• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERUBAHAN KEBIASAAN MAKAN

2 PENAMBAHAN AKSES SEGERA UNTUK BELI PANGAN

- Meminta atau meminjam uang dari

orang tua atau saudara/kerabat 41 41,0 59 59,0 100 100,0

- Terpaksa berutang untuk memenuhi kebutuhan pokok rumah tangga (dari non saudara/kerabat)

38 38,0 62 62,0 100 100,0

- Terpaksa berhutang untuk memenuhi

kebutuhan materil (perabotan rumah) 19 19,0 81 81,0 100 100,0

- Menjual/menggadaikan perhiasan emas 28 28,0 72 72,0 100 100,0

- Menjual/menggadaikan perabotan non

elektronik 5 5,0 95 95,0 100 100,0

- Menjual/menggadaikan perabotan

elektronik 11 11,0 89 89,0 100 100,0

Tabel 17 di atas menunjukan sebaran tindakan yang paling banyak dilakukan untuk golongan perilaku meningkatkan pendapatan adalah tindakan “suami atau istri mencari pekerjaan sampingan” yang dilakukan 48 contoh dari keseluruhan rumah tangga atau 48,0% persen dari rumah tangga, persentase menjawab tidak pada kategori food coping yang dilakukan untuk golongan perilaku meningkatkan pendapatan adalah tindakan mengikut sertakan “anak usia sekolah ikut bekerja” sebesar (95,0%) hal ini bisa menjadi gambaran akan kesadaran rumah tangga mengenai pentingnya pendidikan sudah terbentuk dengan baik.

Sementara itu, tindakan “Meminta atau meminjam uang dari orang tua atau saudara/kerabat” merupakan tindakan yang banyak dilakukan (41%) untuk kategori golongan perilaku coping penambahan akses segera untuk beli pangan. Pernyataan ini menunjukan terdapatnya dukungan sosial dalam lingkungan yang terbentuk di wilayah rumah tangga tinggal, dimana dari dukungan sosial ini diharapkan dapat mempengaruhi cara mengatasi suatu masalah dalam rumah tangga dalam hal ini adalah masalah pemenuhan kebutuhan. Seperti yang dijelaskan Mutiara (2008) bahwa dukungan sosial ini dapat diperoleh dari orang lain seperti; rumah tangga, saudara, atau masyarakat dimana orang tersebut berada.

Tindakan “mengganti beras dengan makanan pokok lainnya” merupakan tindakan yang jarang dilakukan rumah tangga (2%) berbeda dengan tindakan “mengurangi jumlah pembelian lauk”. Tindakan ini merupakan tindakan yang paling banyak dilakukan rumah tangga (54%) untuk kategori golongan perilaku coping merubahan ke biasaan makan, keadaan ini menunjukan masih rendahnya tingkat kesadaran rumah tangga mengenai makanan sumber karbohidrat lainnya. Secara keseluruhan rumah tangga tidak banyak menjawab iya pada pertanyaan perilaku coping baik itu untuk perilaku meningkatkan pendapatan, merubahan kebiasaan makan, atau pun penambahan akses segera untuk beli pangan. Hal ini menunjukan bahwa, kedalaman food coping strategy yang dilakukan rumah tangga tergolong rendah. Namun, jika dilihat dari sebarannya tindakan perilaku coping yang dilakukan perilaku merubah kebiasaan makanlah yang paling banyak dilakukan yaitu sebanyak 34%. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 4 berikut : 30.7 34 23.7 69.3 66 76.3 0 20 40 60 80 100

Penembahan akses segera untuk pembelian pangan

Perubahan kebiasaan makan Meningkatkan pendapatan

Tidak Iya

Pengelompokkan food coping yang dilakukan pada suatu rumah tangga selain dapat dijadikan sebagai gambaran pola coping yang dilakukan, pengelompokkan juga dimaksudkan untuk mngetahui tingkat keparahan coping yang dilakukan oleh rumah tangga tersebut. Rumah tangga akan dikategorikan memiliki skor food coping rendah jika skor yang diperolah berada pada skor kurang dari 25,3 dan dikategorikan memiliki skor food coping yang sedang jika skor food coping berada pada rentang skor 25,3 sampai dengan 39,1 selebihnya dikategorikan food coping tinggi (>39,1). Tingkat keparahan coping ini bisa diliat dari scor coping yang dimiliki oleh rumah tangga tersebut. Sebaran skor coping cotoh rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 18 berikut :

