• Tidak ada hasil yang ditemukan

HALAMAN JUDUL PERANCANGAN MODEL PREDICTIVE CONTROL PADA PLATFORM OFFSHORE ESSAR WILDCAT TIPE AKER H3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HALAMAN JUDUL PERANCANGAN MODEL PREDICTIVE CONTROL PADA PLATFORM OFFSHORE ESSAR WILDCAT TIPE AKER H3"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

i

`

TUGAS AKHIR TF-141581 HALAMAN JUDUL

PERANCANGAN MODEL PREDICTIVE CONTROL PADA PLATFORM OFFSHORE ESSAR WILDCAT TIPE AKER H3

GAMA NUUR AJI FIRDAYANI NRP. 02311440000083 Dosen Pembimbing :

Prof. Dr. Ir. Aulia Siti Aisjah, M.T.

Prof. Ir. Eko Budi Djatmiko, MSc, PhD.

DEPARTEMEN TEKNIK FISIKA Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2018

(2)

ii

(3)

iii

FINAL PROJECT-TF 141581 TITTLE PAGE

DESIGN MODEL PREDICTIVE CONTROL ON PLATFORM OFFSHORE TYPE AKER H3

GAMA NUUR AJI FIRDAYANI NRP. 02311440000083 Supervisors :

Prof. Dr. Ir. Aulia Siti Aisjah, M.T.

Prof. Ir. Eko Budi Djatmiko, MSc, PhD.

ENGINEERING PHYSICS DEPARTMENT Faculty of Industrial Technology

Sepuluh Nopember Institute of Technology Surabaya 2018

(4)

iv

(5)

v

(6)

vi

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

(7)

vii

(8)

viii

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

(9)

ix

(10)

x

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

(11)

xi

PERANCANGAN MODEL PREDICTIVE CONTROL PADA PLATFORM OFFSHORE ESSAR WILDCAT TIPE

AKER H3

Nama Mahasiswa : Gama Nuur Aji Firdayani

NRP : 02311440000083

Departemen : Teknik Fisika FTI-ITS Dosen Pembimbing :

1. Prof. Dr. Ir. Aulia Siti Aisjah, M.T 2. Prof. Ir. Eko Budi Djatmiko, M.Sc.,

Ph.D Abstrak

Kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi dilakukan secara onshore dan offshore. Offshore merupakan kegiatan eksplorasi diperairan yang terdiri dari dua jenis platform yaitu terpancang dan terapung. Platform terpancang terletak pada perairan dangkal sedangkan platform terapung berada dilaut lepas. Salah satu jenis platform terapung adalah semi-submersible. Platform ini berdmensi : panjang 108,2 meter, lebar 67 meter, kedalaman 21,34 meter. Kestabilan semi- submersible dipengaruhi keadaan lingkungan laut misalnya gelombang laut. Gelombang laut yang tinggi mengakibatkan perubahan posisi dan kemiringan semi-submersible. Gangguan yang berlebihan akan mengganggu proses eksplorasi minyak dan gas. Penelitian ini, mendesain kestabilan semi-submersible dilakukan dengan menggunakan metode model prediksi kontrol – model preditive control (MPC).

Metode ini dapat memprediksi keluaran untuk beberapa waktu kedepan, dengan beberapa parameter yaitu time sampling, horizon prediction, control prediction, pembobotan dan batasan-batasan: perpindahan posisi surge dan sway lebih kecil dari 10 meter, sedangkan perubahan sudut yaw lebih kecil dari 30o. Sistem tersebut dikatakan stabil setelah dilakukan beberapa tahap uji yakni uji keterkendalian, keteramatan, uji hasil openloop tanpa gangguan, closeloop dengan gangguan konstan, dan gangguan gaussian. Metode ini diterapkan pada platform terapung (semi-submersible) memberikan respon yang lebih baik. Semi- submersible dengan gangguan berupa gelombang dengan besaran konstan maka maksimal overshoot adalah 0,0106% untuk arah sway dan

(12)

xii

0,011% untuk arah yaw. Sedangkan untuk semi-submersible dengan gangguan berdistribusi Gaussian diperoleh maksimal overshoot 0,0224% baik untuk arah sway maupun yaw. Jadi Model Predictive Control (MPC) mampu menurunkan nilai maksimal overshoot sehingga menghasilkan sistem yang stabil.

Kata Kunci: Gelombang Laut, Kestabilan, Model Predictive Control, Platform Offshore,Semi-submersible, Gangguan Gelombang Konstan, Gangguan Gelombang Gaussian.

(13)

xiii

DESIGN MODEL PREDICTIVE CONTROL ON PLATFORM OFFSHORE TYPE AKER H3

Name : Gama Nuur Aji Firdayani

NRP : 02311440000083

Departement : Teknik Fisika FTI-ITS

Supervisor :

1. Prof. Dr. Ir. Aulia Siti Aisjah, M.T 2. Prof. Ir. Eko Budi Djatmiko, M.Sc.,

Ph.D Abstract

Oil and gas exploration activities are conducted onshore and offshore. Offshore is an aquatic activity which consists of two types of platform, that are stuck (standing platform) and floating (floating platform). Standing platform is in the shallow water, while floating platform is on the deep sea. One of floating platform is semi- submersible. The length of platform is 108.2 meter, the width is 67 meter, and the depth is 21.34 meter. The stability of semi-submersible is influenced by environmental aspects such as the ocean wave. The high ocean wave some time influence the submersible until exceed its stability such that disturbing the process of oil and gas exploration.

The previous research, the stability of semi-submersible is designed by using fuzzy logic control. This method still produce a large overshoot and error. In this research, the stability of submersible is design by using model predictive control (MPC) method. In this method, the output can be predicted until some time ahead, we call the output time horizon prediction. This control is design with the constrains: the position changing less than 10 meter for surge and sway direction, while the angle of yaw is less than 30o. Before analyze the stability of this platfrom, some stepsof testing must be done such as controllability test, observability test, ,openloop test, closeloop with constant disturbance, closeloop with gaussian disturbance By applying the MPC method, the floating platforms (semi-submersible) has better respons, the system has smaller overshoot compare with the fuzzy control logic. For semi-submersible with disturbance a constans wave the maximal overshoot is 0.0106% for sway direction, 0.011% for yaw direction. For semi-submersible with disturbance a Gaussian

(14)

xiv

distribution, the maximal overshoot is 0.0224% for sway direction and yaw direction. So that the model predictive control can reduce the maximal overshoot such that the semi-submersible stable.

Keywords: Sea wave , Model Predictive Control, Platform Offshore,Semi-submersible, Constan Wave disturbance, Gaussian wave disturbance.

(15)

xv

KATA PENGANTAR

Gangguan lingkungan dilaut dapat mempengaruhi perubahan posisi platform, salah satunya gelombang laut yang dapat menyebabkan kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi terganggu. Perpindahan platform memiliki batas-batas simpangan yaitu maksimal 10% dari kedalaman laut tempat platform beroperasi maupun sudut yang diperbolehkan. Model Predictive Control diterapkan pada platform ini bertujuan untuk mengendalikan posisi platfrom agar tetap berada pada batas-batas simpangan maupun sudut yang diperbolehkan. Agar tidak mengganggu kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi. Beberapa parameter diterapkan pada pengendali ini untuk menghasilkan respon yang baik.

Untuk itu penulis mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, karena rahmat dan hikmat-Nya sehingga penulis diberikan kesehatan, kemudahan, dan kelancaran dalam menyusun laporan Tugas Akhir yang berjudul:

“PERANCANGAN MODEL PREDICTIVE CONTROL PADA PLATFORM OFFSHORE ESSAR WILDCAT TIPE AKER H3”

Tugas akhir ini merupakan salah satu persyaratan akademik yang harus dipenuhi dalam Program Studi S-1 Teknik Fisika FTI-ITS. Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Agus M. Hatta, S.T., M.Si., Ph.D. selaku ketua Departemen Teknik Fisika - ITS.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. Aulia Siti Aisjah, M.T dan Bapak Prof. Ir.

Eko Budi Djatmiko, M.Sc., Ph.D selaku dosen pembimbing tugas akhir ini, yang selalu memberikan bimbingan dan semangat pada penulis.

3. Ibu dan Ayah dari penulis dan adik Iman dan Ina yang selalu memberikan motivasi, kebahagiaan, tak henti-hentinya memberikan dukungan dan do’a untuk penulis.

(16)

xvi

4. Bapak Ir. Matradji, M.Sc selaku dosen wali yang memberi motivasi dan nasehat kepada penulis selama menjadi mahasiswa di Jurusan Teknik Fisika.

