• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

PEMILIHAN MAKANAN Asupan Makanan

Persepsi Atribut Sensori Faktor Psikologis : Kepribadian Pengalaman Mood kepercayaan

fisiologis (seperti efek gizi, keamanan pangan dan resiko kesehatan) dan persepsi sensori (seperti rasa, aroma, penampilan, dll). Faktor personal meliputi gaya hidup, sistem nilai, persepsi kualitas dan kesadaran lingkungan; aspek biologis (seperti kesehatan, kebutuhan diet termasuk perhatian tentang berat badan, kolesterol, alergi makanan, dll), perhatian psikologis (seperti etika dan sikap cara produksi makanan, contohnya budidaya hewan) dan sosio demografi (pendapatan, tingkat pendidikan, komposisi keluarga, dll), sedangkan faktor lingkungan pembelian meliputi budaya, ekonomi dan pemasaran. Proses keputusan pembelian konsumen merupakan interaksi atau kombinasi faktor yang satu dengan lainnya.

Gambar 5 Model pembelian makanan (Traill, 1999).

Hasil penelitian Kirk et al. (2002) menunjukkan bahwa proses pemilihan

makanan khususnya berkaitan dengan intake buah dan sayur sangat komplek. Faktor-faktor yang menentukan pemilihan tersebut adalah faktor sensori, sudah dikenal dan kebiasaan, interaksi sosial, biaya, ketersediaan, keterbatasan waktu, personal, ideologi, iklan dan media serta kesehatan.

Sebagai perbandingan model pilihan makanan yang dikembangkan oleh Furst (Roininen 2001) terdiri dari 3 faktor yaitu :

1. life course seperti pengalaman seseorang;

2. pengaruh seperti : faktor pribadi, kerangka sosial, kandungan makanan; Faktor Makanan • Efek psikologis • Persepsi sensori Proses Keputusan Kebutuhan Pengenalan Pencarian Informasi Evaluasi Pilihan Faktor Pribadi • Biologis • Psikologis • Sosio- demografis Faktor Lingkungan • Budaya • Ekonomi • Pemasaran

17

3. sistem dan strategi individu untuk pembuatan pilihan dan negosiasi nilai seperti : persepsi sensori, pertimbangan keuangan, kenyamanan, kesehatan, gizi, manajemen hubungan dan kualitas.

Demografi

Pendidikan dan pekerjaan merupakan dua karakteristik konsumen yang saling berhubungan. Pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh seorang konsumen. Selanjutnya profesi atau pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang akan mempengaruhi pendapatan yang diterimanya. Pendapatan dan pendidikan tersebut kemudian akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan dan pola konsumsi seseorang (Sumarwan 2003). Konsumen yang berpendapatan tinggi akan mempunyai alternatif yang lebih banyak dalam memilih jenis dan merek produk (Assael 1995).

Pengetahuan

Pengetahuan didefinisikan sebagai informasi yang disimpan di dalam ingatan. Himpunan bagian dari informasi total yang relevan dengan fungsi konsumen di pasar disebut pengetahuan konsumen. Pengetahuan konsumen terdiri dari informasi yang disimpan dalam ingatan, yaitu pengetahuan produk

(product knowledge), pengetahuan pemakaian (usage knowledge) dan

pengetahuan pembelian (purchaseknowledge). Pengetahuan produk mencakup

kesadaran akan kategori produk dan merek produk, terminologi produk, atribut atau ciri produk, dan kepercayaan tentang kategori produk secara umum dan mengenai merek spesifik (Engel, Blackwell, dan Miniard 1994).

Pengetahuan subjektif mempengaruhi pencarian informasi dan kualitas pilihan karena konsumen dimotivasi berkelakuan secara konsisten dengan pengetahuan subjektifnya. Konsumen yang dapat menghubungkan pengetahuan subjektif dengan perilakunya lebih konsisten daripada yang tidak dapat menghubungkannya. Pilihan kategori produk sebagai hasil kualitas lebih penting daripada pilihan merek. Efek dari pengetahuan subjektif tentang kualitas gizi mempengaruhi nilai kualitas produk makanan yang dipilihnya (Moorman et al. 2001).

