• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.3 Pembahasan dan Analisis Penelitian

4.3.1 Pencapaian Tujuan

Pencapaian tujuan adalah suatu upaya keseluruhan untuk mencapai suatu tujuan yang harus dipandang sebagai suatu proses. Dalam upaya pencapaian tujuan ini terdapat beberapa proses yang harus dilakukan antara lain kurun waktu pencapaian tujuan, sasaran merupakan target yang kongkrit, serta adanya dasar hukum dalam pelaksanaan pencapaian tujuan tersebut. Upaya pencapaian tujuan dari Program Pembinaan Wanita Pekerja Seks ini adalah untuk mengurangi jumlah wanita pekerja seks yang ada di Kota Cilegon. Program Pembinaan Wanita Pekerja Seks tahun 2014 ini berjalan dalam jangka waktu 12 hari. Seperti yang dikatakan oleh Kepala Dinas Sosial Kota Cilegon, beliau mengatakan bahwa:

“Kalau untuk lamanya program untuk PMKS itu satu tahun, hanya dibagi–bagi untuk setiap kategori PMKS.PMKS itu ada 26 jenis, diantaranya ada WPS (Wanita Pekerja Seksual).Program pembinaan WPS

pada tahun 2014 sendiri berlangsung selama12 hari”.(Wawancara dengan

Ibu Hj. Abadiah, S.Pd, M.Si. 23 Februari 2015, Pukul 09:21 WIB)

Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1 di atas terlihat bahwa Program Pembinaan Wanita Pekerja Seks ini berjalan selama 12 hari. Ini mengartikan bahwa kurun waktu pelaksanaan Program Pembinaan Wanita Pekerja Seks sendiri berjalan selama 12 hari dikarenakan adanya pembagian waktu pelaksanaan Program Pembinaan sesuai dengan kategori masing – masing PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial). Sedangkan untuk PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) pada Dinas Sosial Kota Cilegon terdiri dari 26 PMKS sehingga pelaksanaan Program Pembinaan mempunyai waktu yang singkat.

Adapun tujuan Program Pembinaan yang dilakukan Dinas Sosial Kota Cilegon adalah untuk mengurangi jumlah Wanita Pekerja Seks.Seperti yang dikatakan oleh Kepala Dinas Sosial Kota Cilegon, beliau mengatakan bahwa:

“Tujuannya antara lain, sebagai tupoksi Dinas Sosial. Lalu untuk mengetahui penyakit masyarakat yang ada di Cilegon, khususnya WPS itu sendiri.Selain itu tujuannya adalah ingin mengetahui seberapa banyak masyarakat Cilegon yang memliki profesi menjadi WPS.Dan juga ingin mengetahui seberapa banyak indikasi adanya penyakit menular, dan kemarin ternyata hasil dari cek kesehatan itu terindikasi ada satu orang WPS yang terkena penyakit HIV.Tujuan lainnya adalah supaya menyadarkan mereka supaya tidak lagi bekerja sebagai WPS.Oleh karena itu diadakanlah program pembinaan tersebut”.(Wawancara dengan Ibu Hj. Abadiah, S.Pd, M.Si. 23 Februari 2015, Pukul 09:21 WIB)

Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1 di atas terlihat bahwa Program Pembinaan Wanita Pekerja Seks mempunyai beberapa tujuan antara lain :

1. Sebagai Tupoksi Dinas Sosial

Hal ini sesuai dengan Peraturan Walikota Cilegon Nomor 38 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Sosial Kota Cilegon yang menyatakan tugas Dinas Sosial adalah memberikan bantuan atau perlindungan melalui kegiatan Pelayanan, Rehabilitasi, Jaminan, dan Pembinaan yang berkenaan dengan masyarakat.

2. Untuk mengetahui penyakit masyarakat yang ada di Cilegon, khususnya Wanita Pekerja Seks itu sendiri.

Dinas Sosial ingin mengetahui jumlah serta mendata PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) yang berada di daerah Cilegon, untuk PMKS pada Dinas Sosial Kota Cilegon terdiri dari 26 PMKS, selain itu Dinas Sosial ingin mengetahui jumlahWanita Pekerja Seks yang berada di Kota Cilegon.

3. Ingin mengetahui seberapa banyak masyarakat Cilegon yang memliki profesi

menjadi Wanita Pekerja Seks.

