BAB I PENDAHULUAN
2.3 Pemodelan Aktuator
Jenis aktuator yang digunakan untuk menjaga stabilitas pada platform, maka dibutuhkan actuator yaitu thuster atau dynamic positioning. Tipe thruster yang mendukung untuk penelitian ini adalah rotatable azimuth thruster, yaitu thruster yang mampu melakukan putaran 360o. Thuster digunakan untuk mengendalikan platform keadaan semula ditinjau dari 3 DOF
menjaga stabilitas platform menggunakan persamaan berikut ini :
๐๐ ๐ก = ๐พ๐กโก๐ฅโก๐โก๐ฅโก๐๐ก2โก๐ฅโก๐ท๐ก4 (2.23)
Spesifikasi untuk azimuth thruster seperti berikut:
Tst : Koefisien gaya dorong dari thruster dalam (kN) Pt : Daya dari propeller thruster dalam (kW) Dt : Diameter propeller thruster dalam (km) Kt : Konstanta thruster
n : kecepatan rotasi thruster(m/๐ 2) ๐๐ก : thrust deduction coefficient 2.5 Model Predictive Control
Model Predictive Control termasuk dalam konsep perancangan pengendali berbasis model proses. Model tersebut digunakan secara eksplisit untuk menghitung suatu set prediksi output dari proses yang kan datang. Ide yang mendasari pada MPC yaitu(Fahrudin, 2010):
1. Model prosesnya secara eksplisit untuk memprediksi keluaran.
2. Perhitungan rangkaian sinyal kendali yaitu dengan cara meminimasi suatu fungsi kriteria.
3. Pada setiap waktu pencuplikan (k) horizon dipindahkan ke waktu berikutnya (k+1), melibatkan sinyal awal u(k) untuk mengendalikan proses, dan diulang secara terus menerus.
Berdasarkan set prediksi tersebut, sinyal kontrol yang akan diberikan ke proses dihitung dengan meminimalkan suatu fungsi tujuan. Sehingga selisih antara set prediksi output dengan set masukan referensi adalah minimum. MPC memiliki beberapa keunggulan yaitu(Fahrudin, 2010):
1. Konsepnya sangat intuitif
2. Dapat mengendalikan proses yang beragam, dari yang sederhana hingga proses yang kompleks.
3. Dapat digunakan untuk sistem multivariable.
4. Mempunyai kompensasi terhadap waktu tunda.
5. Mempunyai kemampuan dari pengendali feed forward .
17 6. Dapat memperhitungkan batasan atau constraints.
Gambar 2. 3 Strategi MPC(Bordons, n.d.)
Output yang akan datang untuk menentukan horizon N, yang disebut dengan prediction horizon. Prediksi output ๐ฆ(๐ + ๐ก|๐) dimana ๐ก = 1,2,3 โฆ ๐ tergantung pada input dan output sebelumnya dan sinyal kontrol yang akan datang ๐ข(๐ + ๐ก|๐) dimana ๐ = 0,1, ,3 โฆ ๐ โ 1. Berikut adalah struktur dasar dari MPC :
Gambar 2. 4 Struktur Dasar MPC
akan datang, berdasarkan nilai yang lalu dan nilai sekarang dan bertujuan untuk mengoptimalkan kontrol yang akan datang. Dari input dan output kemudian dilakukan estimasi berdasarkan model plant sebelumnya yang kemudian akan menghasilkan prediksi output. Nilai prediksi tersebut kemudian dibandingkan dengan reference trajectory (trayektori acuan). Dari perbandingan tersebut akan menghasilkan eror yang akan masuk ke optimizer. Dimana optimizer bertujuan untuk meminimalkan fungsi tujuan. Yang akan menghasilkan future input yang akan diestimasi kembali dengan input dan output sebelumnya.
Perhitungan tersebut dilakukan secara berulang-ulang(Bordons, n.d.).
19
Gambar 2. 5 Algoritma MPC Dengan Constraints(Fahrudin, 2010).
