• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENYAJIAN DATA

B. Pelaksanaan Wawancara

4) Pemungutan Retribusi

Retribusi daerah adalah sebagai salah satu sumber PAD dalam rangka pembiayaan dan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Subjek retribusi daerah adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan dan menikmati pelayanan jasa tertentu yang bersangkutan. Jasa retribusi tertentu dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) golongan, yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu.

Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kabupaten Samosir berdasarkan Peraturan Daerah No 7 Tahun 2008 tentang Penetapan Retribusi, adalah mengelola retribusi tempat rekreasi dan hiburan. Dimana setiap pengunjung objek wisata yang ditata dan dikembangkan oleh pemerintah/ Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya dikenakan retribusi. System/ cara pemungutan retribusi yang baik dan benar yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya adalah hal yang sangat mendukung dalam peningkatan retribusi daerah ini. Untuk mengetahui bagaimanakah pemerintah/ Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya dalam melakukan pemungutan retribusi memasuki tempat rekreasi dan hiburan

ini, penulis bertanya kepada informan yang telah ditetapkan. Pertanyaan yang penulis ajukan adalah kepada Bapak Kepala Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya: Bagaimanakah pemerintah/ Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya dalam melakukan pemungutan retribusi memasuki tempat rekreasi sebagai salah satu sumber keuangan daerah sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan?

Beliau menjawab:

“Dalam menggali sumber keuangan daerah/ PAD sudah tentu harus sesuai dengan aturan dan prosedur yang berlaku. Sejak terbentuknya Kabupaten Samosir, maka dasar pemungutan PAD sector kepariwisataan masih menggunakan Perda Kabupaten induk (Kabupaten Toba Samosir), kemudian pada tahun 2008 ditetapkan Perda Kabupaten Samosir. Perda yang terkait dengan Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya adalah Perda No. 6 Tahun 2008 tentang Retribusi Usaha, jasa pariwisata dan Perda No.7 tahun 2008 tentang Retribusi Memasuki Objek Wisata, sementara yang berkaitan dengan pajak bukan wewenang Dinas Teknis.

Mengingat di Samosir sudah dibentuk Badan Perizinan Terpadu, maka retribusi usaha-jasa pariwisata yang terkait dengan penerbitan ijin bukan ditangani Dinas Pariwisata, dalam hal ini dinas ini hanya berupaya untuk memotivasi usaha pariwisata untuk mengurus ijin dan memberikan rekomendasi.

Khusus untuk system pemungutan retribusi ini kami menugaskan pegawai di beberapa kawasan objek wisata yang dikolola oleh pemerintah/ Dinas ini dengan catatan objek tersebut bukan milik Pemkab, tetapi milik marga/ kelompok masyarakat, dengan asumsi tariff karcis masuk sebesar Rp 2.000 s/d Rp 5.000/ orang/ objek.

Berdasarkan jawaban informan tersebut, dapat diketahui bahwa Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya hanyalah mengelola retribusi memasuki kawasan objek wisata berdasarkan Perda No.7 tahun 2008 dengan system pemungutan yang ditugasi pegawai sebagai pemungut retribusi di posko objek wisata yang telah ditetapkan, dengan tariff karcis masuk sebesar Rp 2.000 s/d Rp 5.000/ orang/ objek. Objek wisata yang dijadikan tempat pemungutan retribusi adalah hanya beberapa objek wisata, dan itu bukanlah milik Pemerintah Kabupaten tetapi adalah milik masyarakat.

Selanjutnya untuk mengetahui objek wisata apa sajakah yang dikenakan retribusi oleh dinas ini penulis kembali bertanya kepada Bapak Kepala Pengembangan Wisata Sebulon Simbolon, S.Sos, dengan pertanyaan: Objek wisata apa sajakah yang dikenakan retribusi bagi setiap pengunjung wisata?

