• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMILIHAN SUMBER DATA

Dalam dokumen Unduh Laporan Akuntabilitas Kinerja KPK 2015 (Halaman 131-157)

PENGELOLAAN LHKPN

IV. PEMILIHAN SUMBER DATA

Sumber data yang digunakan adalah sumber data yang memenuhi kriteria yang sudah disampaikan sebelumnya dan merupakan pengumpulan data pada tahun periode 2014. Berdasarkan kriteria tersebut terdapat dua jenis survei yang dapat digunakan sebagai sumber data yaitu Survei Integritas (SI) dan Survei Perilaku Anti Korupsi (SPAK) di tahun yang sama.

SI dan SPAK merupakan survei yang menggabungkan antara persepsi dan pengalaman korupsi di masyarakat. Pengukuran indeks kinerja sektor strategis menggunakan survei pengalaman korupsi masyarakat, oleh karena itu data SI dan SPAK dipilah dan diolah untuk mendapatkan survei pengalaman korupsi untuk kemudian digunakan dalam pengukuran ini.

Tabel Instansi K/L/O/P Sektor Strategis Survei Integritas Tahun 2014

No. Sektor Strategis

1.

Ketahanan Pangan

Instansi Layanan Publik

Kementerian Kelautan dan

Perikanan Surat Izin Penangkapan Ikan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan

Kementerian Pertanian Izin Pendaftaran Pupuk Organin/Anorganik

Izin Pemasukan dan Pengeluaran Benih Hortikultura

2 Kesehatan

Instansi Layanan Publik

Survei

Integritas Perilaku Anti Survei Korupsi Indeks Sektor

Strategis

IV.1. Survei Integritas (SI)

Data masukkan SI yang digunakan adalah persentase pengalaman korupsi masyarakat pada kementerian lembaga yang masuk dalam kriteria sektor strategis pada tahun 2014. Pada masing-masing kementerian/lembaga diambil nilai persentase pengalaman korupsi pada layanan publik minus layanan pada pengadaan barang dan jasa (PBJ). Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan bias pada nilai yang didapatkan pada sektor PBJ. Adapun pengelompokan kementerian/lembaga terhadap sektor strategis dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.

Kementerian Kesehatan

(PKRT)

Izin Penyalur Alat Kesahatan

3.

Pendidikan

Instansi Layanan Publik

Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan Izin belajar untuk WNA Akreditasi Sekolah/Madrasah

4.

Ketahanan Energi

Instansi Layanan Publik

Kementerian ESDM Rekomendasi Eksportir Terbatas Minerba (Mineral & batubara)

Izin usaha pengangkutan dan penjualan Minerba

5.

Ketahanan Lingkungan

Instansi Layanan Publik

Kementerian Kehutanan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Izin IUPHHK hutan alam

6.

Penerimaan

Instansi Layanan Publik

Kementerian Keuangan Administrasi Sengketa Pajak Persetujuan ekspor barang

7.

Aparat Penegak Hukum

Instansi Layanan Publik

Kepolisian Izin Keramaian Pembuatan SIM baru Kementerian Hukum dan

HAM Formasi jabatan notaris Paspor

Mahkamah Agung Salinan putusan Biaya perkara

8.

Infrastruktur

Instansi Layanan Publik

Kementerian Perhubungan Izin Penyelenggaraan Angkutan Pariwisata Izin Penyelenggaraan Angkutan Khusus

diambil adalah nilai persentase penilaian adanya suap pada sektor layanan publik dari pertanyaan terkait pengalaman korupsi yang berhubungan dengan layanan publik pada Tahun 2014. Survei Perilaku Anti Korupsi (SPAK) dilakukan oleh BPS atas permintaan Bapennas untuk mendapatkan gambaran sikap responden terhadap praktek korupsi

(petty corruption) yang berlaku di masyarakat. Adapun pengelompokkan layanan publik terhadap sektor strategis adalah sebagaimana tabel di bawah ini.

