DAFTAR LAMPIRAN
G. PEMILIHAN JENIS KEMASAN
Pangan steril komersial bisa dikemas dalam berbagai jenis, antara lain dengan menggunakan kemasan kaleng, botol, plastik atau kertas. Pemilihan jenis kemasan untuk makanan kaleng sering kali mempertimbangkan faktor penampilan, perlindungan, fungsional, harga dan biaya, dan sifat kuat/kokoh/tahan terhadap proses pemanasan pada suhu tinggi, serta tetap hermetis selama dan setelah proses pengolahan.
Menurut Buckle et al. (1983) wadah yang digunakan untuk mengalengkan dapat berupa kaleng (tin plate), botol jar dan aluminium. Syarat utama wadah yang dapat digunakan untuk pengalengan makanan adalah tertutup rapat (hermetis), tidak dapat dimasuki udara, uap air atau mikroba.
1. Wadah Kaleng (tin plate)
Kemasan kaleng umumnya terbuat dari tin plate, yaitu baja yang dilapisi dengan timah untuk mengurangi korosi. Namun, sekarang banyak digunakan tin free steel, yaitu baja yang dilapisi dengan chromium untuk mencegah korosi.
Tin plate biasanya terdiri atas 9 lapisan dengan bagian tengah terbuat dari baja yang pada setiap sisinya dilapisi oleh suatu lapisan campuran timah-besi, kemudian timah, selapis oksida dan selanjutnya lapisan tipis minyak. Baja yang digunakan untuk membuat kaleng makanan mengandung kadar karbon rendah. Penelitian-penelitian telah membuktikan bahwa komposisi baja merupakan faktor penting untuk memperoleh umur pakai kaleng yang memadai bagi bahan pangan yang korosif. (Muchtadi D, 1991).
Baja jenis L khusus dibuat mengandung kadar fosfor dan mineral lain yang rendah, sehingga harganya relatif lebih mahal. Pelat baja jenis ini khususnya digunakan untuk membuat kaleng bagi bahan pangan yang sangat korosif, misalnya buah ceri, buah prem kering dalam sirup, buah prembus dan arbei serta asinan. Baja jenis MS sama dengan jenis L tetapi mengandung kadar tembaga yang lebih tinggi. Pelat baja jenis ini banyak digunakan dalam pembuatan kaleng untuk asinan kubis. Pelat baja jenis MR khususnya digunakan dalam pembuatan kaleng untuk buah-buahan yang agak masam seperti jeruk dan sari buahnya, buah persik, dan buah nenas. Pelat baja jenis ini mengandung fosfor lebih tinggi dari pada jenis L, tetapi kadar mineral lainnya tidak dibatasi secara khusus. Untuk bahan pangan yang kadar asamnya sangat rendah, misalnya daging, ikan dan sayur-sayuran dapat digunakan semua jenis pelat baja. Umumnya yang digunakan adalah jenis MR C. Beberapa jenis bahan pangan
14
yang digolongkan berdasarkan korosifitasnya dan jenis pelat baja yang digunakan dalam pembuatan wadah kalengnya dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.
Tabel 4. Klasifikasi bahan pangan berdasarkan korosifitasnya dan jenis pelat baja yang diperlukan Golongan bahan pangan Karakteristik Contoh Jenis pelat baja Sangat korosif Bahan pangan berasam
tinggi atau sedang, termasuk buah-buahan berwarna dan asinan
Sari buah apel prambus dan arbei, ceri, prem asinan
L
Korosif moderat Sayur-sayuran yang diasamkan dan buah- buahan yang agak asam Asinan kobis Aprikot Jeruk Anggur Persik Jenis MS Jenis MR
Agak korosif Bahan pangan berasam rendah Kacang polong Jagung Daging Ikan Jenis MR Jenis MC
Tidak korosif Bahan pangan kering dan tidak disterilkan
Sop kering Makanan beku Kacang-kacangan dan shortening Jenis MR atau jenis MC
Sumber : (Ellis, 1983 dalam Muchtadi D, 1991)
Tabel 5. Spesifikasi kimia baja sebagai bahan baku dalam pembuatan kaleng makanan Persentasi yang diijinkan
Elemen Mineral
Jenis L Jenis MS Jenis MR Jenis MC Tutup kaleng bir
Mangan 0.25-0.60 0.25-0.60 0.25-0.60 0.25-0.60 0.25-0.60 Karbin Maks 0.12 Maks 0.12 Maks 0.12 Maks 0.12 Maks 0.15 Fosfor Maks 0.015 Maks 0.015 Maks 0.02 0.07-0.11 0.10-0.15 Belerang Maks 0.05 Maks 0.05 Maks 0.05 Maks 0.05 Maks 0.05 Silika Maks 0.01 Maks 0.01 Maks 0.01 Maks 0.01 Maks 0.01 Tembaga Maks 0.06 0.10-0.20 Maks 0.20 Maks 0.20 Maks 0.20 Nikel Maks 0.04 Maks 0.04 Tidak ada Tidak ada Tidak ada Khrom Maks0.06 Maks 0.06 Tidak ada Tidak ada Tidak ada Molibdat Maks 0.05 Maks 0.05 Tidak ada Tidak ada Tidak ada Arsen Maks0.02 Maks 0.02 Tidak ada Tidak ada Tidak ada Sumber : (Ellis, 1963 dalam Muchtadi D,1991).