Sikap

Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (1994) sikap adalah suatu evaluasi menyeluruh yang memungkinkan orang merespon dengan cara menguntungkan atau tidak menguntungkan, mendukung atau tidak mendukung secara konsisiten

berkenaan dengan objek atau alternatif yang diberikan. Sikap biasanya memainkan peranan utama dalam membentuk perilaku. Determinan psikososial seperti sikap merupakan prediktor yang baik untuk pemilihan makanan (Dillen et al. 2002).

Sikap terdiri dari tiga komponen yaitu : 1) kognitif, berupa kepercayaan yang berhubungan dengan objek; 2) afektif, menunjukkan perasaan yang berhubungan dengan objek; dan 3) konatif, berupa kecenderungan untuk bertindak terhadap objek atau keinginan untuk membeli (Assael 1995). Sedangkan menurut Solomon ( 2002) komponen sikap dikenal sebagai model ABC yaitu Afective, Behavior dan Cognition.

Kelompok Acuan

Pengaruh pribadi dapat juga dikatakan sebagai pengaruh kelompok acuan yaitu orang atau kelompok orang yang memberi pengaruh secara bermakna pada individu baik secara umum maupun spesifik tentang nilai, sikap atau perilaku (Schiffman & Kanuk 2004). Dalam pemasaran, kelompok acuan sebagai pemberi pengaruh dalam pengambilan keputusan untuk membeli. Menurut Solomon (2002) kelompok acuan yang mempengaruhi pembelian individu dapat berupa orangtua, kekasih, kelompok partai, teman, atau idola yaitu para selebritis. Produk, jasa dan merek yang dibeli oleh keluarga merupakan hasil interaksi dan saling mempengaruhi antar anggota keluarga (Sumarwan 2003). Aktivitas pemasaran

Aktivitas pemasaran adalah satu-satunya variabel yang dikendalikan oleh pemasar. Pemasar berusaha mempengaruhi konsumen dengan menggunakan stimuli-stimuli pemasaran seperti iklan dan sejenisnya agar konsumen bersedia memilih produk yang ditawarkan. Terdapat lima jenis promosi yang biasa digunakan untuk menyampaikan pesan kepada konsumen, yaitu iklan (advertising), penjualan tatap muka (personal selling), promosi penjualan (sales promotion), hubungan masyarakat dan publisitas (publicity and public relation),

serta pemasaran langsung (direct marketing) (Sutisna 2001)

Iklan dapat digunakan untuk menciptakan imajinasi dan simbol dari produk dan jasa, yang sangat penting dalam penjualan produk dan jasa yang sulit dibedakan (Belch &Michael 1993). Iklan yang efektif ialah iklan yang pesannya dapat diterima dengan baik oleh masyarakat sehingga dapat memberikan respon seperti yang diharapkan (Kasali 1992). Pemilihan media untuk penyampaian pesan memerlukan banyak pertimbangan. Pemilihan media biasanya didasarkan

19

atas keterlibatan konsumen dalam proses pembelian terhadap produk yang ditawarkan, kelompok pendengar radio, penonton televisi, pembaca surat kabar, pembaca majalah, jangkauan media dan biaya (Sutisna 2001).

Menurut Setiadi (2003) sumber informasi juga dapat mempengaruhi perilaku konsumen dalam memilih dan membeli produk yang dikelompokkan menjadi 4 yaitu: 1) sumber pribadi: keluarga, teman, tetangga, kenalan; 2) sumber komersial: iklan, tenaga penjual, penyalur, kemasan dan pameran; 3) sumber umum: media massa, organisasi konsumen; dan 4) sumber pengalaman: pernah menangani, menguji dan menggunakan produk. Konsumen secara umum menerima informasi terbanyak tentang produk berasal dari sumber-sumber komersial yang didominasi oleh pemasar, sedangkan informasi yang efektif justru berasal dari sumber-sumber pribadi. Oleh karena itu sumber informasi komersial secara umum melaksanakan fungsi memberitahu, sedangkan sumber pribadi melaksanakan fungsi legitimasi dan atau evaluasi.

