• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penilaian Obat Baru

Dalam dokumen Buku+Formularium+RSCM+2015+(E-book).pdf (Halaman 140-155)

BUKU FORMULARIUM

DAFTAR ISI

XIV. Penilaian Obat Baru

1. Obat baru harus dinilai aspek kemanjuran, kemanfaatan, keamanan, kualitas, dan harganya. Penilaian obat baru harus dilakukan secara kritis yang bertujuan untuk memasukkan obat baru itu ke dalam formularium, atau untuk menggantikan obat yang sudah ada di dalam formularium. Obat baru dapat menggantikan obat lama jika secara keseluruhan lebih unggul ditinjau dari aspek kemanjuran, kemanfaatan, keamanan, kualitas dan biayanya.

2. Penilaian kemanjuran (efficacy) obat baru dilakukan melalui telaah kritis kepustakaan. Penilaian kemanfaatan dilakukan melalui in-use trial dalam pelayanan dengan menghitung seluruh biaya yang timbul akibat penggunaan obat itu (cost-effectiveness

standar. Penilaian keamanan dilakukan melalui telaah kritis kepustakaan, yang harus diikuti dengan program pemantauan efek samping di tempat pelayanan. Penilaian kualitas obat jadi dilakukan dengan memeriksa dokumentasi kendali mutu dari pabrik pembuat sediaan jadi yang meliputi sifat fisiko-kimia bahan baku, formulasi, uji stabilitas, uji desintegrasi, uji disolusi, dan uji bioavailabilitas dari batch pertama. 3. Sumber informasi yang digunakan dalam telaah kritis

harus dapat dipercayai, yaitu artikel asli yang diterbitkan oleh jurnal kedokteran yang mempunyai mekanisme peer review, tinjauan kepustakaan berupa meta-analisis (Cochrane Library), newsletter yang mempunyai reputasi baik, dan buku ajar. Informasi yang diterbitkan atau disponsori oleh perusahaan farmasi perlu dibaca dengan cermat karena terkait dengan promosi yang membesarkan efektifitas dan menutupi efek buruk obat.

4. Sebagai panduan untuk telaah kritis kepustakaan dapat digunakan lembar check list agar dapat mengenali letak kesalahan dan bias dari suatu penelitian. Makin banyak ditemui kesalahan dan penyimpangan dalam pelaksanaan dan penulisan laporan penelitian, maka makin sukar untuk dipercaya hasil penelitian tersebut.

5. Obat penelitian dikelola secara tersendiri dan dipantau penyimpanannya oleh Instalasi Farmasi.

WHO, klaim promosi obat harus dapat dipercaya, tak berlebihan, jujur, informatif, seimbang, berdasarkan data terbaru, dapat diperiksa kebenarannya, dan dilakukan dengan cara-cara yang baik.

2. Cara promosi obat yang baik adalah memberi kesempatan kepada perusahaan obat untuk menyampaikan informasi tentang obat yang dipromosikan di hadapan PFT dan staf medis di Depertemen atau Divisi. Presentasi kemudian dilanjutkan dengan tinjauan secara ilmiah oleh staf medis, ahli farmakologi, atau apoteker.

3. Obat sampel tidak diperbolehkan untuk digunakan di rumah Sakit.

4. Promosi yang dilakukan dengan cara menjanjikan insentif kepada dokter, atau institusi melalui peresepan obat merupakan tindakan yang harus dihindari dan diberi sanksi.

(Departemen/UPT/Instalasi) berdasarkan formularium RSCM dan daftar perbekalan farmasi RSCM di bawah bimbingan teknis dari Instalasi Farmasi.

b. Instalasi Farmasi melakukan telaah sesuai tupoksi dan melakukan rekapitulasi perencanaan perbekalan farmasi, dan selanjutnya dikirim ke Bidang Pelayanan Medik.

c. Bidang Pelayanan Medik melakukan telaah sesuai tupoksi sebagai staf pengendali program dan membuat Usulan Pelaksanaan Program yang disahkan oleh Direktur Medik dan Keperawatan.

d. Usulan Pelaksanaan Program diajukan kepada Pengendali Anggaran/ Direktur Keuangan untuk diterbitkan SPPA (Surat Persetujuan Penggunaan Anggaran)

e. Direktur Keuangan selaku pengendali anggaran mendisposisikan SPPA kepada PPK/ Pejabat Pemegang Komitmen.

f. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) mendisposisikan SPPA kepada Unit

Layanan Pengadaan untuk melaksanakan pembelian sesuai dengan aturan yang berlaku.

g. Pembelian perbekalan farmasi harus melalui distributor resmi. h. Panitia Penerimaan perbekalan farmasi melakukan pengecekan

ketepatan kualitas dan kuantitas barang pembelian dan menyerahkan perbekalan farmasi kepada gudang farmasi Instalasi Administrasi Logistik.

i. Instalasi Administrasi Logistik mendistribusikan perbekalan farmasi ke

Satelit Farmasi dan ke Depo Farmasi di unit pelayanan

j. Pelayanan farmasi klinik dilaksanakan oleh apoteker Instalasi Farmasi

b e r s a m a - s a m a d e n g a n T i m K l i n i k d i u n i t - u n i t pelayanan/Departemen/UPT.

NOMOR : HK.02.02/MENKES/068/I/2010 T E N T A N G

KEWAJIBAN MENGGUNAKAN OBAT GENERIK DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PEMERINTAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa ketersediaan obat generik dalam jumlah dan jenis yang cukup, terjangkau oleh masyarakat serta terjamin mutu dan keamanannya, perlu digerakkan dan didorong penggunaannya di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah;

b. bahwa agar penggunaan obat generik dapat berjalan efektif perlu mengatur kembali ketentuan Kewajiban Menuliskan Resep dan/atau Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah dengan Peraturan Menteri Kesehatan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Obat Keras (Stb. 1949 Nomor 419). 2. Undang-Undang No.29 tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No.116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844)

4. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia

5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063)

6. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072)

7. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637) 8. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang

Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3781)

9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang P e m b a g i a n U r u s a n P e m e r i n t a h a n A n t a r a Pemerintah, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737)

10. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044) 11. K e p u t u s a n M e n t e r i K e s e h a t a n N o .

068/Menkes/SK/II/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pencantuman Nama Generik Pada Label Obat sebagaimana telah diubah dengan K e p u t u s a n M e n t e r i K e s e h a t a n N o . 314/Menkes/SK/V/2009

12. K e p u t u s a n M e n t e r i K e s e h a t a n N o . 189/Menkes/SK/III/2006 tentang Kebijakan Obat Nasional;

13. K e p u t u s a n M e n t e r i K e s e h a t a n N o . 791/Menkes/SK/VIII/2008 tentang Daftar Obat Esensial Nasional 2008;

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATN TENTANG KEWAJIBAN MENGGUNAKAN OBAT GENERIK DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PEMERINTAH

BAB I KETENTUAN UMUM

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Obat Paten adalah obat yang masih memiliki hak paten

2. Obat Generik adalah obat dengan nama resmi International Non

Propietary Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya.

3. Obat Generik Bermerek/Bernama Dagang adalah obat generik

dengan nama dagang yang menggunakan nama milik produsen obat yang bersangkutan.

4. Obat Esensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk

pelayanan kesehatan bagi masyarakat mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional yang ditetapkan oleh Menteri.

5. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat

yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

6. Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah Instalasi rumah sakit yang

mempunyai tugas menyediakan, mengelola, mendistribusikan informasi dan evaluasi tentang obat.

7. Dokter adalah dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dokter gigi

spesialis.

8. Apotek adalah fasilitas pelayanan kefarmasian tempat dilakukan

praktik kefarmasian oleh Apoteker. BAB II TUGAS DAN KEWAJIBAN

Pasal 2

Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, Pemerintah Daerah wajib menyediakan obat generik untuk kebutuhan pasien rawat jalan dan rawat inap dalam bentuk formularium.

menyediakan obat esensial dengan nama generik untuk kebutuhan Puskesmas dan Unit Pelaksana Teknis lainnya sesuai kebutuhan.

Pasal 4

(1) Dokter yang bertugas di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah wajib menulis resep obat generik bagi semua pasien sesuai indikasi medis.

(2) Dokter dapat menulis resep untuk diambil di Apotek atau di luar fasilitas pelayanan kesehatan dalam hal obat generik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan.

