• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PROGRAM PEMBINAAN DINAS SOSIAL PADA WANITA PEKERJA SEKS DI KOTA CILEGON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "EFEKTIVITAS PROGRAM PEMBINAAN DINAS SOSIAL PADA WANITA PEKERJA SEKS DI KOTA CILEGON"

Copied!
268
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Pada Konsentrasi Manajemen Publik

Program Studi Ilmu Administrasi Negara

Oleh :

ARI HARDIAWAN 6661091650

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

(2)

PADA WANITA PEKERJA SEKS DI KOTA CILEGON

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Pada Konsentrasi Manajemen Publik

Program Studi Ilmu Administrasi Negara

Oleh:

ARI HARDIAWAN 6661091650

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

(3)
(4)
(5)
(6)

baiknya sebelum kita berpulang kembali ke pangkuan Nya”

Tuhan tidak akan memberikan cobaan melebihi batas kemampuan

umatnya

(7)

Wanita Pekerja Seks Di Kota Cilegon. Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Sultan Ageng Tirtayasa.Dosen Pembimbing Pertama: Drs. Oman Supriyadi, M.Si.,dan Dosen Pembimbing Kedua Rina Yulianti, S.IP. M.Si.

Latar belakang masalah penelitian yaitu belum adanya tempat rehabilitasi untuk melakukan program pembinaan, tidak adanya pengawasan kembali oleh Dinas Sosial Kota Cilegon kepada para wanita pekerja seks yang telah mengikuti program pembinaan, sosialisasi program pembinaan yang tidak efektif, terbatasnya anggaran Dinas Sosial untuk melakukan Program Pembinaan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana efektivitas program pembinaan wanita pekerja seks di Kota Cilegon. Penelitian ini menggunakan teori Efektivitas Duncan terdiri dari Pencapaian Tujuan, Integrasi dan Adaptasi.Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dari Prasetya Irawan yang meliputi pengumpulan data mentah, transkrip data, pembuatan koding, kategorisasi data, penyimpulan sementara, triangulasi, dan kesimpulan akhir. Hasil penelitian menunjukan bahwa efektivitas program pembinaan Dinas Sosial pada wanita pekerja seks di Kota Cilegon belum berjalan secara efektif. Kesimpulan penelitian ini adalah tujuan dari program inibelumtercapai, sosialisasi yang belum optimal, serta tidak adanya fasilitas yang dibutuhkan untuk mengurangi jumlah wanita pekerja seks di Kota Cilegon. Saran peneliti Dinas Sosial perlu mengadakan pengawasan kembali, memperbaiki cara sosialisasi, mempercepat proses pembangunan gedung rehabilitasi sosial.

(8)

Ari Hardiawan.NIM 6661091650. Effectiveness of Department of Social Development Program in Female Sex Workers InCilegon. Faculty of Social Science and Political Science. Sultan Ageng Tirtayasa. The First Supervisor: Drs. Oman Supriyadi, M.Si., and Second Supervisor: RinaYulianti, S.IP. M.Si.

The background of the problem of research that is the absence of rehabilitation facility to do training programs , the absence of supervision back by the department of social Cilegon City to the women sex workers who have followed training programs , socialization guidance program is not effective , the limited budget of the social to do training programs. The purpose of this study to determine the extent to which the effectiveness of the guidance program of female sex workers in the city of Cilegon. This study uses the theory of Duncan Effectiveness consists of Achievement, Integration and Adaptation. The method used is descriptive method with qualitative approach. Analysis of the data used in this studyis PrasetyaIrawan which includes raw data collection, a transcript of that data, making coding, data categorization, temporary conclusion, triangulation, and ultimate conclusion.The results showed that the effectiveness of development programs of Social Service in female sex workers in the city of Cilegon not running optimally. Conclusion of the study the effectiveness of program development of female sex workers by the Department of Social Cilegon still not running effectively.The conclusion of this study is the objectives of the program has not been obtained, for the socialization that is not ideal, coupled with the lack of facilities that are needed to reduce the number of women sex workers in Cilegon City.Researchers advice of the social supervision should hold back, fix way socialization, speed up the construction of social rehabilitation building.

(9)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb.

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillahirobbil’alamin penulis

panjatkankehadirat ALLAH SWT karena ridho, rahmat, karunia dan kasih

sayang-Nya yang melimpah sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul Efektivitas Program Pembinaan Dinas Sosial Pada Wanita

Pekerja Seks di Kota Cilegon. Penulisan Skripsi ini tidak mungkin dapat

terselesaikan tanpa adanya bimbingan, bantuan, nasehat, saran, dan perhatian

berbagai pihak. Pada kesempatan ini merupakan suatu kebanggaan bagi penulis

untuk menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setulus-tulusnya

kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan

Ageng Tirtayasa.

2. Bapak Dr. Agus Sjafari, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3. Bapak Kandung Sapto Nugroho, M.Si., Wakil Dekan I Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

4. Ibu Mia Dwiana, M.Ikom., Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

5. Bapak Gandung Ismanto, MM., Wakil Dekan Bidang III Fakultas Ilmu

(10)

ii

6. Ibu Rahmawati,M.Si., Ketua Prodi Administrasi Negara Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

7. Ibu Ipah Ema Jumiati,M.Si. Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi

Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Sultan Ageng Tirtayasa.

8. Bapak Oman Supriyadi, M.Si., Pembimbing I atas kebaikannya dan waktu

yang telah diberikan kepada penulis dalam memberikan arahan dan

bimbingan untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Ibu Rina Yulianti, M.Si., Pembimbing II atas kebaikannya dan waktu yang

telah diberikan kepada penulis dalam memberikan arahan dan bimbingan

untuk menyelesaikan skripi ini.

10.Ayahanda Hikmat Budiman dan Ibunda Yoke Heni Hardiani, atas cinta

kasih yang tulus tak terhingga dan sekaligus merupakan motivator tebesar

dalam menyelesaikan skripsi kepada penulis.

11.Adikku Riana Yuniar, terima kasih atas doa dan motivasinya kepada

penulis.

12.Dinas Sosial Kota Cilegon yang telah membantu serta memberikan data

untuk pengerjaan dan kelengkapan skripsi ini.

13.Teman-teman satu kelas ANE C 2009, Ratih Permitasari, Rikhnawati,

Elisa Tanini, Rizki Panji Prakoso, Lutfi Hardiansyah, Doni Winarno,

Bagus Pratama, M. Irsyad Mahdi dan Yan Adi Seprian. Terima kasih atas

(11)

14.Teman-teman Civil Society, Bublicious, Kost Asep, Kost Fauzi, yang

selalu memberikan masukan terhadap penulis, terima kasih atas

kebersamaan, kebaikan dan motivasi yang telah kalian berikan.

15.Teman-teman Warjok Community yang selalu memberikan motivasi dan

nasihat agar segera lulus kepada penulis.

Penulis menyadari masih banyak terjadi kekurangan dalam penyusunan

skripsi ini, untuk itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran

yang membangun guna untuk lebih baik lagi di masa depan.