Untuk menarik minat konsumen, produsen susu pertumbuhan telah memasarkan produknya tidak hanya dalam bentuk yang sesuai dengan ketentuan standar tetapi juga telah memasarkan berbagai bentuk yang tersegmentasi berdasarkan usia dan kondisi fisiologis target konsumen. Berdasarkan usia telah banyak dipasarkan susu pertumbuhan untuk usia 1-3 tahun, 2-4 tahun, 4-6 tahun, 3-6 tahun.

Pernyataan (klaim) ”difortifikasi” atau ”diperkaya” dengan zat gizi tertentu pada susu pertumbuhan hanya diperbolehkan apabila pangan mengandung vitamin, mineral, protein, serat makanan atau kalium sedikitnya 10% angka kecukupan gizi lebih banyak dari kandungan zat-zat tersebut dalam pangan sejenis (Badan POM, 2003). Klaim yang berkaitan pertumbuhan fisik, perkembangan otak dan kecerdasan, disarankan untuk disertai dengan hasil penelitian yang valid secara ilmiah (Karmini & Briawan 2004).

Menurut Lannon 1986 dalam Sumarwan (2003), klaim gizi membentuk setengah bagian dari total iklan suatu produk pangan, dan hal tersebut sangat menguntungkan produsen. Padahal klaim-klaim tersebut seringkali membuat konsumen menjadi rancu dan bingung. Oleh karena itu kebenaran dari informasi atau klaim tersebut seharusnya melalui pengujian atau dibandingkan dengan standar yang ada (Sumarwan 2003).

Pelabelan merupakan cara efektif komunikasi keberadaan pilihan alternatif makanan, walaupun beberapa studi mengindikasikan bahwa konsumen

umumnya tidak peduli membaca label (Traill 1999). Isyarat eksternal seperti kupon, label privat, nama merek, dan diskon menciptakan informasi untuk memudahkan evaluasi nilai kognitif konsumen. Label dapat digunakan oleh konsumen untuk membantu memutuskan kualitas pangan yang dipilih. Informasi pada label dapat membantu menurunkan ketidakpastian tentang kualitas produk, akan tetapi dapat juga memberikan efek negatif yang menyebabkan kebingungan konsumen (Juhl, Poulsen dan Fjord 2000).

Loyalitas Merek

Loyalitas merek (brand loyalty) diartikan sebagai sikap positif seorang

konsumen terhadap suatu merek, konsumen memiliki keinginan kuat untuk membeli ulang merek yang sama pada saat sekarang maupun masa yang akan datang (Sumarwan 2003). Menurut Mowen dan Minor (2001) kesetiaan merek dipengaruhi secara langsung oleh kepuasan/ketidakpuasan dengan merek yang telah diakumulasi dalam jangka waktu tertentu sebagaimana persepsi kualitas produk.

Terdapat dua pendekatan untuk mengukur loyalitas merek yaitu pendekatan intrumental conditioning dan kognitif. Pendekatan intrumental

conditioning (pendekatan perilaku) menekankan perilaku masa lalu yang

merefleksikan konsistensi perilaku pengulangan pembelian, sedangkan pendekatan kognitif (pendekatan sikap) memandang loyalitas sebagai fungsi dari proses pskologis (pengambilan keputusan) (Setiadi 2003). Pendekatan perilaku melihat loyalitas merek berdasarkan kepada pembelian merek. Metode proporsi pembelian sering digunakan untuk mengukur loyalitas merek dalam penelitian konsumen. Metode ini menanyakan kepada konsumen mengenai pembelian produk selama periode tertentu, misalnya enam bulan atau satu tahun. Kemudian dicatat berapa kali suatu merek dibeli. Loyalitas merek ditentukan berdasarkan proporsi dari merek yang dibeli dibandingkan dengan jumlah pembelian. Misalnya, jika selama periode tersebut lebih dari 50% pembelian adalah merek A, maka konsumen dianggap sebagai loyal terhadap merek A. Pengukuran loyalitas berdasarkan pendekatan perilaku tidak menggambarkan loyalitas yang sesungguhnya atau pembelian ulang, sehingga untuk mengatasi hal tersebut dilakukan pendekatan kedua yaitu pengukuran loyalitas berdasarkan sikap konsumen dan perilakunya. Loyalitas merek akan menyebabkan

21

munculnya komitmen merek yaitu kedekatan emosional, psikologis dari seorang konsumen terhadap suatu produk (Mowen dan Minor 2001).

