• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKUNTABILITAS KINERJA

C. Pengukuran Kinerja Kegiatan dan Analisis Capaian Kinerja

2. Penanganan Daerah Rawan Pangan (PDRP)

Kerawanan Pangan adalah suatu kondisi ketidakcukupan pangan yang dialami daerah, masyarakat atau rumah tangga, pada waktu tertentu untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan masyarakat. Penanganan kerawanan pangan meliputi pencegahan rawan pangan dan penanggulangan rawan pangan. Pencegahan dan penanggulangan rawan pangan dilakukan dengan menggunakan instrumen SKPG.

Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) adalah suatu sistem pendeteksian dan pengelolaan informasi tentang situasi pangan dan gizi yang berjalan terus menerus. Informasi yang dihasilkan menjadi dasar perencanaan, penentuan kebijakan, koordinasi program, dan kegiatan penanggulangan rawan pangan dan gizi.

Kerawanan pangan diakibatkan beberapa permasalahan yaitu : a) tidak adanya akses secara fisik maupun ekonomi bagi individu/rumah tangga untuk memperoleh pangan yang cukup, b) tidak tercukupinya pangan untuk kehidupan yang produktif individu/rumahtangga, dan c) tidak terpenuhinya pangan secara cukup dalam jumlah, mutu, beragam, aman, dan terjangkau.

Kondisi rawan pangan dibedakan menjadi dua, yaitu : rawan pangan kronis dan rawan pangan transien. Rawan pangan kronis adalah ketidakmampuan rumahtangga untuk memenuhi standar minimum kebutuhan pangan anggotanya pada periode yang lama karena keterbatasan kepemilikan lahan, asset produktif dan kekurangan pendapatan. Rawan pangan kronis berhubungan erat dengan kemiskinan yang disebabkan antara lain oleh tidak adanya akses terhadap lahan atau aset produktif lainnya, pekerjaan, penyakit maupun adanya hambatan sosial. Kondisi rawan pangan kronis dapat diketahui melalui Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG). Output dari SKPG berupa prakiraan kemungkinan kejadian kerawanan pangan dan peta situasi pangan dan gizi. Hasil kegiatan SKPG berupa situasi pangan dan gizi tersebut dapat digunakan untuk mengetahui wilayah yang mengalami kerawanan pangan kronis. Rawan pangan kronis dapat dibedakan dalam tiga kondisi yaitu kronis tinggi, kronis sedang, dan kronis rendah sesuai dengan output SKPG.

Rawan pangan transien adalah suatu keadaan rawan pangan yang bersifat mendadak dan

sementara, yang disebabkan oleh perbuatan manusia (penebangan liar yang menyebabkan banjir atau karena konflik sosial), maupun karena alam berupa berbagai musibah yang

tidak dapat diduga sebelumnya, seperti: bencana alam (gempa bumi, tanah longsor, gunung meletus, banjir bandang, tsunami).

Rawan pangan transien dibedakan menjadi 2 (dua) kondisi yaitu transien berat dan transien ringan. Kegagalan panen akibat kekeringan, serangan hama, penyakit ternak, musim angin barat, krisis ekonomi serta konflik sosial yang berkepanjangan merupakan penyebab umum terjadinya rawan pangan transien. Kejadian rawan pangan transien membutuhkan penanganan yang segera untuk mencegah dampak yang lebih luas. Oleh sebab itu diperlukan investigasi lebih lanjut untuk menentukan jenis intervensi, sasaran penerima, metode pelaksanaan intervensi dan sebagainya. Intervensi penanganan rawan pangan 2011 diberikan dalam bentuk penyaluran bantuan sosial (bansos) yang dialokasi pada dana Tugas Pembantuan (TP) Propinsi dan Kabupaten serta bansos di Pusat.