Tabel 18 Sebaran skor coping contoh rumah tangga

Skor coping Rumah tangga

n % Kecil (<25,3) 21 21,0 Sedang (25,3-39,1) 61 61,0 Tinggi (>39,1) 18 18,0 Total 100 100,0 Min;Max 22±52 Rata-rata ± SD 32,2 ± 6,9

Tabel 18 di atas menunjukan bahwa sebaran skor coping yang dimiliki rumah tangga adalah sedang, hal ini memberikan gambaran bahwa tingkatan food coping yang terjadi di rumah tangga relative hampir sama antara rumah tangga yang satu dengan yang lainnya. Hasil analisis ini sesuai dengan pendapat Sofa (2008) dalam (Mutiara 2008) bahwa proses sosial seseorang akan membentuk beberapa karakter dari seseorang yang akhirnya akan mempengaruhi perilakunya.

Hubungan antar Variabel

Hubungan besar rumah tangga dengan tingkat konsumsi energi

Hasil uji korelasi spearman menunjukkan terdapat hubungan (p<0,005) ; (r= -0.234) antara jumlah anggota rumah tangga (besar rumah tangga) dengan jumlah konsumsi energi perhari perkapita. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah anggota rumah tangga (besar kecilnya rumah tangga) berbanding terbalik dengan tingkat konsumsi energi yang dilakukan oleh rumah tangga tersebut karena nilai Correlation Coefficient(r) bernilai negatif. Dalam hal ini menunjukan bahwa semakin besar rumah tangga akan menyebabkan pemenuhan gizi baik itu energinya terbagi ke dalam jumlah anggota rumah tangga (AKG semakin sedikit) seperti yang dijelaskan Sukandar (2007) bahwa besar rumah tangga akan

mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang yang dikonsumsi dalam rumah tangga, dimana kualitas dan kuantitas pangan secara langsung akan menentukan status gizi rumah tangga dan individu. Sebaran rumah tangga berdasarkan besar rumah tangga dan kategori konsumsi energi perhri perkapita rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19 Sebaran rumah tangga berdasarkan besar rumah tangga dan kategori konsumsi energi

Besar rumah tangga

Kategori konsumsi energi

Total Tinggi (>2151) Sedang (1062-2151) Kurang (<1063) n n n n n % n % Kecil (≤ 4 orang) 14 17,7 54 68,4 11 13,9 79 100,0 Sedang (5-6 orang) 0 0,0 16 94,1 1 5,9 17 100,0 Besar ( ≥7 orang) 0 0,0 3 75,0 1 25,0 4 100,0 Total 14 14,0 73 73,0 73 73,0 100 100,0

Tabel 19 di atas menunjukan bahwa tidak terdapat rumah tangga dengan konsumsi energi yang termasuk kategori tinggi pada rumah tangga katagori besar dan sedang hal ini menunjukan bahwa kategori konsumsi sangat dipengaruhi oleh jumlah anggota rumah tangga. Hal ini pun tejadi pada konsumsi protein, sebaran rumah tangga yang termasuk kedalam kategori besar konsumsinya hanya bisa tercapai oleh rumah tangga dengan jumlah anggota kecil saja yaitu sebesar 12 rumah tangga dari seluruh rumah tangga yang memiliki konsumsi kedalam kategori tinggi (> 63,4). Tidak jauh berbeda dengan konsumsi energi, konsumsi protein rumah tangga jika dianaisis menggunakan uji uji korelasi spearman menunjukkan hubungan (p<0,05) dengan (r= -0.201) yang menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga (berbanding terbalik dengan tingkat konsumsi energi dan protein yang dilakukan oleh keluarga. Sebaran rumah tangga berdasarkan besar rumah tangga dan kategori konsumsi protein perhari perkapita rumah tangga lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 20 berikut:

Tabel 20 Sebaran rumah tangga berdasarkan besar rumah tangga dan kategori konsumsi protein perhri perkapita rumah tangga