Dinas Sosial ingin mengetahui jumlah serta mendata masyarakat Cilegon yang memliki profesi menjadi Wanita Pekerja Seks sehingga data ini dapat dijadikan tolak ukur bagi Dinas Sosial Kota Cilegon agar dapat melakukan evaluasi terhadap program pembinaan yang dilakukan tiap tahun berhasil atau tidak. Jika jumlah Wanita Pekerja Seks berkurang bisa dikatakan bahwa program pembinaan berhasil, tetapi jikajumlah Wanita Pekerja Seks semakin bertambah bisa dikatakan bahwa program pembinaan tidak berhasil sehingga perlu dicarikan jalan keluar atau solusinya.

4. Ingin mengetahui seberapa banyak indikasi adanya penyakit menular.

Dinas Sosial ingin mengetahui jumlah serta mendata Wanita Pekerja Seks yang mempunyai penyakit menular teutama HIV, sehingga Dinas Sosial dapat mengantisipasi penyebaran virus HIV tersebut, ternyata dari hasil razia yang dilakukan tahun 2014 berdasarkan hasil dari cek kesehatan itu terindikasi ada satu orang Wanita Pekerja Seks yang terkena penyakit HIV.

5. Supaya menyadarkan mereka supaya tidak lagi bekerja sebagai wanita pekerja seks.

Program pembinaan mempunyai tujuan agar para Wanita Pekerja Seks tidak kembali ke profesi lama mereka, sehingga Dinas Sosial mengadakan Program pembinaan setiap tahunnya untuk diberikan kepada para Wanita Pekerja Seks yang telah terjaring razia sehingga para Wanita Pekerja Seks dapat membuka usaha mandiri.

Pendapat yang berbeda diungkapkan olehKepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kota Cilegon, beliau mengatakan bahwa:

Untuk merubah perilaku yang tidak baik, menjadi punya keahlian yang

dapat menambah penghasilan keluarga” (Wawancara dengan Bapak M. Sudaryo. SE, M.Si. 3 Februari 2015. Pukul 09:41).

Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-2 di atas terlihat bahwatujuan diadakannya program pembinaan adalah untuk merubah perilaku yang tidak baik, yang tadinya berprofesi sebagai Wanita Pekerja Seks diberi keahlian oleh Dinas Sosial sehingga dapat membuka usaha sendiri yang pada akhirnya keahlian yang diperoleh dari program pembinaan dapat menambah penghasilan keluarga

Program pembinaan yang diadakan oleh Dinas Sosial untuk para Wanita Pekerja Seks yang terjaring razia sepenuhnya belum mencapai tujuan yang maksimal.Seperti yang dikatakan oleh Kepala Dinas Sosial Kota Cilegon, beliau mengatakan bahwa:

"Sudah terlaksana namun belum mencapai 100%”.(Wawancara dengan Ibu Hj. Abadiah, S.Pd, M.Si. 23 Februari 2015, Pukul 09:21 WIB)

Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1 di atas terlihat bahwa Program pembinaan namun belum mencapai 100%, hal ini diakibatkan banyak faktor yang mempengaruhi seperti kurangnya anggaran untuk program pembinaan paraWanita Pekerja Seks, waktu pelaksanaan program pembinaan yang singkat serta belum adanya tempat pusat rehabilitasi terpadu sehingga program pembinaan tidak berjalan dengan hasil yang maksimal.

Sama halnya dengan pendapat yang diungkapkan oleh Kepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kota Cilegon, beliau mengatakan bahwa:

Secara kurikulum sudah tercapai, kemudian dari segi manfaat yang memang perlu dibina terus menerus, perlu dipantau, dibina, supaya tidak kembali lagi ke profesi sebelumnya.”(Wawancara dengan Bapak M. Sudaryo. SE, M.Si. 3 Februari 2015. Pukul 09:41).

Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-2 di atas terlihat

bahwatujuanprogram pembinaansecara kurikulum sudah tercapai, hal ini dibuktikan dengan tersampainya materi-materi yang diberikan pada saat program pembinaan. Kemudian dari segi manfaat yang memang perlu dibina terus menerus, perlu dipantau, dibina, supaya wanita pekerja seksyang mengikuti program pembinaan tidak kembali lagi ke profesi sebelumnya.