5. Teman dekat penulis, Novika dan Ulfa yang selalu memberikan semangat dan selalu setia pada penulis.

6. Niken yang telah menjadi teman diskusi saat mengerjakan tugas akhir.

7. Siti Sofiya dan Yunita yang telah memberikan dukungan dan do’a untuk penulis.

8. Teman-teman bimbingan Prof. Dr. Ir. Aulia Siti Aisjah, M.T yang telah memberikan dukungan dan doa untuk penulis.

9. Teman-teman F-49 yang telah memberikan dukungan dan do’a kepada penulis.

10. Seluruh dosen, karyawan dan civitas akademik Teknik Fisika FTI-ITS, terimakasih atas segala bantuan dan kerjasamanya.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas bantuannya.

Penulis menyadari bahwa mungkin masih ada kekurangan dalam laporan ini, sehingga kritik dan saran penulis terima.

Semoga laporan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis dan pihak yang membacanya.

.

Surabaya, 18 Juli 2018

Penulis

(17)

xvii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

TITTLE PAGE ... iii

Abstrak ... xi

Abstract ... xiii

KATA PENGANTAR... xv

DAFTAR ISI ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR NOTASI ... xxiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Tujuan Penelitian... 3

TEORI PENUNJANG... 5

2.1 Model Dinamika Platform Offshore ... 5

2.2 Dinamika Gangguan Gelombang ... 13

2.3 Pemodelan Aktuator ... 15

2.5 Model Predictive Control ... 16

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

3.1 Identifikasi Masalah ... 29

3.2 Studi Literatur ... 29

3.3 Pengambilan Data Platform ... 29

3.4 Pemodelan Platform ... 30

3.5 Pemodelan Aktuator ... 32

3.6 Pemodelan Disturbance ... 33

3.7 Bentuk State Space Platform ... 34

3.8 Uji Keteramatan dan Keterkendalian Model State Space ... 36

3.9 Uji Sistem Openloop ... 37

3.10 Perancangan Pengendali Model Preidctive Control ... 37

3.11 Uji Closeloop Menggunakan MPC ... 39

3.12 Analisis Hasil Uji ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

(18)

xviii

4.1 Uji Sistem Openloop ... 41

4.2 Uji Sistem Closeloop Menggunakan Model Predictive Control dengan Gangguan Gelombang Laut ... 43

4.3 Uji Sistem Closeloop Menggunakan Model Predictive Control dengan Gaussian Noise ... 44

4.4 Validasi Platform Dengan Model Predictive Control ... 45

4.5 Perubahan Amplitudo Gelombang Terhadap Frekuensi Gelombang. ... 45

BAB V PENUTUP ... 47

5.1 Kesimpulan ... 47

5.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 49

LAMPIRAN A ... 51

LAMPIRAN B ... 54

(19)

xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Model Semi Submersible Essar Wildcat Tipe Aker

H3 ((Dhana, Djatmiko, Prastianto, Arief, & Hakim, n.d.) ... 6

Gambar 2. 2 Dinamika Gelombang di Laut(Fossen, 1994) ... 14

Gambar 2. 3 Strategi MPC(Bordons, n.d.) ... 17

Gambar 2. 4 Struktur Dasar MPC ... 17

Gambar 2. 5 Algoritma MPC Dengan Constraints(Fahrudin, 2010). ... 19

Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian ... 28

Gambar 3. 2 Diagramblok Penelitian ... 29

Gambar 3. 3 Diagramblok Model Predictive Control. ... 37

Gambar 4. 1 Hasil Uji Sistem Openloop arah Surge (a) Sway (b) Yaw (c)... 42

Gambar 4. 2 Hasil Uji Sistem Closeloop Sistem Arah Surge, Sway, Yaw. ... 43

Gambar 4. 3 Hasil Uji Sistem Closeloop dengan Gangguan Gaussian Noise. ... 44

Gambar 4. 4 Grafik Perubahan Amplitudo Gelombang Terhadap Frekuensi Gelombang. ... 46

(20)

xx

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

(21)

xxi

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Dimensi dari Semi submersible (Ardha, Djatmiko,

2012; “Essar Wildcat - IMO 8756552 - ShipSpotting,” n.d.) ... 6

Tabel 2. 2 Notasi Pada Wahana Apung(Fossen, 1994) ... 8

Tabel 2. 3 Variabel-variabel Bis System(Fossen, 1994). ... 12

Tabel 3. 1 Normalisasi Spesifikasi Platform... 31

Tabel 3. 2 Nilai Koefisien Hidrodinamika ... 34

(22)

xxii

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

(23)

xxiii DAFTAR NOTASI

𝜂 Vektor orientasi arah 𝑥 Posisi Arah Surge (m) 𝑦 Posisi Arah Sway (m) 𝑧 Posisi Arah Heave (m) 𝜙 Sudut Arah Roll (rad) 𝜃 Sudut Arah Pitch (rad) 𝜓 Sudut Arah Yaw (Rad)

𝜓𝐿 Sudut Yaw Frekuensi Rendah (rad) 𝜓𝐻 Sudut Yaw Frekuensi Tinggi (rad)

𝑢 Kecepatan Surge (m/s) 𝑣 Kecepatan Sway (m/s) 𝑤 Kecepatan Heave (m/s) 𝑝 Kecepatan Pitch (rad/s) 𝑞 Kecepatan Roll (rad/s) 𝑟 Kecepatan Yaw (rad/s) 𝑢̇ Percepatan Surge (m/𝑠2) 𝑣̇ Percepatan Sway (m/𝑠2) 𝑟̇ Percepatan Yaw (rad/𝑠2) 𝑝̇ Percepatan Pitch (rad/𝑠2) 𝑞̇ Percepatan Roll (rad/𝑠2) 𝑤̇ Percepatan Heave (m/𝑠2) 𝑋 Gaya Surge (N)

𝑌 Gaya Sway (N) 𝑍 Gaya Heave (N) 𝐾 Momen Pitch (Nm) 𝑀 Momen Roll (Nm)

𝑁 Momen Yaw (Nm)

𝑋... Turunan gaya surge terhadap ...

𝑌 … Turunan gaya sway terhadap ...

𝑁... Turunan gaya yaw terhadap ...

𝑀𝑅𝐵 Matriks massa dan inersia platform 𝑚 Massa platform (kg)

(24)

xxiv 𝐶𝑏 Koefisien Blok 𝐿𝑝𝑝 Panjang platform (m)

B Lebar platform (m) T Kedalaman platform (m)

Hull displacement (𝑚3) D Draught platform (m) M Matriks inersia

D Matriks redaman

𝑋𝑢 Turunan gaya arah surge terhadap u (Ndet/m) 𝑌𝑣 Turunan gaya arah sway terhadap v (Ndet/m) 𝑌𝑟 Turunan gaya arah sway terhadap r (N/det) 𝑁𝑣 Turunan gaya momen yaw terhadap v

(Ndet/m)

𝑁𝑟 Turunan gaya momen yaw terhadap r (𝑁𝑑𝑒𝑡2)

𝑋𝑢̇ Turunan gaya arah surge terhadap 𝑢̇ (𝑁𝑑𝑒𝑡2/ 𝑚)

𝑌𝑣̇ Turunan gaya arah sway terhadap 𝑣̇ (𝑁𝑑𝑒𝑡2/ 𝑚)

𝑌𝑟̇ Turunan gaya arah sway terhadap 𝑟̇ (𝑁𝑑𝑒𝑡2) 𝑁𝑣̇ Turunan momen arah yaw terhadap 𝑣̇

(𝑁𝑑𝑒𝑡2/𝑚)

𝑁𝑟̇ Turunan momen arah yaw terhadap 𝑟̇

(𝑁𝑑𝑒𝑡2)

𝐼𝑟 Momen inersiaa terhadap sumbu r (Nm) 𝐼𝑧 Momen inersia terhadap sumbu z (Nm) 𝑋′′ Gaya surge non dimensi

𝑌′′ Gaya sway non dimensi 𝑁′′ Momen yaw non dimensi

𝑋𝐺 Pusat massa sumbu x (m) 𝑍𝐺 Pusat massa sumbu z (m)

𝜌 Rapat massa jenis air lalut (1024 kg/𝑚3) 𝑉𝐿 Vektor kecepatan kapal frekuensi rendah

(m/det)

𝑉𝑐 Vektor Kecepatan Arus (m/det)

(25)

xxv

𝜉𝑥 Posisi surge pada gelombang frekuensi tinggi (m)

𝜉𝑦 Posisi sway pada gelombang frekuensi tinggi (m)

𝜉Ψ Posisi yaw pada gelombang frekuensi tinggi (rad)