Alokasi dana PDRP di Pusat sebesar Rp 500 juta, telah dicairkan Rp 150 juta (30%), untuk pemanfaatan kegiatan padat karya pembersihan lahan dan saluran irigasi, untuk 6 kelompok di Kecamatan Salam dengan masing-masing kelompok tani Rp 25 juta. Kelompok tersebut yaitu: (1) Kelompok Tani Sido Makmur, Dusun Gempol, Desa Jumoyo; (2) Kelompok Tani Dadi Subur, Dusun Trayem, Desa Sirahan; (3) Kelompok Tani Dadi Makmur, Dusun Ngemplak, Desa Sirahan; (4) Kelompok Tani Margo Santoso, Dusun Seloiring RT 05/RW 04, Kelurahan Jumoyo; (5) Kelompok Tani Dadi Tentrem, Dusun Gemampan, Kelurahan Sirahan; dan (6) Kelompok Tani Dadi Rahayu, Dusun Gedolan, Kelurahan Sirahan. Pencairan dana bansos pusat ini berdasar surat Sekda Magelang No. 520/72/60/2011 tentang permohonan alokasi dana PDRP transien untuk membantu korban banjir lahar dingin gunung merapi. Selanjutnya sejumlah Rp 250 juta untuk penghematan (50%) dan pengalihan untuk penggunaan lain sebesar Rp 100 juta (20%).

Berdasarkan laporan dari propinsi yang diterima oleh Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan sampai dengan Januari 2012, alokasi dana PDRP di 33 Propinsi (dana Dekonsentrasi) sebesar Rp 17.350 Juta, telah dicairkan Rp 11.522.330.168 (66,41%).

Untuk dana dekonsentrasi, dana terserap 78,56 % dari Rp 7,35 milyar. Propinsi yang dalam pencairannya 100% ada 15 propinsi, yaitu Jawa Tengah, DIY, Aceh, Sumatera Barat, Jambi, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, NTT, Papua, Maluku Utara, Banten, dan Sulawesi Barat. Propinsi yang tidak mencairkan ada 3 yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat dan Kepulauan Riau, sedangkan propinsi yang tidak melaporkan sampai batas waktu yang ditentukan adalah Papua Barat. Dana ini dimanfaatkan untuk bahan pangan, sarana produksi dan food for work.

Alokasi dana TP PDRP di 400 kabupaten sebesar Rp 10.000.000.000,00 telah dicairkan Rp 5.748.207.680,00 (57,48%). Berdasarkan laporan propinsi, alokasi dana TP

kabupaten/kota, dari 400 kabupaten/kota sebagai target intervensi PDRP, hanya 230 kabupaten/kota yang mencairkan dana bansos PDRP. Pemanfaatannya untuk pengadaan bahan pangan, modal kerja, food for work dan sarana produksi. Sehingga masih terdapat 170 kabupaten/kota yang belum melaporkan pemanfaatan dana bansos PDRP. Propinsi yang tidak melaporkan sampai batas waktu yang ditentukan ada 2 (dua), yaitu Sulawesi Barat dan Papua Barat. Pencairan dana TP PDRP ini rendah karena sebagian daerah tidak melakukan analisis SKPG dan wilayahnya tidak mengalami bencana transien. Daerah yang tidak melakukan SKPG dan/atau tidak mengalami bencana transien tidak mencairkan dana PDRP. Sehingga realisasi dana bansos PDRP di tingkat pusat dan daerah (Dekonsentasi di Propinsi dan TP di Kabupaten) sebesar 65,39% (Rp 11.672.330.168,00) dari alokasi anggaran sebesar Rp 17.850.000.000,00.