Tabel Layanan Publik Sektor Strategis SPAK Tahun 2014

No. Sektor Strategis

1. Aparat Penegak Hukum

Instansi Layanan Publik

Kepolisian Pengurusan SIM/STNK/SKCK/Pelaporan Kehilangan Lembaga Peradilan Pengurusan peradilan tilang dan umum

2. Ketahanan Pangan Plus

Instansi Layanan Publik Rumah Sakit Antrian rawat jalan

Sekolah Negeri/Guru Penerimaan masuk sekolah negeri 3. Ketahanan Energi

Instansi Layanan

PT PLN Pemasangan dan gangguan listrik

Berdasarkan sektor strategis, dikelompokkan instansi pada sumber data dari SI dan layanan dari instansi terkait pada sumber data SPAK. Tabel di bawah ini menggabungkannya sesuai dengan sektor strategis, berikut:

Tabel Klasifikasi Pengelompokan Sektor untuk sumber data SI dan SPAK

Sektor/Sumber SI SPAK

Aparat Penegak Hukum Kepolisian Kementerian Hukum dan HAM Mahkamah Agung Polisi Lembaga Peradilan

Ketahanan Pangan ++

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Kelautan dan Perikanan Kementerian Kesehatan

Kementerian Pertanian

Sekolah Negeri RS/Puskesmas

Ketahanan Energi Kementerian ESDM PT PLN Ketahanan Lingkungan Kementerian Kehutanan - Penerimaan Kementerian Keuangan - Infrastruktur Kementerian Perhubungan

‘B5R03K03’ kemudian kita hanya menyaring responden yang benar-benar menjawab ‘Ya’ atau angka ‘1’ (mengurus layanan sendiri).

• Lihat kode ‘B5R03K04’. Penjelasan kode: sama dengan langkah 1. Pada langkah ini adalah menyaring responden yang menjawab ‘Ya’ atau angka ‘1’ yang berarti responden tersebut mengetahui biaya resmi yang berlaku.

• Lihat kode ‘B5R03K05’. Setelah menyaring sebagaimana langkah 1 dan 2, maka pada langkah selanjutnya akan kita dapatkan jumlah responden yang mengeluarkan uang/barang melebihi ketentuan dalam mengurus layanan.

Dari tiga langkah tersebut, untuk mengetahui prosentase jumlah responden yang memberikan suap/gratifikasi pada layanan adalah dengan membagi hasil saringan pada langkah ketiga, dibagi dengan langkah kedua. Proses yang sama juga dilakukan untuk mengetahui prosentase suap/gratifikasi pada sektor/layanan lainnya. V. KONVERSI NILAI

Konversi nilai dilakukan karena sesuai dengan amanat Renstra KPK yang mengisyaratkan nilai jatuh pada skala satu (1) hingga lima (5) (semakin yang benar-benar mengetahui biaya resmi

dan mengurus layanan sendiri, bukan lewat perantara/pihak ketiga.

Sebagai contoh: kita akan melihat seberapa banyak orang yang melakukan suap/gratifikasi di layanan pengurusan SIM pada Kepolisian (lihat pertanyaan 503 pada gambar di atas). Pada simulasi ini, ada tiga langkah yang dilakukan pada microsoft excel:

• Pada Row data, lihat kode ‘B5R03K03’. ‘B5’ adalah kode bab V pada Kuesioner (Pengalaman yang berhubungan dengan Pelayanan Publik). Kemudian ‘R03’ merujuk pada pertanyaan yang akan kita lihat hasil surveinya. Dalam hal ini, pertanyaan mengenai layanan SIM-STNK pada Kepolisian berada pada Bab V dan baris ke-03 (lihat pertanyaan 503). Sementara ‘K03’ adalah merujuk pada kolom 3, dimana kolom tersebut akan berisi hasil jawaban responden terhadap dilakukan: Hal pertama yang perlu dilakukan

adalah mengidentifikasi poin pertanyaan pengalaman dalam Kuesioner SPAK (biasanya tercantum dalam bab V). Dalam Bab V Kuesioner, terdapat beberapa pertanyaan yang mencerminkan pengalaman responden terkait dengan layanan publik, sebagaimana tercermin dalam sektor-sektor strategis (dalam renstra KPK), seperti: layanan SIM-STNK pada kepolisian, pemasangan dan layanan gangguan PLN, antrian rawat jalan pada Rumah Sakit dan Puskesmas, proses penerimaan siswa Baru di sekolah, dan urusan tilang di lembaga Peradilan. Kemudian langkah selanjutnya, kita bisa melihat

row data (data mentah) pada indeks data SPAK untuk melihat bagaimana hasil survei yang dihasilkan. Pada langkah ini, hal yang dilihat adalah seperangkat kode dan angka-angka pada lembar tersebut. Hal ini untuk menyaring data

