• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab II Tinjauan Pustaka

II.4 Pemilihan Rute dan Pembebanan Lalulintas

Tabel II.3 Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk hambatan samping (FFVSF) dan lebar bahu

Tipe Jalan Kelas Hambatan

Samping (SFC)

Faktor Penyesuaian untuk Hambatan Samping dan Lebar Bahu

Lebar Bahu Efektif Rata-Rata (Ws)

≤ 0,5 m 1,0 m 1,5 m ≥ 2,0 m

Empat lajur terbagi (4/2 D) Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 0,96 0,94 0,92 0,88 0,84 0,98 0,97 0,95 0,92 0,88 1,01 1,00 0,98 0,95 0,92 1,03 1,02 1,00 0,98 0,96 Empat lajur tak terbagi (4/2

UD) Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 0,96 0,94 0,92 0,87 0,80 0,99 0,97 0,95 0,91 0,86 1,01 1,00 0,98 0,94 0,90 1,03 1,02 1,00 0,98 0,95 Dua lajur tak terbagi (2/2

UD) atau jalan satu arah

Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 0,94 0,92 0,89 0,82 0,73 0,96 0,94 0,92 0,86 0,79 0,99 0,97 0,95 0,90 0,85 1,01 1,00 0,98 0,95 0,91 Sumber: MKJI (1997)

Sedangkan faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk ukuran kota dapat dilihat dalam Tabel II.4.

Tabel II.4 Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk ukuran kota (FFVCS)

Ukuran Kota Faktor Penyesuaian untuk Ukuran Kota

< 0,1 x 106 0,86 0,1 x 106 – 0,5 x 106 0,90 0,5 x 106 – 1,0 x 106 0,94 1,0 x 106 – 3,0 x 106 1,00 > 3,0 x 106 1,04 Sumber: MKJI (1997)

II.4 Pemilihan Rute dan Pembebanan Lalulintas

Di dalam teknik pembebanan digunakan model pemilihan rute dimana pembebanan merupakan tahap ke empat dari rangkaian Model Perencanaan Transportasi Empat Tahap (MPTET). Setelah tahap pemodelan bangkitan pergerakan, distribusi pergerakan dan pemilihan moda selesai akan dihasilkan jumlah perjalanan dari tempat asal i menuju tempat tujuan d yang menggunakan moda m ( m

id

T ). Yang kemudian perlu ditentukan adalah ruas-ruas mana pada

jaringan jalan yang digunakan oleh masing-masing m id

T sejak berangkat dari

tempat asal i menuju tempat tujuan d. Pada kenyataannya setiap m id

menggunakan lebih dari satu set ruas. Set ruas yang digunakan atau dilewati membentuk satu lintasan atau satu rute. Dalam hal ini perjalanan dengan asal-tujuan berbeda dapat saja menggunakan satu atau lebih ruas yang sama dalam set ruas yang membentuk rute pilihannya.

II.4.1 Konsep Dasar

Untuk melakukan pergerakan dari satu asal sampai satu ke tujuan, dapat tersedia lebih dari satu rute, meskipun demikian akan terdapat hanya beberapa rute alternatif yang ‘masuk akal’ yang biasa atau mungkin dipilih. Rute yang mungkin dipilih ini disebut juga rute nominasi (Akiyama, 1998).

Pemodelan pemilihan rute bertujuan memodel perilaku pergerakan dalam memilih rute terbaiknya. Pemodelan pembebanan lalulintas dibuat untuk tujuan menentukan jumlah pergerakan dari setiap zona asal i ke zona tujuan d (Tid)

menjadi jumlah pergerakan dari zona asal i ke zona tujuan d yang menggunakan rute r (Tidr) hasil model pemilihan rute. Pada jenis model yang sesuai model

pemilihan rute menentukan jumlah pergerakan dari zona asal i menuju zona tujuan

d dengan menggunakan moda m dan rute r (Tidrm).

Dengan mengasumsikan bahwa setiap pengendara memilih rute yang meminimumkan biaya-biaya perjalanannya, maka adanya penggunaan ruas lain mungkin disebabkan oleh perbedaan persepsi pribadi tentang biaya.

