• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penatalaksanaan Irigasi Kateter Three Way Pada Pasien TURP 5.1.8 Alat dan bahan

HASIL PENELITIAN

5.5 Penatalaksanaan Irigasi Kateter Three Way Pada Pasien TURP 5.1.8 Alat dan bahan

Dari hasil penelitian mengatakan bahwa penatalaksanaan irigasi kateter three way perlu memperhatikan prosedur dan pemilihan kateter yang tepat alat yang digunakan atau disiapkan antara lain jelly, kateter three way no 24 dan NacL 0,9, adapun teknik pemasangan dengan menggunakan jelly yang dioleskan pada selang kateter dan dimasukkan ke meatus uretra sampai urin keluar sambungkan ke urin bag, lubang satunya lagi untuk saluran irigasi dan satunya sebagai pengunci maka dari itu pemilihan kateter three way sangat tepat untuk tindakan pembedahan TURP. Jelly merupakan alat pelumas kateter yang berbentuk kenyal, licin bila dipegang tangan dan semi cair yang berguna untuk membasahi atau mengolesi kateter supaya pada saat memasukan kateter tidak mencederai uretra Karena kondisi saluran uretra masih kondisi kering. bahwa pemilihan kateter ini harus tepat yang memiliki tiga lumen sedangkan untuk ukurannya biasanya perawat menggunakan ukuran kateter nomor 24 Fr. Kateterisasi menetap (foley kateter) digunakan pada klien pasca operasi uretra dan struktur di sekitarnya (TUR-P), obstruksi aliaran urin, obstruksi uretra, pada pasien inkontinensia dan disorientasi berat (Hidayat, 2006).

Hasil ini didukung penelitian yang dilakukan sebelumnya Radiono (2008) bahwa efektifas pemasangan kateter dengan mengolesi jelly di kateter dan menggunakan jelly yang dimasukan ke

meatus uretra, bahwa hasilnya tingkat nyeri yang dirasakan pasien

dengan jelly yang dimasukan ke meatus uretra lebih ringan dibandingkan yang diolesi.

Dari hasil penelitian bahwa perawat mengatakan cairan yang digunakan untuk irigasi adalah water steril dan NaCl 0,9%. Irigasi kateter adalah prosedur yang dirancang untuk mencegah formasi dan retensi clots sehingga dengan dilakukan tindakan TURP (Critine, Ng, 2001).

Menurut Alfraini, Syah (2010) menjelaskan continus blader

irigasi (CBI) merupakan tindakan membilas atau menyalurkan cairan

secara berkelanjutan pada bladder untuk mencegah pembentukan dan retensi clots darah yang terjadi setelah operasi transurethral resection

of the prostat (TURP).

Hal ini didukung dengan penilitian yang dilakukan oleh (Ahmad, 2005), irigasi kateter dengan menggunakan NaCl fisiologis secara terus menerus dapat menurunkan jumlah kuman dalam urine. NaCl termasuk cairan kristaloid yang mempunyai kelebihan diantaranya murah, mudah didapat, anafilaksi minimal, meningkatkan output urin. Sedangkan kekuranganya menimbulkan edema paru dan perifer bila diberikan dalam jumlah besar. Bila terjadi kelebihan cairan

irigasi masuk ke pembuluh darah melalui area yang direseksi sehingga menganggu kadar natrium dalam darah. Literatur lain mengatakan bahwa operasi TURP akan meningkatkan resiko hiponatremia dan sindroma TURP (Subrata, dkk, 2014). Bahwa irigasi setelah TURP menggunakan NaCl 0,9% atau sterilezed water for irrigation ini lazim digunakan di Indonesia setiap rumah sakit memiliki keputusan sendiri kedua jenis cairan ini aman dan sudah ada penelitian yang mengungkapan.