Slope = - 4/100 Intercept = 5 Y 5 1 0 X y=f(x)=a-bx y=5-(4/100)x

menggunakan skala yang berbeda dan dapat memiliki arti yang berbeda. Berikut penyesuaian yang dilakukan untuk masing- masing sumber data.

Persentase mereka yang menjawab ada suap dalam satu sektor tertentu pada skor survei integritas KPK berkisar antara nol persen (0) hingga seratus persen (100), semakin tinggi nilainya akan semakin jelek. Skala ini dikonversikan ke skala satu (1) hingga (5) sesuai Renstra KPK dengan cara memasukan dalam persamaan matematis sebagai berikut: VI. PERHITUNGAN SKOR AKHIR

Hasil akhir terdiri atas nilai umum sektor strategis yang kemudian dapat dipecah dan dibagi kedalam nilai-nilai pada masing- masing sektor. Nilai umum didapatkan dari rerata hasil skor dari masing-masing survei yang juga merupakan rerata dari masing-masing sektor. Sedangkan nilai detil didapatkan dari rerata skor masing-masing sektor yang tergolong sama.

x = Adalah nilai skor indeks kinerja sektor strategis

n = jumlah sumber data yang digunakan xn= Survei sebagai sumber data

V. Pengalaman Berhubungan dengan Pelayanan Publik No. Apakah Bapak /Ibu Pernah

Berhubungan dengan Petugas untuk Layanan Publik Berikut Selama 12 Bulan Terahir 1. Ya Sendiri Ke kol.4 2. Ya dengan Perantara STOP Jika tidak apakah pernah dalam 5 tahun terahir? 1. Ya Sendiri 2. Ya dengan Perantara 3.Tidak Apakah Bapak /Ibu mengetahui biaya resmi yang berlaku? 1. Ya 2. Tidak Seberapa sering Bapak/Ibu mengeluarkan uang/baran melebihi ketentuan? 1. Sangat sering 2. Sering 3. Jarang 4. Tidak pernah Mengapa Bapak/ Ibu tidak pernah mengeluarkan uang/barang melebihi ketentuan? STOP (Kode) Kapan pengeluaran uang/barang dilakukan (Kode) Apa bentuk pengeluaran yang diberikan? (Kode) bagaimana Bapak/Ibu mengetahui bahwa harus mengeluarkan uang/barang melebihi ketentuan? (Jika berkode 3 atau 4 kol (11) (Kode) (1) (2) (3) (3A) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 501 Pengurus RT/RW (misalnya dalam mengurus surat pengantar KTP,KK<SKTM dll)

502 Petugas kantor Desa/Kelurahan dan Kecamatan (misalnya dalam mengurus surat pengantar KTP,KK<SKTM dll) 503 Petugas Polisi dan Administrasi (misal

mengurus SIM, STNK, SKCK, dan plaporan kehilangan) 504 Petugas PLN (misalnya dalam

mendapatkan pemasangan, layanan ganguan listrik)

505 Petugas Rumah Sakit dan Puskesmas (misanya dalam menungu antrian rawat jalan dan mendapat kamar rawat inap) 506 Guru/Kepala sekolah (misalnya dalam

proses penerimaan masuk sekolah negeri)

507 Petugas Lembaga Peradilan (misalnya dalam proses peradilan tilang dan umum)

508 Petugas KUA (misalnya dalam mengurus Pernikahan/Perceraian)

Gambar Contoh Kuesioner SPAK.