Dalam proses pembebanan rute dibuat perkiraan asumsi pengguna jalan mengenai pilihan terbaiknya. Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi para pengguna jalan dalam proses pemilihan rute, antara lain: waktu tempuh, jarak, biaya (bahan bakar dan lainnya), kemacetan dan antrian, jenis manuver yang dibutuhkan, jenis jalan raya (jalan tol, arteri), pemandangan, kelengkapan rambu dan marka jalan, serta kebiasaan. Untuk pertimbangan kepraktisan pemodelan faktor yang dipertimbangkan sebagai biaya adalah waktu tempuh. Pendekatan lainnya adalah dengan menggunakan dua faktor utama, yaitu biaya pergerakan

dan nilai waktu. Biaya pergerakan dianggap proporsional dengan jarak tempuh. Model pemilihan rute dapat diklasifikasikan berdasarkan dua faktor pertimbangan yang didasari pengamatan bahwa tidak setiap pengendara dari zona asal yang menuju zona tujuan akan memilih rute yang persis sama, yaitu:

• perbedaan persepsi pribadi tentang biaya perjalanan karena adanya perbedaan kepentingan atau informasi yang tidak jelas dan tidak tepat mengenai kondisi lalulintas pada saat itu; dan

• peningkatan biaya karena adanya kemacetan pada suatu ruas jalan yang menyebabkan kinerja beberapa rute lain menjadi lebih tinggi sehingga meningkatkan peluang untuk memilih rute tersebut.

Perbedaan dalam tujuan dan persepsi menghasilkan proses penyebaran kendaraan pada setiap rute yang dalam hal ini disebut proses stokastik dalam proses pemilihan rute. Klasifikasi model pemilihan rute sesuai dengan asumsi yang melatarbelakanginya adalah seperti tercantum pada Tabel II.5.

Tabel II.5 Klasifikasi model pemilihan rute

Kriteria Efek stokastik dipertimbangkan ?

Tidak Ya

Efek batasan kapasitas

dipertimbangkan ?

Tidak All-or-nothing Stokastik murni (Dial, Burrell) Ya Keseimbangan Wardrop Keseimbangan-pengguna-stokastik Sumber: Tamin (2008)

Setiap model mempunyai tahapan yang harus dilakukan secara berurutan. Fungsi dasarnya adalah:

• mengidentifikasi beberapa set rute yang akan diperkirakan menarik bagi pengendara; rute ini disimpan dalam struktur data yang disebut pohon; oleh sebab itu, tahapan ini disebut tahap pembentukan pohon.

• membebankan segmen MAT ke jaringan jalan yang menghasilkan volume pergerakan pada setiap ruas jalan.

II.4.2 Pembentukan Pohon

Beberapa teknik dan metoda telah dikembangkan. Ciri pendekatannya bertahap antara lain: dari satu asal ke satu tujuan, dan dari satu asal ke banyak (N) tujuan.

Dua algoritma dasar yang sering digunakan untuk mencari rute tercepat (atau termurah) dalam suatu jaringan jalan. Kedua algoritma itu adalah Moore (1957) dan Dijkstra (1959). Keduanya diterangkan dengan notasi berorientasi simpul: jarak (biaya) ruas antara dua titik A dan B dalam suatu jaringan dinotasikan dengan dA,B. Rute didefinisikan dalam bentuk urutan simpul yang saling berhubungan, A-C-D-H dan seterusnya, sedangkan jarak ke rute adalah penjumlahan setiap ruas yang ada dalam rute tersebut (Tamin, 2000).

Anggap dA adalah jarak minimum antara zona asal dari pohon S ke simpul A; PA

adalah simpul-sebelum A sehingga ruas (PA, A) adalah bagian dari rute terpendek dari S ke A. Prosedur untuk menghasilkan rute tercepat dari S ke setiap simpul yang lain dijelaskan sebagai berikut:

a. Inisialisasi

Tetapkan semua dA= (dengan jumlah simpul yang disesuaikan dengan kapasitas kemampuan memori komputer) kecuali dS yang harus sama dengan nol. Tetapkan juga tabel-tak-berujung-akhir L yang nantinya akan berisi data simpul yang sudah dicapai oleh algoritma, tetapi belum semuanya dianalisis apakah simpul tersebut merupakan simpul-sebelum bagi simpul seterusnya. Inisialkan semua masukan Li dalam L ke nol dan semua PA ke suatu nilai tertentu yang ditentukan.

b. Prosedur

Mulai dengan simpul asal S sebagai simpul awal = A;

1 Periksa setiap ruas (A,B) dari simpul awal A secara bergantian jika dA + dA,B <dB ,kemudian tetapkan dB=dA + dA,B dan PB = A dan tambahkan B ke L;

3 Jika tabel belum kosong, pilih simpul lainnya dari tabel-tidak-berjung-akhir dan kembali ke tahap 1 dengan simpul asal berikutnya.

