suci, suci murni tanpa noda, noda

yang selalu kujauhi dalam hidup ini, hidup yang berpedomankan perintah

Tuhan, Tuhan pencipta alam semesta yang kupuja selama hidupku.

49

Ibid., h. 130

50

Ibid., h. 131

51

Ibid., h. 133

52

(32)

12)Asindeton

Asindeton adalah semacam gaya bahasa yang berupa acuan padat dan

mampat di mana beberapa kata, frase, atau klausa yang sederajat tidak

dihubungkan dengan kata sambung. Bentuk-bentuk tersebut biasanya

dipisahkan oleh tanda koma. 53 Contoh: ayah, ibu, anak, merupakan inti

suatu keluarga.

13)Polisindeton

Polisindeton adalah suatu gaya yang merupakan kebalikan dari asindeton.

Dalam polisindeton, berapa kata, frasa, atau klausa yang berurutan

dihubungkan satu sama lain dengan kata-kata sambung.54 Contoh:

akhirnya saya menemuinya kemudian memegang tangannya dan

memeluknya karena begitu rindunya.

d. Gaya Bahasa Perulangan

Gaya bahasa perulangan atau repetisi adalah gaya bahasa yang

mengandung perulangan bunyi, suku kata, kata, frase, ataupun bagian kalimat

yang dianggap penting untuk member penekanan dalam sebuah konteks yang

sesuai. Gaya bahasa yang termasuk ke dalam jenis gaya bahasa perulangan di

antaranya sebagai berikut:

1) Aliterasi

Keraf dalam Tarigan berpendapat bahwa aliterasi adalah semacam gaya

bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama. Biasanya

digunakan dalam puisi, kadang-kadang dalam prosa, untuk perhiasan atau

untuk penekanan.55 Contoh: dalam malam kelam aku tenggelam.

2) Asonansi

Asonansi adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan

vokal yang sama. Biasanya dipakai dalam karya puisi ataupun dalam prosa

53

Ibid., h. 136

54

Ibid., h. 137

55

(33)

untuk memperoleh efek penekanan atau menyelamatkan keindahan.56

Contoh: ini muka penuh luka siapa punya.

3) Antanaklasis

Antanaklasis adalah gaya bahasa yang mengandung ulangan kata yang

sama dengan makna yang berbeda.57 Contoh: saya selalu membawa buah

tangan untuk buah hati saya, jika saya pulang dari luar kota.

4) Kiasmus

Menurut Ducrot dan Todorov dalam Tarigan, kiasmus adalah gaya bahasa

yang berisikan perulangan dan sekaligus pula merupakan inversi hubungan

antara dua kata dalam satu kalimat.58 Contoh: yang kaya merasa dirinya

miskin, sedangkan yang miskin justru merasa dirinya kaya.

5) Epizeukis

Epizeukis adalah gaya bahasa perulangan yang bersifat langsung, yaitu

kata yang ditekankan atau yang dipentingkan diulang beberapa kali

berturut-turut.59 Contoh: ingat, kamu harus bertobat, bertobat, sekali lagi

bertobat agar dosa-dosamu diampuni oleh Tuhan.

6) Tautotes

Keraf dalam Tarigan berpendapat bahwa tautotes adalah gaya bahasa

perulangan atau repetisi atas sebuah kata berulang-ulang dalam sebuah

konstruksi.60 Contoh: aku menuduh kamu, kamu menuduh aku, aku dan

kamu saling menuduh, kamu dan aku berseteru.

7) Anafora

Anafora adalah gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata pertama

pada setiap baris atau setiap kalimat.61 Contoh: kaulah yang

menginginkanku jadi pendampingmu, kaulah yang mengajakku untuk

bersamamu, tapi kaulah yang menghancurkan hatiku berkeping-keping.

56

Ibid., h. 176

57

Ibid., h. 179

58

Ibid., h. 180

59

Ibid., h. 182

60

Ibid., h. 183

61

(34)

8) Epistrofa

Epistrofa adalah semacam gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan

kata atau frase pada akhir baris atau kalimat berurutan.62 Contoh:

Bahasa resmi adalah bahasa Indonesia.

Bahasa nasional adalah bahasa Indonesia.

Bahasa kebanggaan adalah bahasa Indonesia.

9) Simploke

Keraf dalam Tarigan berpendapat bahwa simploke adalah sejenis gaya

bahasa repetisi yang berupa perulangan pada awal dan akhir beberapa

baris atau kalimat berturut-turut.63 Contoh:

Ibu bilang saya pemalas. Saya bilang biar saja.