Kategori konsumsi protein Besar Rumah Tangga

Total

Besar Sedang Kecil

Tinggi (>63.4) n 0 0 12 12 % 0,0% 0,0% 15,2% 12,0% Sedang (27.4-63.4) n 2 15 60 77 % 50,0% 88,2% 75,9% 77,0% Kurang (< 27.4) n 2 2 7 11 % 50,0% 11,8% 8,9% 11,0% Total n 4 17 79 100 % 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

Jika jumlah anggota rumah tangga dikelompokkan kedalam kategori menurut BKKBN (1998) dan tingkat konsumsi energi dan protein diketegorikan kedalam persen pemenuhan kecukupa gizi (AKG) menurut DepKes (1996) maka sebaran rumah tangga dapat dilihat sebarannya pada Tabel 21 dan Tabel 22 berikut :

Tablel21 Sebaran rumah tangga berdasarkan besar rumah tangga dan tingkat pemenuhan angka kecukupan energi rumah tangga

Kategori tingkat pemenuhan AKE Besar Rumah Tangga Total

Besar Sedang Kecil

Defisit tingkat berat n 4 9 15 28

% 100,0% 52,9% 19,0% 28,0%

Defisit tingkat sedang n 0 2 5 7

% 0,0% 11,8% 6,3% 7,0%

Defisit tingkat ringan n 0 4 10 14

% 0,0% 23,5% 12,7% 14,0% Lebih n 0 0 14 14 % 0,0% 0,0% 17,7% 14,0% Normal n 0 2 35 37 % 0,0% 11,8% 44,3% 37,0% Total n 4 17 79 100 % 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

Tabel 21 menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga 37% tergolong kedalam kategori pemenuhan AKE normal dengan sebaran paling banyak terjadi pada kategori besar rumah tangga kecil. Sama seperti halnya sebaran pemenuhan AKE, pemenuhan AKP sebaran yang paling banyak terdapat pada kategori tingkat pemenuhan AKP normal dengan sebaran paling banyak pada rumah tangga dengan kategori rumah tangga kecil. Sebaran rumah tangga berdasarkan besar rumah tangga dan tingkat pemenuhan angka kecukupan protein rumah tangga lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 22 berikut :

Tablel 22 Sebaran rumah tangga berdasarkan berdasarkan besar rumah tangga dan tingkat pemenuhan angka kecukupan protein rumah tangga

Kategori tingkat pemenuhan AKP Besar Rumah Tangga Total

Besar Sedang Kecil

Defisit tingkat berat n 3 5 17 25

% 75,0% 29,4% 21,5% 25,0%

Defisit tingkat sedang n 0 2 10 12

% 0,0% 11,8% 12,7% 12,0%

Defisit tingkat ringan n 0 2 5 7

% 0,0% 11,8% 6,3% 7,0% Normal n 0 8 23 31 % 0,0% 47,1% 29,1% 31,0% Lebih n 1 0 24 25 % 25,0% 0,0% 30,4% 25,0% Total n 4 17 79 100 % 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

Hubungan besar rumah tangga dengan skor food coping strategy

Hasil uji korelasi spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan antara jumlah anggota rumah tangga dengan skor food coping strategy yang dilakukan rumah tangga karena p lebih dari 0.05 (p=0,208) dengan Correlation Coefficient

(r) (r=0.127). Hal ini menunjukkan bahwa tindakan food coping strategy tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah anggota rumah tangga (besar kecilnya rumah tangga) secara pasti, ini sesuai dengan penjelasan bahwa food coping strategy yang didasarkan pada perilaku manusia tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah anggota rumah tangga yang bersifat situasional melainkan oleh faktor lain seperti yang dijelaskan Sofa (2008) dalam Maryam (2007) yaitu faktor personal (faktor biologis dan faktor sosiopsikologis) dan faktor situasional yang meliputi faktor ekologis (kondisi alam atau iklim), faktor rancangan atau arsitektural (penataan uang), faktor temporal (emosi, suasana perilaku, teknologi), faktor sosial (sistem peran, struktur sosial, karakteristik sosial individu).