Adapun pelaksanaan program pembinaan hanya dilakukan sekali dalam setahun yang waktu pelaksanaan yang sangat singkat serta para peserta program pembinaan yang terbatas sehingga banyak kendala dalam pemilihan sasaran program pembinaan.Seperti yang dikatakan oleh Kepala Dinas Sosial Kota Cilegon, beliau mengatakan bahwa:

“Kendalanya antara lain setiap kita mau razia itu ternyata informasinya sudah bocor, masih ada beberapa oknum yang belum mendukung program sehingga perolehan WPS saat kegiatan razia menjadi tidak maksimal. Yang kedua adalah keluarga WPS tersebut banyak yang memohon untuk dilepaskan atau dikembalikan. Ternyata diantara keluarga tidak tahu kalau anggota keluarganya menjadi WPS”.(Wawancara dengan Ibu Hj. Abadiah, S.Pd, M.Si. 23 Februari 2015, Pukul 09:21 WIB)

Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1 di atas terlihat bahwa kendala yang dihadapi Dinas Sosial Kota Cilegon yaitu setiap maurazia itu ternyata informasi akan terjadi razia sudah bocor, masih ada beberapa oknum yang belum mendukung program pembinaan sehingga perolehan wanita pekerja seks saat kegiatan razia menjadi tidak maksimal.Selain itu keluarga wanita pekerja seks tersebut banyak yang memohon untuk dilepaskan atau dikembalikan.Ternyata diantara keluarga tidak tahu kalau anggota keluarganya menjadi wanita pekerja seks.

Pendapat lain diungkapkan oleh Kepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kota Cilegon, beliau mengatakan bahwa:

Kendalanya ada, yaitu perlunya motivasi.Minat dan bakat mereka kurang, tapi setelah diberikan arahan Alhamdulillah dia bisa mengerjakan sesuatu yang menghasilkan. Jadi harus diadakan

pengawasan terus menerus sehingga mereka menjadi mahir”.(Wawancara

Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-2 di atas terlihat bahwaKendalanya yaitu perlunya motivasi, hal ini dilakukan oleh Dinas Sosial agar para peserta bisa mengerjakan sesuatu yang menghasilkan. Selain itu harus diadakan pengawasan terus menerus sehingga mereka menjadi mahir yang pada akhirnya dapat mencari penghasilan sendiri dengan keahlian yang mereka peroleh dari program pembinaan yang diadakan olehDinas Sosial Kota Cilegon.

Sasaran kongkrit dari Program Pembinaan Wanita Pekerja Seks ini adalah para Wanita Pekerja Seks yang ada di wilayah Kota Cilegon.Sebelum memberikan Program Pembinaan, Dinas Sosial mengadakan kegiatan razia yang selanjutnya dilanjutkan dengan pendataan para Wanita Pekerja Seks tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Kepala Dinas Sosial Kota Cilegon, beliau mengatakan bahwa:

Berdasarkan informasi masyarakat dahulu kalau di suatu tempat terdapat gejala penyakit masyarakat khususnya WPS.Lalu kita adakan razia, setelah itu kita lakukan pendataan.Untuk programnya sendiri kita lihat dahulu dari usia WPS tersebut lalu dari minat dan bakat WPS itu sendiri.” (Wawancara dengan Ibu Hj. Abadiah, S.Pd, M.Si. 23 Februari 2015, Pukul 09:21 WIB).

Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1tersebut dapat diketahui bahwa sasaran kongkrit program pembinaan ini memprioritaskan pemberian kegiatan pembinaan kepada Wanita Pekerja Seks (WPS) yang sudah terdata sebelumnya di Dinas Sosial. Jadi, peserta program pembinaan ini adalah wanita pekerja seks yang sudah pernah terjaring razia, lalu kembali terjaring razia untuk yang kedua kalinya. Proses pendataan WPS dilakukan setelah mereka terjaring razia yang dilakukan oleh Satpol PP Kota Cilegon. Setelah terjaring razia, para WPS tersebut diserahkan kepada pihak Dinas Sosial Kota Cilegon guna dilakukan pendataan.

Dalam pelaksanaan kegiatan Program Pembinaan tersebut, Dinas Sosial tidak sembarangan dalam memberikan Program Pembinaan.Hal itu dikarenakan Program Pembinaan tersebut sudah direncanakan di dalam Peraturan Daerah serta Peraturan Walikota Kota Cilegon.Seperti yang dikatakan oleh Kepala Dinas Sosial Kota Cilegon, beliau mengatakan bahwa:

“Untuk dasar hukum program pembinaan berdasarkan Perda dan Perwal”.(Wawancara dengan Ibu Hj. Abadiah, S.Pd, M.Si. 23 Februari 2015, Pukul 09:21 WIB).

Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1 tersebut dapat diketahui bahwadasar hukum dari kegiatan Program Pembinaan kepada Wanita Pekerja Seks (WPS) adalah Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Walikota (Perwal). Program Pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Sosial mempunyai landasan hukum sehingga menjadi jelas tugas yang dilaksanakannya.

Hal ini sama dengan yang diungkapkan olehKepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kota Cilegon, beliau mengatakan bahwa:

Dasar hukumnya berdasarkan Perda serta Perwal Kota Cilegon.Sebab Perda dan Perwal merupakan tupoksi kita” (Wawancara dengan Bapak M. Sudaryo. SE, M.Si. 3 Februari 2015. Pukul 09:41).

Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-2 diatas terlihat bahwa dasar hukum dari kegiatan Program Pembinaan WPS ini adalah berdasarkan dari Peraturan Daerah (Perda) No. 38 Tahun 2008 pasal 13 ayat 1 tentang Penyelenggaraan Program, Kegiatan dan Pengendalian Anggaran pada Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial. Program pembinaan tersebut dimulai sejak tahun 2011 dan masih berjalan sampai tahun 2014.Program tersebut memiliki

keadaan ekonominya serta supaya wanita pekerja seks tersebut tidak kembali lagi ke dunia prostitusi.

Adapun yang menjadi Peraturan Walikota (Perwal) yaitu Peraturan Walikota CilegonNomor 38 Tahun 2008TentangOrganisasi Dan Tata Kerja Dinas Sosial Kota Cilegon pasal 1 ayat 12 tertulis bahwa sosial adalah memberikan bantuan atau perlindungan melalui kegiatan pelayanan, rehabilitasi, jaminan, dan pembinaan yang berkenaan dengan masyarakat.

Tingkat keberhasilan proses pencapaian tujuan Program Pembinaan ini sendiri belum optimal dikarenakan tingkat pendidikan dari peserta Program Pembinaan itu sendiri. Hal tersebut dikatakan oleh Kepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kota Cilegon, beliau mengatakan bahwa:

Kalau dilihat sekarang ya sekitar 70%. Kalau yang rajin tambah bisa, kalau yang tidak rajin ya sama aja, jadi ya gimana pesertanya juga. Jadi tidak mungkin 100%, pasti ada saja yang tidak bisa” (Wawancara dengan Bapak M. Sudaryo, SE, M.Si. 3 Februari 2015. Pukul 09:41)

Berdasarkan wawancara dengan I1-2 diatas dapat dilihat bahwa tingkat keberhasilan dari Program Pembinaan ditentukan dari tingkat pendidikan dari peserta program pembinaan itu sendiri. Kebanyakan dari peserta program pembinaan mempunyai tingkat pendidikan yang rendah sehingga kurangnya daya tangkap pada saat pelatihan dilaksanakan.

Hal yang sama diungkapkan olehKepala Dinas Sosial Kota Cilegon, beliau mengatakan bahwa:

“Sasaran keberhasilan dari program tahun 2014 sendiri sudah sekitar 70%. Pada saat razia tahun 2015 ini WPS yang pernah terjaring razia dan mengikuti program pembinaan tahun 2014 ada yang kembali ke profesi lamanya, untuk yang bandel seperti itu langsung kita kirim ke Pasar Rebo untuk mendapat program pembinaan selama enam bulan disana.”(Wawancara dengan Ibu Hj. Abadiah, S.Pd, M.Si. 23 Februari 2015, Pukul 09:21 WIB).

Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1 tersebut dapat diketahui bahwa sasaran keberhasilan dari program pembinaan yang dilakukan Dinas Sosial yaitu mencapai sekitar 70%, hal ini membuktikan bahwa program pembinaan bisa dikatakan berhasil walaupun tidak mencapai 100%. Kendala yang dihadapi oleh Dinas Sosial yaitu kurangnya anggaran serta tidak adanya tempat rehabilitasi terpadu sehingga WPS kembali ke profesi lamanya.WPS yang pernah terjaring razia dan mengikuti program pembinaan tahun 2014 ada yang kembali ke profesi lamanya kemudian terjaring razia kembali pada saat razia tahun 2015 maka mereka akan dikirimkan ke Pasar Rebo untuk mendapat program pembinaan selama enam bulan.

