• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENYAJIAN DATA

B. Pelaksanaan Wawancara

1) Penataan dan Pengembangan Potensi Wisata Kabupaten Samosir

Untuk meningkatkan retribusi daerah, penataan dan pengembangan wisata adalah salah satu kegiatan yang perlu dilakukan. Berikut adalah beberapa usaha yang telah dilakukan oleh Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya dalam meningkatkan retribusi daerah. Argument pertama yang penulis peroleh adalah dari informan kunci yaitu, Kepala Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Bapak Drs. Melani Butarbutar, MM. Pertanyaan yang diajukan adalah: kalau kita perhatikan sebenarnya Kabupaten Samosir memiliki sektor pertanian yang lebih menonjol untuk bisa dikembangkan, tetapi kenapa saat ini kabupaten ini berfokus kepada pariwisata?

Beliau menjawab:

“Kita akui bahwa Samosir memiliki potensi yang besar di sektor pertanian dalam arti luas, akan tetapi kondisi/ struktur/ kontur tanah yang marjinal, sebagian besar lahan yang dapat dipergunakan sebagai lahan sawah berada di Sumatera, sedangkan di pulau Samosir ini bukanlah lahan yang subur seperti yang kita duga, terdiri dari batu, pasir lempung, perolehan sumber air sangat sedikit (musim hujan air tumpah ke danau, musim kemarau tanah cepat kering).

Sesungguhnya, jika dikaji lebih dalam visi Kabupaten Samosir, menjadi Kabupaten Pariwisata 2010 yang indah, aman dan berbudaya, dengan agribisnis yang berwawasan lingkungan menuju masyarakat yang lebih sejahtera, memberi arti bahwa fokus pembangunan tetap pada agribisnis (pertanian dalam arti luas), sementara pariwisata adalah sektor penghela-penggerak pembangunan ekonomi-sosial-budaya, karena pariwisata itu multi sektor, multi fungsi dan multi stakeholders, pariwisata berkembang bila didukung oleh agribisnis, lingkungan dan budaya; pariwisata berkaitan erat dengan berbagai sektor kehidupan, dan pariwisata merupakan “wadah kolaborasi”, bukan primus interpares atau segala-galanya bagi pembangunan masyarakat.

berdasarkan jawaban bapak Kepala Dinas tersebut, dapat diketahui bahwa visi Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya yang telah ditetapkan tersebut adalah mengacu kepada

visi Kabupaten Samosir, yaitu dengan harapan Kabupaten Samosir akan menjadi salah satu daerah tujuan wisata yang berdaya saing, dengan tetap berbasis pada potensi alam dan budaya. Visi ini ditetapkan karena pemerintah daerah Kabupaten Samosir ini melihat bahwa Kabupaten Samosir memang memiliki kuantitas dan kualitas yang sesuai dengan standard suatu objek wisata, dengan alam yang sejuk, panorama yang indah, serta budayanya yang unik. Sehingga inilah yang akan dikelola dan dimanfaatkan, dan masyarakatpun akan berpartisipasi untuk membangun diri menjadi masyarakat wisata yang bersapta pesona, berbasis alam dan budaya batak. Pariwisata ini adalah multisektor, multifungsi dan multistakeholders, sehingga pariwisata ini akan lebih berkembang jika didukung oleh agrobisnis/ sektor pertanian yang dimiliki Samosir, jadi bukan berarti langsung tidak memperhatikan sektor pertanian tetapi itu saling terkait dan saling mendukung.

Kemudian untuk mengetahui kebijakan/ program apakah yang sudah dilakukan oleh pemerintah khususnya melalui dinas ini upaya meningkatkan retribusi daerah, penulis kembali bertanya kepada beliau dengan pertanyaan: Secara umum apakah kebijakan/ upaya yang telah dilakukan oleh dinas ini dalam meningkatkan retribusi daerah melalui penataan dan pengembangan wisata?