Pasal 5

(1) Instalasi Farmasi Rumah Sakit wajib mengelola obat di Rumah Sakit secara berdaya guna dan berhasil guna.

(2) Instalasi Farmasi Rumah Sakit wajib membuat prosedur perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan pemantauan obat yang digunakan fasilitas pelayanan kesehatan.

Pasal 6

(1) Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota wajib membuat perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyediaan, pengelolaan dan pendistribusian obat kepada puskesmas dan pelayanan kesehatan lain.

(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 7

Apoteker dapat mengganti obat merek dagang/obat paten dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien.

Pasal 8

Dokter di Rumah Sakit atau Puskesmas dan Unit Pelaksana Teknis lainnya dapat menyetujui pergantian resep obat generik dengan obat generik bermerek/bermerek dagang dalam hal obat generik tertentu belum tersedia.

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 9

Pemerintah, Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Peraturan Menteri ini sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.

Pasal 10

(1) Pemerintah, Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dapat memberi peringatan lisan atau tertulis kepada dokter, tenaga kefarmasian dan pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. (2) Peringatan lisan atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dan apabila peringatan tersebut tidak dipatuhi, Pemerintah, Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dapat menjatuhkan sanksi administratif kepegawaian kepada yang bersangkutan.

BAB IV KETENTUAN PENUTUP

Pasal 11

Pada saat Peraturan Menteri Kesehatan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 085/Menkes/PER/I/1989 tentang Kewajiban Menuliskan Resep dan/atau Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 12

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

SK Bersama Direktur RSCM dengan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

No. 1051/IU.K/34/VII/1989 tanggal 10 Juli 1989 3723/PIO2.H4.FK/E/1989 Batasan :

Obat generik adalah obat dengan nama resmi yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia untuk zat berkhasiat yang dikandungnya.

Ketentuan :

1. Semua dokter di RSCM harus menulis resep dengan nama generik.

2. Dokter yang kurang disiplin dalam penulisan resep obat generik akan

dikenakan sanksi:

a. Bagi dokter ahli (staf): dicantumkan dalam Dp3, berpengaruh pada kenaikan pangkat.

b. Dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis:

mempengaruhi konduite pendidikan.

3. Penggunaan obat paten secara terbatas masih diizinkan, apabila obat tersebut benar-benar diperlukan oleh pasien dan obat generiknya belum ada, dengan persetujuan Direktur RSCM.

4. Direktur RSCM membentuk Panitia Farmasi dan Terapi.

Organisasi Pelaksanaan Penggunaan obat generik di RSCM : Direktur RSCM bertanggung jawab dalam :

1. Pelaksanaan penggunaan obat generik di RSCM kepada Direktur Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan R.I.

2. Membuat kebijakan pokok pelaksanaan penggunaan obat generik

secara rasional di RSCM.

3. Memantau, mengadakan evaluasi pelaksanaan penggunaan obat

generik secara rasional di RSCM.

4. Mengangkat dan memberhentikan anggota Panitia Farmasi dan

monitoring dan evaluasi Panitia Farmasi dan Terapi RSCM kepada para Kepala KSMF dan Kepala Instalasi.

6. Mengadakan perubahan dan pengembangan kebijakan pelaksanaan

penggunaan obat generik di RSCM bila dianggap perlu. Wakil Direktur Pelayanan Medik RSCM, bertanggung jawab dalam:

1. Pelaksanaan penulisan resep obat generik oleh para dokter di RSCM.

2. Mengadakan koordinasi dengan kepala KSMF / Koordinator

Pendidikan S-2 untuk melaksanakan sanksi bagi para dokter ahli/staf dan peserta PPDS yang kurang disiplin dalam menulis resep dengan nama generik.

3. Memimpin dan mengkoordinasikan kerja Panitia Farmasi dan Terapi.

Panitia Farmasi dan Terapi RSCM, bertanggung jawab dalam:

1. Memberikan saran kepada Direktur tentang kebijakan farmasi dan

terapi di RSCM.

2. Menyusun Formularium RSCM yang setiap tahun diadakan evaluasi

dan bila dianggap perlu mengusulkan perubahan dan penyempurnaan.

3. Mengadakan pemantauan penggunaan obat generik di RSCM.

4. Melaporkan hasil monitoring dan evaluasi kepada Direktur RSCM

sebagai bahan monitoring, evaluasi dan umpan balik kepada Kepala KSMF dan Kepala Instalasi.