Setelah dilakukan pembinaan, Dinas Sosial mengadakan bimbingan lanjutan atau dengan kata lain para peserta magang dengan narasumber atau pelatihnya. Sehingga setelah magang wanita pekerja seks tersebut dapat pada tingkat mahir, agar bisa mandiri dan profesional dalam melakukan usahanya.Selain itu usaha wanita pekerja seks dalam magang masih dalam pengawasan Dinas Sosial.Dinas Sosial selalu memonitoring usaha yang dilakukan oleh wanita pekerja seks.

yang diungkapkan Kepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kota Cilegon, beliau mengatakan bahwa:

“Dimonitoring, kemaren yang telah melakukan pembinaan berjalan atau tidak, kalau berjalan nanti diusulkan ke provinsi untuk minta tambahan modal, itu namanya bimbingan lanjut.”(Wawancara tambahan dengan Bapak M. Sudaryo, SE, M.Si. 7Mei 2015. Pukul 09:41)

Berdasarkan wawancara dengan I1-2 di atas dapat dilihat bahwa Dinas Sosial memonitoring usaha yang dilakukan oleh para wanita pekerja seks tersebut. Jika usahanya berjalan dengan baik maka Dinas Sosial akan mengusulkan wanita pekerja seks tersebut ke Provinsi agar mendapatkan tambahan modal, sehingga wanita pekerja seks tersebut dapat mandiri dan mempunyai usaha sendiri.

Hal ini serupa dengan yang diungkapkan oleh Kepala Dinas Sosial Kota Cilegon, beliau mengatakan bahwa:

“Harus ada evaluasi lagi dari kita supaya kita tahu program ini berhasil atau tidak.Kalau tidak berhasil harus ada upaya dan solusi. Setahun dulu kita coba,selanjutnya kita evaluasi.Tapi saat dibina, pengawasan juga tetap berjalan.”(Wawancara dengan Ibu Hj. Abadiah, S.Pd, M.Si. 23 Februari 2015, Pukul 09:21 WIB).

Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1 tersebut dapat diketahui bahwa setelahdilakukan pembinaan, Dinas Sosial mengadakan evaluasi agar dapat diketahui program pembinaan berhasil atau tidak.Apabila program pembinaan tidak berhasil maka harus ada upaya dan solusi.Untuk pengawasan yang dilakukan Dinas Sosial tetap berjalan untuk program pembinaan yang telah dilakukan tahun-tahun sebelumnya.

Hal ini berbeda dengan yang diungkapkan oleh Mela yang mengikuti program pembinaan mengungkapkan bahwa :

Setelah dibina ya udah ngga ada pengawasan dari Dinas

Sosial”(Wawancara tambahan dengan Mela. 18 Maret 2015. Pukul 23:04

WIB)

Berdasarkan hasil wawancara dengan I3-1di atas dapat dilihat bahwa ternyata selama selama ini Dinas Sosial tidak melakukan pengawasan terhadap wanita pekerja seks yang dibinanya. Padahal seharusnya Dinas Sosial lebih berperan dalam melakukan pengawasan atau bimbingan lanjut terhadapwanita pekerja seks yang dibinanya.

Untuk membuktikan kebenaran atas keterangan tadi, peneliti pun melakukan triangulasi terhadap Lusi, yaitu :

Ngga ada pengawasan apa – apa mas. Abis dikasih program itu yaudah

ngga ada pengawasan apa – apa lagi” (Wawancara tambahan dengan Lusi. 22 Maret 2015. Pukul 22:13 WIB)

Untuk memperkuat hasil wawancara maka peneliti kembali melakukan triangulasi terhadap Niki, yaitu :

Setahu saya sih ngga ada mas pengawasan dari orang dinas kayak gitu.

(Wawancara tambahan dengan Niki. 28 Maret 2015. Pukul 21:45 WIB) Berdasarkan uraian diatas yang terdapat pada indikator pencapaian tujuan bahwa, pencapaian tujuansudah berjalan akan tetapi belum optimal karena tidak adanya pengawasan dari Dinas Sosial. Dikatakan sudah berjalan karena Program Pembinaan sudah memiliki target waktu yang sudah ditentukan, sasaran yang kongkrit yaitu berupa Wanita Pekerja Seks yang sudah pernah terjaring razia, serta dasar hukum yang jelas yaitu berdasarkan Peraturan Daerah serta Peraturan

tidak mencapai 100% dikarenakan tingkat pendidikan yang rendah dari peserta program pembinaan itu sendiri.

Dokumen terkait