• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemusnahan perbekalan farmasi mengikuti Standar Prosedur Operasional Pemusnahan Perbekalan

Dalam dokumen Buku+Formularium+RSCM+2015+(E-book).pdf (Halaman 127-136)

BUKU FORMULARIUM

DAFTAR ISI

V. Perencanaan dan Pengadaan

19. Pemusnahan perbekalan farmasi mengikuti Standar Prosedur Operasional Pemusnahan Perbekalan

Farmasi.

VII. Peresepan

1. Yang berhak menulis resep adalah staf medis purnawaktu, dokter tamu dan dokter PPDS yang bertugas dan mempunyai surat izin praktik di RSCM. 2. Yang berhak menulis resep narkotika adalah dokter

yang memiliki nomor SIP (Surat Izin Praktik) atau SIPK (Surat Izin Praktik Kolektif) di RSCM

3. Yang berhak menulis resep obat kemoterapi dan obat anestesi untuk sedasi adalah dokter yang memiliki nomor SIP (Surat Izin Praktik) atau SIPK (Surat Izin Praktik Kolektif) di RSCM dan memiliki kewenangan melalui ketetapan dari Direktur Utama RSCM.

4. Obat-obat yang sedang digunakan pasien sebelum masuk rumah sakit harus dicatat pada rekam medik dan diketahui oleh petugas farmasi, dan dapat diakses oleh petugas kesehatan lain yang terkait.

digunakan pasien sebelum admisi dan obat yang akan diresepkan agar tidak terjadi duplikasi,terhentinya terapi suatu obat (omission) atau kesalahan obat lainnya.

6. Penulis resep harus memperhatikan kemungkinan adanya kontraindikasi, interaksi obat, dan reaksi alergi. 7. Terapi obat dituliskan dalam rekam medik hanya ketika

obat pertama kali diresepkan, rejimen berubah, atau obat dihentikan. Untuk terapi obat lanjutan pada rekam medik dituliskan “terapi lanjutkan” dan pada kardeks (catatan pemberian obat) tetap dicantumkan nama obat dan rejimennya.

8. Resep dibuat secara elektronik menggunakan sistem EHR atau manual pada blanko lembar resep berkop RSCM yang telah dibubuhi stempel Departemen/Unit Pelayanan tempat pasien dirawat/berobat.

9. Tulisan harus jelas dan dapat dibaca, menggunakan istilah dan singkatan yang lazim sehingga tidak disalah-artikan.

10. Dokter harus mengenali obat-obat yang masuk dalam daftar Look Alike Sound Alike (LASA) yang diterbitkan oleh Instalasi Farmasi, untuk menghindari kesalahan pembacaan oleh tenaga kesehatan lain.

11. Obat yang diresepkan harus sesuai dengan Formularium RSCM.

12. Pasien dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) harus diresepkan obat sesuai Formularium Nasional

mendapatkan persetujuan Tim Pengendali di Unit Pelayanan.

13. Alat kesehatan yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam Daftar Alat Kesehatan RSCM. 14. Jenis-jenis resep yang dapat dilayani: resep reguler,

resep cito, resep pengganti obat emergensi

15. Penulisan resep harus dilengkapi/memenuhi hal-hal sebagai berikut:

- Nama pasien

- Nomor rekam medik atau tanggal lahir

- Berat badan pasien (untuk pasien anak dan pasien kemoterapi)

- Tinggi badan (untuk pasien kemoterapi) - Nama dokter

- Tanggal penulisan resep - Nama ruang pelayanan

- Memastikan ada tidaknya riwayat alergi obat dengan mengisi kolom riwayat alergi obat pada bagian kanan atas lembar resep manual atau secara elektronik dalam sistem informasi farmasi

- obat ditulis dengan nama generik atau sesuai dengan nama dalam Formularium, dilengkapi dengan bentuk sediaan obat (contoh: injeksi, tablet, kapsul, salep), serta kekuatannya (contoh: 500 mg, 1 gram)

- Jumlah sediaan

- Bila obat berupa racikan dituliskan nama setiap jenis/bahan obat dan jumlah bahan obat (untuk bahan padat : mikrogram, miligram, gram) dan untuk

sediaan tidak dianjurkan, kecuali sediaan dalam bentuk campuran tersebut telah terbukti aman dan efektif.

- Penggunaan obat off-label (penggunaan obat yang indikasinya di luar indikasi yang disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan RI) harus berdasarkan clinical pathway atau panduan pelayanan medik yang ditetapkan oleh Departemen.