𝑋̇𝐻 Laju surge akibat gelombang frekuensi tinggi (m/det)

𝑌̇𝐻 Laju sway akibat gelombang frekuensi tinggi (m/det)

Ψ̇𝐻 Laju yaw akibat gelombang frekuensi tinggi (rad/det)

𝑥 Variabel state U Variabel input Y Matriks output C Keluaran sistem

𝑋̇𝐻 Variabel laju state frekuensi tinggi 𝐴𝐻𝑖𝑔ℎ Matriks sistem frekuensi tinggi 𝐵𝐻𝑖𝑔ℎ Matriks input frekuensi tinggi

𝑊𝐻𝑖𝑔ℎ Vektor ganguan frekuensi tinggi dengan zero mean gaussian white noise

𝑤𝐿 Vektor gangguan dengan distribusi gaussian 𝑤𝑢 Gangguan arah surge berdistribusi gaussian 𝑤𝑣 Gangguan arah sway berdistribusi gaussian 𝑤𝑟 Gangguan arah yaw berdistribusi gaussian 𝑆(𝜔) Fungsi kecepatn spectral (𝑚2/det⁡)

𝐻𝑠 Ketinggian gelombang signifikan (m) 𝜎𝜔 Intensitas gelombang

𝜉 Koefisien damping

𝐾𝑤 Konstanta fungsi transfer gangguan gelombang

𝜔𝑛 Frekuensi natural Rc Controllability

W Observability

Ttnon Gaya dorong non dimensi

(26)

xxvi

Tst Gaya dorong thruster berdimensi (kN) Dt Diameter thruster

Kt Konstanta thruster

N Kecepatan rotasi thruster (𝑚/𝑠2) Hp Horizon Prediction

Hu Control horizon Q Bobot laju R Bobot output Ts Time sampling

Δ 𝑈⏞ Perubahan sinyal kendali terprediksi V(k) Fungsi kriteria MPC

𝑦(𝑘 + 𝑖|𝑘) Matriks keluaran terprediksi 𝑟(𝑘 + 𝑖|𝑘) Matriks reference

𝑢(𝑘) Vektor masukan saat k 𝑥(𝑘) Vektor keadaan saat ke k 𝑦(𝑘) Vektor keluaran saat ke k Umin Input minimum

Umax Input maksimal Ymin Output minimum Ymax Output maksimal

(27)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan minyak dunia rata-rata mencapai 1,6 juta barel per hari (Mb/d) (British Petroleum, 2017). Yang berarti semakin meningkat pula kegiatan eksploitasi dan eksplorasi minyak dan gas di dunia industri. Kegiatan eksplorasi dan ekploitasi minyak dan gas tidak hanya dilakukan dengan cara onshore tetapi juga dilakukan dengan cara offshore. Kegiatan eksplorasi secara onshore merupakan pengeboran yang dilakukan didaratan, sedangkan offshore merupakan pengeboran yang dilakukan diperairan seperti sungai, rawa, danau dan laut. Platform offshore merupakan struktur besi atau baja yang dirancang sebagai tempat dilakukannya proses eksplorasi dan ekstraksi minyak dan gas dari dalam bumi (Kholish, 2014). Platform offshore memiliki 6 derajat kebebasan (DOF), terdiri dari tiga arah gerak translasi yaitu surge, sway, dan heave serta memiliki tiga tiga arah gerak rotasi yaitu roll, pitch,dan yaw (Fossen,1994). Adanya pergerakan akan mempengaruhi kestabilan platform offshore yang disebabkan oleh gangguan lingkungan yaitu arus laut, angin, dan gelombang laut.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah seperti minyak dan gas bumi yang terdapat didaratan maupun diperairan. Secara tipologi kedalaman perairan Indonesia menjadi ladang pengeboran minyak dan gas bumi, yang ada di laut jawa, laut natuna, muara Mahakam di Kalimantan Timur, dan di selat Makassar(Zakaria, Achmad Kurniawan . Wijaya, 2017).

Struktur offshore dibedakan berdasarkan letak kedalaman perairan yang digunakan untuk kegiatan eksplorasi. Platform offshore terdiri dari dua jenis platform yaitu terpancang seperti drilling barges dan jackup platform untuk kedalaman 500 ft dan terapung dengan kedalaman minimal 1.000 ft seperti semi submersible yang memiliki kedalaman 6.000 ft (Sadeghi, 2007).

Kedalaman struktur offshore terapung yang mencapai lebih dari 1.000 ft di area lepas pantai menyebabkan adanya gangguan- gangguan lingkungan yang tidak bisa diprediksi seperti

(28)

gelombang, arus laut, dan angin sehingga kestabilannya menurun dan dapat menggangu proses eksplorasi minyak dan gas bumi(Chen, Wan, Wang, & Zhang, 2012).

Beberapa metode yang telah digunakan penelitian sebelumnya masih kurang baik performansi dalam mengatasi gangguan lingkungan. Oleh karena itu pada penelitian ini menggunakan metode Model Predictive Control (MPC) agar performansi yang dihasilkan lebih baik dari metode-metode sebelumnya. Berbagai macam metode control tergantung pada tingkat presisi dari proses model. Namun MPC mampu menangani model yang kurang akurat dengan sangat baik. MPC digunakan sebagai metode untuk mengatasi control dengan menghitung berbagai jenis gaya (Chen et al., 2012). Dengan menggunakan metode yang mampu mengatasi berbagai jenis gaya dapat diterapkan pada platform offshore yang kestabilannya sangat dipengaruhi dari gangguan lingkungan.

Permasalahan tersebut dapat dianalisa kestabilan sistem pengendali yang memberikan gaya untuk melawan perubahan akibat dari gangguan tersebut dan kegiatan eksplorasi tetap berada sesuai di daerah yang telah ditentukan. Pada penelitian ini menggunakan semi submersible platform Essar Wildcat yang diterapkan di perairan Natuna. Dengan peninjauan gerak platform secara 3 DOF yaitu Surge, Sway, Yaw agar tetap stabil terhadap gangguan gelombang, arus laut dan angin menggunakan optimal control dengan metode Model Predictive control (MPC

1.2 Perumusan Masalah

Latar belakang diatas memaparkan permaslahan yang terjadi pada platform, maka permasalahan dari pelaksanaan program ini adalah sebagai berikut :

1. Berapa nilai parameter pada pengendali Model Predictive Control untuk meningkatkan kestabilan platform?

(29)

3

1.3 Batasan Masalah

Dari paparan latar belakang, permasalahan dan tujuan diatas, maka terdapat batasan masalah dari pelaksanaan program ini adalah sebagai berikut:

1. Pada penelitian ini menggunakan metode pengendalian Model Predictive Control (MPC).

2. Menggunakan platform semi submersible Essar Wildcat tipe Aker H3 yang beroperasi di perairan Natuna.

3. Variabel yang dikendalikan untuk kestabilan platform dari gangguan lingkungan yaitu 3 derajat kebebasan (DOF) horizontal (Surge, Sway dan Yaw). Dengan diasumsikan distribusi massa platform homogen sehingga gerak heave, pitch, roll diabaikan, 𝜔 = 𝑝 = 𝑞 = 0 dan bidang 𝑥 − 𝑧 simetri sehingga 𝐼𝑥𝑧= 𝐼𝑦𝑧= 0.

4. Aktuator yang digunakan dalam penelitian ini yaitu azimuth thruster.

5. Pada penelitian ini gangguan lingkungan pada platform yaitu gelombang laut di perairan Natuna.

6. Simulasi dilakukan dengan menggunakan software MATLAB R2014a.

7. Penelitian ini menggunakan contsraint untuk batas maksimum perpindahan posisi dari posisi awal dari jurnal “Model Predictive Controller Design for the Dynamic Positioning System of a Semi-submersible Platform”.

1.4 Tujuan Penelitian

Latar belakang dan permasalahan diatas memaparkan permasalahan yang terjadi pada platformoffshore, maka terdapat tujuan dari pelaksanaan program ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui nilai parameterpada pengendali Model Predictive Control untuk meningkatkan kestabilan platform.

