• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) PUSAT KETERSEDIAAN DAN KERAWANAN PANGAN TAHUN 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) PUSAT KETERSEDIAAN DAN KERAWANAN PANGAN TAHUN 2011"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

INSTANSI PEMERINTAH

(LAKIP)

PUSAT KETERSEDIAAN DAN KERAWANAN

PANGAN TAHUN 2011

BADAN KETAHANAN PANGAN

KEMENTERIAN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

2011

(2)

RINGKASAN EKSEKUTIF

Dalam mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian, Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan telah menyelenggarakan fungsinya antara lain : 1) Perumusan rencana dan pelaksanaan pengkajian, pengembangan, pemantauan dan pemantapan akses pangan; 2) Penyiapan perumusan kebijakan teknis pengembangan akses pangan; 3) Perumusan rencana dan pelaksanaan pengkajian dan pemantauan, pencegahan dan penanggulangan kerawanan pangan; 4) Penyiapan perumusan kebijakan teknis pencegahan dan penanggulangan kerawanan pangan; 5) Perumusan rencana dan pelaksanaan pengkajian, pengembangan, pemantauan dan pemantapan ketersediaan pangan; 6) Penyiapan perumusan kebijakan teknis pengembangan ketersediaan pangan; 7) Evaluasi pelaksanaan kegiatan ketersediaan dan akses pangan serta pencegahan dan penanggulangan kerawanan pangan Mengacu visi, misi, arah, dan kebijakan Badan Ketahanan Pangan, maka Visi Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2010-2014 “Responsif, aspiratif, inovatif, dan

mampu memobilisasi sumberdaya dalam peningkatan ketersediaan, akses dan penanganan kerawanan pangan” Guna mencapai visi tersebut, disusun Misi Pusat Ketersediaan dan

Kerawanan Pangan, Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian sebagai berikut: 1) Membangun koordinasi yang sinergi dan efektif melalui partisipasi pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten) dalam upaya peningkatan ketersediaan, akses dan penanggulangan kerawanan pangan, 2) Membangun partisipasi masyarakat dan organisasi kemasyarakatan dalam peningkatan ketersediaan, akses dan penanggulangan kerawanan pangan, 3) Menyiapkan analisis yang akurat dan bahan rumusan kebijakan yang tepat tentang ketersediaan, akses dan kerawanan pangan, 4) Membangun model-model pengembangan ketersediaan, akses dan penanggulangan kerawanan pangan secara partisipatif dan transparan. Pada tahun 2011 program dan kegiatan Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan masih mengacu kepada Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 – 2014. Berdasarkan visi dan misi tersebut, tujuan strategis dari Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan adalah: 1) Melakukan pengkajian dan menyiapkan bahan perumusan kebijakan dalam ketersediaan, akses dan penanganan kerawanan pangan, 2) Melakukan pemantauan dan pemantapan ketersediaan, akses dan penanganan kerawanan pangan dan 3) memberdayakan masyarakat agar mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang dikuasainya.

Berdasarkan visi, misi, dan tujuan strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2011, serta mengakomodasi berbagai perubahan yang terjadi di lingkup Badan Ketahanan Pangan, disusun sasaran strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2011 yang hendak dicapai, melalui peningkatan kualitas analisis ketersediaan dan akses pangan serta penanganan rawan pangan ditunjukkan oleh indikator: (1) Jumlah provinsi yang menindaklanjuti

(3)

hasil analisis ketersediaan pangan sebanyak 33 provinsi; (2) Jumlah provinsi yang menyusun peta sebanyak 18 provinsi; (3) Jumlah instansi yang memanfaatkan angka konsumsi dan cadangan beras sebanyak 5 instansi; (4) Jumlah provinsi yang melakukan penanganan rawan pangan berdasarkan analisis SKPG dan melakukan intervensi rawan pangan transien sebanyak 33 provinsi; (5) Jumlah kabupaten/kota yang melakukan intervensi penanganan rawan pangan berdasarkan analisis SKPG sebanyak 400 kabupaten; (6) Jumlah desa yang masuk tahap kemandirian pada tahun 2011 sebanyak 2.561 desa, berasal dari lokasi yang dibangun pada tahun 2006 sebanyak 250 desa di 122 kabupaten, dan lokasi yang dibangun pada tahun 2007 sebanyak 604 desa di 181 kabupaten; tahun 2008 sebanyak 825 desa di 202 kabupaten; tahun 2009 sebanyak 1.184 desa di 276 kabupaten; tahun 2010 sebanyak 1.885 desa di 378 kabupaten; tahun 2011 sebanyak 2.561 desa di 399 kabupaten dan (7) Jumlah alternatif pengembangan akses pangan masyarakat sebanyak 2 paket.

Dari hasil evaluasi kinerja Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan pada Tahun 2011 dapat diketahui nilai kinerja pada tahun 2011 secara umum, kinerja pelaksanaan tugas dan fungsi Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan selama tahun 2011 telah berjalan lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya, yang tampak dari hasil pengukuran kinerja dengan sasaran meningkatnya kualitas analisis ketersediaan dan akses pangan serta penanganan kerawanan pangan, yang ditetapkan melalui 7 indikator berikut:

1. Jumlah Provinsi yang melakukan analisis ketersediaan pangan, dengan capaian 100% atau 33 provinsi telah melakukan analisis.

2. Jumlah provinsi yang mengikuti sosialisasi dan apresiasi Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA), dengan capaian 100% atau 33 provinsi.

3. Laporan hasil kajian angka konsumsi dan cadangan beras nasional, dengan capaian 100% 4. Jumlah Provinsi yang melakukan analisis SKPG dan melakukan intervensi penanganan daerah

rawan pangan, dengan capaian 87,88% atau 29 provinsi yang melaksanakan dari target 33 provinsi.

5. Jumlah Kabupaten/Kota yang menerapkan SKPG, dengan capaian 57,50% atau 230 kabupaten dari target sebanyak 400 kabupaten.

6. Jumlah desa rawan pangan yang melaksanakan Demapan, dengan capaian 100% atau 2561 desa.

(4)

Guna mendukung pelaksanaan kegiatan di Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan TA. 211 telah dialokasikan anggaran melalui Satker BKP Kementerian Pertanian untuk alokasi anggaran Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan sebesar Rp. 9.334.700 milyar, yang dialokasikan pada 5 kegiatan yang meliputi : pengembangan ketersediaan dan penanganan daerah rawan pangan, penanganan daerah rawan pangan, tersedianya bahan rumusan kebijakan ketahanan pangan, tersedianya bahan rumusan kebijakan akses pangan serta laporan kegiatan dan pembinaan. sampai akhir tahun 2011, anggaran tersebut telah terealisasi Rp.8,7 milyar atau 94 persen, dari total anggaran Rp. 9,3 milyar kegiatan yang paling terbesar pada sub kegiatan kebijakan ketahanan pangan dimana kegiatan ini adanya kajian perberasan sehingga total anggarannya mencapai Rp. 4,2 milyar sedangkan penyerapan yang paling terkecil pada penanganan daerah rawan pangan sebesar 89 persen.

Adapun rincian capaian Rencana Kerja Tahunan 2011 Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Desa Mandiri Pangan (Demapan)

a. Input barupa bansos yang disalurkan untuk pelaksana Desa Mapan Reguler dan Replikasi TA. 2006 s/d 2011 sebesar Rp. 44.230.000.000 serta dana pembinaan/pendampingan yang dialokasikan melalui dana Tugas Pembantuan (TP) dan dan Dekonsentrasi. Dukungan pelaksanaan kegiatan Desa Mapan di Pusat tahun anggaran 2011, telah dialokasikan dana sebesar Rp. 1.878.000.000 dengan realisasi capaian sebesar 90 %.

b. Output kegiatan Desa Mandiri Pangan adalah jumlah Desa Mandiri Pangan yang dibina sebanyak 2.561 desa di 399 kabupaten/kota atau terealisasi 99,53 persen dari target 2.573 desa, terdiri dari: (a) 262 desa Tahap Persiapan; (b) 466 desa Tahap Penumbuhan; (c) 359 desa Tahap Pengembangan; (d) 221 desa Tahap Kemandirian; (e) 939 desa Replikasi; dan (f) 314 desa sudah mandiri. Serta jumlah kelembagaan ketahanan pangan yang telah terbentuk sebanyak 3 kelompok kelembagaan, terdiri dari: (a) TPD (Tim Pangan Desa); (b) LKD (Lembaga Keuangan Desa); dan (c) Kelompok Afinitas. Keseluruhannya dibentuk di 2.851 desa di 399 kabupaten/kota pada 33 propinsi.

c. Outcomes yang dihasilkan jumlah desa yang telah mencapai kemandirian sebanyak 825 desa atau terealisasi 99,87 persen, terdiri dari: (1) 221 desa Mapan Tahun Anggaran 2008, (2) 354 desa Mapan Tahun Anggaran 2007; dan (2) 250 desa Mapan Tahun Anggaran 2006.

d. Benefits yang dihasilkan, jumlah KK miskin yang tertangani melalui Pengembangan Desa Mandiri Pangan sebanyak 898.250 KK miskin dari sasaran 255.000 KK miskin.

(5)

2. Penanganan Daerah Rawan Pangan (PDRP)

a. Input kegiatan Penanganan Daerah Rawan Pangan berupa alokasi dana PDRP di Pusat sebesar Rp 500 juta, telah dicairkan Rp 150 juta (30%), untuk pemanfaatan kegiatan padat karya pembersihan lahan dan saluran irigasi, untuk 6 kelompok di Kecamatan Salam dengan masing-masing kelompok tani Rp 25 juta; Alokasi dana PDRP di 33 Propinsi (dana Dekonsentrasi) sebesar Rp 17.350 Juta, telah dicairkan Rp 11.522.330.168 (66,41%); Alokasi dana TP PDRP di 400 kabupaten sebesar Rp 10.000.000.000,00 telah dicairkan Rp 5.748.207.680,00 (57,48%).

b. Output kegiatan PDRP telah memberikan manfaat bagi masyarakat yang mengalami rawan pangan dari hasil analisis SKPG dan penanganan rawan pangan karena bencana di 29 provinsi 230 kabupaten.