- Aturan pakai (frekuensi, dosis, rute pemberian). Untuk aturan pakai jika perlu atau “prn” atau “pro re nata”, harus dituliskan indikasi (contoh: bila nyeri, bila demam) dan dosis maksimal dalam sehari.

16. Pasien diberi penjelasan tentang efek tidak diharapkan yang mungkin terjadi akibat penggunaan obat.

17. Perubahan terhadap resep/instruksi pengobatan yang telah diterima oleh apoteker/asisten apoteker harus diganti dengan resep/instruksi pengobatan baru. 18. Resep/instruksi pengobatan yang tidak memenuhi

kelengkapan yang ditetapkan, tidak akan dilayani oleh farmasi

19. Jika resep/instruksi pengobatan tidak dapat dibaca atau tidak jelas, maka perawat/apoteker/asisten Apoteker yang menerima resep/instruksi pengobatan tersebut harus menghubungi dokter penulis resep sesuai dengan Standar Prosedur Operasional Penanganan Resep Yang Tidak Jelas.

kecuali dalam situasi emergensi. Instruksi lisan tidak dibolehkan saat dokter berada di ruang rawat. Pelaksanaan instruksi lisan mengikuti Standar Prosedur Operasional Instruksi Lisan.

21. Setiap obat yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam rekam medik.

22. Kelanjutan terapi obat yang sempat dihentikan karena operasi atau sebab lain harus dituliskan kembali dalam bentuk resep/instruksi pengobatan baru.

VIII. Penyiapan

1. Sistem distribusi dan penyiapan obat untuk pasien rawat inap diberlakukan sistem dosis unit dan untuk pasien rawat jalan diberlakukan sistem resep individual. Sistem dosis unit adalah penyiapan obat yang dikemas untuk satu kali pemakaian. Sistem resep individual adalah penyiapan obat yang dikemas sesuai permintaan jumlah yang tercantum di resep.

2. Pe n yi a p a n o b a t a d a l a h p ro se s mu l a i d a ri resep/instruksi pengobatan diterima oleh apoteker/ asisten apoteker sampai dengan obat diterima oleh perawat di ruang rawat untuk diberikan kepada pasien rawat inap, atau sampai dengan obat diterima oleh pasien/ keluarga pasien rawat jalan dengan jaminan bahwa obat yang diberikan tepat dan bermutu baik. Yang termasuk juga dalam penyiapan obat adalah pencampuran obat suntik tertentu, penyiapan obat sitostatika dan nutrisi parenteral.

siap untuk diserahkan kepada perawat (untuk pasien rawat inap) atau kepada pasien/keluarga pasien (untuk pasien rawat jalan).

4. Waktu penyiapan obat jadi pasien rawat jalan (sistem resep individual) adalah kurang dari 30 (tiga puluh menit) dan waktu penyiapan obat racikan adalah kurang dari 60 menit (untuk maksimal 30 bungkus) 5. Waktu penyiapan obat cito (segera) adalah kurang dari

15 (lima belas) menit dan ditunggu oleh petugas ruangan.

6. Waktu penyiapan obat pasien rawat inap (sistem dosis unit) adalah paling lambat 1 (satu) jam sebelum waktu pemberian obat.

7. Sebelum obat disiapkan, apoteker/asisten apoteker harus melakukan telaah (review) terhadap resep/instruksi pengobatan yang meliputi:

a. Identitas pasien

b. Ketepatan obat, dosis, frekuensi, rute pemberian c. Duplikasi terapeutik

d. Alergi e. Interaksi obat f. Kontraindikasi

g. Kesesuaian dengan pedoman pelayanan/peraturan yang berlaku, dan menghubungi dokter penulis resep jika ditemukan ketidakjelasan atau ketidaksesuaian.

diagnostik.

8. Apoteker/asisten apoteker diberi akses ke data klinis pasien yang diperlukan untuk melakukan telaah resep. 9. Dalam proses penyiapan obat oleh petugas farmasi

diberlakukan substitusi generik, artinya farmasi diperbolehkan memberikan salah satu dari sediaan yang zat aktifnya sama dan tersedia di RSCM dengan terlebih dahulu memberitahu dokter.

10. Substitusi terapeutik adalah penggantian obat yang sama kelas terapinya tetapi berbeda zat kimianya, dalam dosis yang ekuivalen, dapat dilakukan oleh petugas farmasi dengan terlebih dahulu minta persetujuan dokter penulis resep/konsulen. Persetujuan dokter atas substitusi terapeutik dapat dilakukan secara lisan/melalui telepon. Petugas farmasi menuliskan obat pengganti, tanggal, jam komunikasi, dan nama dokter yang memberikan persetujuan, dicatat pada lembar resep atau dalam sistem informasi farmasi.

