• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN HUKUM DALAM PENAGIHAN PAJAK PADA PERUSAHAAN PAILIT PT. BESTINDO TATA INDUSTRI

4. Penagihan Pajak Terhadap Perusahaan Pailit

Keadaan debitor (wajib pajak) yang dinyatakan pailit, maka dasar hukum dalam melakukan penagihan utang pajak petugas menerapkan aturan hukum UU KUP dan UU PSP serta mempertimbangkan UUK untuk proses penagihannya kepada wajib pajak yang dinyatakan pailit. Hal disebabkan terkait hak yang dimiliki wajib pajak yang dinyatakan pailit dalam melakukan pengurusan harta kekayaannya hilang, sesuai dengan ketentuan pada Pasal 24 UUK yang

menyebutkan bahwa “debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasi dan mengurus kekayaannya yang termasuk harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit itu diucapkan”144.

Hal ini menyebabkan dalam melaksanakan kewajibannya, akan

dilaksanakan oleh kurator, sesuai dengan ketentuan pada Pasal 16 dan 69 UUK yang menenetukan tugas dan kewenangan kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan

141 Ibid,

142 Y.Sri.Pudyatmoto, Loc,Cit hal 71.

143 Pasal 22 ayat 1 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

144 Pasal 24 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.145 Sehingga setelah ada pernyataan pailit maka kurator yang akan melaksanakan kewajiban debitor pailit untuk melakukan pelunasan utang-utang pajak.

Ketentuan ini sejalan dengan Pasal 21 ayat 3(a) UU KUP, yang

menyatakan dalam hal wajib pajak dinyatakan pailit, bubar atau likuidasi maka kurator, likuidator, atau orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta Wajib Pajak dalam pailit, pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau kreditur lainnya sebelum

menggunakan harta tersebut untuk membayar utang pajak Wajib Pajak tersebut.

Sehingga UU KUP dan UUK menyatakan untuk pemberesan utang pajak debitor pailit, pelunasannya dilaksanakan oleh kurator yang ditunjuk oleh Hakim.

Utang pajak pada debitor (wajib pajak) pailit pada dasarnya tetap sama dengan keadaan wajib pajak pada umumnya, yaitu negara tetap memiliki hak istimewa yang mana pembayaran utang-utang harus didahulukan dibanding dengan kreditor lainnya. Terkait dengan kreditur, dalam Hukum kepailitan, kedudukan kreditor diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) macam yaitu

a. kreditor separatis (secured creditors), b. kreditor preferen (preferred creditors), dan c. kreditor konkuren (unsecured creditors).

Utang pajak merupakan kreditor preferen yang mana harus didahulukan terlebih dahulu pembayarannya daripada utang-utang lainnya.146

Status utang pajak yang masuk dalam kreditur prefren dan dipertegas pada ketentuan Pasal 41 ayat 3 UUK dan juga pada penjelasannya yang menyebutkan bahwa perbuatan hukum Debitor yang wajib dilakukannya berdasarkan perjanjian dan/atau karena undang-undang. Lebih lanjut lagi pada penjelasannya disebutkan bahwa perbuatan yang wajib dilakukan karena undang-undang misalnya

kewajiban membayar pajak. Hal ini jelas mengarahkan bahwa utang pajak pada perusahaan pailit menduduk hak istimewa dibanding dengan para kreditur lainnya seperti separatis dan konkuren.

Penagihan pajak pada perusahaan pailit yang mendapat kedudukan istimewa ini sesuai dengan ketentuan pada Pasal 21 ayat 3 UU KUP yang

menegaskan bahwa negara mempunyai hak mendahului untuk tagihan pajak atas

145 Sunarmi, Op, Cit, hal. 118.

146 Man Suparman Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Bandung: Alumni, 2006), hal.34

barang-barang milik penanggung pajak. Ketentuan ini meliputi pokok pajak, bunga denda administrasi, kenaikan dan biaya penagihan.147

Sesuai dengan UUK, UU KUP dan UU PSP maka yang menjadi dasar hukum penagihan pajak dan hak mendahului pada perusahaan pailit adalah sebagai berikut :

a. Pasal 21 UU KUP menyatakan bahwa :

1. Negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak.

2. Ketentuan tentang hak mendahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pokok pajak, sanksi administrasi berupa bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak.