Menurut Bennett dan Rundle-Thiele (2002) pengukuran sikap loyalitas terhadap merek dapat digunakan untuk menerangkan atau memprediksi perilaku pembelian merek yang sama. Dengan menggunakan studi longitudinal membuktikan bahwa sikap loyalitas berhubungan secara signifikan dengan perilaku loyalitas merek dan kepuasan serta keterlibatan kategori merek.

Konsumsi Gizi Susu

Susu didefinisikan sebagi produk hasil kelenjar susu (mammary gland)

atau sekresi dari kelenjar susu binatang menyusui. Sebagian besar susu yang diproduksi adalah susu yang berasal dari sapi, baik yang dikonsumsi dalam bentuk segar maupun digunakan sebagai bahan baku dalam memproduksi berbagai jenis susu olahan (Rahman et al. 1992).

Produk susu olahan adalah produk berbahan dasar susu hasil olahan industri pangan. Pada umumnya produk olahan susu dikonsumsi dalam bentuk susu bubuk, susu kental manis, susu siap minum (susu segar, susu UHT atau

ultra heat treatment dan susu pasteurisasi) (Gandakusuma 2003). Pusat

Standarisasi Industri Departemen Perindustrian mendefinisikan susu bubuk adalah susu bubuk berlemak (full cream milkpowder), rendah lemak (partly skim

milk powder) dan tanpa lemak (skim milk powder) dengan atau tanpa

panambahan vitamin, mineral dan bahan tambahan makanan yang diizinkan (SNI 01-2970-1999), susu bubuk berlemak adalah susu sapi yang telah diubah bentuknya menjadi bubuk; susu kental manis adalah produk susu berbentuk cairan kental yang diperoleh dengan menghilangkan sebagian air dari susu segar atau hasil rekonstitusi susu bubuk berlemak penuh, atau hasil rekombinasi susu bubuk tanpa lemak dengan lemak susu/lemak nabati, yang telah ditambah gula, dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan lain yang diizinkan (SNI 01-2971-1998); susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun (SNI 01-3141-1998); susu formula lanjutan adalah makanan yang merupakan bagian dari makanan selama masa penyapihan untuk bayi yang berumur 6 bulan sampai anak berumur 3 tahun (SNI 01-4213-1996)

Menurut Maryoto (2003), saat ini produk susu olahan kini tidak hanya diproduksi dalam bentuk umum atau dapat dkonsumsi oleh semua golongan usia, tetapi telah tersegmentasi berdasarkan usia dan kondisi fisiologis konsumen target. Secara umum produk susu yang tersegmentasi berdasarkan usia konsumen dengan sangat tajam sehingga memiliki jenis dan merek yang terbanyak beredar di pasaran adalah produk susu bubuk.

Susu adalah sumber kalsium dan fosfor yang sangat penting untuk pembentukan tulang. Tulang manusia mengalami turning over yaitu peluruhan

dan pembentukan secara berkesinambungan. Pada saat usia muda formasi tulang berlangsung lebih intens dibandingkan resorpsinya. Sementara pada usia tua resorpsi berlangsung lebih cepat dibandingkan formasinya. Itulah sebabnya pada usia tua terjadi apa yang disebut gradual lose of bone (proses kehilangan

massa tulang). Pentingnya susu bagi kesehatan tidak hanya menyangkut masalah osteoporosis. Susu diketahui mendatangkan manfaat untuk optimalisasi produksi melatonin. Melatonin adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pineal pada malam hari. Kehadiran melatonin akan membuat kita merasa mengantuk dan kemudian tubuh bisa beristirahat dengan baik. Susu yang mengandung banyak asam amino triptofan ternyata merupakan salah satu bahan dasar melatonin. Itulah sebabnya minum susu sebelum tidur sangat dianjurkan agar tidur lebih nyenyak. Susu juga mempunyai kemampuan mengikat logam- logan berat yang bertebaran di lingkungan sekitar akibat polusi. Dengan demikian susu bermanfaat untuk meminimalisir dampak keracunan logam berat yang secara tidak sengaja masuk ke dalam tubuh karena lingkungan yang terpolusi (Khomsan 2002).