2.5.1 Bentuk Diskrit
Bentuk diskrit dari plant berupa ruang keadaan (state space) diskrit linier sebagai berikut:
๐ฅฬ(๐ + 1) = ๐ด๐ฅ(๐) + ๐ต๐ข(๐) (2.24)
๐ฆฬ(๐) = ๐ถ๐ฅ(๐) (2.25)
Dimana,
๐ขโก= variabel kendali input ๐ฅ = variabel state berdimensi n
๐ด = matriks state space berdimensi nxn ๐ต = matriks input berdimensi nxr 2.5.2 Model Prediksi Terhadap Plant
Model prediksi pada persamaan 2.25 dinyatakan dalam bentuk state space. Pada saat sinyal masukan yang digunakan dalam perhitungan prediksi pada keluaran yang mana merupakan perubahan nilai sinyal masukan โ๐ข(๐) pada saat k. Perubahan tersebut โ๐ข(๐) berasal dari selisih nilai masukan pada saat u(k) dan sinyal masukan satu langkah sebelumnya. Nilai keluaran terprediksi ๐ฆฬ(๐ + ๐|๐) dapat dihitung menggunakan variabel keadaan pada saat ini x(k), nilai masukan sebelumnya ๐ข(๐ โ 1), dan nilai masukan yang akan datang โ๐ขฬ(๐ + ๐|๐). Untuk memprediksi nilai variabel keadaan yaitu dengan cara dilakukan iterasi pada persamaan (2.24) dan (2.25). Dari model state space nilai masukkan dilakukan iterasi sebagai berikut(Chen et al., 2012) :
Persamaan (2.26) dapat disusun dalam bentuk vektor matriks seperti berikut:
21
Nilai keluaran terprediksi diperoleh melalui iterasi yang dinyatakan dalam persamaan 2.25:
๐ฆ(๐ + 1|๐) = ๐ถ๐ด๐ฅ(๐) + ๐ถ๐ตโ๐ข(๐)
Persamaan 2.28 tersebut diubah dalam bentuk matriks sebagai berikut :
[ โฎ
2.5.3 Fungsi Kriteria Pada Model Predictive Control
Perhitungan sinyal kendali MPC dilakukan dengan cara optimasi yaitu meminimumkan suatu fungsi kriteria. Fungsi kriteria digunakan dalam bentuk kuadratik:
๐(๐) = โโ๐ โ ๐ โ๐(๐)2 + โ โ๐โ๐ (๐)2
Dan matriks faktor bobot Q dan R sebagai berikut:
๐ = [
๐(1) โฏ 0
โฎ โฑ โฎ
0 โฏ ๐(๐ป๐)
] (2.31)
23
Berdasarkan persamaan (2.39) matriks Y(k) dapat ditulis sebagai berikut:
๐(๐) = ๐ถ๐ฆฮจ๐ฅ(๐) + ๐ถ๐ฆฮ๐ข(๐ โ 1) + ๐ถ๐ฆฮฮ๐(๐) (2.33) Matriks penjejakan kesalahan E(k) juga didefinisikan sebagai selisih nilai trajektori yang akan datang dengan tanggapan yang terjadi pada rentang prediksi horizon jika tidak ada perubahan nilai masukan.
๐ธ(๐) = ๐ (๐) โ ๐ถ๐ฆฮจ๐ฅ(๐) + ๐ถ๐ฆฮ๐ข(๐ โ 1) (2.34) Sehingga nilai fungsi kriteria dapat dituliskan sebagai berikut:
๐(๐) = โ๐ถ๐ฆฮฮ๐(๐) โ ๐ธ(๐)โ
Penjabaran dari nilai fungsi kriteria pada persamaan (2.37) didapatkan nilai G dan H. Berikut merupakan persamaan nilai G dan H:
๐บ = 2ฮ๐๐ถ๐ฆ๐๐๐ธ(๐) (2.36)
๐ป = ฮ๐๐ถ๐ฆ๐๐๐ถ๐ฆฮ + R (2.37)
Nilai optimalโกฮ๐(๐) didapat dengan membuat gradien V(k) bernilai nol. Berikut merupakan persamaan gradien V(k):
โฮ๐(๐)๐(๐) = โ๐บ + 2๐ปฮ๐(๐) (2.38)
ฮ๐(๐) =1
2๐ปโ1๐บ (2.39)
Dengan nilai โฮ๐(๐)๐(๐), sehingga didapatkan ฮ๐(๐), seperti persamaan (2.39)(Fahrudin, 2010).
2.5.4 Pengendali Model Predictive Control dengan Constraints
penelitian ini memiliki batasan posisi dari platform. Persamaan consraints untuk ampiltudo dan slew rate (Fahrudin, 2010):
๐น๐(๐) โค ๐ (2.40)
๐ธโ๐(๐) โค ๐ (2.41)
Nilai maksimum dan minimum dari sinyal kontrol:
๐ข๐๐๐ โค ๐ข(๐) โค ๐ข๐๐๐ฅ (2.42)
Atau bisa juga dinyatakan sebagai berikut:
โ๐นโฒโ๐(๐) โค ๐ข(๐) โค โ๐ข๐๐๐ + ๐น1๐ข(๐ โ 1) (2.43)
Persamaan constraints untuk amplitudo dan slew rate dibentuk dalam bentuk vektor yang akan digunakan untuk menghitung nilai optimal perubahan sinyal kontrol โ๐(๐)๐๐๐ก Qudratic Programming.