5.1.9 Teknik pemasangan

Dari hasil penelitian mengatakan teknik pemasangan kateter dengan mengoleskan jelly di sepertiga kateter dimasukan ke dalam uretra dan di plester dipaha lalu ditraksi Menurut (Hooton et al, 2010) Kateter adalah sebuah alat berbentuk pipa yang dimasukan ke dalam kandung kemih dengan tujuan untuk mengeluarkan urin. Pemasangan kateter urin adalah tindakan memasukan alat berupa selang karet atau plastik melalui uretra ke dalam kadung kemih untuk mengeluarkan urin. Jelly digunakan sebagai pelumas untuk kateterisasi urin pada laki-laki dengan prinsip steril sebelum pemasukan selang kateter sehingga mengurangi pergesekan uretra yang menimbulkan nyeri (Chandra & Ningsih, 2010).

Traksi bertujuan mengurangi pendarahan dan menarik balon kateter kearah bladder neck dan menghalangi masuknya perdarahan prostat kedalam kandung kemih, diantara partisipan menyatakan

pemasangan pada pembedahan TURP masih terdapat perdarahan kecil oleh sebab itu harus segera dipasang kateter three way. Kateter di isi sebanyak 30 cc selanjutnya kateter ditarik ke bawah dipasang traksi kateter dengan harapan balon kateter akan menekan luka bekas uretra dan difiksasi di daerah femoralis.

Salah satu partisipan juga menyebutkan kaki yang dipasang traksi tidak boleh di tekuk, penelitian serupa pernah diteliti oleh Mochhamat Sodiq, (2012). Bahwa adanya pengendoran pemasangan traksi kateter disebabkan oleh karena pasien sebagian sudah berumur dari 65 tahun, sehingga pada saat post operasi TURP dan setelah dipasang traksi pasien sulit diberi pengertian tentang manfaat pemasangan traksi kateter sering kali ditekuk yang sebenarnya belum boleh dilakukan pasien post operasi TURP dimana hal ini akan menyebabkan masih terjadinya pendarahan yang terlihat pada urine bag berwarna kemerah merahan.

Menurut Athur, (2007) Setelah 20 menit – 1 jam bekuan darah akan mengalami retraksi dan ini akan menutup luka, kecilnya frekuensi perdarahan yang terjadi pada saat 12-24 jam, disebabkan oleh pemasangan kateter traksi kateter yang dilakukan setelah operasi TURP langsung dilakukan.

Menurut Abdulah, (2009) bila terdapat perdarahan pasca TURP ahli urologi sering melakukan traksi kateter sehingga balon kateter tertarik ke arah bladderneck dan menghalangi masuknya

perdarahan prostat ke dalam buli-buli. Pemasangan traksi post operasi TURP pasca operasi dipasang folley kateter 24 tiga cabang dengan balon diisi 40 cc dan irigasi kateter memakai NaCl 0,9% dengan kecepatan 5000mL/jam tujuannya pemasangan traksi ini diharapkan oleh tampon kateter.

Selain itu bekuan darah terdiri dari bagian benang fibrin bekuan darah terdiri dari benang fibrin yang berjalan dalam segalah arah dan menjerat sel darah, trombosit dan plasma. Benang fibrin juga melekat pada permukaan darah yang rusak, oleh karena itu bekuan darah yang menempel pada lubang di pembuluh darah dan demikian mencegah kebocoran dengan penekanan melalui traksi kateter diharapkan bekuan darah pada bekas luka sayatan operasi tidak lepas sehingga membantu proses penghentian darah.