3. Apresiasi Analisis Ketersediaan Pangan

a. Input Kegiatan Apresiasi Analisis Ketersediaan Pangan menggunakan anggaran sebesar Rp. 500,35 juta atau terealisasi 98,22 persen dari target alokasi 509,40 juta.

b. Outputs, yaitu jumlah provinsi yang melakukan analisis ketersediaan pangan sebanyak 33 provinsi atau terealisasi 100 persen.

c. Outcome kegiatan ini adalah jumlah provinsi yang menindaklanjuti hasil analisis ketersediaan pangan sebanyak 33 provinsi.

d. Benefits yang dicapai adalah tersedianya bahan untuk penyusunan kebijakan ketersediaan pangan di 33 provinsi dan impacts, tersedianya pangan sesuai kebutuhan di 33 provinsi.

4. Penyusunan FSVA (Food Security and Vulnerability Atlas)

a. Inputs yang digunakan untuk kegiatan penyusunan FSVA berupa anggaran sebesar Rp. 690,495 juta atau 87,63% dari total anggaran.

b. output Kegiatan penyusunan FSVA menghasilkan berupa (1) Jumlah Provinsi yang mengikuti sosialisasi Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) sebanyak 33 provinsi; (2) Jumlah provinsi yang mengikuti apresiasi Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) sebanyak 33 provinsi dan (3) Laporan FSVA tahun 2011 di 18 Provinsi sebanyak 18 buah atau terealisasi 100 persen.

(6)

c. Outcome kegiatan adalah provinsi yang menyusun FSVA sebanyak 18 provinsi atau terealisasi 100% dari target 18 provinsi.

d. Benefit yang didapatkan berupa tersedianya bahan untuk penyusunan kebijakan penanganan kerawanan pangan dan gizi di 33 provinsi.

5. Kajian Konsumsi dan Cadangan Beras Nasional

a. Input Kajian Konsumsi dan Cadangan Beras Nasional menggunakan anggaran sebesar Rp 2,83 milyar atau 94,95% dari total anggaran Rp 2,98 milyar.

b. Output yang dihasilkan berupa tersedianya angka konsumsi beras nasional per kapita dan angka cadangan beras di pemerintah, industri, jasa akomodasi dan penyedia makanan dan minuman serta masyarakat atau terealisasi 100 persen.

c. Outcomenya antara lain jumlah instansi yang memanfaatkan angka konsumsi dan cadangan beras nasional sebanyak 5 instansi.

d. Benefits yang dicapai adalah tersedianya bahan kebijakan ketersediaan dan cadangan beras di 33 provinsi. Sedang impact yang didapatkan adalah tersedianya kebutuhan beras sesuai kebutuhan di 33 provinsi.

6. Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG)

a. Input Kegiatan Pengembangan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi menggunakan anggaran sebesar Rp. 466,45 juta atau terealisasi 80,36 persen dari total anggaran sebesar Rp. 580,44 juta.

b. Output yang dihasilkan adalah provinsi yang melakukan analisis SKPG dan intervensi sebanyak 29 provinsi serta kabupaten/kota yang menerapkan SKPG sebanyak 230 kabupaten/kota.

c. Outcome berupa provinsi yang melakukan penanganan rawan pangan berdasarkan analisis SKPG dan melakukan intervensi rawan pangan transien sebanyak 29 provinsi serta kabupaten/kota yang melakukan intervensi penanganan rawan pangan berdasarkan analisis SKPG sebanyak 230 kabupaten/kota.

d. Benefit yang dihasilkan, kabupaten/kota yang telah dapat mencegah/mengatasi terjadinya rawan pangan sebanyak 230 kabupaten/kota. Impact yang didapatkan adalah penurunan jumlah kabupaten/kota yang mengalami rawan pangan sebanyak 230 kabupaten/kota.

(7)

7. Identifikasi Model Pengembangan Akses Pangan

a. Kegiatan identifikasi model pengembangan akses pangan menggunakan inputs anggaran senilai Rp.301.389.950,- atau terealisasi 99 % dari total dari total anggaran Rp.305.000.000,-

b. Outputs yang diharapkan, laporan identifikasi model pengembangan akses pangan serta laporan pertemuan dengan narasumber: identifikasi model akses pangan sebanyak 2 laporan.

c. Outcomes yang diharapkan, tersedianya berbagai bahan referensi model pengembangan akses pangan di 24 provinsi.

d. Benefits yang diharapkan, tersedianya informasi model pengembangan akses pangan di beberapa provinsi sebagai bahan rumusan kebijakan pengembangan model akses pangan masyarakat

8. Apresiasi Pengembangan Akses Pangan

a. Kegiatan apresiasi pengembangan akses pangan inputs anggaran senilai Rp.108.243.100,- atau terealisasi 98 % dari total dari total anggaran Rp.110.750.000

b. Outputs yang diharapkan, informasi kondisi, permasalahan akses pangan dan upaya yang dilakukan daerah dalam penanganan masalah akses pangan serta rumusan bahan kebijakan peningkatan aksesibilitas pangan berdasarkan spesifik lokasi yang diikuti oleh 68 orang pejabat yang menangani akses pangan dari 32 provinsi

c. Outcomes yang diharapkan, diperolehnya persamaan persepsi antara pusat dan daerah yang berkaitan dengan kegiatan akses pangan

d. Benefits yang diharapkan, tersedianya rumusan dan persamaan persepsi terkait kegiatan akses pangan

Dari hasil kinerja Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan terlihat ada beberapa permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam melakukan program kinerja Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan tahun 2011, untuk itu diupayakan peningkatan kinerja ke depan diperlukan berbagai perbaikan dan inovasi dengan pendekatan antara lain: 1) Untuk pelaksanaan kegiatan Demapan, disarankan agar pelaksana kegiatan dapat: (a) meningkatkan koordinasi oleh propinsi, dan pembinaan pendamping oleh kabupaten; (b) mengintensifkan pendampingan: kelompok afinitas, LKD, dan TPD di masing-masing lokasi; (c) mengembangkan kegiatan oleh desa inti bagi desa plasma di sekitarnya; dan (d) menyarankan daerah untuk meningkatkan sinergitas kegiatan di

(8)

lokasi Demapan, guna mengurangi kerawanan pangan dan mempercepat pembangunan di pedesaan, 2) Mendorong pemerintah daerah agar melaksanakan kegiatan analisis ketersediaan pangan; 3) Meningkatkan sosialisasi kegiatan ke daerah sesuai Pedoman Teknis yang ditetapkan; 4) Meningkatkan pembinaan, pemantauan dan evaluasi; 5) Meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia; 6) Meningkatkan koordinasi dan sinergitas di bidang ketersediaan dan akses pangan serta penanganan kerawanan pangan.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN EKSEKUTIF i

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL DAN GRAFIK ix

KATA PENGANTAR x

BAB

I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Tugas Pokok dan Fungsi 1

II RENCANA KINERJA 4

A. Visi 4

B. Misi 4

C. Rencana Strategis 4

1. Tujuan Strategis 4

2. Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama 5

3. Cara Pencapaian Tujuan dan Sasaran 5

D. Rencana Kinerja Tahun 2011 6

1. Sasaran Kinerja Tahun 2011 6

2. Program Kerja Tahun 2011 7

III AKUNTABILITAS KINERJA 13

A. Gambaran Umum Pengukuran Capaian Kinerja Tahun 2011 13

B. Pengukuran Capaian Kinerja Tahun 2011 13

C. Pengukuran Kinerja Kegiatan dan Analisis Capaian Kinerja 13

D. Evaluasi Kinerja Tahun 2011 35

E. Akuntabilitas Keuangan 35

IV PENUTUP 37

A. Tinjauan Umum 37

B. Permasalahan, Kendala Utama, dan Upaya Perbaikan 41

(10)

DAFTAR TABEL DAN GRAFIK

Tabel/Grafik Halaman

3.1. Perkembangan Jumlah Lokasi Kegiatan Desa Mapan Tahun 2006-2011 14

3.2. Data Perkembangan Alokasi Bansos Desa Mandiri Pangan 15

3.3 Rumah Tangga Miskin Penerima Manfaat TA.2006 s/d 2011 16

3.4 Perkembangan Lokasi Mapan 16

3.5 Perkembangan Jumlah Lokasi dan Kelompok Afinitas Desa Mapan Tahun 2006 – 2011

17 3.6 Kabupaten/Kota yang Telah Melaksanakan Intervensi PDRP Tahun

2011

21

(11)

KATA PENGANTAR

Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAKIP) ini disusun sebagai pertanggung jawaban atas pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, Badan Ketahanan Pangan selama menjalankan tugas-tugas kedinasan dan dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar prestasi yang telah dicapai.

Melalui LAKIP ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada semua pihak yang berkepentingan mengenai kinerja Pusat ketersediaan dan Kerawanan Pangan yang telah dicapai dalam Tahun 2011. Terkait dengan hal itu diharapkan adanya masukan-masukan sebagai umpan balik yang bermanfaat dan alternatif pemecahan masalah-masalah yang dihadapi, yang semuanya mengarah pada peningkatan kinerja aparat.

Kami menyadari bahwa laporan ini belum sepenuhnya sempurna, karena itu saran konstruktif untuk pelaksanaan tugas dimasa mendatang sangat diharapkan.