Ibu bilang saya lamban. Saya bilang biar saja.

Ibu bilang saya manja. Saya bilang biar saja.

10)Mesodilopsis

Mesodilopsis adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berwujud

perulangan kata atau frase di tengah-tengah baris atau beberapa kalimat

berurutan.64 Contoh:

Para pendidik harus meningkatkan kecerdasan bangsa.

Para dokter harus meningkatkan kesehatan masyarakat.

Para polisi harus meningkatkan keamanan umum.

11)Epanalepsis

Epanalepsis adalah semacam gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan

kata pertama dari baris, kalusa, atau kalimat menjadi terakhir.65 Contoh:

saya akan tetap berusaha mencapai cita-cita saya.

62

Ibid., h. 186

63

Ibid., h. 187

64

Ibid., h. 188

65

(35)

12)Anadiplosis

Anadiplosis adalah sejenis gaya bahasa repetisi di mana kata atau frase

terakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi kata atau frase pertama dari

klausa atau kalimat berikutnya.66 Contoh:

Dalam raga ada darah

Dalam darah ada tenaga

Dalam tenaga ada daya

Dalam daya ada segala

B. Hakikat Cerpen 1. Pengertian Cerpen

Cerpen merupakan karya sastra nonilmiah yang berbentuk prosa

naratif. Cerpen sesuai dengan namanya, adalah cerita yang pendek. Akan

tetapi, berapa ukuran panjang pendek itu memang tidak ada aturannya, tak

ada kesepakatan di antara para pengarang dan para ahli. Edgar Allan Poe

mengatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam

sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam, suatu hal

yang kiranya tak mungkin dilakukan untuk sebuah novel.67 Kelebihan cerpen

yang khas adalah kemampuannya mengemukakan lebih banyak, secara

implisit dari sekedar apa yang diceritakannya.68

Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan, cerita pendek adalah

akronim dari cerita pendek..69 Sedangkan Nugroho Notosusanto berpendapat

bahwa cerita pendek adalah cerita yang panjangnya di sekitar 5000 kata atau

kira-kira 17 halaman kuarto spasi rangkap yang terpusat dan lengkap pada

dirinya sendiri.70

66

Ibid., h. 191

67

Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2005), h. 10

68

Ibid., h. 11

69

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2008, cet. Keempat), h. 264

70

(36)

Pendapat lain diungkapkan oleh Kosasih bahwa cerita pendek

(cerpen) merupakan cerita yang menurut wujud fisiknya berbentuk pendek.

Cerita pendek merupakan cerita yang habis dibaca sekitar sepuluh menit atau

setengah jam. Jumlah katanya sekitar 500-5000 kata. Oleh karena itu, cerita

pendek pada umumnya bertema sederhana, jumlah tokohnya terbatas, jalan

ceritanya sederhana, dan latarnya meliputi ruang lingkup yang terbatas.71

Sementara Ellery Sedgwick dalam Tarigan mengatakan bahwa cerita pendek

adalah penyajian suatu keadaan tersendiri atau suatu kelompok keadaan yang

memberikan kesan yang tunggal pada jiwa pembaca. Cerita pendek tidak

boleh dipenuhi dengan hal-hal yang tidak perlu.72

Selanjutnya Ajip Rosidi memberi batasan dan keterangan bahwa

cerpen atau cerita pendek adalah cerita yang pendek dan merupakan suatu

kebulatan ide73. Semua bagian dari sebuah cerpen mesti terikat pada suatu

kesatuan jiwa: pendek, padat, dan lengkap. Tak ada bagian-bagian yang boleh dikatakan “lebih dan bisa dibuang”. Jeremy Hawthorn menambahkan bahwa:

“The short story typically limits itself to a brief span of time, and rather than showing its characters developing and maturing will show them at some

revealing moment of crisis – whether internal or external. Short stories

rarely have complex plots; again the focus is upon a particular episode or

situation rather than a chain of events.”74

Menurut Iwan Gunadi, Cerpen-cerpen itu lebih berfungsi sebagai jalan

para penulisnya untuk masuk ke dunia sastra sekaligus mematahkan

ekslusivitas sebutan sastrawan.75 Menurut Widjojoko, cerita pendek adalah

suatu cerita yang melukiskan suatu peristiwa atau kejadian apa saja yang

9

E. Kosasih, Dasar-dasar Keterampilan Bersastra (Bandung: Yrama Widya, 2012), h. 34

72

Tarigan, op. cit., h. 176 73

Ibid.