Konsumsi Susu

Dalam penjabaran angka kecukupan gizi kedalam makanan untuk anak usia 1-3 dan 3-6 tahun dianjurkan mengkonsumsi susu satu porsi atau setara dengan satu porsi pangan hewani sebesar 50 gram mengandung 95 kalori, 10 gram protein dan 6 gram lemak (Depkes 2005). Selain itu menurut Khomsan (2000) pada masa pertumbuhan idealnya seorang balita mengkonsumsi dua gelas susu perhari yang setara dengan 500 ml susu cair segar.

Konsumsi Gizi

Tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh kualitas makanan dan gizi yang dikonsumsi. Sementara itu kualitas makanan dan gizi sangat tergantung pada pola asuh makan anak. Jumlah dan kualitas makanan yang dibutuhkan untuk

23

konsumsi anak penting sekali dipikirkan, direncanakan dan dilaksanakan oleh ibu atau pengasuhnya. Pemberian makan dengan jumlah dan kualitas yang baik akan memberikan sumbangan terhadap status gizinya. Tiga aspek perilaku pemberian makan pada anak oleh ibu atau pengasuhnya yang mempengaruhi asupan adalah : (1) menyesuaikan metode pemberian makan dengan kemampuan psikomotorik anak; (2) pemberian makanan yang responsif, termasuk dorongan untuk makan, memperhatikan nafsu makan, waktu pemberian, kontrol terhadap makanan antara anak dan pemberi makanan dan hubungan yang baik dengan anak selama memberi makan; (3) situasi pemberian makan, termasuk bebas gangguan, waktu pemberian makan yang tertentu serta perhatian dan perlindungan selama makan (Engel, Menon & Haddad 1997).

Masa usia pra sekolah adalah saat yang tepat bagi orangtua untuk mulai menerapkan perilaku hidup sehat serta pola dan kebiasaan makan yang baik kepada anaknya. Di usia ini anak cenderung untuk berhati-hati terhadap makanan yang baru dikenalinya. Umumnya anak usia pra sekolah hanya menyukai beberapa jenis makanan saja dan akan memakannya setiap hari. Orangtua dan pengasuh lainnya merupakan teladan bagi anak usia pra sekolah. Jika orangtua ataupun pengasuh yang lain mengkonsumsi beraneka ragam makanan, anak juga akan mengikutinya (Warldlaw, Insel dan Seyler 1992)

Pengasuhan Psikososial

International Conference on Nutrition mendefinisikan pengasuhan adalah

suatu kesepakatan dalam rumah tangga dalam hal pengalokasian waktu, perhatian dan dukungan untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial dalam rangka tumbuh kembang anak dan anggota keluarga lainnya. Pengasuhan dalam prakteknya (biasanya oleh wanita) dibagi dalam enam aktifitas yaitu: (1) pengasuhan untuk wanita, seperti menyediakan waktu istirahat yang cukup atau meningkatkan asupan makanan selama masa kehamilan; (2) pemberian ASI dan makanan pendamping ASI bagi anak balita; (3) stimulasi psikososial anak dan pemberian dukungan untuk tumbuh kembang anak; (4) praktek penyimpanan dan persiapan makanan; (5) praktek kesehatan; dan (5) perawatan anak selama mengalami sakit, termasuk diagnosa penyakit dan pengadopsian praktek kesehatan di rumah (Engel, Menon & Haddad 1997).

Menurut Rutter (1984) perkembangan anak yang normal membutuhkan pengasuhan ibu yang berkualitas. Terdapat enam ciri pengasuhan ibu yang

berkualitas yaitu: (a) hubungan kasih sayang, (b) kelekatan/keeratan hubungan, (c) hubungan yang tidak terputus, (d) interaksi yang memberikan rangsangan, (e) hubungan dengan satu orang, (f) melakukan pengasuhan di rumah sendiri.