Semoga laporan ini bermanfaat bagi peningkatan kinerja Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan.

Kepala Pusat

Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

Dr. Ir. Tjuk Eko Hari Basuki, M.St NIP 19580216 198103 1001

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan merupakan salah satu Unit Kerja Eselon II di lingkungan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian. Sebagai suatu instansi pemerintah, Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan mempunyai kewajiban untuk mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya melalui laporan akuntabilitas.

Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah mewajibkan setiap instansi pemerintah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan negara untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya serta kewenangan pengelolaan sumberdaya, pelaksanaan kebijakan, dan program dengan menyusun laporan akuntabilitas melalui proses penyusunan rencana strategis, rencana kinerja, dan pengukuran kinerja. Hal ini menunjukkan bahwa setiap penyelenggara negara dan pemerintah harus mampu menampilkan akuntabilitas kinerjanya dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sehingga terjadi sinkronisasi antara perencanaan ideal yang dicanangkan dengan keluaran dan manfaat yang dihasilkan.

Untuk itu, disusun Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAKIP) Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2011 sebagai: (1) pertanggungjawaban Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan kepada Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian dalam melaksanakan program dan kegiatannya selama tahun 2011; (2) bahan untuk mengevaluasi kinerja Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2011; (3) untuk mengetahui tingkat pencapaian atau keberhasilan program dan kegiatan yang dilakukan oleh Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan berikut permasalahan dan penyelesaian permasalahan dan sebagai masukan serta perbaikan kinerja Pusat di masa datang.

1. Tugas Pokok dan Fungsi

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 61/Kpts/OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian, Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan pemantauan dan pemantapan ketersediaan serta pencegahan dan penanggulangan kerawanan pangan. Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan menyelenggarakan fungsi:

1. Perumusan rencana dan pelaksanaan pengkajian, pengembangan, pemantauan dan pemantapan akses pangan;

(13)

2. Penyiapan perumusan kebijakan teknis pengembangan akses pangan;

3. Perumusan rencana dan pelaksanaan pengkajian dan pemantauan, pencegahan dan penanggulangan kerawanan pangan;

4. Penyiapan perumusan kebijakan teknis pencegahan dan penanggulangan kerawanan pangan;

5. Perumusan rencana dan pelaksanaan pengkajian, pengembangan, pemantauan dan pemantapan ketersediaan pangan;

6. Penyiapan perumusan kebijakan teknis pengembangan ketersediaan pangan;

7. Evaluasi pelaksanaan kegiatan ketersediaan dan akses pangan serta pencegahan dan penanggulangan kerawanan pangan

Dalam melaksanakan tugasnya, Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan telah dibantu oleh tiga bidang yang terdiri dari:

1. Bidang Ketersediaan Kerawanan Pangan terdiri dari Subbidang Analisis Ketersediaan Pangan dan Subbidang Sumberdaya Pangan yang mempunyai tugas melakukan (a) penyiapan bahan pengkajian, penyusunan kebijakan, pengembangan, pemantapan, pemantauan dan evaluasi serta analisis ketersediaan pangan; (b) penyiapan bahan pengkajian, penyusunan kebijakan, pengembangan, pemantapan, pemantauan dan evaluasi sumberdaya pangan.

2. Bidang Akses Pangan terdiri dari Subbidang Analisis Akses Pangan dan Subbidang Pengembangan Akses Pangan yang mempunyai tugas melakukan (a) penyiapan bahan pengkajian, penyusunan kebijakan, pengembangan, pemantapan, pemantauan dan evaluasi analisis akses pangan; (b) penyiapan bahan pengkajian, penyusunan kebijakan, pengembangan, pemantapan, pemantauan dan evaluasi pengembangan akses pangan.

3. Bidang Kerawanan Pangan terdiri dari Subbidang Analisis Kerawanan Pangan dan Subbidang Penanggulangan Kerawanan Pangan dengan tugas melaksanakan penyusunan rencana dan pelaksanaan pengkajian, pengembangan, pemantauan, evaluasi pencegahan kerawanan pangan dan penanggulangan kerawanan pangan. Fungsi dari bidang ini adalah untuk: (a) penyiapan penyusunan rencana dan pelaksanaan pengkajian, pengembangan, pemantauan, evaluasi dan pencegahan kerawanan pangan; (b) penyiapan penyusunan rencana dan pelaksanaan pengkajian, pengembangan, pemantauan, evaluasi dan pemantapan penanggulangan kerawanan pangan.

Berdasarkan tugas pokok dan fungsinya, Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan pada Tahun Anggaran 2011 telah berupaya mengoptimalkan tugas dan fungsinya melalui dukungan sumberdaya manusia baik personil teknis maupun non teknis. Adapun dukungan sarana/prasarana lainnya berupa biaya, data/informasi, alat pengolah data/komputer, dana

(14)

khususnya dalam melaksanakan pemantauan, pengkajian, dan perumusan kebijakan ketahanan pangan. Data pendukung yang terkait diantaranya adalah data statistik (penduduk, statistik pertanian, konsumsi/Susenas, status gizi, kemiskinan, industri, ekspor/impor, stok pangan, dan lain-lain) secara series, serta data primer dan sekunder dari instansi terkait yang ada di pusat dan daerah (provinsi dan kabupaten/kota).

(15)

BAB II

RENCANA KINERJA

A. Visi

Mengacu visi, misi, arah, dan kebijakan Badan Ketahanan Pangan, maka Visi Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2010-2014 “Responsif, aspiratif, inovatif, dan

mampu memobilisasi sumberdaya dalam peningkatan ketersediaan, akses dan penanganan kerawanan pangan”

B. Misi

Guna mencapai visi tersebut, disusun Misi Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian sebagai berikut:

1. Membangun koordinasi yang sinergi dan efektif melalui partisipasi pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten) dalam upaya peningkatan ketersediaan, akses dan penanggulangan kerawanan pangan.

2. Membangun partisipasi masyarakat dan organisasi kemasyarakatan dalam peningkatan ketersediaan, akses dan penanggulangan kerawanan pangan

3. Menyiapkan analisis yang akurat dan bahan rumusan kebijakan yang tepat tentang ketersediaan, akses dan kerawanan pangan

4. Membangun model-model pengembangan ketersediaan, akses dan penanggulangan kerawanan pangan secara partisipatif dan transparan.

C. Rencana Strategis 1. Tujuan Strategis

Tahun 2011 merupakan tahun kedua dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2010 – 2014, sehingga walaupun visi dan misinya telah disesuaikan dengan perubahan lingkungan strategis; tujuan, sasaran, program dan kegiatan yang dilaksanakan pada tahun 2011 ini masih mengacu pada program dan kegiatan Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan yang tercantum pada Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 – 2014. Berdasarkan visi dan misi tersebut, tujuan strategis dari Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan adalah: 1) Melakukan pengkajian dan menyiapkan bahan perumusan kebijakan dalam ketersediaan, akses dan penanganan kerawanan pangan, 2) Melakukan pemantauan dan pemantapan ketersediaan, akses dan penanganan

(16)

kerawanan pangan dan 3) memberdayakan masyarakat agar mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang dikuasainya.

2. Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama

Berdasarkan visi, misi, dan tujuan strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2011, serta mengakomodasi berbagai perubahan yang terjadi di lingkup Badan Ketahanan Pangan, disusun sasaran strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2011 yang hendak dicapai, melalui peningkatnya kualitas analisis ketersediaan dan akses pangan serta penanganan rawan pangan ditunjukkan oleh indikator: (1) Jumlah provinsi yang menindaklanjuti hasil analisis ketersediaan pangan sebanyak 33 provinsi; (2) Jumlah provinsi yang menyusun peta sebanyak 18 provinsi; (3) Jumlah instansi yang memanfaatkan angka konsumsi dan cadangan beras sebanyak 5 instansi; (4) Jumlah provinsi yang melakukan penanganan rawan pangan berdasarkan analisis SKPG dan melakukan intervensi rawan pangan transien sebanyak 33 provinsi; (5) Jumlah kabupaten/kota yang melakukan intervensi penanganan rawan pangan berdasarkan analisis SKPG sebanyak 400 kabupaten; (6) Jumlah desa yang masuk tahap kemandirian pada tahun 2011 sebanyak 2.561 desa, berasal dari lokasi yang dibangun pada tahun 2006 sebanyak 250 desa di 122 kabupaten, dan lokasi yang dibangun pada tahun 2007 sebanyak 604 desa di 181 kabupaten; tahun 2008 sebanyak 825 desa di 202 kabupaten; tahun 2009 sebanyak 1.184 desa di 276 kabupaten; tahun 2010 sebanyak 1.885 desa di 378 kabupaten; tahun 2011 sebanyak 2.561 desa di 399 kabupaten dan (7) Jumlah alternatif pengembangan akses pangan masyarakat sebanyak 2 paket.

3. Cara Pencapaian Tujuan dan Sasaran a. Kebijakan

Kebijakan ketahanan pangan dalam aspek ketersediaan dan kerawanan pangan diarahkan untuk: (a) meningkatkan dan menjamin kelangsungan produksi dalam negeri menuju kemandirian pangan; (b) mengembangkan kemampuan akses pangan secara sinergis dan partisipatif; dan (c) mencegah serta menanggulangi kondisi rawan pangan secara dinamis.

b. Program

Program yang dilaksanakan oleh Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan pada tahun 2010–2014 sesuai dengan program Badan Ketahanan Pangan tahun 2010-2014, yaitu

Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat. Pada tahun

2010 yang merupakan masa peralihan, dengan program kerja Peningkatan Ketahanan Pangan, Program Peningkatan Kesejahteraan Petani, dan Program Penerapan

(17)

Kepemerintahan yang Baik. Dalam rangka mencapai sasaran program Badan Ketahanan Pangan tersebut, sasaran program yang hendak dicapai oleh Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan adalah pengembangan model-model peningkatan ketersediaan dan penanganan kerawanan pangan. Hal ini dilakukan dengan menggerakkan berbagai komponen masyarakat dan pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat untuk memobilisasi, memanfaatkan, dan mengelola aset setempat (sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya finansial, sumberdaya fisik/teknologi, serta sumberdaya sosial) untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga dan masyarakat.