Skor food coping rumah tangga jika dikategorikan berdasarkan rata-rata sebaran nilai skor food coping dan nilai standar deviasi, maka satu rumah tangga akan dikategorikan memiliki skor food coping rendah jika skor yang diperolah berada pada skor kurang dari 25,3 dan dikategorikan memiliki skor food coping yang sedang jika skor food coping berada pada rentang skor 25,3 sampai dengan 39,1 selebihnya dikategorikan food coping tinggi (>39,1) dan jumlah anggota rumah tangga dikelompokkan kedalam kategori menurut BKKBN (1998) maka sebaran rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 23 berikut :

Tabel 23 Sebaran rumah tangga berdasarkan besar rumah tangga dan food coping strategy rumah tangga.

Kategori skor food coping strategy Besar Rumah Tangga Total

Besar Sedang Kecil

Tinggi (>39,1) n 1 3 14 18 % 25,0% 17,6% 17,7% 18,0% Sedang (25,3-39,1) n 2 11 48 61 % 50,0% 64,7% 60,8% 61,0% Rendah (<25,3) n 1 3 17 21 % 25,0% 17,6% 21,5% 21,0% Total n 4 17 79 100 % 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

Tebel 23 di atas menunjukan bahwa skor tindakan food coping yang banyak dilakukan oleh rumah tangga termasuk ke dalam kategori skor sedang (61%) dengan sebaran rumah tangga yang menyebar merata baik itu pada rumah tangga besar (50%), rumah tangga kecil (60%) dan rumah tangga sedang (64,7%).

Hubungan pendapatan kepala rumah tangga dengan konsumsi energi

Hasil uji Rank Spearman Correlation menunjukkan tidak terdapat hubungan (p=0,07, r=0,268) antara pendapatan kepala rumah tangga dengan konsumsi energi. Hal ini menunjukkan bahwa, pendapatan kepala keluarga yang baik memungkinkan rumah tangga membentuk pola makanan dan konsumsi yang baik sehingga konsumsi energinya pun ikut baik. Seperti yang dijelaskan Hidayat (2004) bahwa status ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan dan pekembangan anggota rumah tangga terutama anak merupakan cerminan yang nyata dari perekonomian yang dibentuk oleh rumah tangga, anak dengan sosial ekonomi tinggi tentunya pemenuhan gizi (konsumsi energi salah satunya) sangat cukup baik dibading dengan anak yang sosial ekonominya rendah. Berbeda dengan konsumsi energi, konsumsi protein rumah tangga terhadap pendapatan kepala rumah tangga memiiki hubungan signifikan dengan nilai uji Rank Spearman Correlation yang lebih kecil yaitu p=0,019 dengan Correlation Coefficient (r) =0,238). Sebaran rumah tangga berdasarkan pendapatan kepala rumah tangga dan konsumsi energi dan energi perhari perkapita dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24 Sebaran rumah tangga berdasarkan pendapatan kepala rumah tangga dan konsumsi energi dan energi perhari perkapita

Kategori pendapatan

Konsumsi energi Konsumsi protein

Tinggi Menengah Kurang Tinggi Menengah Kurang

n % n % n % n % n % n % Rendah (<1.100.000) 7 8,8 61 76,2 12 15,0 8 10,0 61 76,2 11 13,8 Sedang (1.100.000–2.200.000 ) 4 25,0 11 68,8 1 6,2 2 12,5 14 87,5 0 0,0 Tinggi (>2.200.000) 3 75,0 1 25,0 0 0,0 2 50,0 2 50,0 0 0,0 Total 14 14,0 77 77,0 13 11,0 12 12,0 77 77,0 11 11,0 Hubungan pendapatan kepala rumah tangga dengan skor food coping strategy

Hasil uji Rank Spearman Correlation menunjukkan tidak terdapat hubungan (p= 0,348, r= -0,095) antara pendapatan rumah tangga dan rumah tangga. Hal ini menunjukkan bahwa, rumah tangga yang memiliki pendapatan yang rendah belum tentu memiliki skor food coping yang rendah. Sarafino (2002) dalam Maryam (2007) mengungkapkan bahwa individu melakukan perilaku coping sebagai usaha untuk menetralisir atau mengurangi stress yang terjadi dalam suatu proses dalam kehidupan sehingga dalam hal ini pendapatan yang besar belum tentu bisa membebaskan sebuah rumah tangga dari suatu stress yang mungkin saja stress tersebut timbul dari sebuah kelelahan dari mencari pendapatan yang besar tersebut.