Serang, September 2015

Penulis

(12)

iv

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN ASUMSI DASAR

(13)

3.1 Metode Penelitian ... 30 4.1 Deskripsi Objek Penelitian ... 56

4.1.1 Gambaran Umum Kota Cilegon ... 56

4.1.2 Gambaran Umum Dinas Sosial Kota Cilegon ... 58

4.1.3 Sumber Daya Dinas Sosial Kota Cilegon ... 59

4.1.4 Tugas Pokok Bidang – Bidang Pada Dinas Sosial ... 61

4.1.5 Visi dan Misi Dinas Sosial Kota Cilegon ... 65

4.2 Deskripsi Data ... 66

4.2.1 Deskripsi Data Penelitian ... 66

4.2.2 Daftar Informan Penelitian ... 68

4.3 Pembahasan dan Analisis Penelitian ... 70

4.3.1 Pencapaian Tujuan... 70

4.3.2 Integrasi ... 81

4.3.3 Adaptasi ... 90

(14)

vi

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ... 100 5.2 Saran ... 101

(15)

Halaman Tabel 1.1 Program Pembinaan Wanita Pekerja Seks Kota Cilegon Menurut

Tahun dan Jenis Program ... 8

Tabel 1.2 Program Pembinaan Wanita Pekerja Seks Tahun 2014 Keterampilan Menjahit ... 10

Tabel 3.1 Daftar Informan Penelitian ... 40

Tabel 3.2 Jadwal Penelitian ... 56

Tabel 4.1 Keterangan Informan ... 69

(16)

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir ... 28

Gambar 3.1 Proses Analisis Data ... 49

Gambar 4.1 Peta Kota Cilegon ... 59

(17)

Lampiran 1 Pedoman Wawancara

Lampiran 2 Dokumentasi Foto Hasil Penelitian Lampiran 3 Transkip Data dan Koding

(18)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Negara merupakan suatu bentuk organisasi yang memiliki ruang lingkup

sangat besar dan rumit. Seperti organisasi pada umumnya, negara pun memiliki

tujuan bersama yaitu untuk tumbuh, berkembang serta memajukan kesejahteraan

rakyat yang menjadi anggota organisasi di dalamnya. Negara Indonesia

merupakan negara berkembang yang sedang melakukan pembangunan nasional

untuk mencapai tujuan negara. Penduduk merupakan sasaran utama pembangunan

nasional, yaitu dalam bentuk peningkatan kesejahteraan baik material maupun

spiritual. Dengan kata lain, penduduk khususnya angkatan kerja seharusnya

menjadi modal utama dalam pembangunan nasional. Namun dapat menjadi suatu

kenyataan bahwa jumlah angkatan kerja yang berlimpah dengan laju pertumbuhan

yang cepat, justru mengakibatkan timbulnya masalah sosial.

Pembangunan nasional yang dilakukan oleh pemerintah harus ditujukan

untuk meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat. Pembangunan tersebut

hendaknya tidak hanya terfokus pada ekonomi saja, tetapi harus memberikan

perhatian kepada masalah sosial yang terjadi di lingkungan masyarakat. Masalah

sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur – unsur kebudayaan atau

masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi

bentrokan antara unsur – unsur yang ada dapat mengakibatkan gangguan

(19)

terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita

yang ada. Hal yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses

sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan

oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat,

pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat dan lain sebagainya.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya masalah sosial, antara

lain: (1). Faktor Ekonomi, (2) Faktor Budaya, (3) Faktor Biologi, (4) Faktor

Psikologis.

Masalah sosial tersebut terjadi karena adanya pembangunan pada sektor

sosial dan ekonomi yang tidak merata. Rendahnya tingkat ekonomi dapat

menimbulkan semakin tingginya jumlah masyarakat miskin serta Penyandang

Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang ada di Indonesia. Kesejahteraan

sosial merupakan suatu keadaan terpenuhinya kebutuhan hidup yang layak bagi

masyarakat sehingga mampu mengembangkan diri dan dapat melaksanakan

fungsi sosialnya yang dapat dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan

masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial yang meliputi rehabilitasi sosial,

jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial (Undang – undang

Nomor 11 Tahun 2009 pasal 1 dan 2).

Sedangkan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) adalah

seseorang atau kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan, atau

gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya, dan karena nya tidak dapat

(20)

dapat dipenuhi kebutuhan hidupnya (jasmani, rohani, dan sosial) secara memadai

dan wajar. Hambatan, kesulitan, dan gangguan tersebut dapat berupa kemiskinan,

ketelantaran, kecacatan, ketunaan sosial. keterbelakangan, ketertinggalan, dan

bencana alam maupun bencana sosial (Kementrian Sosial RI). Keterlibatan

pemerintah dalam pengentasan masalah Penyandang Masalah Kesejahteraan

Sosial (PMKS) sangatlah diperlukan guna mengurangi jumlah penyandang

masalah tersebut.

Kota Cilegon adalah salah satu kota di Provinsi Banten yang sebelumnya

merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Serang yang ditingkatkan statusnya

menjadi Kota Administratif. Kota Cilegon terdiri atas 8 kecamatan, yaitu

Kecamatan Cibeber, Cilegon, Citangkil, Ciwandan, Grogol, Jombang, Pulomerak,

serta Purwakarta. Secara geografis Kota Cilegon memiliki luas wilayah 175,5

Km². Sebagian besar penduduk Kota Cilegon menjadikan sektor industri sebagai

sumber utama mata pencaharian.

Dalam perkembangannya, Kota Cilegon mengalami kemajuan yang pesat

dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya. Hal ini ditunjukkan dengan semakin

banyaknya bangunan kantor - kantor, pabrik - pabrik, sarana perhubungan, sarana

hiburan dan lain sebagainya. Akan tetapi, kemajuan tersebut tidak dirasakan oleh

seluruh masyarakat yang termasuk dalam kategori Penyandang Masalah

Kesejahteraan Sosial (PMKS).

Dinas Sosial Kota Cilegon merupakan unsur pelaksana otonomi daerah

yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan

(21)

sosial berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan. Salah satu tugas

pokok Dinas Sosial Kota Cilegon terdapat pada Perda No. 38 Tahun 2008 pasal

13 ayat 1 tentang Penyelenggaraan Program, Kegiatan, dan Pengendalian

Anggaran pada Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial yaitu menyelenggarakan

pemberdayaan sosial di masyarakat yang meliputi bidang pemberdayaan sosial

PSKS (Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial).

Berdasarkan pasal tersebut Dinas Sosial Kota Cilegon mengadakan

program pengentasan masalah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial

(PMKS) di Kota Cilegon. Program untuk pengentasan masalah Penyandang

Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di Kota Cilegon tersebut antara lain Usaha

Ekonomi Produktif, Kelompok Usaha Bersama Masyarakat Miskin, serta Program

Pembinaan Wanita Pekerja Seks (sumber : Kepala Bidang Pelayanan dan

Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kota Cilegon)

Program pembinaan Wanita Pekerja Seks merupakan realisasi dari Perda

No. 38 Tahun 2008 pasal 13 ayat 1 tentang Penyelenggaraan Program, Kegiatan

dan Pengendalian Anggaran pada Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial.