D. Rencana Kinerja Tahun 2011

Rencana kinerja yang direncanakan pada tahun 2011 merupakan implementasi rencana jangka menengah ke dalam rencana kerja jangka pendek, yang mencakup tujuan dan sasaran kegiatan beserta indikator kinerja berikut.

1. Sasaran Kinerja Tahun 2011

Berdasarkan visi, misi dan tujuan strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2011 yang masih mengacu pada Renstra Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2010 - 2015, serta mengakomodasi berbagai perubahan yang terjadi di lingkup Badan Ketahanan Pangan, disusun sasaran strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2011 yang hendak dicapai, yaitu meningkatnya kualitas analisis ketersediaan dan akses pangan serta penanganan rawan pangan. Kegiatan prioritas terdiri dari :

a. Pengembangan Desa Mandiri Pangan, adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat di

desa rawan pangan untuk mewujudkan ketahanan pangan masyarakat dengan pendekatan penguatan kelembagaan masyarakat, pengembangan sistem ketahanan pangan dan koordinasi lintas sektor, selama empat tahun secara berkesinambungan.

b. Penanganan Daerah Rawan Pangan (PDRP), adalah kegiatan yang dilakukan untuk

pencegahan dan penanggulangan terjadinya bencana rawan pangan kronis dan transien. Penanganan kerawanan pangan kronis dilakukan dengan penerapan instrumen Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG), melalui tahap pengumpulan data, analisis, pemetaan, investigasi dan intervensi. Sedangkan untuk penanganan kerawanan pangan transien dilakukan melalui investigasi dan intervensi.

c. Penyusunan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (Food Security and

(18)

menyediakan informasi bagi pengambil keputusan dalam perencanaan program, penentuan sasaran/lokasi, penanganan kerawanan pangan dan gizi di tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan dan desa.

d. Analisis ketersediaan, rawan pangan, dan akses pangan, adalah kegiatan dalam

rangka penyediaan data dan informasi serta hasil analisis, secara berkala dan berkelanjutan untuk perumusan kebijakan dan program ketersediaan, rawan pangan dan akses pangan, antara lain melalui pemantauan ketersediaan pangan, sinkronisasi sub sektor dan lintas sektor, penyusunan NBM, penyusunan dan analisis sumberdaya pangan, monitoring dan analisis situasi akses pangan, pengembangan akses pangan, penyebarluasan informasi ketersediaan, kerawanan dan akses pangan.

e. Apresiasi aparat untuk peningkatan ketersediaan pangan, adalah rangkaian

kegiatan untuk meningkatkan kemampuan dalam metode pengumpulan, pengolahan, dan analisis data serta evaluasi kegiatan dalam pelaksanaan pemantauan ketersediaan pangan, penanggulangan rawan pangan dan pengembangan akses pangan bagi aparat di daerah dan pusat.

2. Kegiatan Yang Dilaksanakan Dalam Program Kerja Tahun 2011

Program Kerja tahun 2011 yang telah disusun dan ditetapkan, merupakan implementasi dari Visi dan Misi dengan tetap mengacu pada Tugas Pokok Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, BKP Kementerian Pertanian. Berbagai kegiatan dan indikator kinerja kegiatan yang dilaksanakan selama tahun 2011 sebagai berikut:

a. Pengembangan Desa Mandiri Pangan (Demapan)

1) Desa Mandiri Pangan

Pengembangan Desa Mandiri Pangan dilaksanakan dengan memfasilitasi desa rawan pangan menjadi Desa Mandiri Pangan melalui proses pemberdayaan selama kurun waktu empat tahun secara berkesinambungan melalui 4 tahapan: Persiapan, Penumbuhan, Pengembangan, dan Kemandirian. Dalam rangka mendorong gerakan kemandirian pangan di masyarakat, desa yang telah dibina selama 4 (empat) tahun dan sudah mandiri, dijadikan Desa Inti, untuk membina 3 (tiga) desa rawan pangan yang ada disekitarnya sebagai Desa Replikasi Demapan dengan model Sekolah Lapangan (SL). Bagi desa yang belum mandiri, akan dibina oleh provinsi dan kabupaten hingga mencapai kemandirian pada tahun berikutnya dan menjadi Desa Inti. Melalui penggunaan inputs anggaran, diharapkan dapat dihasilkan outputs: a). Jumlah desa mandiri pangan yang ditargetkan akan dibina sebanyak 2561 desa,

(19)

desa tahap pengembangan; (4) 221 desa tahap kemandirian; (5) 576 desa replikasi; (6) 123 desa sudah mandiri; dan (7) 5 desa dalam proses kemandirian;

b). Jumlah lembaga ketahanan pangan desa yang terbentuk di setiap Desa Mapan diharapkan sebanyak minimal 3 lembaga: Tim Pangan Desa (TPD), Lembaga Keuangan Desa (LKD), dan Kelompok Afinitas.

c). Dengan dimanfaatkannya outputs, diharapkan dapat dihasilkan outcomes berupa jumlah desa yang telah mencapai kemandirian sebanyak 354 desa, terdiri dari: (i) Desa mapan TA.2008 sebanyak 142 desa; Desa Mapan TA. 2007 sebanyak 116 desa; dan (ii) Desa Mapan TA. 2006 sebanyak 250 desa.

d). Benefits yang diharapkan, 40.600 jumlah KK miskin yang tertangani melalui Pengembangan Desa Mandiri Pangan tahun 2011 sebanyak 90.222 jiwa

e). Impacts berupa menurunnya penduduk yang mengalami rawan pangan di Desa Mapan sebesar 100 persen dari anggota kelompok akhir afinitas.

2) Penanganan Daerah Rawan Pangan (PDRP)

a). Untuk melaksanakan kegiatan ini, dialokasikan inputs anggaran senilai Rp.13,95 milyar oleh 19 orang pelaksana kegiatan di pusat, penggunaan sarana dan prasarana komputer 6 unit, serta Pedoman Teknis sebanyak 2 paket.

b). Outputs yang diharapkan:

Jumlah kabupaten yang melakukan intervensi sebanyak 400 kabupaten; c). Outcomes yang diharapkan:

i. Jumlah kabupaten yang mempunyai informasi kerawanan pangan sebanyak 400 kabupaten;

ii. Jumlah kabupaten yang mendapatkan intervensi sebanyak 400 kabupaten. d). Benefits yang diharapkan, terealisasinya dana PDRP Kabupaten dan Provinsi

sebanyak 400 kabupaten dan 33 provinsi. e). Impacts yang akan diraih:

Jumlah penurunan kabupaten rawan pangan sebanyak 400 kabupaten; dan

b. Pengembangan Akses Pangan

1). Identifikasi Akses Pangan

Kegiatan identifikasi akses pangan dilakukan untuk mengklarifikasi, mengidentifikasi kondisi akses pangan serta faktor penyebab terjadinya permasalahan rendahnya akses

(20)

pangan di 16 provinsi yang mengalami permasalahan akses pangan berdasarkan hasil analisis akses pangan tahun sebelumnya, dimana kegiatan tersebut:

a) Menggunakan inputs anggaran senilai Rp. 209,74 juta, b) Outputs yang diharapkan, laporan identifikasi akses pangan

c) Outcomes yang diharapkan, tersedia data dan informasi permasalahan akses pangan di 16 provinsi

d) Benefits yang diharapkan, tersedianya data dan informasi sebagai bahan pengambilan kebijakan dalam mengatasi permasalahan akses pangan di daerah e) Dengan demikian, impacts yang diharapkan meningkatnya akses pangan di suatu

wilayah

2). Analisis Situasi Akses Pangan

Analisis situasi akses pangan menggambarkan situasi/kondisi akses pangan di suatu wilayah dengan penggabungan/komposit beberapa indikator, adapun kegiatan ini meliputi:

a) Menggunakan inputs anggaran senilai Rp. 196,95 juta,

b) Outputs yang diharapkan, laporan dan CD analisis situasi akses pangan yang mencakup 33 provinsi sebanyak 250 eksemplar serta bahan publikasi (booklet 500 eksemplar dan leaflet 5.000 eksemplar)

c) Outcomes yang diharapkan, jumlah instansi yang memanfaatkan hasil analisis identifikasi akses pangan 33 provinsi

d) Benefits yang diharapkan, tersedianya data dan informasi akses pangan di 33 provinsi

e) Dengan demikian, impacts yang diharapkan tersedianya data/informasi permasalahan akses pangan di 33 provinsi sebagai bahan pengambilan kebijakan 3). Identifikasi Model Pengembangan Akses Pangan

Kegiatan identifikasi model pengembangan akses pangan bertujuan untuk (1) memperoleh gambaran bentuk kegiatan dan intervensi yang dilakukan pemerintah daerah dalam mengatasi permasalahan akses pangan, (2) memperoleh bahan rumusan kebijakan pengembangan akses pangan sesuai dengan permasalahan dan karakteristik wilayahnya, adapun kegiatan ini:

(21)

b) Outputs yang diharapkan, laporan identifikasi model pengembangan akses pangan serta laporan pertemuan dengan narasumber: identifikasi model akses pangan sebanyak 2 laporan.

c) Outcomes yang diharapkan, tersedianya berbagai bahan referensi model pengembangan akses pangan di 24 provinsi.

d) Benefits yang diharapkan, tersedianya informasi model pengembangan akses pangan di beberapa provinsi sebagai bahan rumusan kebijakan pengembangan model akses pangan masyarakat

e) Dengan demikian, impacts yang diharapkan meningkatnya bahan referensi tentang model pengembangan akses pangan di beberapa wilayah.