Rumah tangga yang memiliki pendapatan rendah merupakan rumah tangga yang sebaran untuk melakukan paling banyak yaitu 80% dari total keseluruhan rumah tangga dengan kategori skor paling banyak dilakukan termasuk kategori sedang. Sebaran rumah tangga berdasarkan pendapatan kepala rumah tangga dengan yang dilakukan kelarga lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 25 berikut :

Tabel 25 Sebaran rumah tangga berdasarkan pendapatan kepala rumah tangga dengan food coping strategy

Kategori pendapatan

Kategori skor food coping strategy

Total

Tinggi Sedang Kecil

(>39,1) (25,3-9,1) (<25,3) n % n % n % n % Rendah (<1.100.000) 16 88,9 47 77,0 17 81,0 80 80,0 Sedang (1.100.000–2.200.000 ) 2 11,1 11 18,0 3 14,3 16 16,0 Tinggi (>2.200.000) 0 0,0 3 4,9 1 4,8 4 4,0 Total 18 100,0 61 100,0 21 100,0 100 100,0

Hubungan konsumsi dengan skor food coping strategy

Hasil uji Rank Spearman Correlation menunjukkan tidak terdapat hubungan antara konsumsi energi perkapita perhari rumah tangga dan skor tindakan food coping strategy yang dilakukan rumah tangga (p= 0,084, r= 0,174). Hal ini menunjukkan bahwa, jika suatu rumah tangga mengalami peningkatan konsumsi akan memungkinkan terjadi penurunan nilai skor food coping yang dilakukan atau pun keadaan sebaliknya. Sebaran rumah tangga berdasarkan tingkat konsumsi energi dengan tindakan dapat dilihat pada Tabel 26, berikut : Tabel 26 Sebaran rumah tangga berdasarkan tingkat konsumsi energi perhari

perkapita rumah tangga dengan tindakan rumah tangga

Kategori Konsumsi energi

Kategori skor food coping strategy

Total

Tinggi Sedang Kecil

(>39,1) (25,3-9,1) (<25,3) n % n % n % n % Kurang (<1063) 16 88,9 47 77,0 17 81,0 80 80,0 Sedang (1062-2151) 2 11,1 11 18,0 3 14,3 16 16,0 Besar (>2151) 0 0,0 3 4,9 1 4,8 4 4,0 Total 18 100,0 61 100,0 21 100,0 100 100,0

Tabel 26 di atas dapat dilihat bahwa kategori food coping tersebar merata pada rumah tangga dengan konsumsi rendah yang menunjukan bahwa rentang terjadi pada rumah tangga dengan tingkat konsumsi rendah. Hasil uji Rank Spearman Correlation antara konsumsi protein terhadap food coping strategy didapatkan bahwa hasil uji tidak jauh berbeda dengan konsumsi energi yaitu antara kedua variable ini tidak memiliki hubungan yang menunjukkan bahwa jika suatu keluaga mengalami peningkatan konsumsi akan memungkinkan terjadi penurunan nilai skor food coping yang dilakukan atau pun keadaan sebaliknya. Sebaran konsumsi protein perkapita perhari rumah tangga pada kategori sedang merupakan kategori yang tingkat kategori konsumsi proteinnya paling banyak (45%) dari jumlah keseluruhan rumah tangga. Sebaran keluarga berdasarkan tingkat konsumsi protein perhari perkapita rumah tangga dengan tindakan food coping strategy rumah tangga secara jelas data dilihat pada Tabel 27, berikut; Tabel 27 Sebaran rumah tangga berdasarkan tingkat konsumsi protein perhari

perkapita dengan tindakan rumah tangga

Kategori konsumsi protein

Kategori skor food coping strategy

Total

Besar Sedang Kecil

(>39,1) (25,3-9,1) (<25,3) n % n % n % n % Kurang (< 27.4) 2 18,2 7 63,6 2 18,2 11 100,0 Sedang (27.4-63.4) 15 19,5 45 58,4 17 22,1 77 100,0 Besar (>63.4) 1 8,3 9 75,0 2 16,7 4 100,0 Total 18 18,0 61 61,0 21 21,0 100 100,0

Dokumen terkait