Program pembinaan tersebut dimulai sejak tahun 2011 dan masih berjalan sampai

tahun 2014. Program tersebut memiliki tujuan untuk meningkatkan kemampuan

wanita pekerja seks sehingga dapat mempunyai usaha mandiri agar memperbaiki

keadaan ekonominya serta supaya wanita pekerja seks tersebut tidak kembali lagi

(22)

Dalam pelaksanaannya, program pembinaan ini memprioritaskan

pemberian kegiatan pembinaan kepada Wanita Pekerja Seks (WPS) yang sudah

terdata sebelumnya di Dinas Sosial. Jadi, peserta program pembinaan ini adalah

wanita pekerja seks yang sudah pernah terjaring razia, lalu kembali terjaring razia

untuk yang kedua kalinya. Proses pendataan wanita pekerja seks dilakukan setelah

mereka terjaring razia yang dilakukan oleh Satpol PP Kota Cilegon. Setelah

terjaring razia, para wanita pekerja seks tersebut diserahkan kepada pihak Dinas

Sosial Kota Cilegon untuk di wawancara guna dilakukan pendataan. Hal tersebut

diungkapkan oleh Bapak Ujang Sukirman selaku Kepala Satpol PP Kota Cilegon,

menyatakan bahwa Satpol PP Kota Cilegon hanya bertindak sebagai eksekutor

atau pelaksana razia, selanjutnya wanita pekerja seks yang terjaring razia akan

diserahkan kepada Dinas Sosial Kota Cilegon untuk dilakukan pendataan (Ujang

Sukirman, SH. 24 September, 2014).

Program pembinaan ini terdiri dari beberapa kegiatan yang diberikan

secara khusus untuk wanita pekerja seks supaya tidak kembali lagi ke dunia

prostitusi. Akan tetapi, menurut peneliti kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh

Dinas Sosial ini tidak berjalan dengan optimal karena program pembinaan

tersebut hanya diberikan kepada 25 orang Wanita Pekerja Seks saja per tahun

disebabkan terbatasnya anggaran. Selain itu, ternyata masih ada Wanita Pekerja

Seks yang kembali lagi ke dunia prostitusi. Hal tersebut dapat menunjukkan

bahwa program pembinaan yang diberikan oleh Dinas Sosial Kota Cilegon tidak

berjalan dengan optimal. Sumber pendanaan untuk program pembinaan ini sendiri

(23)

PMKS salah satunya adalah wanita pekerja seks.

Dalam menjalankan kegiatan program pembinaan ini, Dinas Sosial bekerja

sama dengan pihak swasta untuk dijadikan narasumber untuk memberikan

pelatihan keterampilan kepada peserta program pembinaan. Narasumber yang

memberikan pelatihan tersebut berasal dari orang – orang yang memiliki

pekerjaan yang sesuai dengan tema program pelatihan yang diadakan oleh Dinas

Sosial Kota Cilegon.

Permasalahan yang terjadi di Kota Cilegon dalam menangani wanita

pekerja seks adalah belum adanya gedung rehabilitasi sosial bagi Penyandang

Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) terutama wanita pekerja seks. Seperti yang

dikatakan oleh Bapak Sudaryo selaku Kepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi

Sosial bahwasanya anggaran Dinas Sosial Kota Cilegon yang terbatas serta

ketiadaan gedung rehabilitasi sebagai tempat untuk memberikan pelatihan secara

terus menerus menjadikan program pembinaaan hanya diberikan kepada 25 orang

wanita pekerja seks saja. Rencana kedepan nya Dinas Sosial Kota Cilegon ingin

membangun fasilitas panti sosial, akan tetapi Pemerintah Kota Cilegon belum

memberikan anggaran yang diperlukan. Anggaran untuk membuat panti

rehabilitasi sosial diperkirakan mencapai 49 miliar, anggaran yang disiapkan

untuk pembangunan tahap pertama senilai Rp 4 miliar yang terbagi dalam dua

tahun anggaran yakni Rp 2 miliar tahun 2014 dan Rp 2 miliar tahun 2015

(24)

Selama ini pembinaan yang dilakukan Dinas Sosial Kota Cilegon sangat

terbatas, dikarenakan belum adanya tempat rehabilitasi sehingga wanita pekerja

seks yang tertangkap ada yang dilepaskan begitu saja dan ada yang dikirimkan ke

tempat rehabilitasi di Pasar Rebo Jakarta. Hal ini membuat Dinas Sosial tidak

dapat memantau dan membina langsung wanita pekerja seks.

Selain itu program-program Dinas Sosial Kota Cilegon dalam penanganan

wanita pekerja seks masih belum terintegrasi dengan jelas. Dalam melaksanakan

program-program pembinaan dan pelatihan terhadap wanita pekerja seks seperti

salon dan tata boga. Pada tahun 2011, Dinas Sosial memberikan pelatihan salon

terhadap wanita pekerja seks yang ada di daerah Merak. Sedangkan tahun 2012

hanya memberikan pelatihan tata boga saja. Dalam pelatihan salon dan tata boga

hanya dilakukan sekali dalam setahun, sehingga pelatihan yang diberikan hanya

sekedar pelatihan begitu saja, tanpa ada keberlanjutan untuk mengasah lagi. Hal

ini dapat membuat wanita pekerja seks kembali pada profesinya lagi.

Contoh dari kegiatan program pembinaan yang dilaksanakan oleh Dinas

Sosial adalah kegiatan pelatihan salon yang diadakan pada tahun 2011, kegiatan

pelatihan tata boga pada tahun 2012, kegiatan pelatihan pembuatan hantaran

pernikahan pada tahun 2013, serta kegiatan pelatihan menjahit pada tahun 2014.

Berikut adalah data mengenai program pembinaan wanita pekerja seks di Kota

(25)

Tabel 1.1

Program Pembinaan Wanita Pekerja Seks Kota Cilegon Menurut Tahun dan Jenis Program

Nomor Nama Program Tahun Lokasi Peserta

1 Pelatihan Salon 2011 Terminal Terpadu Merak 25

2 Pelatihan Tata Boga 2012 Kantor Dinas Sosial Kota

Cilegon

25

3 Pelatihan Pembuatan

Hantaran Pernikahan

2013 Sekolah Tinggi Analis

Kimia Cilegon

25

4 Pelatihan Menjahit 2014 Gedung Yayasan

Pembangunan Cilegon

Mandiri

25

(Sumber: Dinas Sosial Kota Cilegon)

Berdasarkan tabel 1.1 di atas, terdapat beberapa kegiatan dalam program

pembinaan wanita pekerja seks. Kegiatan program pembinaan tersebut antara lain:

1. Pelatihan Salon diadakan pada tahun 2011 berlokasi di Terminal Terpadu

Merak. Program ini berjalan selama 10 hari dan dipusatkan pada keterampilan

untuk mengelola sebuah salon. Dalam pelatihan tersebut wanita pekerja seks

diberikan keterampilan merias pengantin, tata cara menggunting rambut, serta

wanita pekerja seks yang mengikuti program pelatihan mendapatkan

pemeriksaan kesehatan gratis karena dalam pelaksanaannya Dinas Sosial

(26)

Sosial juga bekerja sama dengan salon untuk memberikan pelatihan

keterampilan mengelola sebuah salon.