Beliau menjawab:

“ Dalam meningkatkan retribusi daerah seharusnya dilakukan dengan memfasilitasi objek wisata, misalnya dengan membuat berbagai macam kegiatan yang menarik seperti waterboom, dll. Tetapi yang masih terlaksana masih hanya dengan membenahi beberapa kawasan objek wisata, seperti air hangat, pasir putih, menara pandang tele, sukkean pohon besar, pantai lagundi, air 7 (tujuh) rasa, batu sawan, batu hobon, huta bolon Simanindo. Di Tomok (Arsop) sebenarnya milik masyarakat tetapi sengaja dibuat style yang sama supaya ada daya tarik, kuburan Siallagan (dengan membangun gapura dan pemugaran huta Siallagan), pantai pasir putih Parbaba (penataan, ayunan, payung-payung, jooging trek), sarana-sarana pelabuhan yang sudah dibangun sepertiadanya kapal Ferry dari Nainggolan ke Muara, Tiga ras ke Simanindo, sekarang menunggu untuk launching. Setiap objek wisata yang sudah dibangun/ dibenahi ini dipungut retribusi bagi setiap pengunjung dan dikelola oleh dinas ini.”

Berdasarkan jawaban tersebut, dapat diketahui bahwa pemerintah adalah sebagai mediator dalam pengembangan wisata ini. Dalam meningkatkan retribusi daerah seharusnya dengan memfasilitasi dan membuat objek wisata yang baru, seperti waterboom, dll, tetapi sampai sejauh ini pemerintah masih sebatas membenahi berbagai kawasan objek wisata seperti di atas, dan dipungut retribusi.

Selanjutnya untuk mengetahui bagaimanakah pemerintah/ Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya dalam melakukan pemungutan retribusi ini serta kendalanya, penulis kembali bertanya kepada Bapak Sekretaris Dinas, Drs. Mahler Tamba, dengan bertanya: Bagaimanakah system pemungutan retribusi ini dilakukan dan apakah yang menjadi kendala dalam pelaksanaannya?

“Dalam pemungutan retribusi ini kita menugaskan pegawai dari dinas ini dan

bekerjasama dengan masyarakat pemilik usaha wisata, disetiap kawasan objek wisata yang dikelola dan ditata oleh Dinas ini untuk mengutip dari setiap wisatawan yang berkunjung, dan itu memakai tariff karcis. Kendala/ permasalahan dalam pengutipan retribusi ini adalah kesdaran masyarakat yang kurang, masyarakat kadang mau masuk bukan dari pintu utama, dan mereka masuk dengan sembunyi-sembunyi. Kemudian masyarakat yang masuk juga terkadang tidak mau membayar. Pemungutan dari para petinggi/ TNI dan sesamanya juga susah dilakukan. Kurangnya pegawai yang bertugas di lapangan juga merupakan salah satu kendala.”

Berdasarkan jawaban informan tersebut, dapat diketahui bahwa system pemungutan retribusi ini dilakukan dengan menugaskan pegawai dari dinas ini dan bekerjasama dengan masyarakat pengusaha wisata. Tetapi kekurangan pegawai juga salah satu Kendala dalam pemungutan retribusi ini, serta kurangnya kesadaran masyarakat.

Selanjutnya untuk lebih mengetahui sistem pemungutan retribusi ini, penulis bertanya kepada pemilik kawasan wisata Pantai Pasir Putih Parbaba Ibu Mangoloi Simarmata, dengan pertanyaan: Apakah setiap pengunjung ke daerah wisata ini dikenakan retribusi? Bagaimana dengan cara pengutipannya?

Beliau menjawab:

“Terkait dengan itu, pemerintah/ Dinas Pariwisata Seni dan Budaya melakukan

pemungutan retribusi bagi setiap pengunjung wisata, sebesar Rp 1.000/ orang, yang dilakukan oleh pegawai dari Dinas ini dan kadang bekerjasama dengan kami, yang disertai dengan adanya karcis dari dinas ini. Tetapi terkadang pengutipan ini tidak berjalan lancar bagi setiap pengunjung wisata, karena kesadaran masyarakat yang kurang dan pegawai yang kurang.

Berdasarkan jawaban dari informan tersebut, dapat diketahui bahwa di tempat wisata ini dilakukan pengutipan retribusi sebesar Rp 1.000/ orang bagi pengunjung, tetapi terkadang pengutipan ini tidak berjalan dengan lancar karena kesadaran masyarakat yang kurang dan pegawai yang kurang juga.

Selanjutnya terkait dengan pemungutan retribusi ini, penulis juga bertanya kepada pengusaha wisata pemandian air panas/ hotspring di Pangururan, Ibu Ria, dengan pertanyaan: Apakah setiap pengunjung yang masuk ke daerah ini dikenakan retribusi oleh pemerintah/ Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya?

