• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

5.6 Perawatan dan hambatanya 5.2.5 Cara Merawat Kateter

Hasi dari penelitian mengatakan bahwa cara perawatan kateter adalah dengan desinfektan disini perawat menggunakan kassa betadine yang dioleskan dari glans penis sampai pangkal kateter dilakukan secara berulang dan setiap hari. Perawatan kateter harus diperhatikan agar dapat mencegah terjadi bakteri. Tindakan asepsis yang ketat diperlukan saat memasang kateter dan perawatan kateter.

Desinfektan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi dengan membunuh jasad renik (bakterisid) terutama pada benda mati kriteria dari desinfektan yang ideal adalah bekerja dengan cepat untuk menginaktivasi mikroorganisme pada suhu kamar, berspektrum luas, aktifitasnya tidak dipengaruhi oleh bahan organik, PH, temperatur dan kelembaban, tidak toksik pada hewan dan manusia, tidak bersifat korosif, bersifat biodegradable, memilik kemampuan menghilangkan noda, stabil, mudah digunakan dan ekonomis (Buther and Ulacto, 2010). Dalam hal ini perawat untuk penggunaan desinfektan kateter menggunakan betadine.

Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan Widha Sepalinita, (2012) bahwa kelompok kontrol yang dilakukan proposi positif bakteriuria lebih banyak dari pada kelompok perlakuan pada perawatan kateter indewelling. Kelompok control lebih banyak ditemukan kontaminasi bakteri dengan hygiene dan perawatan yang kurang. Pada kelompok perlakuan mengalami penurunan bakteri yang dilakukan hygiene dan perawatan kateter.

Perawatan kateter urin indewelling harus diperhatikan agar dapat mencegah terjadinya bakteriuria. Tindakan asepsis yang ketat diperlukan saat memasang kateter dan perawatan kateter. Asepsis adalah hilangnya mikroorganisme patogen atau penyebab penyakit. Teknik asepsis adalah prosedur yang membatu mengurangi resiko terkena infeksi (Potter & Pery, 2009). Tindakan mencuci tangan mutlak harus dilakukan sebelum dan setelah penanganan kateter, selang kateter dan kantong penampung urin (Potter & Pery, 2009).

Menurut Gilbert, (2006) Perawatan kateter urine adalah perawatan yang dilakukan teknik aseptik dengan membersihkan permukaan kateter urine dan daerah sekitar agar bersih dari kotoran, smegma, dan krusta yang terbentuk dari garam urine.

Berdasarkan rekomendasi American Association of critical care nurses, (2009) bahwa bagian dari perawatan kateter urine adalah hygiene rutin dua kali sehari di daerah perianal dan kateter urine. Pembersihan dapat dilakukan pada saat mandi sehari-hari atau saat

pembersihan daerah perineum setelah pasien buang hari besar. Bagian dari perawatan kateter urine juga termasuk pembersihan daerah maetus uretral. Pembersihan urine yang rutin dapat menghilangkan krusta dari permukaan sebelah luar (Makic et al, 2011).

5.2.6 Hambatan Pemasangan Kateter

Hasil dari penelitian mengatakan bahwa hambatan pemasangan kateter adalah karena adanya pembesaran prostat otomatis saluran uretra menyempit otomatis kateter tidak bisa masuk karena saluran uretra dari glans penis meatus uretra sampai vesika

urinaria menurut histology kelenjar prostat merupakan kumpulan

30-50 kelenjar tubulo alveolar yang bercabang duktusnya bermuara tiga zona yang berbeda. Pertama zona sentral yang meliputi 25% dari volume kelenjar, kedua zona perifer yang meliputi 70% dari volume kelenjar dan merupakan tempat predeleksi timbulnya kanker prostat, ketiga adalah zona transisional yang merupakan tempat asal sebagian besar hyperplasia prostat jinak (Junguera, 2007).