(30)

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

(31)

5

BAB II TEORI PENUNJANG

2.1 Model Dinamika Platform Offshore

Kegiatan eksplorasi minyak dan gas dilakukan di daratan (onshore) dan di perairan (offshore).Kegiatan eksplorasi minyak dan gas dengan cara offshore terdiri dari dua tipe yaitu terpancang atau fixed platform dan terapung. Platform terpancang digunakan untuk kegiatan eksplorasi diperairan dangkal dengan kedalaman sekitar 500 ft sedangkan platformi terapung digunakan pada perairan dengan kedalaman lebih dari 1.000 ft. Salah satu platform offshore terapung yaitu semi- submersible. Semi-submersible merupakan jenis rig memiliki ponton yang akan tenggelam ketika dibanjiri pada kedalaman tertentu yang telah diperhitungkan sebelumnya. Tipe platform ini merupakan yang sering digunakan dengan menggabungkan submersible rig dengan kemampuan mengebor pada laut yang dalam.Semi-submersible bekerja dengan prinsip yang sama dengan submersible yaitu menggembung dan mengempiskan lambung paling bawah. Rigakan tenggelam dan sebagian akan mengapung. Ketika proses pengeboran, lambung paling bawah akan terisi dengan air yang akan memberikan kestabilan pada rig.

Semi-submersible pada umumnya menggunakan jangkar yang beratnya mencapai sepuluh ton.Semi-submersible untuk tetap berada ditempat semula menggunakan dynamic positioning(Sadeghi, 2007).

2.1.1 Essar Wildcat Tipe Aker H3

Platform semi submersible yang dirancang mengacu pada Essar Wildcat Semi-submersible Drilling Rig yang bertipe Aker H3 yang dioperasikan oleh Conoco Philips Indonesia.(Slamet, n.d.)

(32)

Gambar 2. 1 Model Semi Submersible Essar Wildcat Tipe Aker H3 ((Dhana, Djatmiko, Prastianto, Arief, & Hakim, n.d.)

Platform ini beroperasi di perairan Natuna platform ini memiliki dimensi seperti pada table berkut:

Tabel 2. 1 Dimensi dari Semi submersible (Ardha, Djatmiko, 2012; “Essar Wildcat - IMO 8756552 - ShipSpotting,” n.d.)

Description Technical Data

Name Essar Wildcat

Length 108,20 m

Tonnage 13.590 tons

Beam 67 m

Draught 0 m

Depth 21,34 m

Position 1°54’42.36”N,102°20’27.68” E Location Sembawang Shipyard

2.1.2 Persamaan Gerak Wahana Apung

Persaman gerak pada wahana apung dapat diturunkan dari mekanik Newtonian, yang terdiri dari 6 DOF yang biasanya ditulis dari SNAME. 3 DOF meliputi Surge, Sway, Heave merupakan gerak translasi dan rotasi dari wahana apung menunjukkan tiga koordinat X, Y, Z dan 3 DOF lainnya yang

(33)

7 meliputi Pitch, Roll, Yaw merupakan gerak rotasi dari ketiga posisi wahana apung.

Gambar 2. 2 6 Derajat Kebebasan (DOF) kendaraan laut (Fossen, 1994).

Kerangka koordinat wahana apung terdiri dari acuan tetap pada kapal atau bod- fix frame (𝑋𝑏,𝑌𝑏,𝑍𝑏) dan kerangka koordinat bumi atau earth-fix frame (𝑋𝐸,𝑌𝐸,𝑍𝐸). Untuk kendaraan laut (𝑋𝑏,𝑌𝑏,𝑍𝑏) , bertepatan dengan sumbu utama inersia yang didefinisikan(Fossen, 2002):

𝑋𝑏= sumbu longitudinal (dari bagian depan ke belakang) 𝑌𝑏 =sumbu transversal (dari arah sebelah kanan)

𝑍𝑏 = sumbu normal (dari atas ke bawah)

Wahana apung diasumsikan percepatan titik pada permukaan bumi dapat diabaikan. Berikut merupakan notasi untuk kendaraan laut dengan 6 derajat kebebasan:

(34)

Tabel 2. 2 Notasi Pada Wahana Apung(Fossen, 1994) DOF Gerakan Gaya

dan momen

Linear dan kecepatan

angular

Posisi dan sudut Euler 1 Gerak pada

arah-x (surge)

X 𝓊 𝒳

2 Gerak pada arah-y (sway)

Y 𝜐 𝒴

3 Gerak pada arah-z (heave)

Z 𝓌 𝒵

4 Rotasi pada sumbu-x (roll)

K P 𝜙

5 Rotasi pada sumbu-y

(pitch)

M Q 𝜃

6 Rotasi pada sumbu-z (yaw)

N R 𝜓

Gerak umum wahana apung yang terdiri dari 6 DOF dapat digambarkan sebagai vector berikut:

a. Posisi dan sudut Euler (koordinat bumi atau earth fixed- frame)

𝜂 = [𝜂1𝑇, 𝜂2𝑇]𝑇, 𝜂1= [𝒳, 𝒴, 𝒵]𝑇, 𝜂2 = [𝜙, 𝜃, 𝜓]𝑇

b. Kecepatan Linear dan Anguler (koordinat badan platform atau body fixed-frame)

𝜐 = [𝜐1𝑇, 𝜐2𝑇]𝑇, 𝜐1= [𝓊, 𝜐, 𝓌]𝑇, 𝜐2= [𝑝. 𝑞. 𝑟]𝑇

c. Gaya dan momen (koordinat badan kapal atau body fixed- frame)

𝜏 = [𝜏1𝑇, 𝜏2𝑇]𝑇, ⁡𝜏1 = [𝑋, 𝑌, 𝑍]𝑇,⁡⁡𝜏2= [𝐾, 𝑀, 𝑁]𝑇

Persamaan umum untuk wahana apung sebagai berikut:

Surge:𝑚[𝑢̇ − 𝑣𝑟 + 𝑤𝑞 − 𝑋𝐺(𝑞2+ 𝑟2) + 𝑌𝐺(𝑝𝑞 − 𝑟̇) + 𝑍𝐺(𝑝𝑟 + 𝑞̇)]=X

Sway:𝑚[𝑣̇ − 𝑤𝑝 + 𝑢𝑟 − 𝑌𝐺(𝑟2+ 𝑝2) + 𝑍𝐺(𝑞𝑟 − 𝑝̇) + 𝑋𝐺(𝑞𝑝 + 𝑟̇)]=Y

(35)

9 Heave:𝑚[𝑤̇ − 𝑢𝑞 + 𝑣𝑝 − 𝑍𝐺(𝑝2+ 𝑞2) + 𝑋𝐺(𝑟𝑝 − 𝑞̇) + 𝑌𝐺(𝑟𝑞 + 𝑝̇)]=Z

Roll:𝐼𝑥𝑝̇ + (𝐼𝑧− 𝐼𝑦)𝑞𝑟 + 𝑚[𝑌𝐺(𝑤̇ − 𝑢𝑞 + 𝑣𝑝) − 𝑍𝐺(𝑣̇ − 𝑤𝑝 + 𝑢𝑟)]=K

Pitch: 𝐼𝑦𝑞̇ + (𝐼𝑥− 𝐼𝑧)𝑟𝑝 + 𝑚[𝑍𝐺(𝑢̇ − 𝑣𝑟 + 𝑤𝑞) − 𝑋𝐺(𝑤̇ − 𝑢𝑞 + 𝑣𝑝)]=M

Yaw:𝐼𝑧𝑟̇ + (𝐼𝑦− 𝐼𝑧)𝑝𝑞 + 𝑚[𝑋𝐺(𝑣̇ − 𝑤𝑝 + 𝑢𝑟) − 𝑌𝐺(𝑢̇ −

𝑣𝑟 + 𝑤𝑞)] =N (2.1)

Persamaan umum wahana apung (2.1), kemudian ditinjau dari 3 DOF yaitu Surge, Sway, dan Yaw(Hamzah, 2014), yang dijadikan sebagai pokok tinjauan dari penelitian tugas akhir ini sehingga menjadi persamaan umum gerak benda di laut yang menjadi penyebab terjadinya gerak pada rig.