11. Penyiapan obat harus dilakukan di tempat yang bersih dan aman sesuai aturan dan standar praktik kefarmasian.

12. Area penyiapan obat tidak boleh dimasuki oleh petugas lain selain petugas farmasi.

13. Petugas yang menyiapkan obat steril harus mendapatkan pelatihan Teknik Aseptik.

14. Petugas yang menyiapkan radiofarmaka harus di bawah supervisi Apoteker atau tenaga terlatih.

Etiket.

16. Penyiapan obat harus dipastikan akurat mengikuti Standar Prosedur Operasional Penyiapan Obat Sistem Dosis Unit, Standar Prosedur Operasional Penyiapan Obat Sistem Resep Individual, dan Standar Prosedur Operasional Peracikan Obat di Satelit

IX. Pemberian

1. Yang berhak memberikan obat kepada pasien adalah dokter atau perawat yang sudah memiliki kompetensi dan mempunyai surat izin praktik di RSCM.

2. Kebijakan tentang kewenangan tenaga keperawatan dalam pemberian obat ditetapkan melalui ketetapan Direktur Utama.

3. Pemberian obat ke pasien harus sesuai dengan Standar Prosedur Operasional Pemberian Obat. 4. Pada pemberian obat secara infus, label nama obat

ditempelkan pada botol infus atau syringe pump. Apabila obat yang diberikan lebih dari satu, maka label nama obat ditempelkan pada setiap syringe pump dan di setiap ujung jalur selang.

5. Dokter peserta didik atau perawat peserta didik dapat memberikan obat di bawah supervisi instruktur klinik, kecuali obat-obat khusus dan high alert.

6. Obat yang akan diberikan kepada pasien harus diverifikasi oleh perawat/dokter mengenai

meliputi: nama obat, waktu dan frekuensi pemberian, dosis, rute pemberian dan identitas pasien.

7. Mutu obat yang akan diberikan kepada pasien harus dipastikan mutunya baik dengan diperiksa secara visual.

8. Pasien dipastikan tidak memiliki riwayat alergi dan kontraindikasi dengan obat yang akan diberikan. 9. Obat yang tergolong obat High Alert harus diperiksa

kembali oleh perawat kedua sebelum diberikan kepada pasien.

10. Pemberian obat harus dicatat di Lembar Pemberian Obat sesuai Standar Prosedur Operasional Pemberian Obat.

11. Penggunaan obat secara mandiri oleh pasien harus mendapatkan edukasi terlebih dahulu dan dipantau oleh perawat.

12. Jika terjadi kesalahan dalam penggunaan perbekalan farmasi, termasuk kehilangan, maka konsekuensi finansial menjadi tanggung jawab pihak yang bersalah.

X. Pemantauan

1. Pemantauan efek terapi dan efek yang tidak diharapkan dari obat harus dilakukan pada setiap pasien.

2. Obat yang diprioritaskan untuk dipantau efek sampingnya adalah obat baru yang masuk Formularium RSCM dan obat yang terbukti dalam

dalam Formulir Pelaporan Efek Samping Obat dan dicatat dalam rekam medik.

4. Efek samping yang harus dilaporkan ke Panitia Farmasi Terapi adalah yang berat, fatal, meninggalkan gejala sisa sesuai Standar Prosedur Operasional Pemantauan Efek Samping Obat.

5. Pemantauan dan Pelaporan efek samping obat dikoordinasikan oleh Departemen Farmakologi Klinik dan dilaporkan setiap bulan kepada Panitia Farmasi dan Terapi, Direktur Medik dan Keperawatan, Komite Mutu Keselamatan dan Kinerja.

6. Petugas pelaksana pemantauan dan pelaporan efek samping obat adalah dokter, perawat, apoteker di ruang rawat / Poliklinik

7. Panitia Farmasi dan Terapi RSCM melaporkan hasil evaluasi pemantauan ESO kepada Direktur Medik dan Keperawatan dan menyebarluaskannya ke seluruh Departemen Medik/Instalasi/Unit Pelayanan di RSCM sebagai umpan balik/edukasi.

Dalam dokumen Buku+Formularium+RSCM+2015+(E-book).pdf (Halaman 127-136)

Dokumen terkait