X= X1 X2 Xn = Xi i =1 n n n + + ... +

TAHUN 2015

NO KEGIATAN PENJELASAN

1. Kajian Pengadaan Barang dan Jasa Tahap 2

Kajian ini menemukan 16 temuan yang tersebar dalam 4 titik. Pada titik regulasi ditemukan 7 temuan (tidak tersedianya dasar hukum PBJ yang memuat mekanisme sanksi dan tidak bertabrakan dengan UU lain, diubahnya Perpres PBJ menjadi Perpres no. 172 Tahun 2014 hanya untuk penunjukan langsung pengadaan benih dan pupuk, definisi prinsip efisien pada Perpres adalah harga murah bukan harga terbaik (value for money); tidak independennya Lembaga Penjawab Sanggah; tidak sinkronnya definisi PPK pada Perpres dengan PP 45 Tahun 2013; adanya celah yang berisiko penyedia yang tidak berkualitas dapat mendaftar di LPSE; terbatasnya akses untuk mengumumkan sanksi daftar hitam di Portal Pengadaan Nasional (INAPROC)).

Pada sisi penganggaran, kajian menemukan 1 temuan yaitu lemahnya proses perencanaan program dan anggaran. Sedangkan pada sisi pelaksanaan, kajian menemukan 7 temuan (Hanya 10,3% saja ULP yang telah permanen di Indonesia, Belum memadainya pengelolaan SDM pelaksana pengadaan, Belum efektifnya keberadaan Whistleblower System yang dibangun oleh LKPP, Terdapat kelemahan proses seleksi vendor oleh Pejabat Pengadaan, Tidak ada data pembanding dalam menilai spesifikasi teknis kebutuhan barang/jasa beserta harganya, Terdapat keterbatasan aplikasi vendor manajemen system dalam aplikasi SIKAP, E-procurement masih memiliki kelemahan). Temuan pada pengawasan sejumlah 1 temuan yaitu belum maksimalnya fungsi APIP untuk menjamin efektifitas pelaksanaan PBJ.

2.

Kajian Strategi

Pencegahan Angkutan Laut Ilegal Bahan Tambang Mineral Dan Batubara Di Indonesia - Pengembangan menjadi Kajian Sistem Angkutan Laut sektor SDA

Tahun 2015 KPK melakukan kajian Sistem Angkutan Laut di Sektor Sumberdaya Alam yang bertujuan mengeksplorasi/menghimpun berbagai persoalan mendasar proses angkutan minerba nasional serta estimasi kerugian ekonomiknya dari berbagai pemangku kepentingan terkait, yang selanjutnya menghasilkan rekomendasi pola pengelolaan pengangkutan laut sumber daya alam termasuk aplikasi teknologi komunikasi dan informasi dalam proses pengawasan.

Hasil dari kajian, KPK menemukan permasalahan dari berbagai aspek, antara lain: aspek kebijakan, aspek ketatalaksanaan, dan aspek kelembagaan. Hasil dari kajian ini KPK memberikan saran perbaikan kepada kementerian/lembaga terkait untuk secara bersama- sama menyelesaikan permasalahan yang ditemukan sesuai dengan kewenangan masing-masing. Perbaikan sistem harus melibatkan empat aktor utama dalam pelaksanaan pengangkutan: (1) regulator; (2) penyelenggara pelabuhan; (3) muatan; (4) armada pengangkut. Negara melakukan perbaikan dengan sejumlah instrumen seperti perencanaan, penyelenggaraan pelayanan pelabuhan, penyelenggaran perizinan pelabuhan, sistem data dan informasi, pengawasan, anggaran, kelembagaan, aset negara, alur pelayanan dan angkutan internasional.

3. Piloting FCP

penanganan fraud pada level strategis dan taktis dalam suatu organisasi yang diintegrasikan dengan FCP yang telah dikembangkan BPKP. Implementasi piloting akan dilakukan pada K/L/O/P yang memenuhi kriteria: inisiatif K/L/O/P, Kesiapan K/L/O/P, dan kesesuaian dengan program kerja KPK dan/atau BPKP.