Beliau menjawab:

“Untuk pengutipan retribusi memang dilakukan oleh Dinas ini kepada pengunjung wisata ini sebesar Rp 1000/ orang, dengan menugaskan pegawai di kawasan ini. Tetapi sering terkendala karena pegawai yang bertugas hanya satu orang, kadang tidak ada pengutipan karena petugasnya kadang tidak selalu ada.”

Berdasarkan jawaban tersebut, dapat diketahui bahwa sama seperti yang di Pantai Pasir Putih dilakukan pengutipan rtribusi bagi setiap pengunjung, tetapi sering juga tidak berjalan lancar karena pegawai yang bertugas kurang.

Kemudian untuk mengetahui apakah sektor ini bisa dikatakan sebagai sektor andalan dalam meningkatkan PAD Kabupaten Samosir melalui pengutipan retribusi memasuki objek wisata tersebut, penulis kembali bertanya kepada bapak Kepala Dinas, dengan pertanyaan: Apakah melalui pengutipan retribusi memasuki wisata ini, sektor ini merupakan salah satu sektor andalan dalam menambah pemasukan kas daerah (PAD)? Karena seperti yang kita ketahui bahwa pariwisata adalah penyumbang terbesar ketiga terhadap pendapatan nasional setelah pajak dan migas.

Beliau menjawab:

“Saya kira secara Nasional itu benar, namun untuk Samosir saat ini belum menjadi andalan, sebab di usia 5 tahun kita masih berfokus kepada pengembangan-pembenahan infrastruktur (sarana/ prasarana), fasilitas kepariwisataan dan pembinaan, masyarakat sadar wisata, yang akan menjadi “penarik” minat wisatawan untuk berkunjung. Namun demikian harapan kita kedepan akan menjadi andalan, karena usaha jasa sector pariwisata sudah berkembang”.

Berdasarkan jawaban tersebut, dapat diketahui ternyata bahwa potensi wisata yang dimiliki Kabupaten Samosir belumlah dapat dikatakan sebagai salah satu sektor andalan dalam meningkatkan PAD Kabupaten Samosir melalui pngutipan retribusi memasuki wisata ini. Hal ini dikarenakan usia Kabupaten Samosir selama 5 tahun ini masih berfokus kepada pengembangan-pembenahan infrastruktur (sarana/ prasarana), pembinaan, dan masyarakat sadar wisata, yang menjadi penarik bagi wisatawan yang berkunjung. Tapi harapan ke depan bahwa sektor pariwisata ini akan menjadi andalan.

Kemudian penulis kembali bertanya kepada Kepala Bidang Pengembangan Wisata Bapak Drs. Sebulon Simbolon, S.Sos, terkait dengan peningkatan pendapatan daerah melalui retribusi ini, dengan pertanyaan: Menurut bapak, sejauh ini apakah melalui pengembangan objek wisata ini, dan melalui pemungutan retribusi memasuki wisata ini, sektor ini sudah memberikan peningkatan terhadap retribusi daerah Kabupaten Samosir ini? Apakah pariwisata ini merupakan sektor utama didalamnya?

Beliau menjawab:

“Sebagai pemasukan dalam Retribusi daerah memang ada, tetapi sejauh ini masih minimal, belum sesuai dengan target yang telah ditetapkan, karena objek wisata samosir masih milik rakyat. Sementara ini, sektor pariwisata ini belum bisa dikatakan andalan, tetapi yang diharapkan adalah akan menjadi andalan/ sektor utama dalam meningkatkan Retribusi Daerah dan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Samosir.”

Berdsarkan jawaban tersebut dapat dilihat, bahwa sektor pariwisata tersebut belumlah dapat dikatakan menjadi andalan dalam meningkatkan Retribusi Daerah Kabupaten Samosir, dan retribusi yang diperoleh Dinas ini melalui retribusi memasuki kawasan objek wisata belumlah sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Hal ini juga dikarenakan oleh kawasan wisata yang ada di Samosir ini masih milik masyarakat. Tetapi pemerintah berharap bahwa seKtor pariwisata ini akan menjadi andalan.

Dokumen terkait