74

Jeremy Hawthorn, Studying the Novel: an Introduction, (New York: Great Britain, 1989), h. 23 75

(37)

menyangkut persoalan jiwa atau kehidupan manusia. Dilihat dari

perkembangannya, cerita pendek dibagi dua, yaitu cerita pendek sastra (cerita

serius) yakni cerpen yang mengandung nilai sastra (moral, etika, dan estetika)

dan cerita pendek hiburan (cerpen pop) yakni cerita pendek yang umumnya

untuk menghibur yang mengutamakan selera pembaca dan kurang

memperhatikan unsur didakatis, moral, dan etika.76 Stanton mengungkapkan

bahwa satu yang terpenting yaitu cerita pendek haruslah berbentuk padat.

Jumlah kata dalam cerpen harus lebih sedikit ketimbang jumlah kata dalam

novel.77

Ada cerpen yang pendek (short short story), bahkan mungkin pendek

sekali berkisar 500-an kata, ada cerpen yang panjangnya cukupan (middle

short story), serta ada cerpen yang panjang (long short story), yang terdiri

dari puluhan atau bahkan beberapa puluh ribu kata.78 Berdasarkan beberapa

pendapat di atas, disimpulkan bahwa cerpen merupakan suatu karangan atau

cerita nonilmiah yang menceritakan suatu peristiwa pokok mengenai

kehidupan yang singkat tetapi padat dan berisi. Walaupun sama-sama pendek,

panjang cerpen itu sendiri bervariasi.

2. Ciri-Ciri Cerpen

Menurut E. Kosasih, ciri-ciri cerpen sebagai berikut:

a. Alur lebih sederhana.

b. Tokoh yang dimunculkan hanya beberapa orang.

c. Latar yang dilukiskan hanya sesaat dan dalam lingkup yang relatif

terbatas.79

Sementara itu, menurut Tarigan, ciri-ciri cerpen sebagai berikut:

a. Singkat, padu, intensif (brevity, unity, intensity).

76

Widjojoko dan Endang Hidayat, Teori dan Sejarah Sastra Indonesia, (Bandung: UPI Press, 2006), h. 37

77

Robert Stanton, Teori Fiksi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 76

78

Burhan Nurgiyantoro, op.cit., h. 10

79

(38)

b. Unsur-unsur utama cerita pendek adalah adegan, tokoh, dan gerak

(scene, character, and action).

c. Cerita pendek harus mengandung interpretasi pengarang tentang

konsepsinya mengenai kehidupan, baik secara langsung ataupun tidak

langsung.

d. Sebuah cerita pendek harus menimbulkan satu efek dalam pikiran

pembaca.

e. Cerita pendek harus menimbulkan perasaan pada pembaca bahwa

jalan ceritalah yang pertama-tama menarik perasaan dan baru

kemudian menarik pikiran.

f. Cerita pendek mengandung detail-detail dan insiden-insiden yang

dipilih dengan sengaja, dan yang bisa menimbulkan

pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran pembaca.

g. Dalam sebuah cerita pendek sebuah insiden yang terutama menguasai

jalan cerita.

h. Cerita pendek harus mempunyai seorang pelaku yang utama.

i. Cerita pendek bergantung pada satu situasi.

j. Cerita pendek memberikan impresi tunggal.

k. Cerita pendek memberikan suatu kebulatan efek.

l. Cerita pendek menyajikan satu emosi.80

Pendapat lain dikemukakan Lubis dalam Tarigan bahwa cerpen harus

mempunyai satu efek atau memberi kesan yang menarik. Sedangkan menurut

Morris dalam Tarigan, bahasa cerita pendek haruslah tajam, sugestif, dan

menarik perhatian.81 Notosusanto dalam Tarigan berpendapat bahwa ciri-ciri

cerpen yaitu jumlah kata-kata yang terdapat dalam cerita pendek biasanya di

bawah 10.000 kata, tidak boleh lebih dari 10.000 kata (atau kira-kira 33

halaman kuarto spasi rangkap).82

80

Henry Guntur Tarigan, op.cit., h. 177

81

Ibid

82

(39)

Widjojoko mengemukakan ciri-ciri cerita pendek sebagai berikut:

a. Penyampaian cerita secara singkat dan padat.