2. Pelatihan Tata Boga pada tahun 2012 berlokasi di Kantor Dinas Sosial Kota

Cilegon. Program ini berjalan selama 5 hari dan dipusatkan pada program

pelatihan tata cara pengolahan makanan, teori hygiene dalam pengolahan

makanan, serta bimbingan kewirausahaan. Jadi setelah diberikan materi,

peserta program pembinaan diberikan kesempatan untuk praktek tata cara

pengolahan makanan secara higienis. Pada program ini Dinas Sosial bekerja

sama dengan pemilik usaha pembuatan kue.

3. Pelatihan Pembuatan Hantaran Lamaran Pernikahan pada tahun 2013

berlokasi di Sekolah Tinggi Analis Kimia Cilegon. Pada program ini peserta

program pembinaan diberikan materi tentang tata cara pembuatan hantaran

lamaran pernikahan. Pada program ini Dinas Sosial bekerja sama dengan

pemilik usaha tata rias pengantin.

4. Pelatihan Menjahit pada tahun 2014 berlokasi di Gedung Yayasan

Pembangunan Cilegon Mandiri. Program ini dipusatkan pada pelatihan

menjahit dan pembuatan pakaian. Pada program ini peserta program

pembinaan diberikan materi dan praktek tentang tata cara menjahit mulai dari

cara pengukuran badan, pemotongan bahan, pembuatan pola, lalu menjahit

bahan hingga menjadi sebuah pakaian. Pada program ini Dinas Sosial bekerja

sama dengan pemilik usaha Lembaga Kursus dan Keterampilan.

Berikut adalah daftar penerima program pembinaan Dinas Sosial Kota

(27)

Tabel 1.2

Program Pembinaan Wanita Pekerja Seks Tahun 2014 Keterampilan Menjahit

No NAMA ALAMAT

1 Murniati Merak (Rosalia)

2 Niki Merak (Rosalia)

3 Ida Kp. Baru Jombang

4 Amel Merak (Rosalia)

5 Tina Merak (Rosalia)

6 Mela Pulo Merak

7 Lina Pulo Merak

8 Lusi Pulo Merak

9 Eva Pulo Merak

10 Risna Pulo Merak

11 Hayati Pulo Merak

12 Ela Citangkil

13 Reza Citangkil

14 Resti Citangkil

15 Euis Perumnas Cibeber

16 Siti Perumnas Cibeber

17 Neng Perumnas Cibeber

18 Hani Perumnas Cibeber

(28)

20 Fitri Jombang Wetan

21 Eneng Jombang Wetan

22 Susi Jombang Wetan

23 Eha Jombang Wetan

24 Ai Jombang Wetan

25 Encun Jombang Wetan

(Sumber : Dinas Sosial Kota Cilegon)

Kegiatan program pembinaan tahun 2014 diadakan di Gedung Serba Guna

Yayasan Pembangunan Cilegon Mandiri. Kegiatan tersebut dihadiri oleh 25

peserta. Materi yang diberikan pada pelatihan ini antara lain :

1. Mengenal nama atau alat – alat menjahit beserta fungsinya.

2. Pengetahuan dasar tentang keterampilan menjahit.

3. Tata cara membuat pola dasar membuat pakaian.

4. Membuat beberapa jenis/model pakaian.

Upaya Dinas Sosial Kota Cilegon dalam mengadakan program pembinaan

seharusnya bisa mencegah Wanita Pekerja Seks agar tidak kembali ke dunia

prostitusi, akan tetapi peneliti menemukan seorang Wanita Pekerja Seks yang

kembali ke pekerjaannya terdahulu di daerah Merak, Cilegon. Wanita Pekerja

Seks tersebut pernah mengikuti program pembinaan salon pada tahun 2011. Dia

mengatakan pendapatan dari menjadi Wanita Pekerja Seks lebih besar daripada

pendapatan salon yang dia miliki.

Masih berdasarkan penuturan Wanita Pekerja Seks tersebut, diketahui

(29)

pekerja seks supaya tidak kembali ke pekerjaan tersebut. Karena tidak adanya

pengawasan kembali dari Dinas Sosial, maka mereka bisa kembali ke pekerjaan

lamanya yaitu sebagai wanita pekerja seks.

Berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti, terdapat beberapa

permasalahan dalam efektivitas program pembinaan tersebut, diantaranya :

Pertama, Kota Cilegon belum memiliki fasilitas panti rehabilitasi untuk

memberikan program pembinaan kepada wanita pekerja seks. Padahal panti

rehabilitasi merupakan tempat yang penting untuk memberikan program

pembinaan kepada para wanita pekerja seks secara berkesinambungan supaya

tidak kembali lagi ke pekerjaannya terdahulu.

Kedua, tidak adanya pengawasan kembali oleh Dinas Sosial Kota Cilegon.

Hal ini mengakibatkan adanya wanita pekerja seks yang kembali menjajakan

dirinya.

Ketiga, sosialisasi program pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Sosial

masih kurang efektif karena hanya diberikan kepada wanita pekerja seks yang

terjaring razia saja sedangkan wanita pekerja seks yang masih belum terjaring

razia tidak mengetahui adanya program pembinaan tersebut.

Keempat, terbatasnya anggaran Dinas Sosial Kota Cilegon untuk

melakukan program pembinaan sedangkan Dinas Sosial Kota Cilegon mempunyai

kategori 26 PMKS, sehingga dalam waktu 1 tahun hanya ada 1 program

(30)

Berdasarkan masalah di atas dapat diketahui bahwa efektivitas program

pembinaan wanita pekerja seks Dinas Sosial Kota Cilegon masih belum berjalan

dengan optimal karena terkendala oleh dana anggaran serta tidak adanya fasilitas

yang dibutuhkan untuk mengurangi jumlah wanita pekerja seks di Kota Cilegon.

Hal ini menjadi kendala bagi Pemerintah Kota Cilegon khususnya Dinas Sosial

Kota Cilegon dalam menangani masalah wanita pekerja seks di Kota Cilegon.

Hal inilah yang membuat peneliti tertarik dan menjadikan hal tersebut

sebagai latar belakang penelitian tentang “Efektivitas Program Pembinaan

Dinas Sosial Pada Wanita Pekerja Seks di Kota Cilegon”.

1.2 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Belum adanya tempat rehabilitasi untuk melakukan program pembinaan

secara terus menerus bagi wanita pekerja seks di Cilegon.

2. Tidak adanya pengawasan kembali oleh Dinas Sosial Kota Cilegon kepada

para wanita pekerja seks yang telah mengikuti program pembinaan.