Keuntungan kaleng (tin plate) antara lain adalah dapat melindungi bahan pangan dari kontaminasi mikroba akibat kekuatan dan kekakuannya, dapat dikerjakan dengan kecepatan tinggi, mempunyai daya ketahanan tinggi terhadap karet, penampakan menarik, tahan terhadap tekanan dan
suhu tinggi. (Buckle et all, 2009). Kaleng yang digunakan dalam penelitian merupakan kaleng jenis MR.
2. Kemasan gelas
Gelas didefinisikan sebagai suatu larutan silikat yang cocok dibentuk dengan pemanasan dan fusi, dengan pendinginan untuk mencegah terjadinya kristalisasi. Gelas merupakan suatu cairan amorf, jernih atau bening (Desrosier, 2008).
Gelas biasanya terdiri dari tiga jenis oksida : 1) Oksida silikat pemebenttuk gelas (pasir kualitas tinggi). Fosfat tertentu yang juga merupakan bahan pembentuk gelas. 2) Oksida pencair. Natrium, kalium, dan litium oksida digunakan pula, yang pertama yang paling menonjol. Pencampuran dari oksida pencair dengan oksida pemebntuk gelas menghasilkan suatu produk yang larut dalam air. 3) untuk menurunkan kelarutan ini digunakan suatu kelompok oksida ketiga yang dikenal dengan oksida pemantap, pada umumnya ialah kalsium dan magnesium. Oksida barium dan aluminium digunakan dalam jumlah sedikit.
Kemasan gelas makanan terdiri dari natrium, kalsium dan magnesium silikat. Perkiraan komposisi gelas untuk botol buah-buahan adalah sebagai berikut : SiO2 74 persen, Na2O 18 persen, CaO 7 persen, MgO 1 persen dan sejumlah kecil FeO3 dan MnO2.
3. Kemasan plastik film
Berbagai jenis bahan kemasan lemas mulai bermunculan diantaranya polyethylene, polypropylene, polyester untuk membungkus makanan atau dalam bentuk lapisan dengan bahan lain yang direkatkan bersama. Kombinasi tersebut disebut laminasi. Dengan prinsip kemasan laminasi tersebut, memungkinkan mengembangkan berbagai jenis kemasan yang mampu memiliki berbagai unggulan yang dituntut oleh persyaratan keperluan baik oleh produk itu sendiri, konsumen maupun produsen.
Sifat-sifat laminasi dari dua atau lebih film dapat memiliki sifat yang unik. Contohnya kemasan yang terdiri dari lapisan kertas/polyethylene/aluminium foil/polypropylene, sangat cocok untuk kemasan makanan kering. Lapisan luar terdiri dari kertas berfungsi untuk cetakan permukaan yang ekonomis dan murah.
Polyethilene berfungsi sebagai perekat antara aluminium foil dengan kertas. Aluminium foil meskipun hanya setipis 0.00035 inch, memiliki barier yang kuat dan superior. Sedang polyethylene bagian dalam mampu memberikan kekuatan dan kemampuan untuk direkat atau ditutup dengan panas. Dengan konsep laminasi, masing-masing lapisan saling menutupi kekurangannya sehingga menghasilkan lembar kemasan yang bermutu tinggi.
Persyaratan agar kemasan lemas dapat digunakan sebagai retort pouch adalah memiliki daya simpan tinggi, teknik penutupan mudah, kuat dan tidak mudah sobek tertusuk, dan tahan terhadap proses panas sterilisasi tinggi (Winarno, 2004).
Suatu contoh dari hasil perkembangan kemasan lemas adalah polyester/adhesive/aluminium foil/polypropylene. Polyester adalah plastik yang memiliki ketahanan tinggi terhadap suhu tinggi, kuat, dan dapat dilakukan pencetakan pada permukaannya dan ternyata sekaligus dapat bekerja sebagai adhesive bagi aluminium foil. Polypropylene juga bersifat adhesive terhadap aluminium foil dan dapat ditutup secara kuat dengan pemanasan (thermoplastis). Susunan bahan kemasan tersebut terdiri dari film polyester (0.5 mil) yang dilapis dengan kertas aluminium (0.00035 inch) dan kemudian dilaminasi lagi dengan film polypropylene, masing-masing lapisan memerankan peranan yang penting dalam pengemasan jadi.
16