Pola pengasuhan dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu nilai, norma dan budaya yang memberi ciri atau karakteristik dari setiap keluarga, demikian juga faktor kepribadian yang telah terbentuk oleh peran latar belakang keluarga, pendidikan, sosial ekonomi dan lingkungan fisik. Pengasuhan merupakan bentuk interaksi antara ibu dan anak yang ditandai dengan kasih sayang (care),

perasaan yang mendalam (affection), saling mendukung (support) dan

kebersamaan dalam kegiatan pengasuhan (Singgih 2003). Selain itu bentuk interaksi tersebut berupa kehadiran dan perhatian ibu yang diekspresikan dalam bentuk perilaku (ucapan, ungkapan emosi dan kasih sayang, arahan dan kegiatan perawatan) ibu kepada anaknya (Rohner 1986).

Interaksi ibu dan anak merupakan suatu pola perilaku yang mengikat ibu dan anak secara timbal balik. Stimulasi keluarga mencakup berbagai upaya keluarga yang secara langsung maupun tidak mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan anak. Hal tersebut merupakan hubungan mikro yang berperan sebagai lingkungan belajar anak dalam perkembangannya. Interaksi ibu dan anak merupakan faktor eksternal yang pengaruhnya paling kuat terhadap tumbuh kembang anak (Satoto 1990).

Salah satu aspek penting dalam pengasuhan anak adalah penyediaan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan anak (Seifert & Hoffnung 1987; Papalia & Olds 1989; Turner & Helms 1991). Menurut Caldwell & Bradley (1984), lingkungan dimana anak berada sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak. Dalam hal ini, Caldwell & Bradley meyakini bahwa perkembangan anak dapat ditingkatkan dengan menyediakan lingkungan bagi anak yang: 1) memenuhi kebutuhan fisik dasar, kesehatan dan keselamatan anak; 2) memungkinkan kontak dengan sejumlah orang dewasa; 3) memiliki iklim emosional yang positif; 4) menyediakan semua kebutuhan anak secara optimal; 5) menyediakan masukan sensoris yang beragam dan terpola; 6) memungkinkan hadirnya orang yang selalu tanggap secara fisik, kata dan rasa terhadap perilaku anak; 7) memiliki larangan sosial minimal terhadap perilaku motorik dan eksploratorik; 8) pengorganisasian lingkungan fisik dan temporalnya baik; 9) menyediakan kesempatan untuk mendapatkan pengalaman kultural yang kaya dan beragam; 10) menyediakan alat mainan yang memfasilitasi koordinasi

25

proses sensorimotor; 11) memungkinkan kontak dengan orang dewasa yang memberi nilai terhadap pencapaian perilaku anak; dan 12) memberikan kesempatan bagi anak untuk mendapatkan pengalaman kegiatan yang kumulatif. Berdasarkan keduabelas premis teoritis dan empiris itulah Caldwell & Bradley mengembangkan suatu instrumen yang digunakan untuk menilai sejauh mana orangtua menyediakan lingkungan yang mendukung perkembangan anaknya. Instrumen tersebut diberi nama Home Observation for Measurement of the Environment yang disingkat HOME.

Kualitas pengasuhan yang dilakukan oleh orangtua diukur dengan menggunakan HOME (Home Observation for Measurement of the Environment Inventory) yang terdiri dari dua versi yaitu untuk kelompok bayi (0-3 tahun) dan

anak usia prasekolah (3-6 tahun). Untuk kelompok bayi pengukuran terdiri dari 6 sub-skala dengan total skor 45 yaitu: penerimaan terhadap emosi dan kata-kata anak (11 butir pertanyaan), penerimaan terhadap perilaku anak (8 butir pertanyaan), organisasi lingkungan fisik (6 butir pertanyaan), penyediaan alat permainan (9 butir pertanyaan), keterlibatan orangtua dengan anak (6 butir pertanyaan), serta kesempatan yang diperoleh anak melalui stimulasi yang diberikan kepada orangtua (5 butir pertanyaan), sedangkan untuk kelompok usia prasekolah terdiri dari 8 subskala dengan total skor 55 yaitu: stimulasi belajar (11 butir pertanyaan), stimulasi bahasa (7 butir pertanyaan), lingkungan fisik (7 butir pertanyaan), kehangatan dan penerimaan (7 butir pertanyaan), stimulasi akademik (5 butir pertanyaan), modeling dan mendorong kematangan sosial (5 butir pertanyaan), variasi stimulasi kepada anak (9 butir pertanyaan), serta hukuman (4 butir pertanyaan) (Caldwell dan Bradley, 1984).