Beliau menjawab:

”Secara umum pemerintah telah melakukan beberapa kebijakan seperti:

(1)Melakukan penataan dan pengembangan destinasi wisata/ usaha jasa wisata, pengembangan, pelestarian seni budaya-museum dan kepurbakalaan (2)Membangun infrastruktur (ring road samosir, akses ke objek wisata, tanoponggol, dermaga kapal, menambah ferry penyeberangan, perbaikan jalan Tele-Pangururan). (3)Membentuk kelompok seni budaya/ Sanggar Seni Budaya di kecamatan yang telah dibantu dengan penyediaan alat musik, didorong untuk melakukan latihan dan menjadi penyedia kegiatan seni budaya.”

Berdasarkan jawaban tersebut, dapat diketahui bahwa secara umum pemerintah/ dinas ini sudah melakukan berbagai kebijakan seperti penataan dan pengembangan destinasi wisata, pelestarian seni budaya-museum dan kepurbakalaan, membangun infrastruktur, dan membentuk kelompok seni budaya/ sanggar seni budaya di kecamatan. Kebijakan serta usaha ini dilihat sudah cukup baik, dan pasti jika diimplementasikan dengan baik pasti mencapai hasil yang maksimal khususnya untuk meningkatkan retribusi daerah Samosir.

Selanjutnya untuk membandingkan jawaban dari Kepala Dinas tersebut, penulis kembali bertanya kepada sekretaris dan para kepala bidang, tentang kebijakan/ upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam menata dan mengembangkan wisata untuk peningkatan retribusi daerah Kabupaten Samosir. Yang pertama penulis tanyakan adalah kepada Bapak Sekretaris Dinas, Drs. Mahler Tamba, dengan pertanyaan: Dalam melakukan pengembangan/ penataan kawasan objek wisata, tentunya sarana prasarana adalah salah satu faktor yang sangat penting. Sejauh ini bagaimanakah dinas ini dalam menata dan mengembangkan sarana prasarana wisata yang dianggap berpotensi untuk dikembangkan? Objek/ daerah tujuan wisata apa sajakah yang sudah dibenahi dengan sarana prasarana tersebut?

Beliau menjawab:

“ Memang benar, bahwa sarana dan prasarana adalah merupakan hal yang penting dalam mendukung pengembangan objek wisata samosir ini, dan kami sebagai lembaga pemerintah sudah memperlengkapi dan membenahi sarana prasarana wisata pada objek wisata tertentu. Tidak semua kawasan objek wisata yang ada di Kabupaten Samosir ini bisa kami tata dan perlengkapi, karena hampir semua kawasan wisata disini adalah milik marga/ tanah ulayat. Kawasan objek wisata yang sudah kami perlengkapi dan tata ada beberapa objek yaitu di Tomok, pada pintu gerbang pelabuhan pariwisata Tomok ada dibangun dermaga, objek wisata kuburan tua makam raja sidabutar, di Museum Huta Bolon Simanindo, di Pasir Putih Parbaba Desa Huta Bolon Parbaba, di pemandian air panas

Kecamatan Pangururan, di Sianjur mula-mula (batu sawan, batu hobon, air 7 rasa), pantai Lagundi/ pondok remaja Kecamatan Onanrunggu, menara pandang tele. Beberapa kawasan objek wisata tersebut bukanlah milik pemerintah tetapi ada penataan dan pengembangan yang dilakukan oleh pemerintah, seperti kamar mandi, dermaga, lampu, ayunan, tempat duduk, dan lain lain sesuai dengan kondisi wisata masing-masing”.

Berdasarkan jawaban tersebut dapat dilihat bahwa dari beberapa kawasan objek wisata yang ada di Kabupaten Samosir, pemerintah khususnya dinas ini belum melakukan penataan ke seluruhnya, karena objek wisata yang ada di Kabupaten Samosir adalah milik marga/ tanah ulayat, sehingga pemerintah hanya bisa melakukan penataan dan pengembangan bagi masyarakat yang bisa bekerjasama dan hanya bagi kawasan wisata tertentu yang mereka pandang sebagai kawasan wisata unggulan, dan mereka memperlengkapi fasilitas wisata sesuai dengan kondisi objek wisata masing-masing sehingga wisatawan semakin tertarik untuk berkunjung dan retribusi daerah tentunya akan mengalami peningkatan.