Kelompok Staf Medis Fungsional (KSMF):

1. Kepala KSMF, bertanggung jawab:

a. Agar para dokter ahli dan peserta PPDS menulis resep obat dengan nama generik.

b. Untuk memberikan sanksi kepada para dokter yang kurang disiplin dalam penulisan resep obat generik.

2. Koordinator Pendidikan Dokter Spesialis, bertanggung jawab:

a. Agar para dokter peserta PPDS menulis resep obat generik

sesuai Permenkes 85 / 1989.

b. Untuk mengusulkan sanksi kepada Kepala KSMF terhadap

peserta PPDS yang kurang melaksanakan penulisan resep obat generik.

RSCM kepada seluruh dokter ahli dan peserta PPDS tentang kebijakan.

Apoteker Pengelola Apotik RSCM, bertugas :

1. Untuk mengadakan obat generik di RSCM.

2. Melayani resep obat generik.

3. Melaporkan kepada Panitia Farmasi dan Terapi tentang banyaknya

resep yang dilayani dan banyaknya resep yang tidak ditulis dengan nama generik.

Lain-lain:

Tatalaksana pelayanan obat generik tidak berlaku untuk pasien peserta ASKES, yang sudah diatur tersendiri.

Nomor : HK 03.03/IX.1/9474/2014 Tentang

PENGGUNAAN FORMULARIUM NASIONAL DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

(JKN)

DI RSUPN DR CIPTO MANGUNKUSUMO

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 28 Tahun 2014 perihal Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, BAB IV tentang pelayanan kesehatan, pasal D ayat 1C mengenai Pelayanan Obat dan Penggunaan Obat, maka disampaikan bahwa:

”Seluruh pasien JKN yang berobat di RSCM harus menggunakan obat yang tercantum dalam Formularium Nasional” Formularium Nasional adalah daftar obat yang disusun oleh Komite Nasional yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, didasarkan pada bukti ilmiah mutakhir, berkhasiat, aman, dan dengan harga terjangkau yang disediakan serta digunakan sebagai acuan penggunaan obat dalam Jaminan Kesehatan Nasional.

Surat edaran ini berlaku ejak tanggal ditetapkan. Apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan, maka akan diubah dan diperbaiki sebagaimana mestinya.

Demikian kami sampaikan untuk dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

1. Nama generik : ______________________________ 2. Nama dagang : ______________________________ 3. Bentuk sedian dan kekuatan : _________________________ 4. Nama obat yang sudah tercantum dalam formularium

sekarang yang dapat dibandingkan dengan obat usulan: tidak ada

ada, yaitu : _____________________________________ 5. Alasan pengusulan (berdasarkan efektifitas dan

keamanan) :

________________________________________________ ________________________________________________ ________________________________________________ 6. Referensi yang mendukung (fotokopi naskah terlampir) :

a. _____________________________________________ b. _____________________________________________ c. _____________________________________________ 7. Apakah dengan penambahan obat yang diusulkan maka obat

sebanding yang sudah tercantum perlu dihapuskan ? ya tidak

Alasan :

________________________________________________ ________________________________________________

Catatan : Formulir ini harus diisi dengan lengkap, dicap stempel Departemen dan dikirimkankan kepada : Ketua Panitia Farmasi dan Terapi R.S. Dr. Cipto Mangunkusumo

Mengetahui : Kepala Departemen (_________________) NIP.: Jakarta, ___________ Yang mengusulkan, (_________________) NIP.: £ £ £ £

Catatan : Formulir ini harus diisi dengan lengkap, dicap stempel Departemen dan dikirimkankan kepada : Ketua Panitia Farmasi dan Terapi R.S. Dr. Cipto Mangunkusumo

Mengetahui : Kepala Departemen

(_________________) NIP.:

Jakarta,

Dokter yang meminta,

(_________________) NIP.:

Jl. Diponegoro No. 71 Jakarta 10430 Telp. 3918301-13

Kotak Pos 1086 Fax. 3148991

FORMULIR PERMINTAAN KHUSUS

Dalam dokumen Buku+Formularium+RSCM+2015+(E-book).pdf (Halaman 140-155)

Dokumen terkait