5.2.7 Obat (advis dokter)

Hasil dari penelitian mengatakan bahwa obat yang digunakan saat kesulitan memasang kateter menggunakan lidokain 2%, jelly, spuit 5 cc, dicampur dalam wadah kom kecil. Jelly digunakan sebagai pelumas untuk katerisasi urin pada laki-laki dengan prinsip steril sebelum memasukkan selang kateter sehingga mengurangi pergesekan uretra yang menimbulkan nyeri obat yang digunakan lidokain 2 %

yang dicampur dengan jelly dimasukkan ke dalam spuit kemudian di masukkan ke meatus uretra. Lidokain adalah obat anestesi lokal kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian obat topikal dan suntikkan yang menimbulkan hantaran lebih cepat, lebih kuat dan lama.

Hal ini senada dalam penelitian sebelumya (Wantonoro, dkk., 2014). jelly anestesi yang memiliki kandungan lidokain 2% merupakan obat anestesi lokal yang mempunyai kemampuan untuk menghambat konduksi neurotramsmiter di sepanjang serabut saraf sensorik sehingga mencegah terjadinya nyeri, lidokain dapat diserap setelah pemberian mukosa laju dan tingkat penyerapan tergantung pada konsentrasi dan dosis total yang diberikan sesuai paparan.

Kateterisasi urin pada laki-laki dengan menggunakan jelly anestesi secara tepat akan mengurangi rasa nyeri dan mempengaruhi kecepatan pemasangan kateter sehingga mengurangi ketidaknyamanan dan trauma dinding uretra akibat pergesekan dengan selang kateter, namun memastikan sensitivitas terhadap penggunaan jelly anestesi pada pasien merupakan hal yang sangat penting untuk mencegah terjadinya reaksi alergi (Geng. E. L. et al., 2012). Menurut Tzortzis et al., (2009) jelly dengan kandungan lidokain 2% merupakan batas aman yang tidak menimbulkan reaksi keracunan secara sistemik.

5.2.8 Cara Mengatasi Kendala

Dari hasil penelitian menyatakan bahwa cara mengatasi kendala saat pasang kateter diantaranya menggunakan kateter dari yang terkecil sampai yang paling besar sampai urin keluar juga dianjurkan pasien rileks dan nafas dalam supaya tidak terjadi tahanan saat pasang kateter. Tujuannya supaya tidak mencederai dari saluran uretra dimana uretra merupakan saluran berbentuk pipa yang berfungsi saluran pengeluaran urine yang telah ditampung di dalam

vesica urinaria (kandung kencing) ke luar badan (dunia luar) dan

saluran semen. Saluran tersebut dimulai dari orificium urethra internum dan masuk lewat di dalam prostat, berlanjut berjalan di dalam corpus cavernosum urethrae dan berakhir pada lubang luar pada ujung penis (orificium uretra eksternum). Dengan demikian uretra laki-laki menurut tempat yang dilewati dapat dibedakan menjadi tiga bagian berurutan, yaitu pars prostatica, pars

membranosa clan pars spongiosa urethrae.

5.7 Perasaan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perasaan saat ada kendala perawat mengatakan tidak nyaman dan segera harus mensiasatinya agar kateter bisa dipasang, takut, apabila pasien kesakitan kasihan sama pasien. Bahwa yang dialami oleh perawat adalah beban hati atau psikologis dari perawat sendiri.

Menurut Yusuf, (2008) bahwa reaksi psikologis merupakan gelisah, cemas, sering marah-marah bersikap agresif baik secara verbal seperti berkata-kata kasar, maupun non verbal seperti menendang-nendang, membanting pintu atau memecahkan barang-barang. Kecemasan adalah rasa khawatir, takut yang tidak jelas sebabnya.

Kecemasannya juga merupakan kekuatan yang besar dalam menggerakkan tingkah laku, baik tingkah laku yang menyimpang ataupun yang terganggu (Singgih & Gunarsa, 2008) menurut peneliti bahwa dalam pemasangan prosedur kateter adakalanya ada hambatan baik walau yang sudah bekerja di rumah sakit sudah lama ini disebabkan bahwa pemasang kateter mempunyai beberapa resiko bagi pasien sehingga bila ada perawat yang mengalami kendala bisa menyebabkan rasa cemas, tidak nyaman dan kasihan sama pasien.