2.5.5 Metode Qudratic Programming
Fungsi kriteria pada MPC sama dengan constraints dan MPC tanpa constraints. Untuk mendapatkan fungsi kriteria yang minimal dilakukan dengan cara (Fahrudin, 2010):
๐(๐) = โโ๐๐(๐)๐บ + โ๐๐(๐)๐ปโ๐(๐) (2.48)
25 Berdasarkan constraints:
ฮฉ๐ฟ < ๐ (2.49)
Persamaan (2.48) dan (2.49) merupakan masalah optimasi standar yang disebut dengan quadratic programming.Apabila bagian aktif dalam persamaan (2.47) maka bagian aktif tersebut akan membuat pertidaksamaan (2.47) menjadi:
ฮฉa๐ฟ๐ < ๐๐ (2.50)
Matriksโกฮฉa adalah bagian aktif dari matriks pertidaksamaan (2.40). Kemudian persamaan (2.45) sebagai constraints dari fungsi kriteria pada persamaan (2.48).
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
27
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tahapan penelitian tugas akhir yaitu, studi literature, pengambilan data, pemodelan, uji kestabilan, analisa data dan simulasi, serta penarikan kesimpulan. Berikut merupakan diagram alir dari penelitian tugas akhir ini,
Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian
29 Berikut penjelasan tiap tahapan-tahapan penelitian tugas akhir:
3.1 Identifikasi Masalah
Mengidentifikasi permasalahan pada platform semi-submersible yang akan dikendalikan menggunakan metode Model Predictive Maintanance. Apabila terkena gangguan lingkungan seperti gelombang laut agar platform tetap stabil berada ditempat semula. Analisa kestabilan system dibutuhkan pengendali yang memberikan gaya untuk melawan perubahan akibat dari gangguan, sehingga kegiatan eksplorasi tetap berada sesuai pada daerah yang telah ditentukan. Penelitian ini menggunakan platform semi submersible Essar Wildcat yang diterapkan di perairan Natuna. Gerak platform ditinjau secara 3 DOF yaitu Surge, Sway, Yaw.
3.2 Studi Literatur
Penelitian ini dilakukan untuk mencari referensi dasar-dasar yang tepat dan sesuai dengan penelitian agar memudahkan proses pengerjaan tugas akhir. Referensi yang digunakan berasal dari jurnal, buku, maupun dari penelitian-penelitian sebelumnya.
Berikut adalah diagramblok dari penelitian ini:
Gambar 3. 2 Diagramblok Penelitian
3.3 Pengambilan Data Platform
Pengambilan data dilakukan dari spesifikasi platform Essar Wildcat Tipe Aker H3 yang berada diperairan Natuna dengan data spesifikasi seperti:
Tonnage (m) = 13590,000 metric kg
Length (Lpp) = 108,2 m Beam (Be) = 67 m Draught (T)= 10,5 m Depth(T) =21,34 m
Block Coefficient (CB) =0,5737 g = 9,8 m/๐ 2
Platform tidak mengalami bergerakan sehingga kecepatan platform dianggap nol.
3.4 Pemodelan Platform
Pemodelan pada sistem bertujuan untuk merepresentasikan sistem yang sesungguhnya ke dalam bentuk model matematis dan dilakukan perancangan sistem pengendalian dan dilakukan perancangan pada platform Essar Wildcat. Model dinamika wahana apung secara umum:
X=๐[๐ขฬ โ ๐ฃ๐ + ๐ค๐ โ ๐๐บ(๐2+ ๐2) + ๐๐บ(๐๐ โ ๐ฬ) +
Penelitian tugas akhir ini ditinjau dari tiga arah gerak atau 3 DOF yaitu surge, sway dan yaw. Distribusi massa wahana apung diasumsikan homogen ini berarti dinamika yang berkaitan dengan gerak pada heave, pitch, roll diabaikan, = ๐ = ๐ = 0 , ๐๐บ = 0โกdan bidang ๐ฅ โ ๐ง simetri sehingga ๐ผ๐ฅ๐ง= ๐ผ๐ฆ๐ง = 0.
Surge : X =โก๐[๐ขฬ โ ๐ฃ๐ โ ๐๐บ(๐2)]
Sway : Y =โก๐[๐ฃฬ + ๐ข๐ + ๐๐บ(๐ฬ)]
Yaw : N =โก๐ผ๐ง๐ฬ + ๐[๐๐บ(๐ฃฬ + ๐ข๐)] (3.2) Ketiga persamaan tersebut selanjutnya dilakukan linierisasi menggunakan deret Taylor bertujuan untuk menyesuaikan dengan sistem pengendalian orde satu, sehingga didapatkan persamaan sebagai berikut :
Surge : ๐ = ๐[๐ขฬ โ ๐ฃ๐ฬ ] = X
31 Sway : ๐ = ๐[๐ฃฬ โ ๐ข๐ + ๐๐บ(๐ฬ)] = Y
Yaw : ๐ = ๐ผ๐ง๐ฬ + ๐[๐๐บ(๐ฃฬ + ๐ข๐)] = N (3.3) Kemudian pemodelan ๐ดvฬ + ๐ซv = โก ฯL diubah dalam bentuk state space sehingga menjadi,
๐ฃฬ = โ๐โ1๐ทโก๐ฃ + โ๐โ1๐๐ฟ (3.4)
Matriks A merupakan โ๐ดโ๐๐ซ dan matriks B merupakan
โ๐โ1๐๐ฟ . Beberapa spesifikasi platform masih dalam bentuk berdimensi sehingga diubah dalam bentuk tak berdimensi dengan cara dibagi dengan table 3.1.