Selanjutnya penulis kembali bertanya kepada bapak Kepala Bidang Pengembangan Wisata, Sebulon Simbolon, S.Sos, dengan pertanyaan: Apakah program/ kebijakan yang sudah dilakukan dinas ini dalam megembangkan dan menata potensi objek wisata Samosir untuk meningkatkan retribusi daerah? Objek wisata apa sajakah yang sudah ditata dan dikembangkan oleh dinas ini?

Beliau menjawab:

“Dalam membangun objek wisata itu sebenarnya adalah investor, kami adalah

sebagai mediator dalam melakukan penataan. Untuk mencapai visi itu dan dalam meningkatkan retribusi daerah seharusnya adalah dengan memfasilitasi, misalnya dengan membuat berbagai macam kegiatan yang menarik seperti waterboom, dll. Tetapi yang masih terlaksana masih hanya dengan memfasilitasi/ membenahi beberapa kawasan objek wisata, seperti air hangat, pasir putih, menara pandang tele, sukkean pohon besar, lagundi, air 7 rasa, batu sawan, batu hobon, huta bolon Simanindo. Di Tomok (Arsop) sebenarnya adalah milik masyarakat tetapi sengaja

kami tata dengan membuat style yang sama supaya ada daya tarik, kuburan Siallagan (dengan membangun gapura dan pemugaran Huta Siallagan), pasir putih Parbaba (penataan, ayunan, paying-payung, jooging trek), sarana-sarana pelabuhan yang sudah dibangun seperti adanya kapal Ferry dari Nainggolan ke Muara, Tiga ras ke Simanindo, sekarang menunggu untuk launching. Setiap objek wisata yang sudah dibangun/ dibenahi ini dipungut retribusi bagi setiap pengunjung dan dikelola oleh dinas ini.”

Berdasarkan jawaban tersebut, dapat diketahui bahwa pemerintah adalah sebagai mediator dalam pengembangan wisata ini. Untuk meningkatkan retribusi daerah seharusnya adalah dengan memfasilitasi dengan membuat berbagai macam kegiatan yang menarik seperti water boom, tetapi sampai sejauh ini pemerintah hanya masih sebatas membenahi berbagai kawasan objek wisata di Samosir dan setiap pengunjung dipungut retribusi yang dikelola oleh dinas ini.

Selanjutnya, untuk mengetahui apakah pemerintah/ Dinas ini hanya mengembangkan potensi wisata yang sudah ada ataukah sudah membuat terobosan baru, objek wisata yang menarik untuk dikunjungi wisatawan dan untuk meningkatkan retribusi daerah, penulis bertanya kepada Bapak Kepala Bidang, dengan pertanyaan: Apakah Pemerintah/ secara khusus dinas ini hanya mengembangkan objek wisata yang sudah ada/ milik masyarakat saja? Tidak membuat terobosan baru?

Beliau menjawab:

“Sudah pernah mencoba, tetapi karena tanah yang ada di Samosir ini adalah tanah rakyat/ ulayat semua, yang sangat susah diperoleh, dan kalaupun ada, harganya sangat mahal dan tidak terjangkau.”

Kemudian penulis kembali bertanya kepada Bapak Kepala Dinas Drs. Melani Butarbutar, M.Si, menyangkut hal yang sama seperti yang di atas, dengan pertanyaan: Apakah pada saat ini pemerintah hanya mengembangkan objek/ daerah tujuan wisata yang

sudah ada, ataukah sedang membuat terobosan baru yang berpotensi untuk dikunjungi dan menjadi andalan untuk meningkatkan retribusi daerah , misalnya seperti Ancol, dll ?