b. Jalinan jiwa dan kejadian bulat dan padu, yang di dalamnya

mengandung unsur pertikaian yang akhirnya mencapai klimaks dan

diakhiri dengan penyelesaian masalah.

c. Tema cerita tentang nilai kemanusiaan, moral, dan etika.

d. Membicarakan masalah tunggal dan dapat dibaca dalam waktu

singkat.

e. Memusatkan perhatian pada tokoh protagonis.

f. Unsur utama yang terdapat dalam cerpen adalah adegan, tokoh, dan

gerak.

g. Adanya kebulatan kisah (cerita).

h. Bahasa yang digunakan dalam cerpen tajam, sugestif, dan menarik

perhatian.

i. Sebuah cerita pendek mengandung interpretasi pengarang tentang

konsepsinya mengenai kehidupan, baik secara langsung maupun tidak

langsung.

j. Sebuah cerita pendek harus menimbulkan efek dalam pikiran

pembaca.

k. Dalam cerita pendek terdapat satu kejadian atau persoalan yang

menguasai jalan cerita.

l. Cerita pendek bergantung pada satu situasi.

m.Pelaku utama mengalami perubahan nasib dan cerita berkembang

secara memusat.

n. Alur cerita berpusat pada peristiwa yang member rangsangan pada

pembaca. 83

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

ciri-ciri cerpen yaitu bersifat tidak ilmiah atau fiktif, singkat, padat, jelas, naratif,

83

(40)

menggambarkan satu peristiwa, dan menarik. Cerpen yang bagus yaitu cerpen

yang dapat menarik pembaca ke dalam cerita serta membangkitkan gairah

pembaca dalam memahami cerita.

C. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini dan dapat dijadikan

acuan serta masukan dalam penelitian ini antara lain penelitian yang

dilakukan oleh Novita Rihi Amalia dengan judul “Analisis Gaya Bahasa dan

Nilai-Nilai Pendidikan Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata”

Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam kesimpulannya, gaya bahasa

yang digunakan dalam novel Sang Pemimpi antara lain (1) perbandingan

meliputi, hiperbola, metonimia, personifikasi, perumpamaan, metafora,

sinekdoke, alusio, simile, asosiasi, epitet, eponim, dan parsprototo; (2)

perulangan meliputi, aliterasi, anafora, anadiplosis, simploke, epizeukis,

mesodiplosis; (3) pertentangan meliputi, litotes, antitesis, oksimoron; (4)

penegasan meliputi, repetisi dan epifora. Gaya bahasa yang paling dominan

digunakan dalam novel Sang Pemimpi adalah personifikasi karena Andrea

Hirata ingin menyampaikan nilai-nilai pendidikan yang sangat bermanfaat

bagi para pembaca dengan menghidupkan isi cerita di dalamnya. Alasan

penulis memilih penelitian Novita Rihi Amalia sebagai penelitian yang

relevan karena sama-sama meneliti tentang gaya bahasa. Perbedaannya yaitu

penelitian Novita selain meneliti gaya bahasa juga meneliti nilai-nilai

pendidikan pada novel, sedangkan penulis meneliti gaya bahasa serta

implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pada

cerpen.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Evi Selviawati dengan judul

“Penggunaan Gaya Bahasa dalam Kumpulan Cerpen Laluba Karya Nukila

Amal yang Mengacu pada Karya Grafis M. C. Escher: Analisa Stiliska”

Universitas Indonesia. Dalam kesimpulannya, gaya bahasa yang digunakan

dalam kumpulan cerpen Laluba bab Para Penatap dan Para Pencerita yang

mengacu pada karya grafis M. C. Escher memberikan penjelasan mengenai

(41)

cerpen-cerpennya dengan menggunakan gaya bahasa yang digunakannya.

Alasan penulis memilih penelitian Evi ini karena sama-sama meneliti gaya

bahasa. Perbedaannya yaitu penelitian Evi hanya sebatas pada gaya bahasa,

sedangkan penulis mencakup gaya bahasa serta implikasinya terhadap

pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Vina Esti Suryani dengan judul “Pemanfaatan Gaya Bahasa dan Nilai-Nilai Pendidikan pada Novel Rembulan Tenggelam di wajahmu Karya Tere Liye” Universitas Sebelas