3. Hak mendahulu untuk utang pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap:

a. biaya perkara yang hanya disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak

b. biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud;

dan/ atau

c. biaya perkara, yang hanya disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.

Pada penjelasan Pasal 21 ayat 3 UU KUP secara tegas disebut negara memiliki hak mendahului diatas kreditur lainnya. Kecuali untuk biaya perkara dan biaya lainnya seperti yang telah ditentukan pada ketentuan UU Perpajakan.

b. Pasal 19 ayat 6 UU PSP yang menyatakan bahwa

Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap:

147 Sunarmi, Ibid, hal. 154.

1. biaya perkara yang semata-mata disebabkan suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan atau barang tidak bergerak;

2. biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud;

3. biaya perkara yang semata-mata disebabkan pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.

c. Pasal 21 ayat 3 UUK, yang menyatakan bahwa :

Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perbuatan hukum Debitor yang wajib dilakukannya berdasarkan perjanjian

dan/atau karena undang-undang. Kemudian pada penjelasannya disebutkan bahwa perbuatan yang wajib dilakukan karena Undang-undang misalnya kewajiban membayar pajak.

d. Pasal 60 ayat 2 UUK, yang menyebutkan bahwa :

Atas tuntutan Kurator atau Kreditor yang diistimewakan yang kedudukannya lebih tinggi daripada Kreditor pemegang hak sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) maka kreditor pemegang hak tersebut wajib menyerahkan bagian dari hasil penjualan tersebut untuk jumlah yang sama dengan jumlah tagihan yang diistimewakan. Kemudian dalam penjelasan pasal ini menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan "kreditor yang diistimewakan" adalah kreditor pemegang hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1139 dan Pasal 1149 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Negara yang telah memiliki dasar hukum dan hak yang didahulukan maka selanjutnya untuk proses pembayaran DJP harus mengikuti tata cara pemberesan pada debitor pailit. Salah satu proses untuk menentukan pemberesan tagihan pajak pada debitor pailit yakni pada rapat verifikasi utang. Dalam rapat verifikasi ini diadakan pemeriksaan, pencocokan dan pengujian atas tagihan-tagihan kreditor dengan pembukuan-pembukuan yang dimiliki debitor pailit. Untuk menentukan apakah tagihan-tagihan yang diajukan oleh kreditor akan diterima atau ditolak oleh kurator tergantung pada alat-alat bukti yang diajukan oleh kreditor. Untuk itu kreditor harus menyertakan perhitungan-perhitungan serta keterangan yang dimilikinya pada saat ia memasukkan tagihannya ke kurator.148

Ketentuan ini menegaskan bahwa semua kreditor wajib menyerahkan piutang masing-masing kepada kurator disertai perhitungan atau keterangan

148 Sunarmi, Op, Cit, hal. 136.

tertulis lainnya yang menunjukan sifat dan jumlah piutang disertai dengan surat bukti atau salinannya dan suatu pernyataan ada atau tidaknya kreditor mempunyai suatu hak istimewa, hak gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, hak agunan atas kebendaan lainnya atau hak untuk menahan benda. Atas penyerahan piutang tersebut, kreditor berhak meminta tanda149.

Hal ini juga memberi kewajiban bagi DJP untuk melakukan penagihan pajak juga harus mengikuti aturan verfikasi utang pada rapat verifikasi kreditor untuk menetukan kedudukan utang. Utang pajak masuk sebagai kreditur prefren seperti yang ditegaskan dalam UUK dan UU KUP, sehingga negara mempunyai hak mendahului dari kreditor lainnya.

Selanjutnya hak mendahului ini dapat hilang sesuai dengan ketentuan pada Pasal 21 ayat 4 UU KUP yang menyatakan hak mendahulu hilang setelah

melampaui waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal diterbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. Sehingga berdasarkan ketentuan ini negara tetap

menerapkan asas keadilan dalam penagihan pajak pada wajib pajak.