Tabel 3. 1Normalisasi Spesifikasi Platform
Unit Bis System Hasil
Length ๐ฟ๐๐ 108,2
Massbis ๐๐โ 13,916,160
Inertia Moment ๐๐โL2 1,63e+05
Time
โ๐ฟ๐๐
๐
2E+02 Reference Area ๐๐2โ
๐ฟ๐๐ 2,5E+08
Sehingga spesifikasi platform menjadi tak berdimensi.
Seperti massa pada platform diubah dalam bentuk nondimensi dengan cara membagi massa platform dengan massa pada tabel bis system.
Massa tidak berdimensi :
๐๐๐๐ =๐๐๐ ๐ ๐๐๐ = ๐๐โ =13,916,160= 1 (3.5) Radius of gyration :
๐ =0.15
๐ฟ๐๐ = 1,3863 (3.6)
๐ผ๐= ๐๐๐๐โก๐ฅโก๐2= 1,87 (3.7)
Center of Gravity arah X
๐๐บ = ๐๐/๐ฟ๐๐=0,5 (3.8)
Momen inersia :
๐ผ๐ง= ๐๐๐๐โก๐ฅโก๐๐บ + โก ๐ผ๐2= โก2,12 (3.9) Massa, center of gravity dan momen inersia pada platform sudah diubah dalam bentuk nondimensi.
3.5 Pemodelan Aktuator
Pemodelan aktuator bertujuan untuk mempresentasikan spesifikasi thruster dalam bentuk matematis sehingga dapat dianalisa, penelitian ini menggunakan rotatable azimuth thruster, dimana mampu melakukan putaran 360o. Dari jurnal โDesign of an adaptive backstepping controller for autoberthing a cruise ship under wind loadsโ didapatkan persamaan 2.26 untuk
Koefisien gaya yang dibutuhkan thruster dapat diperoleh dari persamaan 2.27 :
๐๐ ๐ก = ๐พ๐กโก๐ฅโก๐โก๐ฅโก๐๐ก2โก๐ฅโก๐ท๐ก4 = 0, 629E-04 (3.11) Koefisien gaya thruster yang diperoleh dari persamaan tersebut masih berdimensi, agar dapat digunakan dengan platform yang memiliki kecepatan sangat kecil maka gaya dorong tersebut diubah dalam nondimensi dengan cara dibagi force pada tabel 2.3 Bis System.
Koefisien gaya dorong yang dihasilkan thruter juga diubah dalam bentuk non dimensi dengan cara persamaan gaya dorong thruster pada persamaan 2.23 dibagi dengan force pada tabel 3.1.
33 ๐๐ก๐๐๐ = ๐๐ ๐ก
๐น๐๐๐๐=๐พ๐กโก๐ฅโก๐โก๐ฅโก๐๐ก2โก๐ฅโก๐ท๐ก4โก
๐๐๐โ =0,1702E-03 (3.12) Spesifikasi azimuth thruster sebagai berikut:
n = 100 rps P = 6,5 kW Dt= 0,0045 km Kt= 0,15
Persamaan 3.12 digunakan sebagai input pada state space seperti pada persamaan 3.13 :
๐ = (
3.6 Pemodelan Disturbance
Gangguan lingkungan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu gelombang laut. Proses gelombang laut disebabkan oleh angin dengan panjang gelombang yang kecil muncul di permukaan air. Platform offshore Essar Wildcat Tipe Aker H3 berada di perairan Natuna dengan ketinggian gelombang laut mencapai 4,6 meter tergolong very rough(Ardha, Djatmiko, 2012).