Maret Surakarta. Dalam kesimpulannya, gaya bahasa yang digunakan dalam

novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu karya Tere Liye didominasi oleh

simile karena melalui gaya bahasa ini nilai-nilai pendidikan yang ingin

disampaikan akan mudah dipahami oleh pembaca. Adapun pemajasan lain

yang terdapat dalam novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu adalah

metafora, hiperbola, personifikasi, metonimia, antitesis, ironi, sarkasme,

sinisme, paralelisme, parsprototo, asindenton, polisidenton, apostrof, ellipsis,

pleonasme, perifrasis, anafora, hipalase, paradox, dan epizeukis; pemaknaan

gaya bahasa dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Perbedaannya yaitu

penelitian Vina pada gaya bahasa dan nilai pendidikan, sedangkan penelitian

penulis mencakup gaya bahasa serta implikasinya terhadap pembelajaran

Bahasa dan Sastra Indonesia.

D. Pembelajaran Sastra

Sastra itu mempunyai relevansi dengan masalah-masalah dunia nyata,

maka pengajaran sastra dipandang sebagai sesuatu yang penting yang patut

menduduki tempat yang selayaknya. Jika pengajaran sastra dilakukan dengan

cara yang tepat, maka pengajaran sastra dapat juga memberikan sumbangan

yang besar untuk memecahkan masalah-masalah yang nyata yang cukup sulit

untuk dipecahkan di dalam masyarakat.84 Sastra memang dianggap kurang

begitu penting di jenjang pendidikan dan disisihkan oleh para guru terutama

bagi guru yang berpengetahuan apresiasi sastranya rendah.

84

(42)

Bagi masyarakat Indonesia sastra dianggap kurang berperan karena

masyarakat Indonesia saat ini cenderung mengedepankan konsep yang pasti

atau eksak yang dianggap lebih penting untuk didapatkan. Pendidikan sastra

adalah pendidikan yang mencoba untuk mengembangkan kompetensi

apresiasi sastra, kritik sastra, dan proses kreatif sastra. Kompetensi apresiasi

yang diasah dalam pendidikan ini adalah kemampuan menikmati dan

menghargai karya sastra. Kegiatan apresiasi sastra tidak hanya diajarkan

dalam bentuk pembacaan karya sastra oleh siswa. Kegiatan ini dapat juga

diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan dengan berbagai teknik

pembelajaran. Dengan pendidikan semacam ini, peserta didik diajak untuk

langsung membaca, memahami, menganalisis, dan menikmati karya sastra

secara langsung. Mereka berkenalan dengan sastra tidak melalui hafalan

nama-nama judul karya sastranya atau sinopsisnya saja, tetapi langsung

berhadapan dengan karya sastranya.85

Pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila

cakupannya meliputi 4 manfaat, yaitu: membantu ketrampilan berbahasa,

meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan

menunjang pembentukan watak.86 Minat baca yang kurang di sekolah

membuat karya sastra kurang begitu diminati oleh siswa. Hal demikian dapat

dilihat dalam pembelajaran Bahasa Indonesia yang sedikit sekali pembahasan

tentang sastra. Akibatnya, tidak sedikit siswa yang mengerti dan paham

tentang sastra dan Bahasa dan Sastra Indonesia belum mampu menjadi mata

pelajaran yang disenangi dan dirindukan oleh siswa. Gaya bahasa dan

kosakata mempunyai hubungan erat, hubungan timbal balik. Kian kaya

kosakata seseorang, kian beragam pulalah gaya bahasa yang dipakainya.

Peningkatan pemakaian gaya bahasa jelas turut memperkaya kosakata

pemakainya. Itulah sebabnya maka dalam pengajaran bahasa, pengajaran

gaya bahasa merupakan suatu teknik penting untuk mengembangkan kosakata

85

Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 168

86

(43)

para siswa.87 Pembelajaran sastra di sekolah harus dilakukan dengan metode

yang tepat mengacu pada kemampuan afektif siswa sehingga menjadi

apresiatif dan kreatif.

87

(44)

34

Nama Nugroho Notosusanto seolah-olah terlupakan dalam kesusastraan Indonesia.

Penulis hanya sedikit menemukan profil Nugroho Notosusanto.

A. Biografi Nugroho Notosusanto

Nugroho Notosusanto dilahirkan di Rembang 15 Juli 1930. Ia terkenal sebagai

penulis prosa, terutama pengarang cerpen. Tetapi sesungguhnya ia pertama-tama

menulis sajak-sajak yang sebagian besar dimuat juga dalam majalah yang

dipimpinnya, Kompas. Tidak merasa mendapat kepuasan dalam menulis sajak, ia lalu

mengkhususkan diri sebagai pengarang prosa, terutama cerpen dan esai.