4). Apresiasi Pengembangan Akses Pangan

Tujuan utama dari kegiatan apresiasi pengembangan akses pangan adalah untuk memberikan informasi kebijakan pengembangan akses pangan kepada daerah agar diperoleh persamaan persepsi antara pusat dan daerah berkaitan dengan kegiatan akses pangan, adapun kegiatan ini:

a) Menggunakan inputs anggaran senilai Rp. 108,24 juta,

b) Outputs yang diharapkan, informasi kondisi, permasalahan akses pangan dan upaya yang dilakukan daerah dalam penanganan masalah akses pangan serta rumusan bahan kebijakan peningkatan aksesibilitas pangan berdasarkan spesifik lokasi yang diikuti oleh 68 orang pejabat yang menangani akses pangan dari 32 provinsi

c) Outcomes yang diharapkan, diperolehnya persamaan persepsi antara pusat dan daerah yang berkaitan dengan kegiatan akses pangan

d) Benefits yang diharapkan, tersedianya rumusan dan persamaan persepsi terkait kegiatan akses pangan

e) Dengan demikian, impacts yang diharapkan, yaitu meningkatnya akses pangan berdasarkan potensi wilayah.

2. Ketersediaan Pangan

1) Apresiasi Analisis Ketersediaan Pangan

a). Menggunakan input anggaran senilai Rp. 509,4 juta.

b). Output yang diharapkan, jumlah provinsi yang melakukan analisis ketersediaan pangan sebanyak 33 provinsi.

(22)

c). Outcome yang diharapkan, jumlah provinsi yang menindaklanjuti hasil analisis ketersediaan pangan sebanyak 33 provinsi.

d). Benefit yang diharapkan, tersedianya bahan untuk penyusunan kebijakan ketersediaan pangan di 33 provinsi.

e). Dengan demikian, impact yang diharapkan tersedianya pangan sesuai kebutuhan di 33 provinsi.

2) Penyusunan FSVA (Food Security and Vulnerability) a) Menggunakan input anggaran senilai Rp. 788 juta.

b) Output yang diharapkan, jumlah provinsi yang mengikuti sosialisasi Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) sebanyak 33 provinsi serta jumlah provinsi yang mengikuti apresiasi Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) sebanyak 33 provinsi.

c) Outcome yang diharapkan, jumlah provinsi yang menyusun peta (FSVA) sebanyak 18 provinsi

d) Benefit yang diharapkan, tersedianya bahan untuk penyusunan kebijakan penanganan kerawanan pangan dan gizi di 33 provinsi.

e) Impact yang diharapkan adalah jumlah provinsi yang melakukan intervensi kerawanan pangan di 33 provinsi.

3) Kajian Konsumsi dan Cadangan Beras Nasional

a) Menggunakan input anggaran senilai Rp. 2,98 milyar.

b) Output yang diharapkan, tersedianya angka konsumsi dan cadangan beras nasional sebanyak 1 unit.

c) Outcome yang diharapkan, jumlah instansi yang memanfaatkan angka konsumsi dan cadangan beras nasional sebanyak 5 instansi.

d) Benefit yang diharapkan, tersedianya bahan kebijakan ketersediaan dan cadangan beras di 33 provinsi.

e) Impact yang diharapkan adalah tersedianya kebutuhan beras sesuai kebutuhan di 33 provinsi.

(23)

a) Menggunakan input anggaran senilai Rp. 580,44 juta.

b) Output yang diharapkan, jumlah provinsi yang melakukan analisis SKPG dan intervensi sebanyak 33 provinsi serta jumlah kabupaten/kota yang menerapkan SKPG sebanyak 400 kabupaten/kota.

c) Outcome yang diharapkan, jumlah provinsi yang melakukan penanganan rawan pangan berdasarkan analisis SKPG dan melakukan intervensi rawan pangan transien sebanyak 33 provinsi serta jumlah kabupaten/kota yang melakukan intervensi penanganan rawan pangan berdasarkan analisis SKPG sebanyak 400 kabupaten/kota.

d) Benefit yang diharapkan, jumlah kabupaten/kota yang telah dapat mencegah/mengatasi terjadinya rawan pangan sebanyak 400 kabupaten/kota.

e) Impact yang diharapkan adalah jumlah penurunan kabupaten/kota yang mengalami rawan pangan sebanyak 400 kabupaten/kota.

(24)

BAB III

AKUNTABILITAS KINERJA

A. Gambaran Umum Pengukuran Capaian Kinerja Tahun 2011

Secara umum, pengukuran capaian kinerja pada Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan dilakukan dengan cara membandingkan antara target dan realisasi masing-masing indikator kinerja. Selain membandingkan dengan realisasinya, indikator kinerja sasaran dan kegiatan juga dapat diukur melalui perbandingan dengan capaian kinerja tahun-tahun sebelumnya atau capaian kinerja dari suatu kegiatan sejenis yang pernah dilakukan oleh instansi atau unit kerja pertanian lainnya.

Secara ringkas, sasaran-sasaran strategis tahun 2011 yang ditargetkan telah dapat tercapai, walaupun realisasi dari sasaran tersebut masih belum seluruhnya 100 persen. Realisasi pencapaian sasaran strategis tersebut kemudian dievaluasi dan dianalisis, dan dijadikan sebagai perbaikan dalam pelaksanaan kegiatan dan pencapaian sasaran pada tahun-tahun berikutnya.

B. Pengukuran Capaian Kinerja Tahun 2011

Tahun 2011 merupakan tahun transisi dari Program Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2010 – 2014. Dengan mengacu kepada Rencana Strategis (Renstra) dan Program Kerja Pemantapan Ketahanan Pangan Tahun 2010, dan mengikuti perubahan kebijakan dan lingkungan strategis di lingkup Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian selama tahun 2011, Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan telah menetapkan satu sasaran yang akan diukur. Sasaran tersebut diukur dengan menggunakan 7 (tujuh) indikator kinerja. Pengukuran tingkat capaian kinerja Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2011 dilakukan dengan cara membandingkan antara target indikator kinerja sasaran dengan realisasinya.

C. Pengukuran Kinerja Kegiatan dan Analisis Capaian Kinerja

Analisis dan evaluasi capaian kinerja diperoleh dari hasil pengukuran kinerja kegiatan yang mendukung tercapainya sasaran. Beberapa sasaran dapat dilaksanakan melalui satu program, dan pencapaian setiap sasaran dilaksanakan oleh beberapa kegiatan. Namun demikian, kegiatan yang dilaporkan untuk mencapai setiap sasaran dibatasi, hanya pada kegiatan yang bersifat strategis. Hasil analisis dan evaluasi capaian kinerja tahun 2011 Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan dapat dijelaskan sebagai berikut:

(25)

a). Bidang Kerawanan Pangan

1. Desa Mandiri Pangan (Demapan)

Kegiatan Desa Mandiri Pangan (Desa Mapan) merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat di desa rawan pangan, dengan karakteristik: kualitas sumberdaya masyarakat rendah, sumber daya modal terbatas, akses teknologi rendah, dan infrastruktur perdesaan terbatas. Komponen kegiatan Desa Mapan meliputi: (1) pemberdayaan masyarakat; (2) penguatan kelembagaan; (3) pengembangan Sistem Ketahanan Pangan; dan (4) integrasi program dan kegiatan lintas sektor dalam menjalin dukungan pengembangan sarana prasarana perdesaan.

Selama 5 tahun pelaksanaan kegiatan Desa Mapan sejak tahun 2006 hingga 2011, telah berhasil dibangun 2.851 Desa Mapan atau 111,8 persen dari rencana sebanyak 2.550 desa, tersebar di 399 kabupaten/kota pada 33 provinsi, terdiri dari: (1) Desa Inti/Reguler 1.912 desa atau 6 desa lebih banyak dari rencana 1.906 desa; dan (2) desa replikasi 939 desa atau 37,94 persen dari rencana 1.906 desa, yang dibina oleh desa inti/reguler yang dibangun pada tahun 2006, 2007, dan 2008. Relisasi desa replikasi masih rendah, karena desa replikasi tahun 2008 belum terlaksana pada tahun 2011, seperti Tabel berikut.

Tabel : Perkembangan Jumlah Lokasi Kegiatan Desa Mapan Tahun 2006-2011

Uraian Rencana Realisasi Propinsi Kabupaten Kota Desa/ Kelurahan Propinsi Kabupaten Kota Desa/ Kelurahan Tahun 2006:  Reguler  Replikasi 30 30 30 122 122 122 1.000 250 750 30 30 30 122 122 122 985 250 735 Tahun 2007:  Reguler  Replikasi 32 32 32 58 58 58 1.416 354 1.062 32 32 32 58 58 58 561 354 207 Tahun 2008:  Reguler  Replikasi 32 32 32 21 21 21 884 221 663 32 32 0 21 21 0 221 221 0 Tahun 2009  Reguler 33 74 349 33 74 359 Tahun 2010  Reguler 33 107 470 33 106 466 Tahun 2011:  Reguler 33 18 262 33 18 262 Total:  Reguler  Replikasi 33 33 33 400 400 201 4.381 1.906 2.475 33 33 33 399 399 180 2.851 1.912 939

Kegiatan Pengembangan Demapan yang dilaksanakan oleh Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan menggunakan dana APBN, yang dialokasikan sebesar Rp. 100 juta (seratus juta) untuk

(26)

desa baru, dan Rp. 25 juta (dua puluh lima juta) untuk desa replikasi. Kegiatan dilaksanakan oleh 410 unit kerja ketahanan pangan kabupaten/kota, pada 33 provinsi.