3.6.1 Gelombang Laut Frekuensi Tinggi
Platform offshoreEssar Wildcat Tipe Aker H3 berada di perairan Natuna dengan ketinggian gelombang laut mencapai 4,6 m tergolong pada sea state very rough. Intensitas gelombang (๐๐ค) dan koefisien damping (๐) secara berturut-turut yaitu 3.16 dan 0.1(Nonlinier, Perang, & Sigma, 2013). Koefisien damping (๐) = 0,1
Intensitas Gelombangโก(๐๐ค) = 3,16
Frekuensi Gelombang (๐0) = 0,4โก๐ฅโกโ๐/โ๐๐โ (3.14) Gain Konstan (๐พ๐) = 2๐ฅโก๐๐ฅ๐0๐ฅ๐๐ค (3.15) โ(๐ ) = ๐พ๐โก๐
๐ 2+2๐0๐๐ +๐02 =๐ 2+0,1167+0,340,368โก๐ (3.16)
Matriks A yang terdiri dari โ ๐ดโ๐๐ซโก๐ฃ dan matriks B terdiri dari โ ๐โ1๐๐ฟ=โ ๐โ1๐โก๐ข. M dan B merupakan matriks yang terdiri dari massa dalam bentuk non dimensi, XG dalam bentuk nondimensi, Iz dalam bentuk nondimensi, dan beberapa koefisien hidrodinamika dalam bentuk nondimensi.
๐ = (
Nilai koefisien hidrodinamika didapatkan dari data spesifikasi platform yang digunakan untuk mendapatkan nilai-nilai pada matriks ruang keadaan. Koefisien hidrodinamika didapat dari bab II pada persamaan 2.11a-2.11h, sehingga menghasilkan nilai seperti berikut :
Tabel 3. 2Nilai Koefisien Hidrodinamika Koefisien Hidrodinamik Hasil
๐๐ขฬโฒโฒ 0,917
Nilai koefisien hidrodinamika yang telah diperoleh dari tabel 3.2, kemudian dimasukkan dalam persamaan ๐ดvฬ + ๐ซv = โก ฯL. Variabel pada persamaan ini dalam bentuk berdimensi, sehingga variabel diubah kedalam bentuk nondimensi dengan membagi
35 matriks M dengan Linier Acceleration yang akan digunakan untuk mengubah percepatan arah surge dan sway agar menjadi dimensional, Angular Acceleration digunakan untuk mengubah percepatan sudut yaw agar menjadi dimensional. Sedangkan matriks D dibagi dengan Linier Velocity untuk mengubah kecepatan arah surge, sway, dan Angular Velocity mengubah kecepatan sudut yaw agar menjadi bentuk dimensional. Sehingga matriks M dan D didapatkan sebagai berikut :
๐ =
Persamaan state space digunakan seperti persamaan 3.20:
๐ฅฬ = ๐ด๐ฅ + ๐ต๐ข
๐ฆฬ = ๐ถ๐ฅ + ๐ท๐ข (3.20)
dimana ๐ฅ merupakan variabel keadaan (state variabel)
โก๐ฅ = (๐ขโก๐ฃโก๐)๐ dan ๐ฅฬ merupakan turunan pertama variabel keadaan terhadap waktu.
Matriks keadaan pada persamaan 3.20 sama dengan pemodelan Van Amerongen dan Van Capelle, matriks M merupakan momen inersia dan D merupakan matriks redaman sehingga didapatkan:
๐vฬ + ๐v = โก ฯL (3.21)
๐ฃฬ = โ๐โ1๐ทโก๐ฃ + โ๐โ1๐โก๐ข (3.22)
sehingga,
๐ด = โ๐โ1. ๐ท
= ( 0 3,6๐ธ โ 06 โ0,9๐ธ โ 06
Matriks input (B) pada state space diperoleh dari invers matriks M dengan input yang berupa koefisien gaya dorong aktuator maka digunakan matriks identitas 3x3 pada output state space :
๐ถ = (
Pemodelan Van Amerongen dan Van Capelle menghasilkan state space seperti yang dituliskan diatas.
3.8 Uji Keteramatan dan Keterkendalian Model State Space Penelitian tugas akhir ini, dilakukan uji keteramatan (Observability) dan keterkendalian (Controllability) untuk mengetahui stabil atau tidaknya sistem. Uji keteramatan dan kestabilan menggunakan software Matlab R2014a. Syarat controlability adalah sebagai berikut :
R=[B A*B A^2*B] (3.27)
rankR=rank(R)
sedankan syarat obeservability :
37
W=[C;C*A;C*A^2] (3.28)
rankW=rank(W)
Uji keramatan menghasilkan rank (R) = 3 dan uji keterkendalian rank (W) = 3. Sehingga model state space terkendali dan teramati.
3.9 Uji Sistem Openloop
Penelitian ini dilakukan uji secara openloop dengan menggunakan input step, azimuth thruster (aktuator), dan platform offshore (arah surge, arah sway, sudut yaw).
3.10 Perancangan Pengendali Model Preidctive Control
Perancangan pengendali MPC terdiri dari beberapa tahapan, sebagai berikut:
Gambar 3. 3 Diagramblok Model Predictive Control.