Ia menjadi kepala Pusat Sejarah Angkatan Bersenjata dan sejak 1968 diangkat

menjadi kolonel titular, kemudian brigadir jendral. Ia merupakan salah seorang

pengambil inisiatif untuk mengadakan simposium sastra Fakultas Sastra Universitas

Indonesia Jakarta tahun 1953 yang kemudian dijadikan tradisi tahunan sampai dengan

tahun 1958. Ia sendiri pada simposium tahun 1957 menjadi salah seorang pemrasaran

yang mengemukakan prasaran tentang cerita pendek1.

Ketika Nugroho sedang giat-giatnya dalam gerakan mahasiswa, ia berkenalan

dengan Irma Sawitri Ramelan (Lilik). Perkenalan itu kemudian diteruskan ke jenjang

perkawinan pada tangal 12 Desember 1960 di Hotel Indonesia. Istri Nugroho adalah

keponakan istri Prof. Dr. B.J. Habibie. Dari perkawinan itu mereka dikaruniai tiga

orang anak, yang pertama bernama Indrya Smita tamatan FIS UI, yang kedua Inggita

Sukma, dan yang ketiga Norottama. Nugroho meninggal dunia hari Senin, 3 Juni

1985, pukul 12.30, di rumah kediamannya karena serangan pendarahan otak akibat

1

(45)

tekanan darah tinggi. Ia adalah menteri keempat di Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan pada masa Orde Baru yang meninggal dunia dalam masa tugasnya. Ia

meninggal dunia pada bulan yang mulia bagi umat Islam, yaitu pada bulan Ramadan,

dan di kebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Lingkungan dan pendidikannya yang pertama ini agaknya memberi pengaruh

yang besar sekali pada sikap dan pandangan hidupnya.2 Pendidikan yang pernah

diperoleh Nugroho adalah Europese Legere School (ELS) yang tamat 1944,

kemudian menyelesaikan SMP di Pati, Tahun 1951 tamat SMA di Yogyakarta.

Setamat SMA, ia masuk Fakultas Sastra, Jurusan Sejarah, Universitas Indonesia, dan

tamat tahun 1960. Tahun 1962 ia memperdalam pengetahuan di bidang Sejarah dan

Filsafat di University of London. Ketika tamat SMA, sebagai seorang prajurit muda,

ia dihadapkan pada dua pilihan, yaitu meneruskan karier militer dengan mengikuti

pendidikan perwira atau menuruti apa yang diamanatkan ayahnya untuk menempuh

Gambar

gambaran dengan jelas kondisi yang digambarkan oleh Nugroho Notosusanto dalam

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang di atas, yaitu banyaknya penggunaan variasi bahasa dan gaya bahasa, dalam penelitian ini akan difokuskan pada penggunaan gaya bahasa personifikasi dan

Tujuan penelitian ini adalah untuk memaparkan bentuk-bentuk gaya bahasa perulangan dalam kumpulan puisi Mawar Merah karya Chalik Hamid, memaparkan makna dari wacana

Penelitian ini bertujuan untuk 1) mendeskripsikan gaya bahasa retoris dan kiasan, 2) makna yang terkandung dalam gaya bahasa dan 3) mendeskripsikan gaya bahasa yang dominan

Penelitian ini bertujuan untuk 1) mendeskripsikan gaya bahasa retoris dan kiasan, 2) makna yang terkandung dalam gaya bahasa dan 3) mendeskripsikan gaya bahasa yang dominan

Temuan data penelitian terhadap empat cerpen dalam kumpulan cerpen Mata yang Enak dipandang terdapat gaya bahasa yang digunakan antara lain; simile, personifikasi,

Terdapat 19 gaya bahasa simile dari 9 cerpen yang dianalisis. Jenis gaya bahasa simile merupakan gaya bahasa perbandingan yang ditnjau dari adanya perumpaan, layaknya,

Melalui penelitian ini peneliti berharap dapat menemukan dan mengetahui lebih lanjut mengenai bentuk dan makna pada kalimat-kalimat yang mengandung gaya bahasa simile dalam

Kedua jenis pembagian gaya bahasa tersebut digunakan karena penelitian ini berupaya mengungkapkan penggunaan gaya bahasa dan menghubungkannya dengan makna yang terkandung di dalam