Surge:𝑚[𝑢̇ − 𝑣𝑟 + 𝑤𝑞 − 𝑋𝐺(𝑞2+ 𝑟2) + 𝑌𝐺(𝑝𝑞 − 𝑟̇) + 𝑍𝐺(𝑝𝑟 + 𝑞̇)]=X

Sway:𝑚[𝑣̇ − 𝑤𝑝 + 𝑢𝑟 − 𝑌𝐺(𝑟2+ 𝑝2) + 𝑍𝐺(𝑞𝑟 − 𝑝̇) + 𝑋𝐺(𝑞𝑝 + 𝑟̇)]=Y

Yaw:𝐼𝑧𝑟̇ + (𝐼𝑦− 𝐼𝑧)𝑝𝑞 + 𝑚[𝑋𝐺(𝑣̇ − 𝑤𝑝 + 𝑢𝑟) − 𝑌𝐺(𝑢̇ −

𝑣𝑟 + 𝑤𝑞)]=N (2.2)

Diasumsikan bahwa distribusi massa platform homogen ini berarti dinamika yang berkaitan dengan gerak pada heave, pitch, roll diabaikan, 𝜔 = 𝑝 = 𝑞 = 0, 𝑌𝐺 = 0⁡dan bidang 𝑥 − 𝑧 simetri sehingga 𝐼𝑥𝑧= 𝐼𝑦𝑧 = 0. Kemudian digunakan asumsi diatas ke dalam persamaan umum gerak wahana apung:

Surge :⁡𝑚[𝑢̇ − 𝑣𝑟 − 𝑋𝐺(𝑟2)] = X Sway : 𝑚[𝑣̇ − 𝑢𝑟 + 𝑋𝐺(𝑟̇)] = Y

Yaw : 𝐼𝑧𝑟̇ + 𝑚[𝑋𝐺(𝑣̇ + 𝑢𝑟)]⁡⁡= N (2.3) Sistem pengendalian yang akan digunakan adalah sistem pengendalian pada sistem linier orde satu, maka jika diasumsikan bahwa orde tertinggi dari gangguan dapat diabaikan, maka persamaan non-linier gerak dapat ditulis :

Surge : 𝑚[𝑢̇ − 𝑣𝑟̇ ] = X Sway : 𝑚[𝑣̇ − 𝑢𝑟 + 𝑋𝐺(𝑟̇)] = Y

Yaw : 𝐼𝑧𝑟̇ + 𝑚[𝑋𝐺(𝑣̇ + 𝑢𝑟)] = N (2.4)

(36)

pada persamaan tersebut:

(

𝜕𝑓

𝜕𝑢̇

𝜕𝑓

𝜕𝑣̇

𝜕𝑓

𝜕𝑟̇

𝜕𝑔

𝜕𝑢̇

𝜕𝑔

𝜕𝑣̇

𝜕𝑔

𝜕𝑟̇

𝜕ℎ

𝜕𝑢̇

𝜕ℎ

𝜕𝑣̇

𝜕ℎ

𝜕ℎ̇) (

𝑢̇

𝑣̇

𝑟̇

) + (

𝜕𝑓

𝜕𝑢

𝜕𝑓

𝜕𝑣

𝜕𝑓

𝜕𝑟

𝜕𝑔

𝜕𝑢

𝜕𝑔

𝜕𝑣

𝜕𝑔

𝜕𝑟

𝜕ℎ

𝜕𝑢

𝜕ℎ

𝜕𝑣

𝜕ℎ

𝜕𝑟) (

𝑢 𝑣 𝑟

) = ( 𝑋𝑢̇

𝑌𝑣̇

𝑁𝑟̇

)⁡⁡⁡ (2.5)

Platform offshore tidak mengalami perpindahan atau kecepatannya sangat kecil mendekati nol, kecepatan platform arah surge, sway, dan yaw = 0.

(

𝑚 − 𝑋𝑢̇ 0 0

0 𝑚 − 𝑌𝑣̇ 𝑚𝑋𝐺− 𝑌𝑟̇

0 𝑚𝑋𝐺− 𝑁𝑣̇ 𝐼𝑧− 𝑁𝑟̇

) ( 𝑢̇

𝑣̇

𝑟̇

) +

(

−𝑋𝑢 0 0

0 −𝑌𝑣 −𝑌𝑟 0 −𝑁𝑣 −𝑁𝑟

) ( 𝑢 𝑣 𝑟

) = 0 (2.7)

Pemodelan Van Amerongen dan Van Capelle dilakukan sehingga didapatkan 𝐌v̇ + 𝐃v = ⁡ τL, dimana M adalah matriks inersia, D adalah matriks redaman. Berdasarkan asumsi sebelumnya maka rigid-body(Fossen, 2002):

𝑀𝑅𝐵= (

𝑚 0 0

0 𝑚 𝑚𝑋𝐺

0 𝑚𝑋𝐺 𝐼𝑧

) ,𝐶𝑅𝐵(

−𝑋𝑢 0 0

0 −𝑌𝑣 −𝑌𝑟 0 −𝑁𝑣 −𝑁𝑟

) (2.8) Surge dipisahkan dari sway dan yaw pada 𝑀𝑅𝐵 disebabkan pertimbangan dari matriks inersia. Diasumsikan bahwa pusat penambahan massa dengan center of gravity.

𝑀𝐴= [

𝑋𝑢̇ 0 0 0 𝑌𝑣̇ 𝑌𝑟̇

0 𝑁𝑣̇ 𝑁𝑟̇

], 𝐶𝑅𝐵[

−𝑋𝑢 0 0

0 −𝑌𝑣 −𝑌𝑟 0 −𝑁𝑣 −𝑁𝑟

] (2.9)

Karena, 𝑀 = [

𝑚 − 𝑋𝑢̇ 0 0

0 𝑚 − 𝑌𝑣̇ 𝑚𝑋𝐺− 𝑌𝑟̇

0 𝑚𝑋𝐺− 𝑁𝑣̇ 𝐼𝑧− 𝑁𝑟̇

] (2.10)

(37)

11

𝐷 = ⁡ [

−𝑋𝑢 0 0

0 −𝑌𝑣 −𝑌𝑟 0 −𝑁𝑣 −𝑁𝑟

] (2.11)

dan 𝜏𝐿 = 𝑇𝐾𝑢 dengan 𝜏𝐿=[𝑋𝑌𝑁]𝑇. Pada matriks inersia terdapat parameter hidrodinamika dimana,

𝑚 = massa

𝑋𝑢̇= turunan gaya dari arah surge terhadap 𝑢̇

𝑋𝑣= turunan gaya dari arah surge terhadap 𝑣 𝑋𝑟= turunan gaya dari arah surge terhadap 𝑟 𝑌𝑣̇= turunan gaya dari arah sway terhadap 𝑣̇

𝑌𝑟̇= turunan gaya dari arah sway terhadap 𝑟̇

𝑌𝑢= turunan gaya dari arah sway terhadap 𝑢 𝑌𝑟= turunan gaya dari arah sway terhadap 𝑟 𝑁𝑢̇= turunan gaya dari arah yaw terhadap 𝑢̇

𝑁𝑣̇= turunan gaya dari arah yaw terhadap 𝑣̇

𝑁𝑢= turunan gaya dari arah yaw terhadap 𝑢 𝑁𝑢= turunan gaya dari arah yaw terhadap 𝑢 𝑁𝑣= turunan gaya dari arah yaw terhadap 𝑣 𝑁𝑟= turunan gaya dari arah yaw terhadap 𝑟

X

G= pusat massa pada sumbu X

Pendekatan teori slender body strip turunan koefisien hidrodinamika dapat dinyatakan sebagai fungsi dari rasio Panjang terhadap lebar dari kapal dengan dikalikan sebuah konstanta tertentu , Smitt (1970), Norrbin (1971), dan Inoue (1981) mengembangkan suatu rumusan secara empiris dari beberapa persamaan turunan koefisien hidrodinamika yang dikemukakan oleh Clarke (1982). Tanda (′′) menunjukkan koefisien hidrodinamika dalam bentuk nondimensi yang dibagi dengan bis system pada tabel 2.3.

−𝑌𝑣̇′′

𝜋(𝑇 𝐿⁄ )2= 1 + 0,16𝐶𝐵𝐵𝑒

𝑇 − 5,1(𝐵𝑒

𝑇)2 (2.12a)

−𝑌𝑣′′

𝜋(𝑇 𝐿⁄ )2= 1 + 0,4𝐶𝐵𝐵𝑒

𝑇 (2.12b)

−𝑌𝑟′′

𝜋(𝑇 𝐿⁄ )2= −𝑌𝑝′′

𝜋(𝑇 𝐿⁄ )2= −1

2+ 2,2𝐵𝑒

𝐿 − 0,08𝐵𝑒

𝑇 (2.12c)

(38)

𝜋(𝑇 𝐿⁄ )2=

𝜋(𝑇 𝐿⁄ )2= 0,67

𝐿 − 0,0033 (

𝑇) (2.12d)

−𝑁𝑟′′

𝜋(𝑇 𝐿⁄ )2= −𝐾𝑝′′

𝜋(𝑇 𝐿⁄ )2=1

4+ 0,039𝐵𝑒

𝑇 − 0,56𝐵𝑒

𝐿 (2.12e)

−𝑁𝑟̇′′

𝜋(𝑇 𝐿⁄ )2= −𝐾𝑝̇

′′

𝜋(𝑇 𝐿⁄ )2= 1

12+ 0,017𝐶𝐵𝐵𝑒

𝑇 − 0,33𝐵𝑒

𝐿 (2.12f)