3.10.1 Perubahan Model Dinamika Platform Dalam Kawasan Diskit
Linierisasi platform offshore dilakukan untuk mendapatkan model yang linier yang nantinya didapatkan model state space sebagai berikut :
๐ฅ(๐ + 1|๐) = ๐ด๐ฅ(๐) + ๐ต๐ข(๐)
๐ฆ(๐) = ๐ถ๐ฅ(๐) (3.29)
Dari model state space digunakan untuk mendapatkan model prediksi seperti pada persamaan (2.26) dan (2.27) yang nantinya digunakan untuk memprediksi output pada horizon tersebut.
Control
Setelah menentukan model prediksi, dilakukan minimasi fungsi kriteria seperti persamaan (2.32). Dimana fungsi kriteria merupakan penjumlahan fungsi kuadratik dari (error) selisih antara prediksi keluaran dan set point atau reference trajectory dan perubahan sinyal kontrol.
๐(๐) = โ๐ป๐=1๐โ๐ฆฬ(๐ + ๐|๐) โ ๐(๐ + ๐|๐)โ๐(๐)2 + โ๐ป๐=0๐ข=1โ๐ขฬ(๐ +
๐|๐โ๐ (๐)2 โกโกโกโกโกโกโกโก (3.30)
Dimana,
๐ฆฬ(๐ + ๐|๐)= keluaran terprediksi untuk langkah ke-I saat k.
๐(๐ + ๐|๐)=nilai trayektori acuan (reference trajectory).
โ๐ขฬ(๐ + ๐|๐)=perubahan nilai sinyal kendali terprediksi untuk langkah ke-i saat waktu ke k.
Dalam perancangan sistem kontrol ini, digunakan beberapa parameter untuk menghasilkan sinyal kontrol. Berikut merupakan parameter-parameter dari MPC :
a. Horizon Control (๐ป๐ข)
Horizon control merupakan besarnya rentang interval yang akan datang untuk menghitung sinyal kontrol. Penetapan nilai Hu pada simulasi ini sebesar 1 dan 2.
b. Horizon Prediction (๐ป๐)
Horizon prediction merupakan lamanya interval waktu yang digunakan untuk memprediksi keluaran dari plant platform offshore. Penetapan nilai Hp pada simulasi ini sebesar 5 dan 10.
c. Time Sampling (๐๐ )
Time sampling merupakan banyaknya pengambilan data selama sistem berjalan. Penetapan nilai Ts pada simulasi ini sebesar 0,1 detik dan 60 detik.
d. Constraints
Constraint atau batasan merupakan nilai batasan dari plant platform offshore. Pada penelitian ini batasan yang digunakan
39 berdasarkan jurnal โModel Predictive Controller Design for the Dynamic Positioning System of a Semi-submersible Platform โ.
Dimana batasan merupakan output dari perubahan posisi maksimal platform sejauh 10 meter untuk arah surge dan sway, sedangkan heading maksimal sebesar 30ยฐ untuk yaw. Atau berdasarkan kepakaran untuk menentukan batas perubahan posisi maksimal yaitu 10% dari kedalaman laut.
e. Bobot Output
Bobot output untuk menentukan akurasi dari setiap output pada set point. Penetapan bobot output pada simulasi ini sebesar 100 dan 1000.
f. Bobot Laju
Bobot laju untuk memperkecil bobot adjusment controller.
Penetapan bobot laju pada simulasi sebesar 0,1 dan 0,01.
3.11 Uji Closeloop Menggunakan MPC
Penelitian setelah dirancang pengendali menggunakan MPC, dilakukan pengujian closeloop apakah hasil performansi sudah baik dan sesuai. Uji pengendali menggunakan simulasi pada Matlab R2014a.
Uji noise ditambahkan pada penelitian ini menggunakan white noise gaussian generator sebagai inputan pada gangguan gelombang, untuk menguji kemampuan sistem kontrol agar sesuai dengan set point dengan adanya gangguan berupa gaussian noise. Nilai rata-rata nol dan variance(๐2) = ๐ด 4๐ตโ . 3.12 Analisis Hasil Uji
Analisis hasil uji dilakukan setelah uji pengendali yang yang merupakan hasil perancangan MPC, dan menarik kesimpulan serta perbedaan serta kelebihan dari penelitian sebelumnya yang menggunakan metode yang berbeda-beda.
Halaman ini sengaja dikosongkan
41
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini menganalisa hasil dari simulasi plant semi submersible dan thruster dengan menambahkan pengontrol berupa model predictive control. Pada bab ini terdiri dari uji sistem openloop, analisa kestabilan menggunakan rootlocus, analisa kestabilan menggunakan bode dan uji sistem closeloop menggunakan model predictive control. Uji sistem dilakukan dengan cara openloop untuk mengetahui respon dari sistem tanpa menggunakan kontroler dan tanpa gangguan, selanjutnya dilakukan uji sistem dengan closeloop menggunakan kontroler tanpa gangguan gelombang laut, dan dengan gangguan berupa gelombang laut.