Mengingat korupsi, baik pencegahan maupun penindakan, merupakan suatu fungsi yang telah berjalan di KPK, dan di lain pihak pemeriksaan atas kewajaran laporan keuangan merupakan suatu fungsi yang melekat di BPKP, maka FCP dilaksanakan pada lingkup penyalahgunaan aset. Hal tersebut antara lain berangkat dari pengalaman Tim FCP KPK pada tahap studi, yaitu pada aksi korporasi PT Telkom, Tbk pada PT Mitratel dan aksi korporasi PT Pertamina (Persero) pada PT Trans- Pacific Petroleum Indotama. Pada dua kasus tersebut, risiko fraud dari pelepasan aset BUMN melalui aksi korporasi (yang tidak mematuhi asas-asas tata kelola perusahaan yang baik) terbukti dapat diidentifikasi serta tercegah melalui FCP.

Secara garis besar piloting FCP KPK-BPKP pada 2015 mengalami perubahan sebagai berikut: Modifikasi ruang lingkup dengan memperhatikan keberadaan program pencegahan yang sesuai dengan Rencana Strategis KPK 2016, FCP strategis, di mana pelaksanaannya dilakukan oleh Tim KPK, Pelaporan FCP Operasional, di mana pelaksanaannya dilakukan oleh Tim BPKP.

Atas perubahan-perubahan tersebut akan dilakukan revisi-revisi yaitu kesepakatan antara KPK dan BPKP dan pedoman pelaksanaan FCP untuk ke depannya.

4. Kajian Jaksa

Kajian ini merupakan kajian pendahuluan dengan menggunakan metode desk study (telaah literatur dan hasil publikasi atas konsep pengembangan Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia, khususnya di Kejaksaan Agung). Selain telaah literatur, juga dilakukan FGD dengan pakar. Tujuan dari kajian ini adalah untuk merumuskan konsep perbaikan MSDM di Kejaksaan Agung yang akan ditawarkan KPK untuk tercapainya personel jaksa yang berintegritas. Berdasarkan hasil kajian, disampaikan berapa hal yang ditawarkan oleh KPK untuk mendukung peningkatan integritas Jaksa, di antaranya rencana KPK melakukan survey baseline dan membantu mendorong seleksi Jaksa di 2016.

5. Kajian Alih Fungsi Lahan

permasalahan serta titik-titik rawan penyimpangan dan korupsi yang terjadi dalam pelaksanaan pengendalian alih fungsi lahan pertanian dan merumuskan saran perbaikan terkait permasalahan tersebut dalam pelaksanaan upaya perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).

Adapun beberapa lokus kajian ini di antaranya Kementerian Pertanian, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, BPS (Badan Pusat Statistik), Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Keuangan, Kabupaten Karawang, Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Temanggung, Pemprov NTT, Pemprov DIY Yogyakarta.

Beberapa permasalahan yang ditemukan di antaranya peta lahan pertanian di indonesia belum padu dan update, sistem informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) belum operasional, kelembagaan LP2B di tingkat pusat dan daerah belum terbangun, perencanaan dan penetapan LP2B belum dibuat secara komprehensif, proses alih fungsi lahan pertanian di daerah melalui mekanisme izin lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan Tanah (IPPT) tidak transparan, pembagian tugas dan wewenang dalam hal pembiayaan dan insentif LP2B bagi petani dan/pemerintah daerah belum ada, dan mekanisme pengawasan dan monitoring pelaksanaan LP2B di tingkat pusat dan daerah belum berjalan.

6. Kajian Komoditas Gula

Tujuan dari pelaksanaan kajian komoditas pangan strategis gula adalah pemetaan dan identifikasi permasalahan yang terjadi dalam proses tata niaga komoditas strategis gula dari sisi regulasi, produksi, distribusi, dan sumberdaya manusia yang terlibat di dalamnya, deteksi terjadinya peluang kecurangan/korupsi dalam proses tata niaga komoditas strategis gula, merumuskan dan memberikan saran rekomendasi perbaikan terhadap tata niaga komoditas strategis gula.

Hasil kajian menemukan beberapa temuan, di antaranya rendemen tebu yang selalu rendah, Kualitas dan Produksi Gula Kristal Putih yang rendah, Tidak terealisasinya program ekstensifikasi tanaman tebu. Tim telah menyusun rekomendasi yang disampaikan kepada stakeholderss untuk kemudian disusun rencana aksi sebagai upaya untuk memenuhi rekomendasi tersebut.