Pohon mempunyai dua kegunaan tambahan penting dalam perencanaan dan pemodelan transportasi, yang sering digunakan untuk menjelaskan biaya. Sebagai contoh, total waktu tempuh antara dua zona bisa didapat dengan mengikuti urutan ruas dalam pohon dan menjumlahkan waktu tempuhnya. Operasi ini sering disebut proses penguraian pohon. Pohon diperlukan, jika waktu tempuh dapat diuraikan dalam bentuk atribut lainnya, misalnya biaya gabungan, jarak dan jumlah simpul.

Pohon dapat juga digunakan untuk menghasilkan informasi pada saat pasangan Asal-Tujuan sudah pasti memilih ke rute tertentu. Fasilitas ini, sering disebut analisis ruas terpilih, memungkinkan mengenali pengendara yang terpengaruh oleh perubahan jaringan. Selain itu, dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi titik masuk dan keluar ke suatu daerah kajian yang kecil dan pohon yang menggabungkan zona awal ke zona eksternal dari kawasan baru (Tamin, 2000).

II.4.3 Faktor Penentu Utama dalam Pemilihan Rute

Faktor penentu utama dalam pemilihan rute terdiri dari: waktu tempuh, nilai waktu dan biaya perjalanan.

Waktu Tempuh: Waktu tempuh adalah waktu total perjalanan yang diperlukan, termasuk berhenti dan tundaan, dari suatu tempat ke tempat lain melalui rute tertentu. Pada penelitian ini waktu tempuh didekati sebagai jarak dibagi laju (speed) kendaraan.

Nilai Waktu: Nilai waktu yang dimaksud adalah nilai waktu perjalanan. Salah satu hasil usaha pendefinisiannya adalah sejumlah uang yang disediakan seseorang untuk dikeluarkan (atau dihemat) untuk menghemat satu unit waktu perjalanan.

Perhitungan nilai waktu saat ini merupakan topik pembahasan tersendiri dalam bidang transportasi, dan terus berkembang. Hasil penelitian yang telah dilaporkan antara lain menggunakan dua metode yaitu pendekatan perhadap pilihan moda (Mode Choice Approach) dan pendekatan terhadap tingkat pendapatan (Income

Approach). Survey dilakukan dengan teknik pilihan yang ditetapkan (stated preference), suatu teknik disain kuesioner dan wawancara yang diarahkan dengan

mengkonfrontir persepsi responden, teknik lainnya adalah revealed preference (Setyo Santoso, Erik, 2001 dalam Kusdian 2006).

Metode pendekatan pilihan moda menghasilkan satu besaran nilai waktu, sebagai hasil analisa regresi linier berganda. Metode pendekatan tingkat pendapatan menghasilkan nilai waktu rata-rata.

II.4.4 Biaya Perjalanan

Biaya perjalanan dapat dinyatakan dalam bentuk uang, waktu tempuh, jarak, atau kombinasi ketiganya yang biasa disebut biaya gabungan (biaya umum/generalized

cost).

Dengan mengetahui semua biaya yang akan dikeluarkan setiap ruas jalan, dapat ditentukan rute terbaik yang dapat dilalui pada jaringan jalan tersebut. Tetapi, sebenarnya persepsi setiap pengendara terhadap biaya perjalanan berbeda-beda sehingga sukar menjabarkan perbedaan ini ke dalam bentuk pemilihan rute yang sederhana.

Efek batasan-kapasitas dan efek stokastik dapat juga dianalisis dalam bentuk biaya perjalanan. Dapat diasumsikan bahwa setiap pemakai jalan memilih rute yang meminimumkan biaya perjalanannya dan ini sangat beragam. Jadi, diperlukan usaha untuk mendapatkan ‘rata-rata’ biaya perjalanan yang sesuai untuk semua pengendara. Metode yang paling sering digunakan adalah dengan mendefinisikan biaya sebagai kombinasi linear antara jarak dan waktu seperti yang dinyatakan persamaan II.2 (Tamin, 2000).

Biaya = a1 x waktu + a2 x jarak + a3 (II.2)

a1 = nilai waktu (Rp/jam)

a2 = biaya operasi kendaraan (Rp/km) a3 = biaya tambahan lain (harga karcis tol)

Biaya operasi kendaraan antara lain mencakup penggunaan bahan bakar, pelumas, biaya penggantian (misalnya ban), biaya perawatan kendaraan, dan upah atau gaji supir. Komponen biaya operasi kendaraan dapat berbeda disesuaikan tujuan dan batasan sistem dari kajian.

Dokumen terkait