4.1 Uji Sistem Openloop
Uji sistem pada simulasi ini menggunakan aktuator berupa azimuth thruster dan plant semi submmersible dengan 3 DOF (surge,sway,yaw) dengan memberikan input berupa step, dan nilai akhir merupakan posisi (surge, sway) yang diinginkan sebesar 0 meter. dan sudut (yaw) yang diinginkan sebesar 0o selama 200 detik.
(a) -20
-10
0 0 25 61 97 133 169
Perpindahan (m)
Waktu(s)
Surge
Surge
(b)
(c)
Gambar 4. 1 Hasil Uji Sistem Openloop arah Surge (a) Sway (b) Yaw (c).
Gambar 4.1 merupakan hasil respon openloop dengan memberikan input step tanpa gangguan bertujuan untuk mengetahui respon dari sistem untuk mencapai nilai yang diinginkan. Gambar 4.1a dan 4.1b menunjukkan bahwa thruster bekerja agar platform dapat mencapai set point.
Namun karena tidak diberikan pengendali, maka thruster terus bekerja hingga melewati nilai yang diinginkan dimana platform mundur sekitar -12 meter untuk arah surge, bergeser ke kiri sekitar -10 meter untuk arah sway selama 200 detik.
Sedangkan gambar 4.1c menunjukkan bahwa thruster bekerja agar platform dapat kembali pada sudut 0o, namun karena
-20 -10
0 0 9 29 49 69 89 109 129 149 169 189
Perpindahan (m)
Waktu(s)
Sway
Sway
0 5 10
0 9 29 49 69 89 109 129 149 169 189
Sudut(derajat)
Waktu(s)
Yaw
Yaw
43 tidak diberikan pengendali, maka sudut platform terus berputar berlawanan arah sekitar 6o selama 200 detik.
4.2 Uji Sistem Closeloop Menggunakan Model Predictive Control dengan Gangguan Gelombang Laut
Penelitian ini menggunakan uji sistem closeloop menggunakan model predictive control dengan menggunakan gelombang laut yang diberi masukkan konstan selama 200 detik.
Gambar 4. 2 Hasil Uji Sistem Closeloop Sistem Arah Surge, Sway, Yaw.
Gambar 4.2 menunjukkan bahwa penetuan parameter-parameter model predictive control yaitu sampling time sebesar 0,1 detik, prediksi horizon sebesar 5, kontrol horizon sebesar 1, bobot ouput sebesar 1000 dan bobot laju sebesar 0,1 dengan memberi gangguan. Uji hasil respon menghasilkan perubahan posisi surge dan sway, sudut yaw paling minimum. Surge dengan maksimal overshoot sebesar 0,58 meter, minimal overshoot sebesar -0,32 meter selama
0,0 13,8 28,2 42,6 57,0 71,4 85,8 100,2 114,6 129,0 143,4 157,8 172,2 186,6
Perpindahan (m), (derajat)
detik. Settling time untuk surge dan sway pada detik ke 72.
Sedangkan sudut yaw mengalami maksimal overshoot sebesar 1,58o minimal overshoot -0,38o dan settling time pada detik ke 133. Penerapan model predictve control pada platform Essar Wildcat Tipe Aker H3 memiliki nilai fungsi kriteria yang minimum sebesar 89,531 serta penerapan model predictive control mampu mengendalikan perubahan posisi surge dan sway maupun sudut yaw sehingga tidak melebihi batas yang telah ditentukan.
4.3 Uji Sistem Closeloop Menggunakan Model Predictive Control dengan Gaussian Noise
Penelitian ini menggunakan uji sistem closeloop menggunakan model predictive control dengan menggunakan gelombang laut yang diberi input gaussian noise selama 200 detik.
Gambar 4. 3 Hasil Uji Sistem Closeloop dengan Gangguan Gaussian Noise.
0 13,9 28,3 42,7 57,1 71,5 85,9 100,3 114,7 129,1 143,5 157,9 172,3 186,7
Perpindahan (m),(derajat)
Waktu (s) Ts=0,1
P=5 m=1 Q=1000 R=0,1
Yaw Sway Surge
45 Gambar 4.3 menunjukkan bahwa penetuan parameter-parameter model predictive control yaitu sampling time sebesar 0,1 detik, prediksi horizon sebesar 5, kontrol horizon sebesar 1, bobot ouput sebesar 1000 dan bobot laju sebesar 0,1 dengan memberi gangguan gaussian noise. Uji hasil respon menghasilkan perubahan posisi surge dan sway, sudut yaw paling minimum. Surge dengan maksimal overshoot sebesar 0,74 meter, minimal overshoot sebesar -0,54 meter selama 200 detik. Sway mengalami respon yang haampir sama dengan surge yaitu maksimal overshoot sebesar 0,74 meter, minimal overshoot sebesar -0,54 meter selama 200 detik.