3. Sosialisasi program pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Sosial masih

kurang efektif.

4. Terbatasnya anggaran Dinas Sosial Kota Cilegon untuk melakukan

program pembinaan.

1.3 Batasan dan Rumusan Masalah

(31)

masalah diatas peneliti membatasi masalah penelitian yaitu tentang Efektivitas

Program Pembinaan Dinas Sosial Pada Wanita Pekerja Seks di Kota Cilegon

Tahun 2014.

1.3.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Efektivitas Program Pembinaan

Wanita Pekerja Seks di Kota Cilegon?

1.4 Maksud dan Tujuan Penelitian

Tujuan merupakan suatu tolak ukur dan merupakan target dari suatu

kegiatan penelitian. Maksud dan tujuan penelitian ini antara lain adalah untuk

mengetahui bagaimana efektivitas program pembinaan wanita pekerja seks di

Kota Cilegon.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritik:

a. Menambah ilmu pengetahuan berdasarkan hasil dai penelitian

serta memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu

administrasi negara, khususnya dalam efektivitas program pada

(32)

b. Sebagai bahan pemahaman dan pembelajaran bagi penelti maupun

mahasiswa lainnya untuk melakukan penelitian – penelitian secara

lebih mendalam mengenai Efektivitas Program Pembinaan Wanita

Pekerja Seks di Kota Cilegon.

2. Manfaat Praktis:

a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi peneliti.

b. Penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian bagi pemerintah untuk

mengambil langkah yang tepat dalam rangka penanggulangan

(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN

ASUMSI DASAR

2.1 Tinjauan Pustaka

Pengertian tinjauan pustaka menurut Black dan Champion (2009:296)

merupakan gambaran yang menyeluruh dari setiap proyek penelitian. Tinjauan

pustaka digunakan sebagai peninjauan kembali pustaka (laporan penelitian, dan

sebagainya) mengenai masalah yang berkaitan dengan penelitian. Berikut adalah

beberapa teori yang relevan dalam penelitian Efektivitas Program Pembinaan

Dinas Sosial Pada Wanita Pekerja Seks di Kota Cilegon.

2.1.1 Teori Efektivitas

Setiap organisasi baik organisasi publik maupun non publik pasti memiliki

suatu visi dan misi dimana visi dan misi tersebut digunakan sebagai alat untuk

mencapai tujuan organisasi. Tujuan dari organisasi adalah untuk mencapai hasil

yang efektif dan efisien. Dengan kata lain pencapaian tujuan dengan hasil yang

berhasil guna (efektif) dan yang berdaya guna (efisien).

Menurut Robbins (2003:142), efektivitas kerja merupakan kemampuan

suatu organisasi dalam pencapaian tujuan secara efisien dengan sumber daya yang

tersedia. Organisasi yang efektif merupakan organisasi yang mendesain struktur

dan budayanya sesuai dengan stakehoulder. Sedangkan, menurut Handayaningrat,

efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang

(34)

Menurut pendapat Mahmudi (2005:92) mendefinisikan efektivitas

merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi

(sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi,

program atau kegiatan.

The Liang Gie (2004:166) mendefinisikan efektivitas merupakan suatu

keadaan yang terjadi sebagai akibat yang dikehendaki kalau seseorang melakukan

sesuatu perbuatan dengan maksud tertentu dan menghendakinya, maka orang itu

dikatakan efektif bila menimbulkan akibat atau mempunyai maksud sebagaimana

yang dikehendakinya”.

Menurut Gibson (1996:34) efektivitas memiliki berbagai kriteria, antara

lain:

1. Produksi

Merupakan kemampuan organisasi untuk memproduksi jumlah dan mutu output sesuai dengan permintaan lingkungan. Ukuran ini berhubungan secara langsung dengan output yang dikonsumsi oleh pelanggan organisasi.

2. Efisiensi

Merupakan perbandingan (ratio) antara output dengan input, perbandingan antara keuntungan dan biaya atau dengan output atau dengan waktu merupakan bentuk umum dari ukuran ini.

3. Kepuasan

Merupakan ukuran untuk menunjukan tingkat dimana organisasi dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

4. Keunggulan

Tingkat dimana sampai seberapa jauh organisasi dapat dan benar-benar tanggap terhadap perubahan internal dan eksternal. Kriteria ini dihubungkan dengan kemampuan manajemen untuk menduga adanya perubahan dalam lingkungan maupun dalam organisasi itu sendiri.

5. Pengembangan

(35)

Tangkilisan (2005:138) mengemukakan bahwa suatu organisasi yang

berhasil dapat diukur dengan melihat pada sejauh mana organisasi tersebut dapat

mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Menurut Hasibuan (2005:77), efektivitas

adalah tercapainya sasaran eksplisit atau implisit. Efektivitas yang dimaksud

adalah tercapainya sasaran baik secara tertulis maupun dalam implementasinya.

Ukuran efektivitas merupakan suatu standar akan terpenuhinya mengenai

sasaran dan tujuan yang akan dicapai. Selain itu menunjukan tingkat sejauh mana

organisasi, program atau kegiatan melaksanakan fungsinya secara optimal.

Menurut Duncan dalam Richard M. Steers (1985:83), terdapat 3 indikator

yang mempengaruhi efektivitas, antara lain:

1. Pencapaian Tujuan

Pencapaian adalah suatu proses yang merupakan bagian puncak dari usaha keseluruhan suatu program. Upaya pencapaian tujuan harus dipandang sebagai suatu proses karena dari pencapaian tujuan tersebut dapat diketahui apakah tujuan dari program yang dijalankan berjalan dengan optimal atau tidak. Indikator dari pencapaian tujuan ini yaitu: (1) Kurun Waktu (2) Sasaran dan (3) Dasar Hukum.

2. Integrasi

Integrasi yaitu pengukuran terhadap tingkat kemampuan suatu organisasi untuk mengadakan sosialisasi, pengembangan konsensus, dan komunikasi dengan berbagai macam organisasi lainnya. Integrasi terdiri dari beberapa indikator yaitu: (1) Prosedur dan (2) Proses sosialisasi.

3. Adaptasi

Adaptasi adalah proses penyesuaian diri yang dilakukan untuk menyelaraskan suatu individu terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya. Adaptasi terdiri dari beberapa indikator yaitu: (1) Peningkatan Kemampuan dan (2) Sarana dan Prasarana.

Menurut Tampubolon (2008: 173) pandangan dari segi efektivitas

organisasi adalah terdiri atas efektivitas individu dan kelompok. Pada tingkat yang

(36)

ini menekankan pada kinerja individu- individu yang ada di dalam organisasi.