5.1.10 Bagian-bagian three way

Dari hasil penelitian mengatakan bagian – bagian kateter three

way ada tiga lumen diantaranya satu lubang untuk pengunci, saru

untuk saluran air dan satunya lagi untuk saluran irigasi yang di sambungkan melalui tranfusi set dan terhubung dengan infus NaCl 0,9%. Sesuai percabanganya kateter ini di bedakan dua jenis kateter cabang 2 (two way catheter) dan 3 (three way catheter). Kateter two

way yang mempunyai dua buah jalan antara lain untuk

mengembangkan balon satu cabang sebagai pengunci, cabang lainnya digunakan untuk mengalirkan urin dari kandung kemih dan dapat

disambung dengan tabung tertutup dari kantung urin. Dan kateter cabang 3 ( two way cathter) mempunyai percabangan (lumen) lagi yang berfungsi untuk mengalirkan air pembilas (irigasi) yang dimasukan ke dalam selang infus. Kateter ini biasanya dipakai setelah operasi prostat untuk mencegah timbulnya bekuan darah. (Basuki, 2009). Kateter ini terbuat dari karet atau plastik yang mempunyai cabang dua atau tiga dan terdapat satu balon yang dapat mengembang oleh air atau udara untuk mengamankan atau menahan ujung kateter dalam kandung kemih. sedangkan kateter dengan tiga cabang dan dua cabang mempunyai fungsi sama pada umumnya kateter, sementara cabang ketiga berfungsi untuk disambungkan ke irigasi, sehingga cairan irigasi yang steril dapat masuk ke kandung kemih, tercampur dengan urin, kemudian akan keluar lagi. Pemasangan kateter jenis ini bisa melalui uretra atau suprapubik.

5.1.11 Jarak irigasi

Dari hasil penelitian mengatakan jarak irigasi bermacam-macam menyebutkan antara 50-70 cm dari pasien, alasan dari jarak irigasi ini dimasudkan untuk menjaga tekanan irigasi jangan terlalu tinggi dan jangan terlalu rendah, karena apabila terlalu tinggi dikhawatirkan tekanan terlalu tinggi masuk ke pembuluh darah yang ada di prostat yang telah direkseksi. Dan apabila terlalu rendah aliran irigasi kurang tekanan sehingga kurang efektif untuk membilas sisa

biasanya guyur, hari pertama sekitar 60 tetes permenit, hari kedua sekitar 40 tetes permenit, hari ketiga intermiten. Meskipun demikian tetesan dapat berbeda antar pasien disesuaikan kondisi pasien.

5.1.12 hambatan Irigasi

Dari hasil penelitian mengatakan salah satu hambatan dalam irigasi kateter adanya clots atau gumpalan darah yang menyumbat dilubang kateter. Clots ini merupakan sisa-sisa jaringan hasil reseksi yang ada didalam, menurut para ahli urologi sebelum pasang kateter dianjurkan melakukan evakuasi dengan alat elik evakuator sampai bersih. Clots yang terkumpul dapat menimbulkan obstruksi dan menyebabkan nyeri akibat kelebihan cairan dan ruptur kandung kemih (Afrainin, 2010).

Rasa nyeri diperut atau didaerah suprabupik bermakna adanya

clots atau gumpalan darah yang banyak di kandung kemih, sehingga

kandung kemih sangat teregang. Hal ini disebabkan karena cairan irigasi yang menetes terus menurus, sedangkan aliran dibawah urine bag tidak lancar kita curigai adanya clots yang menyumbat kateter. 5.1.13 Cara mengatasi Hambatan Irigasi

Dari hasil penelitian menyatakan bahwa cara mengatasi hambatan adalah spooling dari penelitian perawat mengatakan bahwa cara spooling menggunakan spuit 50 cc lubang pinggir diisi dengan NaCl 0,9% dimasukkan salah satu lubang kateter secara pelan dilakukan secara berulang sampai aliran urin lancar yang tujuan yang

untuk membilas atau membuka clots yang menempel di ujung kateter. Sebagian perawat tindakan spooling pada kateter three way sampai berapa kali hingga aliran urine bag lancar dan harus sama tetesannya dengan yang diirigasikan.

Menurut Kozier dkk, (2010) menjelaskan irigasi (spooling) adalah pembilasan atau pembersihan dengan larutan tertentu guna membersihkan kandung kemih dan kadangkala untuk memberikan obat kedinding kandung kemih yang larutannya terdiri dari antiseptik dan antibiotik untuk membersihkan kandung kemih atau infeksi lokal. Tindakan ini menerapkan asepsis steril.