Kabupaten/Kota Yang Telah Melaksanakan Intervensi PDRP Tahun 2011

No Propinsi Pagu Bansos (Dekonsentrasi, TP Propinsi, TP Kabupaten) Realisasi Bansos (Dekonsentrasi, TP Propinsi, TP Kabupaten) Intervensi Dana TP di

Kab/Kota Pemanfaatan Dana Bansos Target Realisasi

1 DIY 350.000.000 349.847.500 4 4 Bhn pgn, saprodi

2 Sulut 500.000.000 499.201.815 10 10 Bhn pgn, saprodi

3 Kalbar 525.000.000 450.000.000 13 12 Bhn pgn, saprodi, modal

kerja, food for work

4 Maluku 500.000.000 475.000.000 8 7 Bhn pgn, saprodi

5 Malut 400.000.000 375.000.000 6 5 Bhn pgn, saprodi

6 Jatim 1.075.000.000 877.768.602 33 26 Bhn pgn, modal kerja

7 Sumbar 750.000.000 650.000.000 18 14 Bhn pgn

8 Jateng 1.025.000.000 999.132.870 31 30 Bhn pgn, saprodi

9 Aceh 700.000.000 574.950.000 18 13 Bhn pgn, saprodi, food for

work

10 Babel 300.000.000 246.979.240 6 4 Bhn pgn

11 Kalsel 425.000.000 268.750.000 11 7 Bhn pgn, non pgn, food

for work

12 Jabar 825.000.000 350.000.000 23 14 Bhn pgn, modal kerja,

food for work

13 Sultara 400.000.000 300.000.000 10 6 Bhn pgn, saprodi 14 Gorontalo 275.000.000 200.081.253 5 3 Bhn pgn 15 Lampung 500.000.000 289.970.000 10 6 Bhn pgn 16 Kalteng 500.000.000 250.000.000 14 8 Bhn pgn, saprodi 17 Sumsel 500.000.000 249.289.200 14 8 Bhn pgn 18 NTB 500.000.000 372.830.000 10 6 Bhn pgn, saprodi

19 Kaltim 425.000.000 219.021.750 9 5 Bhn pgn, non pgn

20 NTT 775.000.000 550.000.000 19 10 Bhn pgn, saprodi, food for

work

21 Sumut 825.000.000 525.085.353 23 12 Bhn pgn, saprodi

22 Jambi 400.000.000 275.000.000 10 5 saprodi

23 Sulteng 500.000.000 324.985.000 10 3 Bhn pgn, saprodi

24 Papua 900.000.000 650.000.000 14 4 Bhn pgn, saprodi

25 Sulsel 825.000.000 375.000.000 23 5 Bhn pgn, saprodi, modal

kerja, food for work

26 Kep. Riau 175.000.000 25.000.000 5 1 Bhn pgn

27 Bengkulu 500.000.000 146.625.500 10 2 Bhn pgn, saprodi

28 Papua barat 575.000.000 25.000.000 7 1 Tidak ada laporan

kabupaten, propinsi

29 DKI Jakarta 75.000.000 0 1 0 tidak mencairkan

30 Riau 425.000.000 139.431.600 11 0 tidak mencairkan

31 Bali 250.000.000 88.930.485 4 0 tidak mencairkan

32 Banten 375.000.000 249.450.000 5 0 tidak mencairkan

33 Sulbar 275.000.000 150.000.000 5 0 tidak melaporkan

Total 17.350.000.000 11.522.330.168 400 230

Kurang optimalnya pencairan dana bansos PDRP pada tahun 2011disebabkan oleh: 1. Pencairan dana bansos tidak sesuai RUK;

2. Mekanisme pencairan dana bansos yang mengharuskan membentuk kelompok dengan jumlah min 10 dalam satu wilayah, dan pembukaan rekening baru kelompok, hal ini dianggap terlalu ribet;

3. SKPG dan PDRP ditangani dua bidang yang berbeda, sehingga dalam pelaksanaan PDRP kurang koordinatif;

4. Daerah tidak optimal dalam melaksanakan dan memanfaatkan hasil analisis SKPG; 5. Tidak adanya anggaran daerah untuk melakukan monitoring dan evaluasi di daerahnya; 6. Tingginya tingkat mutasi aparat.

Guna mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi, telah dilakukan beberapa upaya pemecahan masalah antara lain:

Dokumen terkait