Pada pandangan efektivitas kelompok, penekanannya adalah pada kinerja yang

dapat diberikan kelompok pekerja, sebab di samping bekerja sendiri, pada

kenyataannya individu bekerja bersama-sama di dalam kelompok. Efektivitas

organisasi adalah lebih banyak dari jumlah efektivitas individu dan kelompok

lewat pengaruh sinergitas (kerja sama) (Tampubolon, 2008: 174) Dengan

kerjasama organisasi akan mampu mendapatkan kinerja yang lebih baik dan tinggi

tingkatannya daripada kinerja tiap- tiap bagiannya.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dalam penelitian ini peneliti

menggunakan teori Duncan dalam Richard M. Steers karena teori tersebut lebih

relevan untuk digunakan dalam mengukur efektivitas program pembinaan Dinas

Sosial kepada wanita tuna susila di Kota Cilegon.

2.1.2 Teori Kesejahteraan Sosial

Kondisi sejahtera adalah kondisi dimana kebutuhan dasar manusia sudah

terpenuhi. Kebutuhan dasar manusia tersebut terdiri atas pemenuhan gizi,

kesehatan, tempat tinggal, serta pendapatan. Menurut Suud (2006) kesejahteraan

sosial dibagi menjadi tiga kelompok, antara lain :

1. Kesejahteraan sosial sebagai suatu keadaan.

2. Kesejahteraan sosial sebagai suatu kegiatan atau pelayanan.

3. Kesejahteraan sosial sebagai ilmu.

Menurut Suharto (2006:3) kesejahteraan sosial juga termasuk sebagai

suatu proses atau usaha terencana yang dilakukan oleh perorangan, lembaga

(37)

kualitas kehidupan melalui pemberian pelayanan sosial dan tunjangan sosial. Jadi

dapat disimpulkan bahwa tugas organisasi sosial adalah untuk memberikan

pelayanan maupun tunjangan sosial kepada penderita masalah kesejahteraan sosial

(PMKS).

Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Pasal 1 tentang

Kesejahteraan Sosial, Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya

kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga Negara agar dapat hidup layak dan

mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

Pasal tersebut menjelaskan bahwa untuk terpenuhinya kebutuhan hidup, baik

secara materil maupun spiritual mereka harus mempunyai kemampuan untuk

bekerja dan mengembangkan diri supaya mereka mampu hidup layak dan dapat

diterima di tengah masyarakat.

Dalam undang - undang tersebut, pasal 6 menjelaskan bahwa

penyelenggaraan kesejahteraan sosial meliputi:

1. Rehabilitasi Sosial

2. Jaminan Sosial

3. Pemberdayaan Sosial

4. Perlindungan Sosial.

Penjelasan mengenai program penyelenggaraan kesejahteraan sosial

terdapat pada undang - undang nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan

(38)

1. Rehabilitasi Sosial dimaksud untuk memulihkan dan

mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi

sosial agar melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.

2. Rehabilitasi Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

dilaksanakan secara persuasif, motivatif, koersif, baik dalam

keluarga, masyarakat maupun panti sosial.

3. Rehabilitasi Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam

bentuk :

a. Motivasi dan diagnosis psikososial

b. Perawatan dan pengasuhan

c. Pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan

d. Bimbingan mental dan spiritual

e. Bimbingan fisik

f. Bimbingan sosial dan konseling psikososial

g. Bantuan dan asistensi sosial

h. Bimbingan resosialisasi

Menurut Sumarmonugroho, kesejahteraan sosial mempunyai fungsi

sebagai berikut :

1. Fungsi Penyembuhan dan Pemulihan

Fungsi penyembuhan dapat bersifat represif artinya bersifat menekan agar masalah sosial yang timbul tidak makin parah dan tidak menjalar. Fungsi pemulihan (rehabilitatif) terutama untuk menanamkan dan menumbuhkan fungsionalitas kembali dalam diri orang maupun anggota masyarakat. Fungsi penyembuhan dan pemulihan bertujuan untuk meniadakan hambatan-hambatan atau masalah sosial yang ada.

(39)

Dalam hal ini meliputi langkah-langkah untuk mencegah agar jangan sampai timbul masalah sosial baru, juga langkah-langkah untuk memelihara fungsionalitas seseorang maupun masyarakat.

3. Fungsi Pengembangan

Untuk mengembangkan kemampuan orang maupun masyarakat agar dapat lebih meningkatkan fungsionalitas mereka sehingga dapat hidup secra produktif.

4. Fungsi Penunjang

Fungsi ini menopang usaha-usaha lain agar dapat lebih berkembang. Meliputi kegiatan-kegiatan yang dapat memperlancar keberhasilan program-program lainnya seperti bidang kesehatan, kependudukan dan keluarga berencana, pendidikan, pertanian dan sebagainya.

Berdasarkan pengertian di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa

kesejahteraan sosial adalah kondisi dimana terpenuhinya kebutuhan dasar

seseorang sehingga orang tersebut mampu untuk hidup secara layak.

2.1.3 Pengertian Program Pembinaan

Program adalah suatu rencana yang harus ada dalam suatu kegiatan untuk

mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya sebab dalam program

tersebut telah dijelaskan mengenai tujuan kegiatan, aturan yang dipegang, serta

perkiraan anggaran yang dibutuhkan. Menurut Charles O jones (1991:296)

pengertian program adalah cara yang disahkan untuk pencapaian suatu tujuan.

Terdapat beberapa karakteristik yang dapat membantu seseorang untuk

mengidentifikasi suatu aktivitas sebagai suatu program atau tidak, antara lain:

1. Program membutuhkan staf, misalnya untuk melaksanakan atau sebagai suatu

program.

2. Program memiliki angggaran sendiri, program kadang biasanya juga

(40)

3. Program memiliki identitas sendiri, yang bila berjalan secara efektif dapat

diakui oleh publik.

Sedangkan pembinaan menurut Musanef (1991:11) adalah suatu proses

penggunaan manusia, alat peralatan, uang, waktu, metode, dan sistem yang

didasarkan pada prinsip tertentu untuk pencapain tujuan yang telah ditentukan

dengan daya dan hasil yang sebesar – besarnya. Menurut Poerwadarminta

(1987:182) pembinaan adalah yang dilakukan secara sadar, terencana, teratur, dan

terarah untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan subjek dengan

tindakan pengarahan dan pengawasan untuk mencapai tujuan. Menurut Thoha

(1987:7), pembinaan adalah suatu proses, hasil, atau pertanyaan menjadi lebih

baik, dalam hal ini mewujudkan adanya perubahan, kemajuan, peningkatan,

pertumbuhan, evaluasi, atau berbagai kemungkinan atas sesuatu. Jadi program

pembinaan adalah suatu proses pemberian pelatihan keterampilan yang diberikan

untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan suatu objek untuk

mencapai tujuan tertentu.

Jadi program pembinaan adalah rencana yang menggunakan suatu sistem

yang didasarkan pada prinsip tertentu yang digunakan untuk mencapai tujuan

yang telah ditentukan sebelumnya dengan daya dan hasil yang sebesar- besarnya,

2.1.4 Pengertian Wanita Pekerja Seks

Wanita pekerja seks adalah wanita yang berperilaku tidak baik karena

menggunakan hubungan seks bebas tanpa adanya ikatan pernikahan sebagai mata

pencaharian dimana perilaku tersebut dapat menularkan penyakit bagi orang lain

(41)

Menurut Koentjoro (2004:27) wanita tuna susila adalah wanita yang tidak

menuruti aturan susila yang berlaku di masyarakat dan dianggap tidak memiliki

adab dan sopan santun dalam berhubungan seks.