7. Kajian Hilir Migas

Kegiatan kajian ini bertujuan untuk memetakan titik-titik rawan korupsi pada tata laksana penjualan minyak dan kondensat bagian negara; melakukan pengkajian dan penelitian pada objek spesifik berdasar kriteria tertentu (wilayah, kegiatan, proses, dan sebagainya); melakukan case building, apabila didapat informasi yang relevan; memberikan saran perbaikan terhadap kerawanan korupsi; dan mengembangkan sistem yang dapat mencegah korupsi pada tata kelola minyak dan gas bagian negara.

komprehensif, terkait tata kelola penjualan gas bagian negara, terkait dengan Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) yang allocated dan non- allocated; tata kelola tolling pengolahan kondensat bagian negara oleh PT Pertamina melalui kilang milik PT TPPI; tata kelola transportasi dan niaga, yang hingga saat ini belum terungkap secara jelas.

Berdasarkan hasil pengumpulan data baik primer maupun sekunder, terdapat hasil sebagai berikut:

1. Tidak terintegrasinya data material balance. Integritas data mensyaratkan konsistensi akuisisi data dan pengolahan data dari sumber data yang relevan. Tidak adanya integritas data menjadi indikasi tata kelola yang kurang baik, karena menunjukkan tidak adanya transparansi dan akuntabilitas manajemen.

2. Belum adanya pedoman atau panduan tata laksana penjualan minyak dan kondensat bagian negara di internal PT Pertamina (Persero)

8. Kajian Sistem Alokasi Anggaran Desa

Tujuan dari kajian adalah melakukan pemetaan dan analisis terhadap kelemahan sistem administrasi yang berisiko menimbulkan fraud dan korupsi dalam pengelolaan keuangan desa khususnya dalam pengelolaan dana desa dan alokasi dana desa. Hasil Kajian telah dipaparkan KPK ke pihak Kemendagri, Kemendesa PDTT, Kementerian Keuangan dan BPKP pada 12 Juni 2015 di gedung KPK. Dalam kajian ini, KPK menemukan adanya potensi korupsi di 4 (empat) aspek, yakni: • Potensi Masalah dalam Regulasi dan Kelembagaan: Belum

lengkapnya regulasi dan petunjuk teknis pelaksanaan yang diperlukan dalam pengelolaan keuangan desa, Potensi tumpang tindih kewenangan antara Kementerian Desa dan Ditjen Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri, Formula pembagian Dana Desa dalam Perpres 36/2015 mengacu pada aturan yang belum ditetapkan dan hanya didasarkan pada aspek pemerataan, Pengaturan pembagian penghasilan tetap bagi perangkat desa dari ADD yang diatur dalam PP No. 43 tahun 2014 kurang berkeadilan, Kewajiban penyusunan laporan pertanggungjawaban oleh desa tidak efisien.

• Potensi Masalah dalam Tata Laksana: Kerangka waktu siklus pengelolaan anggaran desa sulit dipatuhi oleh desa, Belum adanya satuan harga baku barang/jasa yang dijadikan acuan bagi desa dalam menyusun APBDesa, APBDesa yang disusun tidak menggambarkan kebutuhan desa, Rencana penggunaan dan pertanggungjawaban APBDesa kurang transparan, Laporan pertanggungjawaban desa belum mengikuti standar dan rawan manipulasi.

• Potensi Masalah dalam Pengawasan: Pengawasan terhadap pengelolaan keuangan daerah oleh Inspektorat Daerah kurang efektif, Tidak optimalnya saluran pengaduan masyarakat untuk melaporkan kinerja perangkat desa yang mal-administrasi, Ruang lingkup evaluasi dan pengawasan yang dilakukan oleh Camat belum jelas.

fraud oleh tenaga pendamping akibat kelemahan aparat desa. Atas temuan tersebut KPK merekomendasikan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa PDTT dan Kementerian Keuangan, dan Pemerintah daerah.