Beliau menjawab:

“Selain mengembangkan-menata objek wisata yang sudah ada, dilakukan juga terobosan oleh sektor/ bidang lain yang berkaitan dengan pengembangan pariwisata, misalnya mendorong investasi bidang sarana/ prasarana olahraga, transportasi (jalan), pembangunan lingkungan (kebun raya, arboretum), pembangunan embung air, pembangunan Balai pertanian, Sekolah Pariwisata, pembangunan kawasan rumah sakit, menyampaikan kesiapan Samosir sebagai lokasi pelaksanaan kegiatan tingkat nasional dan internasional, menyelenggarakan event besar untuk kegiatan wisatawan. Dan terkait dengan rencana pembangunan objek wisata hiburan seperti Ancol, dsb, sesungguhnya kita telah menjual kepada investor, namun sering terkendala oleh penyiapan lahan/ lokasi dan pertimbangan aksesibilitas, namun demikian kita telah membangun pantai seperti pasir putih Parbaba, merencanakan membangun pantai bebas di kawasan Tuktuk dan Simanindo, membangun kawasan objek wisata cagar budaya-spritual dan perkampungan asli batak di kawasan Pusuk Buhit.

Berdasarkan jawaban informan di atas, bahwa sudah pernah mencoba untuk mengundang investor tapi karena tanah Samosir adalah tanah marga maka pemerintah hanya melakukan penataan saja bagi objek wisata yang sudah ada yaitu milik masyarakat, melakukan terobosan dengan berbagai bidang/ sektor lain yang berkaitan dengan pengembangan wisata, dan telah membangun pantai bebas seperti pasir putih Parbaba.

Kemudian untuk mengetahui bagaimanakah sebenarnya usaha pengembangan yang dilakukan oleh pemerintah ini benar-benar dilakukan dan dirasakan oleh masyarakat, penulis malakukan wawancara juga dengan informan biasa yaitu para pengusaha dan pengunjung wisata baik itu wisata local ataupun dengan wisatawan mancanegara.

Pertama, penulis mendapat argument dari pengusaha objek wisata pasir putih parbaba, Ibu Mangoloi Simarmata, dengan pertanyaan: Apakah yang sudah dilakukan

pemerintah khususnya Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya dalam mengembangkan kawasan objek wisata ini?

Beliau menjawab:

“Pertama, pemerintah melakukan sosialisasi dengan kami sebagai pemilik lahan ini

karena mereka melihat bahwa kawasan ini memilki area yang cukup menarik pantai yang bersih, pasirnya yang putih, dan udara yang sejuk. Sehingga pemerintah melakukan penataan dan pengembangan dengan membangun berbagai macam fasilitas, seperti kamar mandi, ayun-ayunan dari kayu dan besi, posko, bangunan pentas dengan ucapan selamat datang, jalan setapak, lapangan volley, lampu-lampu hias, pembatas air ada kurang lebih 50 meter, tong sampah, payung-payung, bronjong, dermaga, hingga pantai ini bisa dinikmati para pengunjung dengan berbagai macam kegiatan yang bisa dinikmati juga. Tanah ini kami berikan kepada pemerintah secara sukarela, karena kami beranggapan bagaimanalah supaya Samosir ini bisa berkembang."

Bari jawaban tersebut, benar bahwa pemerintah khususnya melalui dinas ini telah melakukan upaya pengembangan wisata, dan bisa dikatakan suatu terobosan baru dalam meningkatkan perkembangan wisata Kabupaten Samosir. Dimana pemerintah melihat objek wisata ini memilki potensi yang cukup menarik untuk dikembangkan, sehingga pemerintah melakukan upaya sosialisasi terlebih dahulu kepada pemilik lahan, kemudian pemerintah mengembangkannya dengan membenahi dan menata pantai ini dengan berbagai fasilitas yang bisa manarik wisatawan.

Selanjutnya penulis kembali bertanya kepada beliau, dengan pertanyaan: bagaimanakah kondisi jumlah wisatawan yang berkunjung ke tempat ini? Dan apakah semua yang berkunjung dikenakan retribusi?

Beliau menjawab:

“Kalau mengenai kondisi jumlah wisatawan yang berkunjung, tidak bisa kami katakan selalu banyak, tetapi tiap hari pasti selalu ada, dan apalagi waktu libur seperti liburan semester, paskah, natal, hari raya, tempat ini sangat ramai oleh pengunjung. Dan yang menjadi kendala adalah masyarakat masih kurang memilki kesadaran akan peraturan yang ditetapkan, sehingga masyarakat kadang mau tidak

masuk dari pintu utama tempat retribusi dipungut, tetapi dari pintu yang lain yang tidak ada petugas disana. Sehingga kadang tidak semua dikenakan retribusi.”