−𝑁𝑣′′

𝜋(𝑇 𝐿⁄ )2= −𝐾𝑣′′

𝜋(𝑇 𝐿⁄ )2= 0,5𝐵𝑒

𝐿 + 2,4 (𝐵𝑒

𝑇)2 (2.12g)

−𝑁𝑣̇′′

𝜋(𝑇 𝐿⁄ )2= −𝐾𝑣̇′′

𝜋(𝑇 𝐿⁄ )2= 1,1𝐵𝑒

𝐿 − 0,041𝐵𝑒

𝑇 (2.12h)

𝑌𝑟′′ = 𝑋𝑢̇′′+ 𝑥𝑝

𝐿𝑝𝑝𝑌𝑣′′ (2.12i)

𝑁𝑣′′= −(𝑋𝑢′′− 𝑌𝑣′′) + 𝑥𝑝

𝐿𝑝𝑝𝑌𝑣′′ (2.12j)

Besaran gaya diperoleh dengan cara dikalikan dengan

𝜇𝜌𝑔∇ dan momen dikalikan dengan

𝜇𝜌𝑔∇L (Fossen, 1993). Dimana pada sistem ini ρ = rapat massa air laut (1024 kg/m3), L = panjang kapal, g = percepatan gravitasi, B = lebar kapal, T = kedalaman kapal, CB= koefisien blok , rasio massa dari platform dengan densitasnya dan juga yang merupakan pergeseran dari lambung platform.

Tabel 2. 3 Variabel-variabel Bis System(Fossen, 1994).

Unit Bis System

Length L

Mass ½μρ∇

Inertia Moment ½μρ∇L2

Time √𝐿/𝑔

Reference Area 𝜇2∇

𝐿

Position L

Angle 1

Linear Velocity √𝐿𝑔

Angular Velocity √𝑔

𝐿

Linear Acceleration 𝑔

(39)

13

Dimana,

= massa air laut =1014 kg/m3 L = panjang platform

g = percepatan gravitasi

= pergeseran dari hull pada platform

= densitas rasio massa dari platform CB = koefisien blok

Be = lebar kapal T = kedalaman kapal

Bentuk normalisasi yang digunakan untuk persamaan gerak platform adalah Bis System dari SNAME (1950).

(SNAME, 1950). Sistem ini menggunakan kecepatan kapal U, panjang L=Lpp (panjang antara bagian depan dan garis tegak lurus buritan), unit waktu √L/g dan unit massa ½μρ sebagai variabel normalisasi. Variabel-variabel normalisasi dalam Bis System dapat dilihat pada Tabel 9.2. Kuantitas non- dimensional dalam Bis System dapat dinyatakan dengan tanda (ʹʹ) (Fossen, 1993).

2.2 Dinamika Gangguan Gelombang

Kestabilan platform yang berada di laut lepas dipengaruhi adanya gangguan gelombang laut. Dinamika gelombang dibedakan menjadi 2 yaitu frekuensi rendah dan frekuensi tinggi.

Unit Bis System

Angular Acceleration 𝑔

𝐿

Force 𝜇𝜌𝑔∇

Moment 𝜇𝜌𝑔∇𝐿

(40)

Gambar 2. 2 Dinamika Gelombang di Laut(Fossen, 1994) Ketinggian gelombang laut yang signifikan terdapat beberapa keadaan laut berikut merupakan dekripsi laut:

Tabel 2. 4 Deskripsi Keadaan Laut(Fossen, 1994) Sea

State Code

Dekripsi Laut

Ketinggi -an Gelom-

bang

Selu- ruh Dunia

Atlan -tik Utara

Atlan- tik Selatan

0 Calm

(Glassy)

0 - - -

1 Calm

(Ripped)

0-0,1 11,248 8,31 6,061 2 Smooth

(wavlets)

0.1-0,5 - - -

3 Slight 0,5-1,25 31,685 28,1 99

21,568 4 Moderate 1,25-2,5 40.194 42.0

27

40.991

5 Rough 2,5-4 12.8 15.4

43

21.238

6 Very 4-6 3.025 4.29 7.01

(41)

15 Sea

State Code

Dekripsi Laut

Ketinggi -an Gelom-

bang

Selu- ruh Dunia

Atlan -tik Utara

Atlan- tik Selatan

Rough 3

7 High 6-9 0.926 1.49

6

2.693 8 Very High 9-14 0.119 0.22

6

0.434 9 Phenome-

nal

>14 0.9E- 03

0.00 1

0.003 Dimana,

𝐻𝑠= ketinggian gelombang yang signifikan

Setiap keadaan laut digolongkan berdasarkan ketinggian gelombang dari laut tersebut.

2.2.1 Model Gangguan Gelombang

Model gangguan gelombang laut menggunakan orde dua seperti berikut(Fossen, 1994):

ℎ(𝑠) = 𝐾𝜔𝑠

𝑠2+2𝜁𝜔0𝑠+𝜔02 (2.21)

Dengan mendefinisikan konstantas gain:

𝐾𝜔= 2𝜁𝜔0𝜎𝜔 (2.22)

𝜎𝜔 = intensitas gelombang

= rasio redaman relatif w0 = frekuensi gelombang

Model gangguan gelombang dipengaruhi oleh ketinggian gelombang yang signifikan seperti pada tabel 2.3.

2.3 Pemodelan Aktuator

Jenis aktuator yang digunakan untuk menjaga stabilitas pada platform, maka dibutuhkan actuator yaitu thuster atau dynamic positioning. Tipe thruster yang mendukung untuk penelitian ini adalah rotatable azimuth thruster, yaitu thruster yang mampu melakukan putaran 360o. Thuster digunakan untuk mengendalikan platform keadaan semula ditinjau dari 3 DOF

(42)

menjaga stabilitas platform menggunakan persamaan berikut ini :

𝑇𝑠𝑡 = 𝐾𝑡⁡𝑥⁡𝜌⁡𝑥⁡𝑛𝑡2⁡𝑥⁡𝐷𝑡4 (2.23)

Spesifikasi untuk azimuth thruster seperti berikut:

Tst : Koefisien gaya dorong dari thruster dalam (kN) Pt : Daya dari propeller thruster dalam (kW) Dt : Diameter propeller thruster dalam (km) Kt : Konstanta thruster

n : kecepatan rotasi thruster(m/𝑠2) 𝑇𝑡 : thrust deduction coefficient 2.5 Model Predictive Control

Model Predictive Control termasuk dalam konsep perancangan pengendali berbasis model proses. Model tersebut digunakan secara eksplisit untuk menghitung suatu set prediksi output dari proses yang kan datang. Ide yang mendasari pada MPC yaitu(Fahrudin, 2010):

1. Model prosesnya secara eksplisit untuk memprediksi keluaran.

2. Perhitungan rangkaian sinyal kendali yaitu dengan cara meminimasi suatu fungsi kriteria.

3. Pada setiap waktu pencuplikan (k) horizon dipindahkan ke waktu berikutnya (k+1), melibatkan sinyal awal u(k) untuk mengendalikan proses, dan diulang secara terus menerus.

Berdasarkan set prediksi tersebut, sinyal kontrol yang akan diberikan ke proses dihitung dengan meminimalkan suatu fungsi tujuan. Sehingga selisih antara set prediksi output dengan set masukan referensi adalah minimum. MPC memiliki beberapa keunggulan yaitu(Fahrudin, 2010):

1. Konsepnya sangat intuitif

2. Dapat mengendalikan proses yang beragam, dari yang sederhana hingga proses yang kompleks.

3. Dapat digunakan untuk sistem multivariable.

4. Mempunyai kompensasi terhadap waktu tunda.

5. Mempunyai kemampuan dari pengendali feed forward .

(43)

17 6. Dapat memperhitungkan batasan atau constraints.

Gambar 2. 3 Strategi MPC(Bordons, n.d.)

Output yang akan datang untuk menentukan horizon N, yang disebut dengan prediction horizon. Prediksi output 𝑦(𝑘 + 𝑡|𝑘) dimana 𝑡 = 1,2,3 … 𝑁 tergantung pada input dan output sebelumnya dan sinyal kontrol yang akan datang 𝑢(𝑘 + 𝑡|𝑘) dimana 𝑘 = 0,1, ,3 … 𝑁 − 1. Berikut adalah struktur dasar dari MPC :

Gambar 2. 4 Struktur Dasar MPC

(44)

akan datang, berdasarkan nilai yang lalu dan nilai sekarang dan bertujuan untuk mengoptimalkan kontrol yang akan datang. Dari input dan output kemudian dilakukan estimasi berdasarkan model plant sebelumnya yang kemudian akan menghasilkan prediksi output. Nilai prediksi tersebut kemudian dibandingkan dengan reference trajectory (trayektori acuan). Dari perbandingan tersebut akan menghasilkan eror yang akan masuk ke optimizer. Dimana optimizer bertujuan untuk meminimalkan fungsi tujuan. Yang akan menghasilkan future input yang akan diestimasi kembali dengan input dan output sebelumnya.