Dari data RSUD DR. H. Moh. Anwar Sumenep tahun (2014), pengaruh perawatan kateter dengan metode spooling terhadap kejadian infeksi saluran kemih terdapat 22 responden dilakukan tindakan spooling sebanyak 17 orang (77,3%) mayoritas responden tidak mengalami infeksi saluran kemih dan yang mengalami infeksi saluran kemih sebanyak 5 orang (22,7%).

Hal ini dikarenakan spooling kateter urine sendiri berfungsi untuk membersihkan segmen seperti pus, darah, lendir bahkan mikroorganisme dari saluran kateter. Program perawatan kateter dengan metode spooling dilakukan setiap hari pada pagi hari sehingga mikroorganisme penyebab infeksi saluran kemih tidak dapat berkoloni. Dengan demikian perawatan kateter metode spooling dapat

mengurangi kejadian infeksi saluran kemih pada pasien pengguna kateter urine di rumah sakit.

5.1.14 Alasan pelepasan kateter

Hasil penelitian mengatakan bahwa alasan perawat melepas kateter ada berbagai macam meliputi lama kateter dilepas tiga sampai 7 hari, observasi urin sampai jernih, tidak ada warna merah kemerahan, tidak macet, aliran kateter lancar dan bening, bisa dilakukan bladder training dulu. Menurut Afrainin, (2010) klien juga harus dipantau untuk mengetahui ada tidaknya hematuria dengan memantau urin dan konsistensinya jika tidak terdapat komplikasi. Kecepatan aliran dapat dikurangi dan kateter dapat dilepas pada pertama atau hari kedua post operasi.

Perawat juga mengungkapkan cara sebelum melepas kateter dengan bladder training, salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami gangguan keadaan normal atau fungsi optimal neurugenik maka dilakukan bladder training. Tujuan dari bladder training adalah untuk melatih kandung kemih dan mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih (Potter & Perry, 2005). Bladder

training efektif untuk mengatasi inkontinensia urin, Sehingga setiap

pasien mendapatkan bladder training yang berbeda tergantung dari perawat yang menangani. Bladder training sangat penting untuk meningkatkan fungsi eliminasi berkemih pasien, jika pulang dari

rumah sakit tanpa mendapatkan bladder training yang benar maka pasien akan kebingungan ketika melakukan eliminasi berkemih, pasien biasanya menggunakan kateter three way (kateter 3 cabang) sehingga pada waktu memberikan pengarahan pada pasien perawat melibatkan keluarga. Peneliti berpendapat pasien yang menjalani tindakan operasi akan terpasang dower cateter selama kurang lebih 1 minggu untuk pelepasan dower cateter setelah bila tidak ada perlukaan di kandung kemih dan untuk mencegah resiko terjadinya penutupan uretra yang berakibat terjadinya perlengketan luka yang dapat menimbulkan terjadinya penutupan uretra yang berakibat terjadinya retensi urin pasca operasi.

Penggunaan kateter ini bervariasi hal ini tergantung pada kondisi pasien sesuai dengan anjuran medikasi dokter. Kateter ini dapat diganti apabila terjadi kerusakan seperti kebocoran dan kateter dapat dilepas apabila pasien sudah dapat melakukan eliminasi urinasi secara normal, pasien dengan terpasang kateter harus dikaji mengenai keadaan kateter dan dapat diperoleh waktu yang optimum untuk mengganti ataupun untuk melepas kateter.

Menurut penelitian sebelumnya di RSU PKU Muhammadiyah tahun (2005), bahwa berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara waktu terpasang kateter dengan derajat ketidaknyamanan (nyeri) pada pasien yang terpasang kateter uretra rata-rata lama waktu penggunaan kateter,

akibat pemasangan kateter yang lama selain terjadi infeksi saluran kemih (ISK) dan dapat berakibat terjadinya inkotinesia urin.

5.6 Perawatan dan hambatanya