Wanita Pekerja Seks memiliki beberapa pola untuk memasarkan dirinya,

ada yang berada di rumah bordil atau lokalisasi, berkeliaran di pinggir jalan, dan

ada pula yang menjadi wanita panggilan.

Unsur utama wanita pekerja seks adalah faktor ekonomi, jadi banyak

wanita tuna susila yang menjual dirinya dikarenakan memiliki keadaan ekonomi

yang terbatas. Menurut Saptari (1997), secara garis besar terdapat tiga faktor yang

mendorong seorang menjadi pelacur, yaitu :

1. Keadaan ekonomi dan kondisi kemiskinan rumah tangga perempuan WPS.

2. Karena pandangan tentang seksualitas yang cenderung menekankan arti

pentingnya keperawanan, sehingga tidak memberi kesempatan bagi

perempuan yang sudah tidak perawan kecuali masuk ke dalam peran yang

sudah diciptakan oleh nilai yaitu sebagai pelacur.

3. Karena sistem paksaan dan kekerasan seperti yang sering terjadi di lokasi,

WPS sengaja dijerat utang oleh germo sebagai pengikat dan terpaksa

melacurkan diri.

Masalah wanita pekerja seks erat kaitannya dengan adanya kegiatan

prostitusi. Menurut Kartini Kartono (1992:199) prostitusi berasal dari bahasa latin

yaitu Pro-stituere atau Pro-stauree, yang berarti membiarkan diri melakukan

zinah, melakukan persundalan, serta percabulan. Sedang Prostitute adalah pelacur

(42)

Berdasarkan beberapa pengertian di atas peneliti menarik kesimpulan

bahwa wanita pekerja seks adalah wanita yang mengandalkan aktivitas seksual

sebagai pekerjaan untuk mendapatkan uang.

2.2 Penelitian Terdahulu

Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini dicantumkan beberapa

hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti, diantaranya :

1. Penelitian (skripsi) Fisip Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang

dilakukan oleh Arta Florida Tahun 2013, dengan judul Kinerja Dinas

Sosial Dalam Menangani Pekerja Seks Komersial Kota Cilegon. Pada

penelitian tersebut peneliti menggunakan teori kinerja organisasi

Hersey, Blanchard, dan Johnson, yaitu : (1)Tujuan, (2)Standar,

Alat/Sarana, (3)Kompetensi, (4)Motif, (6)Peluang, (7)Umpan Balik.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara,

observasi, dan studi dokumentasi. Metode penelitian menggunakan

teknik analisis menurut Miles dan Huberman. Sedangkan untuk

menguji validitas menggunakan triangulasi dan membercheck. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa Kinerja Dinas Sosial Kota Cilegon

dalam menangani Pekerja Seks Komersial belum maksimal,

dikarenakan masih banyaknya PSK yang belum mendapatkan

pembinaan dari Dinas Sosial, sasaran yang tidak tepat, dan anggaran

yang minim yang mengakibatkan pembinaan hanya dilakukan setahun

(43)

2. Penelitian (skripsi) Fisip Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang

dilakukan oleh Nitha Chitrasari Tahun 2012 dengan judul Kinerja

Dinas Sosial Dalam Penanganan Gelandangan dan Pengemis di Kota

Cilegon. Pada penelitian tersebut peneliti menggunakan teori

Christopher Pollit dan Gessert Bouckaert, yaitu : (1)Relevance,

(2)Evisiensi, (3)Efektivitas, (4)Utility and Sustainability. Teknik

pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan

studi dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja

Dinas Sosial dalam penanganan pengemis dan gelandangan masih

belum optimal.

2.3 Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori

berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah

yang penting. Kerangka berpikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis

pertautan antar variabel yang akan diteliti. Yang menjadi fokus peneliti pada

penelitian ini adalah efektivitas program pembinaan Dinas Sosial terhadap wanita

tuna susila di Kota Cilegon.

Akan tetapi, terdapat berbagai masalah yang terjadi di lapangan yang

menjadi input dalam penelitian ini. Permasalahan tersebut antara lain yaitu : (1)

Belum adanya tempat rehabilitasi untuk melakukan program pembinaan secara

terus menerus bagi wanita pekerja seks di kota cilegon. (2) Tidak adanya

pengawasan kembali dari Dinas Sosial Kota Cilegon kepada WPS yang telah

(44)

oleh Dinas Sosial masih kurang efektif. (4) Terbatasnya anggaran Dinas Sosial

Kota Cilegon untuk melakukan program pembinaan.

Penelitian mengenai Efektivitas Program Pembinaan Dinas Sosial Pada

Wanita Pekerja Seks di Kota Cilegon menggunakan teori Efektivitas Duncan

(dalam Steers 1985:83), yaitu :

1. Pencapaian Tujuan, Pencapaian adalah keseluruhan upaya pencapaian

tujuan yang harus dipandang sebagai suatu proses. Dimensi dalam

indikator ini yaitu : (1) Kurun waktu pencapaiannya ditentukan, (2)

Sasaran merupakan target yang kongkrit, (3) Dasar Hukum (Duncan,

dalam Steers 1985:53)

2. Integrasi, Integrasi yaitu pengukuran terhadap tingkat kemampuan suatu

organisasi untuk mengadakan sosialisasi, pengembangan consensus, dan

komunikasi dengan berbagai macam organisasi lainnya. Dimensi dalam

indikator ini yaitu: (1) Prosedur dan (2) Proses sosialisasi (Nazarudin,

dalam Claude 1994:13)

3. Adaptasi, Adaptasi adalah proses penyesuaian diri yang dilakukan untuk

menyelaraskan suatu individu terhadap perubahan-perubahan yang terjadi

di lingkungannya. Dimensi dalam indikator ini yaitu : (1) Peningkatan

kemampuan, (2) Sarana dan Prasarana (Duncan, dalam Steers 1985:53)

Variabel tersebut akan dianalisis sesuai dengan fokus penelitian dan nanti

akan diperoleh hasil yang menunjukkan efektif atau tidak nya program pembinaan

yang diberikan oleh Dinas Sosial Kota Cilegon. Gambar dari kerangka berpikir

(45)

Gambar 2.1

Bagan Kerangka Berfikir

Efektivitas Program Pembinaan Dinas Sosial Pada Wanita Pekerja Seks di Kota Cilegon

Identifikasi Masalah:

1. Belum adanya tempat rehabilitasi untuk melakukan program

pembinaan secara terus menerus bagi wanita pekerja seks di Cilegon. 2. Tidak adanya pengawasan kembali oleh Dinas Sosial Kota Cilegon

kepada para wanita pekerja seks yang telah mengikuti program pembinaan.