Perhitungan tersebut dilakukan secara berulang-ulang(Bordons, n.d.).

(45)

19

Gambar 2. 5 Algoritma MPC Dengan Constraints(Fahrudin, 2010).

(46)

2.5.1 Bentuk Diskrit

Bentuk diskrit dari plant berupa ruang keadaan (state space) diskrit linier sebagai berikut:

𝑥̇(𝑘 + 1) = 𝐴𝑥(𝑘) + 𝐵𝑢(𝑘) (2.24)

𝑦̇(𝑘) = 𝐶𝑥(𝑘) (2.25)

Dimana,

𝑢⁡= variabel kendali input 𝑥 = variabel state berdimensi n

𝐴 = matriks state space berdimensi nxn 𝐵 = matriks input berdimensi nxr 2.5.2 Model Prediksi Terhadap Plant

Model prediksi pada persamaan 2.25 dinyatakan dalam bentuk state space. Pada saat sinyal masukan yang digunakan dalam perhitungan prediksi pada keluaran yang mana merupakan perubahan nilai sinyal masukan ∆𝑢(𝑘) pada saat k. Perubahan tersebut ∆𝑢(𝑘) berasal dari selisih nilai masukan pada saat u(k) dan sinyal masukan satu langkah sebelumnya. Nilai keluaran terprediksi 𝑦̇(𝑘 + 𝑖|𝑘) dapat dihitung menggunakan variabel keadaan pada saat ini x(k), nilai masukan sebelumnya 𝑢(𝑘 − 1), dan nilai masukan yang akan datang ∆𝑢̇(𝑘 + 𝑖|𝑘). Untuk memprediksi nilai variabel keadaan yaitu dengan cara dilakukan iterasi pada persamaan (2.24) dan (2.25). Dari model state space nilai masukkan dilakukan iterasi sebagai berikut(Chen et al., 2012) :

𝑥̇(𝑘 + 1|𝑘) = 𝐴𝑥(𝑘) + 𝐵∆𝑢(𝑘)

𝑥̇(𝑘 + 2|𝑘) = 𝐴𝑥(𝑘 + 1|𝑘) + 𝐵∆𝑢(𝑘 + 1)

= 𝐴2𝑥(𝑘) + 𝐴𝐵∆𝑢(𝑘) + 𝐵∆𝑢(𝑘 + 1) 𝑥̇(𝑘 + 𝐻𝑢|𝑘) = 𝐴𝐻𝑢𝑥(𝑘) + 𝐴𝐻𝑢−1𝐵∆𝑢(𝑘) +

𝐴𝐻𝑢−2𝐵∆𝑢(𝑘 + 1) + ⋯ + (𝐴𝐵 + 𝐵∆𝑢)(𝑘 + 𝐻𝑢− 1) (2.26)

Persamaan (2.26) dapat disusun dalam bentuk vektor matriks seperti berikut:

(47)

21

[

𝑥̇(𝑘 + 1|𝑘)

⋮ 𝑥̇(𝑘 + 𝐻𝑢|𝑘) 𝑥̇(𝑘 + 𝐻𝑢+ 1|𝑘)

𝑥̇(𝑘 + 𝐻𝑝|𝑘) ]

= [

𝐴

⋮ 𝐴𝐻𝑢 𝐴𝐻𝑢+1

⋮ 𝐴𝐻𝑝 ]

Ψ

𝑥(𝑘) +

[ 𝐵

𝐻𝑖=0𝑢−1𝐴𝑖𝐵

𝐻𝑖=0𝑢 𝐴𝑖𝐵

𝐻𝑖=0𝑢−1𝐴𝑖𝐵]

Γ

𝑢(𝑘 −

1) +

[

𝐵 … 0𝑛𝑥𝑙

𝐴𝐵 + 𝐵 … 0𝑛𝑥𝑙

⋮ ⋱ ⋮

𝐻𝑖=0𝑢−1𝐴𝑖𝐵 … 𝐵

𝐻𝑖=0𝑢−1𝐴𝑖𝐵 … 𝐴𝐵 + 𝐵

⋮ ⋮ ⋮

𝐻𝑖=0𝑝−1𝐴𝑖𝐵 … ∑𝐻𝑖=0𝑝−𝐻𝑢𝐴𝑖𝐵]

Θ

[

∆𝑢̇(𝑘)

∆𝑢̇(𝑘 + 𝐻𝑢− 1)

](2.27)

Nilai keluaran terprediksi diperoleh melalui iterasi yang dinyatakan dalam persamaan 2.25:

𝑦(𝑘 + 1|𝑘) = 𝐶𝐴𝑥(𝑘) + 𝐶𝐵∆𝑢(𝑘)

𝑦(𝑘 + 2|𝑘) = 𝐶𝐴2𝑥(𝑘) + 𝐶𝐴𝐵∆𝑢(𝑘) + 𝐶𝐵∆𝑢(𝑘 + 1) 𝑦(𝑘 + 3|𝑘) = 𝐶𝐴3𝑥(𝑘) + 𝐶𝐴2𝐵∆𝑢(𝑘) + 𝐶𝐴𝐵∆𝑢(𝑘 + 1)

+ ⁡𝐶𝐵∆𝑢(𝑘 + 2)𝑦(𝑘 + 𝑁𝑝|𝑘) 𝑦(𝑘 + 𝐻𝑝|𝑘) = 𝐶𝐴𝐻𝑝𝑥(𝑘) + 𝐶𝐴𝐻𝑝−1𝐵∆𝑢(𝑘) +

𝐶𝐴𝐵𝐻𝑝−2𝐵∆𝑢(𝑘 + 1) + ⋯ + ⁡𝐶𝐴𝐻𝑝−𝐻𝑢𝐵∆𝑢(𝑘 + 𝐻𝑝− 1) (2.28)

Persamaan 2.28 tersebut diubah dalam bentuk matriks sebagai berikut :

(48)

[ ⋮ 𝑦(𝑘 + 𝐻𝑝|𝑘)

] =

[

𝐶𝐵 ⋯ 0𝑚𝑥𝑛

⋮ ⋱ ⋮

𝐶𝐴𝐻𝑝−1𝐵 ⋯ 𝐶𝐵 ]

𝐶𝑦

[

∆𝑢(𝑘)

∆𝑢(𝑘 + 1)

∆𝑢(𝑘 + 𝐻𝑝− 1)

] (2.29)

2.5.3 Fungsi Kriteria Pada Model Predictive Control

Perhitungan sinyal kendali MPC dilakukan dengan cara optimasi yaitu meminimumkan suatu fungsi kriteria. Fungsi kriteria digunakan dalam bentuk kuadratik:

𝑉(𝑘) = ∑‖𝑌 − 𝑅‖𝑄(𝑖)2 + ∑ ∆𝑈‖𝑅(𝑖)2

𝐻𝑢=1

𝑖=0 𝐻𝑝

𝑖=1

= ∑𝐻𝑖=1𝑝‖𝑦̂(𝑘 + 𝑖|𝑘) − 𝑟(𝑘 + 𝑖|𝑘)‖𝑄(𝑖)2 + ∑𝐻𝑖=0𝑢=1∆𝑢̂(𝑘 +

𝑖|𝑘‖𝑅(𝑖)2 (2.30)

Dimana,

𝑌 = [𝑦(𝑘 + 1|𝑘)⁡𝑦(𝑘 + 2|𝑘)⁡𝑦(𝑘 + 3|𝑘) … 𝑦(𝑘 + 𝐻𝑝)]𝑇⁡dengan matriks ukuran ⁡1⁡𝑥⁡𝐻𝑝⁡.

𝑦̂(𝑘 + 𝑖|𝑘)= keluaran terprediksi untuk langkah ke-i dengan matriks ukuran 𝐻𝑝⁡𝑥⁡1.

𝑅 = 𝑟(𝑘 + 𝑖|𝑘)=nilai trayektori acuan (reference trajectory) dengan matriks ukuran 𝐻𝑝𝑥⁡𝐻𝑝

∆𝑈 = ∆𝑢̂(𝑘 + 𝑖|𝑘)=perubahan nilai sinyal kendali terprediksi untuk langkah ke-i saat waktu ke k dengan matriks ukuran 𝐻𝑝⁡𝑥⁡1.