Data Perkembangan Alokasi Bansos Desa Mandiri Pangan

Inputs tersebut digunakan untuk menghasilkan outputs yaitu:

(1) Jumlah Desa Mandiri Pangan yang dibina sebanyak 2.561 desa di 399 kabupaten/kota atau terealisasi 99,53 persen dari target 2.573 desa, terdiri dari: (a) 262 desa Tahap Persiapan; (b) 466 desa Tahap Penumbuhan; (c) 359 desa Tahap Pengembangan; (d) 221 desa Tahap Kemandirian; (e) 939 desa Replikasi; dan (f) 314 desa sudah mandiri;. (2) Jumlah kelembagaan ketahanan pangan yang telah terbentuk sebanyak 3 kelompok

kelembagaan, terdiri dari: (a) TPD (Tim Pangan Desa); (b) LKD (Lembaga Keuangan Desa); dan (c) Kelompok Afinitas. Keseluruhannya dibentuk di 2.851 desa di 399 kabupaten/kota pada 33 propinsi.

Dengan demikian, outcomes yang dihasilkan jumlah desa yang telah mencapai kemandirian sebanyak 825 desa atau terealisasi 99,87 persen, terdiri dari: (1) 221 desa Mapan Tahun Anggaran 2008, (2) 354 desa Mapan Tahun Anggaran 2007; dan (2) 250 desa Mapan Tahun Anggaran 2006.

Hal ini telah memberikan benefits, jumlah KK miskin yang tertangani melalui Pengembangan Desa Mandiri Pangan sebanyak 898.250 KK miskin dari sasaran 255.000 KK miskin.

(27)

Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, seiring dengan perkembangan tahapan pelaksanaan Desa Mandiri Pangan, kegiatan Demapan telah berkembang. Sampai dengan tahun 2011, pengentasan kemiskinan dan kerawanan pangan melalui Demapan telah meliputi sekitar 11.404 kelompok masyarakat yang tersebar di 2.851desa pada 399 kabupaten/kota rawan pangan di 33 propinsi yang dibangun secara bertahap dengan rincian sebagai berikut:

(1) Tahun 2006 sebanyak 250 desa di 122 kabupaten pada 30 propinsi, pada tahun 2009 sudah masuk dalam tahap Kemandirian, dan dijadikan Desa Inti dalam Gerakan Kemandirian Pangan (Gema Pangan) untuk membina 3 desa rawan pangan di sekitarnya menjadi Desa Replikasi;

(2) Tahun 2007 sebanyak 354 desa di 58 kabupaten pada 32 propinsi, pada tahun 2010 sudah masuk dalam tahap Kemandirian, untuk selanjutnya dijadikan Desa Inti untuk melaksanakan Gema Pangan;

(3) Tahun 2008 sebanyak 221 desa di 21 kabupaten pada 32 propinsi, sudah masuk dalam tahap kemandirian;

(4) Tahun 2009 sebanyak 349 desa di 74 kabupaten pada 33 propinsi, masuk dalam tahap Pengembangan; dan

(28)

(5) Tahun 2010 sebanyak 829 desa di 350 kabupaten pada 33 provinsi, sudah masuk dalam tahap penumbuhan;

(6) Tahun 2011 sebanyak 838 desa di 399 kabupaten pada 33 provinsi, sudah masuk dalam tahap persiapan;

Tabel .Perkembangan Jumlah Lokasi dan Kelompok Afinitas Deda Mapan Tahun 2006 – 2011

Tahun Posisi Tahap Pembangunan

Lokasi Jumlah KK Kelompok Afinitas Jumlah Bantuan Modal Usaha (Rp.000) Pro-vinsi Kabu-paten Desa KK KK Miskin KK % 2006 Gerakan 30 122 250 459.869 240.097 52,21 25.000.000 2007 Gerakan 32 180 354 467.514 242.825 51,94 35.400.000 2008 Kemandirian 32 201 221 61.232 31.326 51,16 22.100.000 2009 Pengembangan 33 275 349 61.082 27.922 45,71 34.900.000 2010 Penumbuhan 33 350 829 92.272 41.970 45,48 50.890.000 2011 Persiapan 33 399 838 90.222 44.230.000 Jumlah

Sumber : Laporan Akhir Desa Mapan Tahun 2011

Untuk mempermudah pembinaan melalui pemberdayaan, maka di setiap Desa Mapan dibentuk 3 hingga 4 kelompok afinitas yang memiliki anggota 15-20 KK perkelompok, termasuk minimal 30 persen diantaranya dari KK miskin. Sampai pertengan tahun 2011, telah dibina sekitar 175.000 KK dalam 10.000 kelompok afinitas, termasuk 38 persen atau 66.500 KK miskin. Bila setiap KK memiliki 5 orang angota rumah tangga, maka melalui Desa Mapan telah dibina 875.000 jiwa, termasuk 332.500 jiwa miskin di perdesaan.

Dukungan pelaksanaan kegiatan Desa Mapan di Pusat tahun anggaran 2011, telah dialokasikan dana sebesar Rp. 1.878.000.000 dengan realisasi capaian sebesar 90 %. Adapun kegiatannya meliputi :

1. Pertemuan Teknis Data Base Desa Mapan, bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan aparat dalam penyusunan database desa mapan. Output capaian dari kegiatan ini : Database Desa sasaran dan kelompok sasaran Desa Mapan 2011, sebanyak 226 desa baru dan 576 desa replikasi.

2. Workshop Evaluasi Kemandirian, bertujuannya untuk : (1) menetukan tingkat kemandirian dan (2) menyusun rencana kegiatan Desa Inti dan Replikasi Output capaian hasil evaluasi kemandirian dari 246 Desa dapat dikualifikasinya : Kualifikasi Tinggi ;37,8 %; Kualifikasi Sedang ; 56,1%; Kualifikasi Rendah : 6,1%. Sedangan pengembangan gerakan kemandirian telah ditetapkan 314 desa inti dan 939 desa replikasi.

(29)

3. Pertemuan Konsolidasi di Maluku, bertujuan untuk : (1) mengkonsolidasikan pelaksanaan kegiatan Desa Mapan di Provinsi Maluku, (2) menghimpun berbagai kendala dan permasalahan serta masukan dalam kegiatan Desa Mapan di Provinsi Maluku dan tindak lanjut kegiatan 2012. Output pertemuan, dihasilkannya evaluasi pelaksanaan dan rumusan hasil konsolidasi untuk rencana perbaikan kinerja pelaksanaan kegiatan Desa Mapan.

4. Pertemuan Teknis Pokja Kemandirian, bertujuan untuk : (1) melakukan konsolidasi dan koordinasi kerjasama lintas sektor dan sub sektor terkait di pusat (2) memperoleh masukan untuk revisi SK Mentan No: 596/Kpts/OT.160/10/ 2006 tentang Pembentukan Pokja Desa Mapan. Output yang dihasilkan : (1) rencana kerjasama lintas sektor terkait di pusat, provinsi dan kabupaten/kota, (2) komitmen daerah dalam kegiatan Gerakan Kemandirian Pangan, (3) rencana revisi SK Pokja Desa Mapan sesuai dengan Tupoksi dan ruang lingkup masing-masing kelembagaan.

5. Kerjasama Pengembangan Desa Mandiri Pangan dengan PT Agriranch Domba, bertujuan untuk : (1) menjalin kerjasama dengan institusi/lembaga terkait, (2) mengembangan produksi dan jaringan pemasaran usaha produktif kelompok. Output kegiatan berupa : komitmen dan perjanjian kerjasama kelompok dengan pengusaha (mitra usaha).

6. Workshop Kajian Wilayah Kepulauan, bertujuan : (1) menentukan model penanganan ketahanan pangan dan penyempurnaan kegiatan Desa Mandiri Pangan di wilayah Kepulauan, (2) membuat rekomendasi sebagai bahan kebijakan untuk penanganan rawan pangan dan penentuan cadangan pangan pada kondisi darurat di wilayah Kepulauan. Output : (1) model Penanganan ketahanan pangan dan rekomendasi kebijakan penanganan rawan pangan wil. Kepulauan (Propinsi NTT, Maluku, Kepri dan Babel).

7. Workshop Kajian Wilayah Papua dan Papua Barat, bertujuan : (1) menyusun model penanganan ketahanan pangan dan penyempurnaan kegiatan Desa Mandiri Pangan di wilayah Papua dan Papua Barat. (2) membuat rekomendasi sebagai bahan kebijakan untuk penanganan rawan pangan dan penentuan cadangan pangan pada kondisi darurat di wilayah Papua dan Papua Barat. Output : Model Penanganan ketahanan pangan dan rekomendasi kebijakan penanganan rawan pangan wilayah Kepulauan.

8. Workshop Evaluasi Akhir Desa Mandiri Pangan, bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan Desa Mapan TA. 2011 dan rencana tindak lanjut tahun depan.

(30)

Outputnya berupa rumusan hasil evaluasi kegiatan dan perbaikan kegiatan Desa Mapan

2. Penanganan Daerah Rawan Pangan (PDRP)

Kerawanan Pangan adalah suatu kondisi ketidakcukupan pangan yang dialami daerah, masyarakat atau rumah tangga, pada waktu tertentu untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan masyarakat. Penanganan kerawanan pangan meliputi pencegahan rawan pangan dan penanggulangan rawan pangan. Pencegahan dan penanggulangan rawan pangan dilakukan dengan menggunakan instrumen SKPG.

Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) adalah suatu sistem pendeteksian dan pengelolaan informasi tentang situasi pangan dan gizi yang berjalan terus menerus. Informasi yang dihasilkan menjadi dasar perencanaan, penentuan kebijakan, koordinasi program, dan kegiatan penanggulangan rawan pangan dan gizi.