9. Kajian Infrastruktur

Pelaksanaan kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan titik-titik kelemahan dan potensi korupsi dari Program Penyediaan Tenaga Listrik Nasional dan menyusun rekomendasi atas kerentanan korupsi dalam penyediaan tenaga listrik nasional. Kegiatan kajian difokuskan pada tiga aspek: strategik, taktis dan operasional pada program penyediaan tenaga listrik nasional. Objek kajian tidak hanya terpusat pada PT. PLN, namun juga pada pemangku kepentingan lain yang berperan dalam pelaksanaan Penyediaan Tenaga listrik Nasional, di antaranya Kementerian ESDM, Bappenas dan pihak swasta yang berperan sebagai peserta IPP.

Berdasarkan identifikasi kerentanan korupsi pada aspek strategis, taktis dan operasional di atas, rekomendasi yang didisampaikan adalah: Penentuan target dan alokasi kapasitas listrik nasional beserta alokasinya harus memperhatikan kemampuan PLN & IPP dan bebas dari benturan kepentingan serta memperhatikan kondisi on going saat ini, Reviu target yang ingin dicapai dengan memperbaiki proses bisnis yang kritis (proses penyederhanaan pelaksanaan perijinan, tatakelola manajemen proyek yang baik sesuai best practice). Penyelarasan peraturan-peraturan yang berlaku saat ini, serta kepatuhan terhadap international best practice project management life cycle dalam rangka meningkatkan akuntabilitas dan pencegahan korupsi baik di PLN maupun Ditjen Ketenagalistrikan Kemen ESDM. Percepatan pencapaian target program pembangunan kelistrikan juga harus memperhatikan aspek-aspek Demand, Sumber Energi, Keuangan, SDM, Keteknikan, Lokasi dan Tanah, Kapasitas Industri Engineering, Procurement and Construction (EPC) Nasional.

10. Kajian Pendidikan Islam

Kajian Pengelolaan Dana Pendidikan Islam (studi kasus: Bantuan Siswa Miskin (BSM) dan Sarana Prasarana (Sarpras)) telah dipaparkan kepada Menteri Agama dan jajaran pada 5 November 2015. Kajian bertujuan untuk untuk mencegah korupsi melalui perbaikan tata kelola.

BSM di antaranya mekanisme pengelolaan proposal tidak sesuai dengan praktik good governance, proses verifikasi proposal belum optimal, kriteria affirmative action dalam pemberian bantuan PD Pontren tidak transparan dan tidak akuntabel, data penerima bantuan sarpras tidak teradministrasi dengan baik, Kemenag belum siap mengelola bantuan sarpras akibat perubahan akun, terdapat ketidaksesuaian antara juknis dan pelaksanaan pengelolaan BSM, penggunaan BSM tidak sesuai peruntukan, penanganan pengaduan masyarakat serta monitoring dan evaluasi BSM belum optimal, jumlah satker yang tidak efektif, sistem Informasi Manajemen (database pendidikan) belum optimal untuk digunakan sebagai data acuan dalam pengambilan keputusan, belum adanya aturan pengelolaan dana partisipasi masyarakat oleh Komite Madrasah, dan adanya pungutan untuk mendanai kegiatan yang sudah dianggarkan.

11.

Kajian Sistem

Pengelolaan PNBP di Sektor Kehutanan

Pada 2015 KPK melakukan Kajian Sistem Pengelolaan PNBP di Sektor Kehutanan yang bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan mendasar sistem pengelolaan PNBP di sektor kehutanan, menghitung potensi kerugian negara di sektor kehutanan akibat kelemahan sistem pengelolaan PNBP, dan menghasilkan rekomendasi perbaikan sistem pengelolaan PNBP di sektor kehutanan.

Hasil dari kajian antara lain menemukan total kerugian negara akibat pemungutan penerimaan DR and PSDH yang kurang maksimal mencapai USD 6,47 - 8,98 miliar (Rp 62,8 - 86,9 triliun) – atau rata- rata sebesar USD539 - 749 juta (Rp 5,24 - 7,24 triliun) per tahun selama 12 tahun periode kajian. Agregat kerugian negara yang bersumber dari nilai komersial domestik untuk produksi kayu yang tidak tercatat selama periode tersebut mencapai USD60,7 - 81,4 miliar (Rp598,0 -

Dalam dokumen Unduh Laporan Akuntabilitas Kinerja KPK 2015 (Halaman 131-157)