Tumbuh kembang Anak

Pertumbuhan dan perkembangan anak secara fisik, mental dan emosional dan sosial pada usia dini dipengaruhi oleh pemeliharaan gizi, kesehatan, stimulasi mental dan psikososial (Syarief 2002). Gizi bersama dengan kesehatan anak, merupakan faktor yang penting dalam penentuan tumbuh kembang anak selanjutnya, baik kelangsungan hidup maupun pertumbuhan fisik dan intelektualnya (Syarief 1997).

Unicef 1997 telah mengkaji berbagai masalah gizi dan faktor penyebabnya di berbagai negara, dan berdasarkan kajian tersebut telah dianalisis penyebab langsung, tidak langsung, masalah utama dan masalah dasar (Gambar 6).

Penyebab langsung kekurangan gizi adalah kurangnya konsumsi dan adanya penyakit infeksi, sedangkan kekurangan konsumsi dan penyakit disebabkan oleh kurangnya akses makanan, kurangnya praktek pengasuhan dari ibu kepada anak serta buruknya penyediaan air dan sanitasi serta pelayanan kesehatan (Engel, Menon dan Hadad 1997)

Peristiwa tumbuh kembang pada anak meliputi seluruh proses yang terjadi sejak pembuahan hingga dewasa. Istilah tumbuh kembang mencakup 2 peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Secara garis besar dibedakan 3 jenis tumbuh- kembang; 1) tumbuh kembang fisik, 2) tumbuh kembang intelektual, 3) tumbuh kembang emosional (Markum et al. 1991).

Dampak

Penyebab langsung

Penyebab Tidak Langsung

Kurang pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan

Pokok Masalah Di Masyarakat

Pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan Akar Masalah (nasional)

Gambar 6 Kerangka pikir penyebab kurang gizi pada anak (UNICEF dalam Engel, Menon dan Hadad 1997).

Pertumbuhan

Berdasarkan pertumbuhan bayi dan anak, menurut Hurlock (1992) usia anak prasekolah atau early childhood adalah anak yang berusia antara 2-6

tahun, sedangkan menurut Persatuan Ahli Gizi Indonesia usia anak pra sekolah adalah 1-6 tahun. Proses pertumbuhan dan perkembangan anak terjadi sejak dalam kandungan. Setiap organ dan fungsinya mempunyai kecepatan tumbuh

Kurang Gizi

Kurang konsumsi Penyakit

Pola asuh anak tidak memadai Tidak cukup

pangan

Sanitasi & air bersih/ pelayanan

kesehatan dasar tidak memadai

Kurang pemberdayaan wanita dan keluarga, kurang pemanfaatan

sumberdaya masyarakat

Krisis ekonomi, politik dan sosial

27

yang berbeda-beda (Depkes 2000). Hurlock (1995) mendefinisikan pertumbuhan secara konseptual sebagai suatu perubahan kualitatif dalam arti pertambahan ukuran dan struktur yang tidak hanya terjadi pada bagian badan yang besar yang berada di luar, namun juga dalam tubuh seperti otak. Menurut Satoto (1990) pertumbuhan merupakan indikator yang tepat dari kecukupan masukan zat-zat gizi esensial seseorang.

Status Gizi. Tahapan tumbuh kembang anak balita (termasuk usia pra sekolah) lebih lambat dibandingkan pada masa bayi, tetapi lebih cepat dibandingkan dengan tahap tumbuh kembang remaja. Tingginya aktifitas dan terus berlangsungnya pertumbuhan tubuh memerlukan pangan dan zat gizi dalam jumlah besar.

Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992) masa seorang anak berada pada usia kurang dari lima tahun termasuk salah satu masa yang tergolong rawan. Pada umumnya anak mulai susah makan atau hanya suka pada

Dokumen terkait