Kerawanan pangan diakibatkan beberapa permasalahan yaitu : a) tidak adanya akses secara fisik maupun ekonomi bagi individu/rumah tangga untuk memperoleh pangan yang cukup, b) tidak tercukupinya pangan untuk kehidupan yang produktif individu/rumahtangga, dan c) tidak terpenuhinya pangan secara cukup dalam jumlah, mutu, beragam, aman, dan terjangkau.

Kondisi rawan pangan dibedakan menjadi dua, yaitu : rawan pangan kronis dan rawan pangan transien. Rawan pangan kronis adalah ketidakmampuan rumahtangga untuk memenuhi standar minimum kebutuhan pangan anggotanya pada periode yang lama karena keterbatasan kepemilikan lahan, asset produktif dan kekurangan pendapatan. Rawan pangan kronis berhubungan erat dengan kemiskinan yang disebabkan antara lain oleh tidak adanya akses terhadap lahan atau aset produktif lainnya, pekerjaan, penyakit maupun adanya hambatan sosial. Kondisi rawan pangan kronis dapat diketahui melalui Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG). Output dari SKPG berupa prakiraan kemungkinan kejadian kerawanan pangan dan peta situasi pangan dan gizi. Hasil kegiatan SKPG berupa situasi pangan dan gizi tersebut dapat digunakan untuk mengetahui wilayah yang mengalami kerawanan pangan kronis. Rawan pangan kronis dapat dibedakan dalam tiga kondisi yaitu kronis tinggi, kronis sedang, dan kronis rendah sesuai dengan output SKPG.

Rawan pangan transien adalah suatu keadaan rawan pangan yang bersifat mendadak dan

sementara, yang disebabkan oleh perbuatan manusia (penebangan liar yang menyebabkan banjir atau karena konflik sosial), maupun karena alam berupa berbagai musibah yang

(31)

tidak dapat diduga sebelumnya, seperti: bencana alam (gempa bumi, tanah longsor, gunung meletus, banjir bandang, tsunami).

Rawan pangan transien dibedakan menjadi 2 (dua) kondisi yaitu transien berat dan transien ringan. Kegagalan panen akibat kekeringan, serangan hama, penyakit ternak, musim angin barat, krisis ekonomi serta konflik sosial yang berkepanjangan merupakan penyebab umum terjadinya rawan pangan transien. Kejadian rawan pangan transien membutuhkan penanganan yang segera untuk mencegah dampak yang lebih luas. Oleh sebab itu diperlukan investigasi lebih lanjut untuk menentukan jenis intervensi, sasaran penerima, metode pelaksanaan intervensi dan sebagainya. Intervensi penanganan rawan pangan 2011 diberikan dalam bentuk penyaluran bantuan sosial (bansos) yang dialokasi pada dana Tugas Pembantuan (TP) Propinsi dan Kabupaten serta bansos di Pusat.

Alokasi dana PDRP di Pusat sebesar Rp 500 juta, telah dicairkan Rp 150 juta (30%), untuk pemanfaatan kegiatan padat karya pembersihan lahan dan saluran irigasi, untuk 6 kelompok di Kecamatan Salam dengan masing-masing kelompok tani Rp 25 juta. Kelompok tersebut yaitu: (1) Kelompok Tani Sido Makmur, Dusun Gempol, Desa Jumoyo; (2) Kelompok Tani Dadi Subur, Dusun Trayem, Desa Sirahan; (3) Kelompok Tani Dadi Makmur, Dusun Ngemplak, Desa Sirahan; (4) Kelompok Tani Margo Santoso, Dusun Seloiring RT 05/RW 04, Kelurahan Jumoyo; (5) Kelompok Tani Dadi Tentrem, Dusun Gemampan, Kelurahan Sirahan; dan (6) Kelompok Tani Dadi Rahayu, Dusun Gedolan, Kelurahan Sirahan. Pencairan dana bansos pusat ini berdasar surat Sekda Magelang No. 520/72/60/2011 tentang permohonan alokasi dana PDRP transien untuk membantu korban banjir lahar dingin gunung merapi. Selanjutnya sejumlah Rp 250 juta untuk penghematan (50%) dan pengalihan untuk penggunaan lain sebesar Rp 100 juta (20%).

Berdasarkan laporan dari propinsi yang diterima oleh Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan sampai dengan Januari 2012, alokasi dana PDRP di 33 Propinsi (dana Dekonsentrasi) sebesar Rp 17.350 Juta, telah dicairkan Rp 11.522.330.168 (66,41%).

Untuk dana dekonsentrasi, dana terserap 78,56 % dari Rp 7,35 milyar. Propinsi yang dalam pencairannya 100% ada 15 propinsi, yaitu Jawa Tengah, DIY, Aceh, Sumatera Barat, Jambi, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, NTT, Papua, Maluku Utara, Banten, dan Sulawesi Barat. Propinsi yang tidak mencairkan ada 3 yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat dan Kepulauan Riau, sedangkan propinsi yang tidak melaporkan sampai batas waktu yang ditentukan adalah Papua Barat. Dana ini dimanfaatkan untuk bahan pangan, sarana produksi dan food for work.

(32)

Alokasi dana TP PDRP di 400 kabupaten sebesar Rp 10.000.000.000,00 telah dicairkan Rp 5.748.207.680,00 (57,48%). Berdasarkan laporan propinsi, alokasi dana TP

kabupaten/kota, dari 400 kabupaten/kota sebagai target intervensi PDRP, hanya 230 kabupaten/kota yang mencairkan dana bansos PDRP. Pemanfaatannya untuk pengadaan bahan pangan, modal kerja, food for work dan sarana produksi. Sehingga masih terdapat 170 kabupaten/kota yang belum melaporkan pemanfaatan dana bansos PDRP. Propinsi yang tidak melaporkan sampai batas waktu yang ditentukan ada 2 (dua), yaitu Sulawesi Barat dan Papua Barat. Pencairan dana TP PDRP ini rendah karena sebagian daerah tidak melakukan analisis SKPG dan wilayahnya tidak mengalami bencana transien. Daerah yang tidak melakukan SKPG dan/atau tidak mengalami bencana transien tidak mencairkan dana PDRP. Sehingga realisasi dana bansos PDRP di tingkat pusat dan daerah (Dekonsentasi di Propinsi dan TP di Kabupaten) sebesar 65,39% (Rp 11.672.330.168,00) dari alokasi anggaran sebesar Rp 17.850.000.000,00.

Kabupaten/Kota Yang Telah Melaksanakan Intervensi PDRP Tahun 2011

No Propinsi Pagu Bansos (Dekonsentrasi, TP Propinsi, TP Kabupaten) Realisasi Bansos (Dekonsentrasi, TP Propinsi, TP Kabupaten) Intervensi Dana TP di

Kab/Kota Pemanfaatan Dana Bansos Target Realisasi

1 DIY 350.000.000 349.847.500 4 4 Bhn pgn, saprodi

2 Sulut 500.000.000 499.201.815 10 10 Bhn pgn, saprodi

3 Kalbar 525.000.000 450.000.000 13 12 Bhn pgn, saprodi, modal

kerja, food for work

4 Maluku 500.000.000 475.000.000 8 7 Bhn pgn, saprodi

5 Malut 400.000.000 375.000.000 6 5 Bhn pgn, saprodi

6 Jatim 1.075.000.000 877.768.602 33 26 Bhn pgn, modal kerja

7 Sumbar 750.000.000 650.000.000 18 14 Bhn pgn

8 Jateng 1.025.000.000 999.132.870 31 30 Bhn pgn, saprodi

9 Aceh 700.000.000 574.950.000 18 13 Bhn pgn, saprodi, food for

work

10 Babel 300.000.000 246.979.240 6 4 Bhn pgn

11 Kalsel 425.000.000 268.750.000 11 7 Bhn pgn, non pgn, food

for work

12 Jabar 825.000.000 350.000.000 23 14 Bhn pgn, modal kerja,

food for work

13 Sultara 400.000.000 300.000.000 10 6 Bhn pgn, saprodi 14 Gorontalo 275.000.000 200.081.253 5 3 Bhn pgn 15 Lampung 500.000.000 289.970.000 10 6 Bhn pgn 16 Kalteng 500.000.000 250.000.000 14 8 Bhn pgn, saprodi 17 Sumsel 500.000.000 249.289.200 14 8 Bhn pgn 18 NTB 500.000.000 372.830.000 10 6 Bhn pgn, saprodi

(33)

19 Kaltim 425.000.000 219.021.750 9 5 Bhn pgn, non pgn

20 NTT 775.000.000 550.000.000 19 10 Bhn pgn, saprodi, food for

work

21 Sumut 825.000.000 525.085.353 23 12 Bhn pgn, saprodi

22 Jambi 400.000.000 275.000.000 10 5 saprodi

23 Sulteng 500.000.000 324.985.000 10 3 Bhn pgn, saprodi

24 Papua 900.000.000 650.000.000 14 4 Bhn pgn, saprodi

25 Sulsel 825.000.000 375.000.000 23 5 Bhn pgn, saprodi, modal

kerja, food for work

26 Kep. Riau 175.000.000 25.000.000 5 1 Bhn pgn

27 Bengkulu 500.000.000 146.625.500 10 2 Bhn pgn, saprodi

28 Papua barat 575.000.000 25.000.000 7 1 Tidak ada laporan

kabupaten, propinsi

29 DKI Jakarta 75.000.000 0 1 0 tidak mencairkan

30 Riau 425.000.000 139.431.600 11 0 tidak mencairkan

31 Bali 250.000.000 88.930.485 4 0 tidak mencairkan

32 Banten 375.000.000 249.450.000 5 0 tidak mencairkan

33 Sulbar 275.000.000 150.000.000 5 0 tidak melaporkan

Total 17.350.000.000 11.522.330.168 400 230

Kurang optimalnya pencairan dana bansos PDRP pada tahun 2011disebabkan oleh: 1. Pencairan dana bansos tidak sesuai RUK;

2. Mekanisme pencairan dana bansos yang mengharuskan membentuk kelompok dengan jumlah min 10 dalam satu wilayah, dan pembukaan rekening baru kelompok, hal ini dianggap terlalu ribet;

3. SKPG dan PDRP ditangani dua bidang yang berbeda, sehingga dalam pelaksanaan PDRP kurang koordinatif;

4. Daerah tidak optimal dalam melaksanakan dan memanfaatkan hasil analisis SKPG; 5. Tidak adanya anggaran daerah untuk melakukan monitoring dan evaluasi di daerahnya; 6. Tingginya tingkat mutasi aparat.