Berdasarkan jawaban tersebut dapat dilihat, bahwa jumlah kunjungan wisatawan yang berkunjung tergantung kepada waktu liburan yang dimiliki masyarakat, tetapi setiap hari pengunjung pasti selalu ada. Tidak semua masyarakat yang memasuki kawasan wisata ini dipungut retribusi karena masyarakat yang sengaja masuk tidak dari pintu utama dimana petugas pemungut retribusi tidak ada disana, sehingga retribusi tidak dipungut dari mereka.

Selanjutnya, penulis kembali bertanya kepada pegawai Sanggam Beach Resort Hotel di Kecamatan Simanindo, Hotma Sidabutar sebagai kasir selama 10 tahun, dengan pertanyaaan: Bagaimanakah anda melihat pariwisata Samosir hingga sampai saat ini terutama setelah pemekaran daerah Kabupaten Samosir, yang pastinya ini sangat berhubungan dengan kemajuan perhotelan ini?

Beliau menjawab:

Tentang pariwisata Samosir, menurut saya masih kurang dikembangkan, baik dari fasilitasnya/ sarana prasarana pendukungnya, ataupun kesadaran masyarakat yang masih kurang, walaupun memang sudah ada kemajuan tetapi belum begitu baiklah. Padahal Samosir cukup memiliki potensi wisata yang sangat bagus apalagi jika dikembangkan dan ditata dengan baik, dan ini juga secara tidak langsung berdampak bagi kami pihak perhotelan, dimana pengunjung sepi. Untuk mengatasi hal ini, memang harus ada kerjasama yang baik antara pemrintah dan juga masyarakat.”

Berdasarkan jawaban tersebut, dapat diketahui bahwa perkembangan pariwisata Samosir, hingga sampai saat ini setelah pemekaran daerah, belum begitu berkembang, meskipun sudah ada kemajuan. Untuk bisa mencapai perkembangan wisata yang lebih maju perlu ada kerjasama yang baik antara pemerintah dengan masyarakat, sehingga semakin meningkatkan retribusi daerah dan kesejahteraan masyarakat tentunya.

Kemudian penulis kembali mengadakan wawancara dengan pengusaha wisata di

Hotspring (pemandian air panas) Kecamatan Pangururan Ibu Ria, untuk mengetahui

bagaimana perhatian dan peran pemerintah dalam menata dan mengembangkan wisata ini, dengan pertanyaan: Apakah peran pemerintah/ Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya dalam mengembangkan kawasan wisata ini?

Beliau menjawab:

“Mengenai peran pemerintah/ Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya dalam

mengembangkan dan menata objek wisata ini, memang ada. Pemerintah khususnya dinas ini memang membangun tempat pemandian dan memfasilitasinya, tetapi sekarang ini tempat itu tidak ditata, dan tidak ada yang mengolah, sehingga tempat itu sekarang tidak dikunjungi lagi oleh wisatawan. Untuk mengembangkan kawasan wisata ini, secara umum pemerintah masih kurang memberikan perhatian yang begitu maksimal. Memang untuk mengembangkan ini adalah koordinasi dari seluruh pemerintah kabupaten, seperti pembangunan jalan yang sudah dikerjakan oleh Dinas PU, tetapi khusus dari Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya masih kurang.”

Berdasarkan penjelasan informan tersebut, dapat kita lihat bahwa secara langsung beliau mengatakan bahwa peranan pemerintah dalam mengembangkan kawasan pariwisata ini masih kurang maksimal, karena meskipun pemerintah khususnya Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya sudah membangun tempat pemandian, tetapi karena tidak ada penataan yang berkelanjutan dari pemerintah ini, maka tempat itu sekarang tidak dikunjungi wisatawan lagi, dan tentunya hal ini sangat tidak mendukung dalam peningkatan retribusi daerah.

Dokumen terkait