Dan matriks faktor bobot Q dan R sebagai berikut:

𝑄 = [

𝑄(1) ⋯ 0

⋮ ⋱ ⋮

0 ⋯ 𝑄(𝐻𝑝)

] (2.31)

(49)

23

𝑅 = [

𝑅(1) ⋯ 0

⋮ ⋱ ⋮

0 ⋯ 𝑅(𝐻𝑢 − 1)

] (2.32)

Berdasarkan persamaan (2.39) matriks Y(k) dapat ditulis sebagai berikut:

𝑌(𝑘) = 𝐶𝑦Ψ𝑥(𝑘) + 𝐶𝑦Γ𝑢(𝑘 − 1) + 𝐶𝑦ΘΔ𝑈(𝑘) (2.33) Matriks penjejakan kesalahan E(k) juga didefinisikan sebagai selisih nilai trajektori yang akan datang dengan tanggapan yang terjadi pada rentang prediksi horizon jika tidak ada perubahan nilai masukan.

𝐸(𝑘) = 𝑅(𝑘) − 𝐶𝑦Ψ𝑥(𝑘) + 𝐶𝑦Γ𝑢(𝑘 − 1) (2.34) Sehingga nilai fungsi kriteria dapat dituliskan sebagai berikut:

𝑉(𝑘) = ‖𝐶𝑦ΘΔ𝑈(𝑘) − 𝐸(𝑘)‖

𝑄

2 + ‖Δ𝑈(𝑘)‖𝑅2

= [Δ𝑈𝑇Θ𝑇(𝑘)𝐶𝑦𝑇− 𝐸(𝑘)𝑇]𝑄[𝐶𝑦ΘΔ𝑈(𝑘) − 𝐸(𝑘)] + [Δ𝑈𝑇(𝑘)𝑅Δ𝑈(𝑘)]

= 𝐸⏟ 𝑇(𝑘)𝑄𝐸(𝑘)

𝐶1

-⁡Δ𝑈𝑇(𝑘) 2Θ⏟ 𝑇𝐶𝑦𝑇𝑄𝐸(𝑘)

𝐺

+ Δ𝑈𝑇(𝑘) [Θ⏟ 𝑇𝐶𝑦𝑇𝑄𝐶𝑦Θ + R]

𝐻

⁡Δ𝑈(𝑘) (2.35)

Penjabaran dari nilai fungsi kriteria pada persamaan (2.37) didapatkan nilai G dan H. Berikut merupakan persamaan nilai G dan H:

𝐺 = 2Θ𝑇𝐶𝑦𝑇𝑄𝐸(𝑘) (2.36)

𝐻 = Θ𝑇𝐶𝑦𝑇𝑄𝐶𝑦Θ + R (2.37)

Nilai optimal⁡Δ𝑈(𝑘) didapat dengan membuat gradien V(k) bernilai nol. Berikut merupakan persamaan gradien V(k):

Δ𝑈(𝑘)𝑉(𝑘) = −𝐺 + 2𝐻Δ𝑈(𝑘) (2.38)

Δ𝑈(𝑘) =1

2𝐻−1𝐺 (2.39)

Dengan nilai ∇Δ𝑈(𝑘)𝑉(𝑘), sehingga didapatkan Δ𝑈(𝑘), seperti persamaan (2.39)(Fahrudin, 2010).

2.5.4 Pengendali Model Predictive Control dengan Constraints

(50)

penelitian ini memiliki batasan posisi dari platform. Persamaan consraints untuk ampiltudo dan slew rate (Fahrudin, 2010):

𝐹𝑈(𝑘) ≤ 𝑓 (2.40)

𝐸∆𝑈(𝑘) ≤ 𝑒 (2.41)

Nilai maksimum dan minimum dari sinyal kontrol:

𝑢𝑚𝑖𝑛 ≤ 𝑢(𝑘) ≤ 𝑢𝑚𝑎𝑥 (2.42)

Atau bisa juga dinyatakan sebagai berikut:

−𝐹∆𝑈(𝑘) ≤ 𝑢(𝑘) ≤ −𝑢𝑚𝑖𝑛 + 𝐹1𝑢(𝑘 − 1) (2.43) 𝐹∆𝑈(𝑘) ≤ 𝑢(𝑘) ≤ 𝑢𝑚𝑎𝑥 + 𝐹1𝑢(𝑘 − 1) (2.44) Dimana:

𝐹= [

1 0 0 ⋯ 0

1 1 0 ⋯ 0 1 1 1 ⋯ 0

⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮ 1 1 1 ⋯ 1]

(2.45)

F1=[

1

⋮ 1

] (2.46)

[

−𝐹′

𝐹′

𝐸 ]

Ω

Δ𝑈(𝑘)⏟

𝛿

≤ [

−𝑢𝑚𝑖𝑛 + 𝐹1𝑢(𝑘 − 1) 𝑥 + 𝐹1𝑢(𝑘 − 1)

𝑒

]

𝜔

(2.47)

Persamaan constraints untuk amplitudo dan slew rate dibentuk dalam bentuk vektor yang akan digunakan untuk menghitung nilai optimal perubahan sinyal kontrol ∆𝑈(𝑘)𝑜𝑝𝑡 Qudratic Programming.

2.5.5 Metode Qudratic Programming

Fungsi kriteria pada MPC sama dengan constraints dan MPC tanpa constraints. Untuk mendapatkan fungsi kriteria yang minimal dilakukan dengan cara (Fahrudin, 2010):

𝑉(𝑘) = −∆𝑈𝑇(𝑘)𝐺 + ∆𝑈𝑇(𝑘)𝐻∆𝑈(𝑘) (2.48)

(51)

25 Berdasarkan constraints:

Ω𝛿 < 𝜔 (2.49)

Persamaan (2.48) dan (2.49) merupakan masalah optimasi standar yang disebut dengan quadratic programming.Apabila bagian aktif dalam persamaan (2.47) maka bagian aktif tersebut akan membuat pertidaksamaan (2.47) menjadi:

Ωa𝛿𝑎 < 𝜔𝑎 (2.50)

Matriks⁡Ωa adalah bagian aktif dari matriks pertidaksamaan (2.40). Kemudian persamaan (2.45) sebagai constraints dari fungsi kriteria pada persamaan (2.48).

(52)

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

(53)

27

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tahapan penelitian tugas akhir yaitu, studi literature, pengambilan data, pemodelan, uji kestabilan, analisa data dan simulasi, serta penarikan kesimpulan. Berikut merupakan diagram alir dari penelitian tugas akhir ini,

(54)

Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian

(55)

29 Berikut penjelasan tiap tahapan-tahapan penelitian tugas akhir:

3.1 Identifikasi Masalah

Mengidentifikasi permasalahan pada platform semi- submersible yang akan dikendalikan menggunakan metode Model Predictive Maintanance. Apabila terkena gangguan lingkungan seperti gelombang laut agar platform tetap stabil berada ditempat semula. Analisa kestabilan system dibutuhkan pengendali yang memberikan gaya untuk melawan perubahan akibat dari gangguan, sehingga kegiatan eksplorasi tetap berada sesuai pada daerah yang telah ditentukan. Penelitian ini menggunakan platform semi submersible Essar Wildcat yang diterapkan di perairan Natuna. Gerak platform ditinjau secara 3 DOF yaitu Surge, Sway, Yaw.

3.2 Studi Literatur

Penelitian ini dilakukan untuk mencari referensi dasar-dasar yang tepat dan sesuai dengan penelitian agar memudahkan proses pengerjaan tugas akhir. Referensi yang digunakan berasal dari jurnal, buku, maupun dari penelitian-penelitian sebelumnya.

Berikut adalah diagramblok dari penelitian ini:

Gambar 3. 2 Diagramblok Penelitian

3.3 Pengambilan Data Platform

Pengambilan data dilakukan dari spesifikasi platform Essar Wildcat Tipe Aker H3 yang berada diperairan Natuna dengan data spesifikasi seperti:

Tonnage (m) = 13590,000 metric kg

Gambar

Gambar 2. 1  Model Semi Submersible Essar Wildcat Tipe Aker  H3 ((Dhana, Djatmiko, Prastianto, Arief, &amp; Hakim, n.d.)
Gambar 2. 2  6 Derajat Kebebasan (DOF) kendaraan laut  (Fossen, 1994).
Tabel 2. 2  Notasi Pada Wahana Apung(Fossen, 1994)  DOF  Gerakan  Gaya
Tabel 2. 3 Variabel-variabel Bis System(Fossen, 1994).
+7

Referensi

Dokumen terkait