Guna mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi, telah dilakukan beberapa upaya pemecahan masalah antara lain:

1. Pada surat perjanjian kerjasama di pedoman pelaksanaan PDRP 2012 ditambah pasal

yang memberikan sanksi tegas untuk pencairan bansos yang tidak sesuai dengan RUK;

(34)

a) Tidak harus membentuk kelompok, tetapi cukup ada perwakilan sasaran penerima manfaat dari 5KK yang tersebar di berbagai desa dalam satu kecamatan atau tersebar di beberapa kabupaten dalam 1 propinsi;

b) rekening tidak harus membuat baru, tetapi dapat menggunakan rekening salah satu wakil dari sasaran penerima manfaat;

3. Menggabungkan kegiatan SKPG dan PDRP pada satu bidang;

4. Meningkatkan sosialisasi ke daerah sesuai Pedoman Pelaksanaan yang ditetapkan; 5. Mengusulkan adanya anggaran untuk melakukan monitoring dan evaluasi PDRP di

propinsi dan kabupaten/kota

6. Sisa Bansos PDRP dikembalikan ke Kas Negara sebagai sisa belanja pembangunan tahun 2011;

7. Melanjutkan kegiatan pada TA. 2012 berdasarkan rekomendasi hasil monitoring dan evaluasi kegiatan PDRP.

Kegiatan di Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, Bidang Kerawanan Pangan yaitu (1) Pertemuan awal Kerawanan Pangan Daerah Perkotaan; (2) Workshop PDRP; (3) Pertemuan Kerawanan Pangan Daerah Perkotaan; (4) Workshop lanjutan Kerawanan Pangan Daerah Perkotaan

b). Bidang Ketersediaan Pangan

1. Apresiasi Analisis Ketersediaan Pangan

Dalam melakukan perencanaan ketersediaan diperlukan berbagai metode analisis ketersediaan pangan. Selama ini kegiatan analisis ketersediaan pangan dilakukan dengan menggunakan metode dan angka konversi yang berbeda – beda, sehingga perlu penyamaan persepsi terutama bagi aparat Badan/Kantor Ketahanan Pangan yang baru terbentuk di tingkat Kabupaten/Kota. Kegiatan Apresiasi Ketersediaan Pangan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan aparat di pusat dan daerah dalam melakukan analisis ketersediaan pangan wilayah.

Kegiatan Apresiasi Analisis Ketersediaan Pangan menggunakan input anggaran sebesar Rp. 500,35 juta atau terealisasi 98,22 persen dari target alokasi 509,40 juta. Inputs tersebut digunakan untuk menghasilkan outputs, yaitu jumlah provinsi yang melakukan analisis ketersediaan pangan sebanyak 33 provinsi atau terealisasi 100 persen. Dengan tersedianya output tersebut, dihasilkan outcome jumlah provinsi yang menindaklanjuti hasil analisis ketersediaan pangan sebanyak 33 provinsi. Hal ini telah memberikan

(35)

benefits, tersedianya bahan untuk penyusunan kebijakan ketersediaan pangan di 33 provinsi dan impacts, tersedianya pangan sesuai kebutuhan di 33 provinsi.

Kegiatan Apresiasi Analisis Ketersediaan Pangan dilaksanakan di 3 wilayah, yaitu di Provinsi Yogyakarta, Batam dan Bali pada bulan Maret 2011 dan diikuti oleh 139 orang peserta. Materi yang diberikan dalam apresiasi ini terdiri dari:

a. Penyusunan Neraca Bahan Makanan (NBM);

b. Aplikasi Angka Kecukupan Gizi (AKG) dan Pola Pangan Harapan (PPH); c. Analisis Pola Panen Bulanan;

d. Analisis Prognosa Ketersediaan Pangan Menjelang Hari Besar Keagamaan dan Nasional (HBKN).

Dengan fasilitator berasal dari Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian.

Secara umum kegiatan Apresiasi Analisis Ketersediaan Pangan telah dapat dilaksanakan dengan baik. Akan tetapi masih ditemui beberapa permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan Apresiasi Analisis Ketersediaan Pangan, antara lain:

- Aparat yang menangani analisis ketersediaan pangan di daerah sering berganti-ganti karena cukup tingginya frekuensi mutasi aparat di daerah. Oleh karena itu, apresiasi ini perlu dilaksanakan secara berkesinambungan.

- Data-data yang seharusnya dibawa dan digunakan untuk berlatih tidak lengkap karena aparat di daerah sulit mendapatkan data di lapangan, seperti data stok pangan, data ekspor impor pangan dan data pangan yang diolah untuk industri non makanan. Hal ini menyebabkan hasil latihan analisis ketersediaan pangan belum maksimal. - Beberapa aparat daerah yang hadir kurang dapat mengoperasikan komputer/laptop

sehingga sulit untuk mengikuti pelatihan.

- Materi yang disampaikan dalam apresiasi cukup banyak, sedangkan waktu apresiasi terbatas. Oleh karena itu, waktu apresiasi perlu ditambah.

2. Penyusunan FSVA (Food Security and Vulnerability Atlas)

Berdasarkan Inpres No. 1 tahun 2010, penyusunan FSVA tahun 2010 di 14 provinsi dan tahun 2011 di 18 provinsi. Empat belas provinsi yang menyusun FSVA di tahun 2010 adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Jambi, Bengkulu, Lampung, Sumatera Selatan,

(36)

Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Maluku. Sedang 18 provinsi yang menyusun FSVA dengan breakdown kecamatan pada tahun 2011 adalah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kep. Riau, Bangka Belitung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.

Kegiatan penyusunan FSVA bertujuan untuk: 1) Meningkatkan pemahaman petugas pelaksana tentang pentingnya informasi ketahanan dan kerentanan pangan; 2) Meningkatkan kemampuan petugas pelaksana dalam penyusunan peta ketahanan dan kerawanan pangan (FSVA) kabupaten; 3) Meningkatkan kemampuan petugas pelaksana dalam pemanfaatan data/indikator peta ketahanan dan kerawanan pangan untuk menyusun rencana program peningkatan ketahanan pangan dan penanggulangan kerawanan pangan dan gizi. Total anggaran untuk kegiatan Penanganan Daerah Rawan Pangan dan Penyusunan FSVA sebesar Rp. 788 juta. Inputs yang digunakan untuk kegiatan penyusunan FSVA berupa anggaran sebesar Rp. 690,495 juta atau 87,63% dari total anggaran. Kegiatan penyusunan FSVA menghasilkan output berupa (1) Jumlah Provinsi yang mengikuti sosialisasi Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) sebanyak 33 provinsi; (2) Jumlah provinsi yang mengikuti apresiasi Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) sebanyak 33 provinsi dan (3) Laporan FSVA tahun 2011 di 18 Provinsi sebanyak 18 buah atau terealisasi 100 persen.

Outcome kegiatan adalah provinsi yang menyusun FSVA sebanyak 18 provinsi atau terealisasi 100% dari target 18 provinsi. Benefit yang didapatkan berupa tersedianya bahan untuk penyusunan kebijakan penanganan kerawanan pangan dan gizi di 33 provinsi.

Kegiatan FSVA meliputi:

a. Pertemuan Review Data dan Meteodologi FSVA

Pertemuan review data dan metodologi FSVA diikuti peserta dari 28 provinsi yang menyusun FSVA, yaitu Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Riau, Kep. Riau, Bangka Belitung, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Timur,

Gambar

Tabel : Perkembangan Jumlah Lokasi Kegiatan Desa Mapan Tahun 2006-2011

Referensi

Dokumen terkait

Taufik Hidayat : Tinjauan Pelaksanaan Sistem Kewaspadaan Pangan Dan Gizi (SKPG) Pada Daerah Rawan..., 2002...

Kerentanan Pangan/Food Security and Vulnerability Atlas, FSVA), adalah kegiatan yang dilakukan untuk menyediakan informasi bagi pengambil keputusan dalam perencanaan

Peran Puslitbang Perkebunan sebagai lembaga penelitian dan pengembangan di bidang perkebunan menjadi semakin strategis, karena sampai saat ini sistem usahatani

Hasil yang dicapai kegiatan Analisis dan Penyusunan Pola Konsumsi dan Suplay Pangan dengan indikator kinerja jumlah jenis bahan pangan yang dikonsumsi dihitung

Untuk Urusan Ketahanan Pangan, terdapat 11 Indikator Kunci Utama (IKU) yang ditetapkan pada tahun 2018, yaitu : Persentase Ketersediaan Energi dan Protein per

Secara umum kebijakan yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Denpasar dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang berkaitan dengan kepentingan Peradilan Tingkat Pertama , baik

Perjanjian Kinerja merupakan komitmen kinerja antara Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan dengan Bupati Padang Pariaman yang mana telah

Secara umum kinerja Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian selama tahun 2011 berdasarkan sasaran indikator kinerja adalah berhasil dengan tingkat capaian