Sedangkan sudut yaw mengalami maksimal overshoot sebesar 4,8o minimal overshoot -4,8o. Penerapan model predictve control pada platform Essar Wildcat Tipe Aker H3 mampu mengendalikan perubahan posisi surge dan sway maupun sudut yaw sehingga perubahannya tidak melebihi batas yang telah ditentukan.
4.4 Validasi Platform Dengan Model Predictive Control Platform yang telah diberikan pengendali dilakukan validasi dengan cara uji hasil keterkendalian dan keteramatan.
Nilai rank yang dihasilkan setelah uji keterkendalian yaitu 3, dimana nilai rank sesuai dengan ukuran matriks variabel.
Begitu juga dengan uji keteramatan didapatkan nilai rank sebesar 3, dimana sesuai dengan ukuran matriks variabel.
4.5 Perubahan Amplitudo Gelombang Terhadap Frekuensi Gelombang.
Penelitian tugas akhir ini menerapkan gelombang laut di perairan Natuna dengan ketinggian mencapai 4,6 meter atau termasuk dalam sea state 6 (very rough).
Gambar 4. 4 Grafik Perubahan Amplitudo Gelombang Terhadap Frekuensi Gelombang.
Data pada gambar 4.13 frekuensi terhadap amplitudo di lakukan dengan ketinggian gelombang pada range sea state 6 (very rough) dan setiap 0,5 meter perubahan ketinggian gelombang. Dari grafik (gambar 4.23) menunjukan bahwa ketinggian gelombang laut berbanding terbalik terhadap frekuensi yang dihasilkan, sehingga semakin besar amplitudo maka frekuensi gelombang semakin sedikit.
0 0,5 1 1,5 2
0,63 0,61 0,59 0,57 0,56 0,55 0,53 0,52 0,51
Amplitudo
Frekuensi
Sea State 6
47
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Penelitian platform offshore semi submersible dengan menerapkan Model Predictive Control , maka dapat ditarik kesimpulan yaitu :
a. Penerapan model predictive control pada platform offshore semi submersible diperoleh parameter-parameter MPC yang sesuai dan menghasilkan respon dengan nilai overshoot yang kecil dan settling time cepat yaitu nilai control horizon sebesar 1, time sampling sebesar 0,1s, prediction horizon sebanyak 5, bobot laju sebesar 0,1, bobot output sebesar 1000, dan constraints output sebesar -10 meter sampai 10 meter untuk pergeseran maksimal platform arah surge dan sway, sedangkan perubahan sudut maksimal sebesar -30 derajat sampai 30 derajat untuk arah yaw.
5.2 Saran
Penelitian ini perlu dikembangkan lagi, maka penelitian ini perlu menambahkan gangguan lingkungan berupa angin dan arus laut. Selain itu juga bisa menerapkan penelitian metode model Predictive Control mengenai pemodelan platform dengan prinsip 2 lambung.
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
49
DAFTAR PUSTAKA
Ardha, Djatmiko, E. B. (2012). Studi Pengaruh Gerak Semi-submersible Drilling Rig dengan Variasi Pre-tension Mooring Line terhadap Keamanan Drilling Riser, 1.
Bordons, E. F. C. and C. (n.d.). Model Predictive Control.
British Petroleum. (2017). BP Statistical Review of World Predictive Controller Design for the Dynamic Positioning System of a Semi-submersible Platform, 361โ367. https://doi.org/10.1007/s11804-012-1144-z Dhana, A., Djatmiko, E. B., Prastianto, R. W., Arief, J., &
Hakim, R. (n.d.). Studi Karakteristik Respon Struktur Akibat Eksitasi Gelombang Pada Semi-Submersible Drilling Rig Dengan Kolom Tegak Dan Ponton Persegi Empat.
Essar Wildcat - IMO 8756552 - ShipSpotting. (n.d.).
Fahrudin, R. (2010). PERANCANGAN PENGENDALI MODEL PREDICTIVE CONTROL (MPC) PADA SISTEM HEAT EXCHANGER DENGAN JENIS KARAKTERISTIK SHELL AND TUBE.
Fossen, T. I. (1994). 231319_Fossen - 1994 - Guidance and Control of Ocean Vehicles - Thor I. Fossen.pdf.pdf.
Fossen, T. I. (2002). 231321_Fossen - 2002 - Marine Control Systems.pdf.pdf.
Hamzah, A. (Institute T. of S. N. S. (2014). Perancangan sistem kendali logika fuzzy takagi sugeno pada platform.
Jauhari, N. K. (2014). Laporan Tugas Akhir_Nur Kholis J(2411100093).
Nonlinier, M., Perang, K., & Sigma, K. (2013). Perancangan sistem kontrol logika fuzzy pada manuver nonlinier