3. Sosialisasi program pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Sosial masih kurang efektif.

4. Terbatasnya anggaran Dinas Sosial Kota Cilegon untuk melakukan program pembinaan.

Indikator Efektivitas Menurut Duncan:

1. Pencapaian Tujuan (kurun waktu, sasaran, dasar hukum) 2. Integrasi (prosedur, proses sosialisasi)

3. Adaptasi (peningkatan kemampuan, sarana dan prasarana)

Hasil

1. Efektifnya program pembinaan wanita pekerja seks yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Cilegon.

(46)

2.4 Asumsi Dasar

Berdasarkan kerangka berpikir diatas, peneliti berasumsi bahwa Program

Pembinaan Dinas Sosial Pada Wanita Pekerja Seks di Kota Cilegon masih belum

optimal serta masih diperlukan perbaikan dan penambahan jenis program

pembinaan untuk memperbaiki kehidupan wanita pekerja seks tersebut supaya

(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Menurut Sugiyono (2009:2) metodologi penelitian merupakan cara ilmiah

untuk mendeskripsikan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan

hal tersebut terdapat empat kata kunci yang harus diperhatikan yaitu cara ilmiah,

data, tujuan, dan kegunaan. Data yang diperoleh melalui itu adalah data empiris

yang mempunyai kriteria tertentu yaitu valid. Valid yaitu derajat ketepatan antara

data yang sesungguhnya terjadi pada objek dengan data yang dapat dikumpulkan

oleh peneliti. Menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2006:4)

mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang

dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu

tersebut secara holistik (utuh).

Sedangkan menurut Arikunto (2002:136) metode penelitian adalah cara

yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Dalam arti

umum dan awam, metodologi biasa digunakan dalam konteks apa saja, misalnya

berpikir, metodologi pendidikan, atau metodologi pengajaran. Menurut Garna

(2009:21) Metoda penelitian ialah suatu upaya untuk memperoleh tambahan

pemahaman tentang gejala-gejala melalui (1) mendefinisikan masalah sebagai

cara membentuk pengetahuan yang ada; (2) memperoleh informasi penting

(48)

jelas dalam kaitan dengan masalah yang didentifikasi; dan (4) melakukan

komunikasi hasil upaya itu kepada yang lain.

Metode Penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Menurut Kirk dan Miller

dalam Moleong (2006:4) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi

tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari

pengamatan pada manusia dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya.

Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2006:4) mendefinisikan metodologi kualitatif

sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan

ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh).

Sedangkan menurut Denzin dan Lincoln dalam Moleong (2006:5)

menyatakan penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar

alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan

dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Menurut Alwasilah

(2003:148) penelitian kualitatif lebih mengutamakan comparability dan

translatability dari temuan-temuannya, bukannya transfer temuan-temuan itu

terhadap kelompok lain atau populasi yang tidak diteliti. Karena itu, seleksi

sampel dalam penelitian kualitatif tidak statis, melainkan bersifat dinamis, dari

fase ke fase, berurut (sequental), berkembang (development), dan kontekstual.

Moleong (2006:6) mendefinisikan penelitian kualitatif adalah penelitian yang

bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek

(49)

holistik, dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu

konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode

alamiah.

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitiankualitatif deskriptif.Kualitatif deskriptif merupakan merupakan metode

yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan,

gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran

suatu gejala atau frekuensi adanya hubungan tertentu anatara suatu gejala dan

gejala lainya dalam masyarakat.

Metode kualitatif deskriptif ini berusaha untuk mencari atau menggali

informasi mengenai permasalahan yang ada kaitannya dengan program

pembinaan,yaitu tentang “Efektivitas Program Pembinaan Dinas Sosial Pada

Wanita Pekerja Seks di Kota Cilegon”.

3.2 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian menjelaskan substansi materi kajian penelitian

yang akan dilakukan. Ruang lingkup penelitian ini adalah efektivitas program

pembinaan Dinas Sosial pada wanita pekerja seks di Kota Cilegon.

3.3 Variabel Penelitian

3.3.1 Definisi Konsep

Definisi konseptual memberikan penjelasan tentang konsep dari variabel

yang akan diteliti berdasarkan kerangka teori yang digunakan. Pada peneitian ini

(50)

pekerja seks di Kota Cilegon yang akan diteliti menggunakan teori Duncan dalam

Richard M. Steers.

1. Pencapaian Tujuan

Pencapaian adalah suatu proses yang merupakan bagian puncak

dari usaha keseluruhan suatu program. Upaya pencapaian tujuan

harus dipandang sebagai suatu proses karena dari pencapaian

tujuan tersebut dapat diketahui apakah tujuan dari program yang

dijalankan berjalan dengan optimal atau tidak. Indikator dari

pencapaian tujuan ini yaitu: (1) Kurun Waktu (2) Sasaran dan (3)

Dasar Hukum.

2. Integrasi

Integrasi yaitu pengukuran terhadap tingkat kemampuan suatu

organisasi untuk mengadakan sosialisasi, pengembangan

consensus, dan komunikasi dengan berbagai macam organisasi

lainnya. Integrasi terdiri dari beberapa indikator yaitu: (1) Prosedur

dan (2) Proses sosialisasi.

3. Adaptasi

Adaptasi adalah proses penyesuaian diri yang dilakukan untuk

menyelaraskan suatu individu terhadap perubahan-perubahan yang

terjadi dilingkungannya. Adaptasi terdiri dari beberapa indikator

(51)

3.3.2 Definisi Operasional

Definisi operasinal merupakan penjabaran konsep atau variabel yang akan

diteliti dalam rincian yang terukur. Adapun variabel dalam penelitian ini ialah

efektivitasprogram pembinaan Dinas Sosial, berhubungan dengan itu masalah

yang terjadi dilapangan yakni;

1. Belum adanya tempat rehabilitasi untuk melakukan program pembinaan

secara terus menerus bagi wanita pekerja seks di Cilegon.

2. Tidak adanya pengawasan kembali oleh Dinas Sosial Kota Cilegon kepada

para wanita pekerja seks yang telah mengikuti program pembinaan.

3. Sosialisasi program pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Sosial masih

kurang efektif.

4. Terbatasnya anggaran Dinas Sosial Kota Cilegon untuk melakukan

program pembinaan.

Permasalahan tersebut dapat terjawab dengan menggunakan teori

efektivitas Duncan dalam Richard M. Steers. Yang peneliti simpulkan sementara

bahwa program pembinaan Dinas Sosial belum berjalan dengan efektif.

3.4 Instrumen Penelitian

Menurut Nasution dalam Sugiyono (2009:60-61), dalam penelitian

kualitatif, tidak ada pilihan lain dari pada menjadikan manusia sebagai instrumen

penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatu belum mempunyai

bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang

digunakan,bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan

(52)

sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu,

tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang

dapat mencapainya. Peneliti sebagai instrumen penelitian serasi untuk penelitian

serupa karena memiliki ciri-ciri antara lain:

1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat beraksi terhadap segala

stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna

atau tidak bagi penelitian.

2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek

keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.

3. Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrument

berupa tes atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi

kecuali manusia.

4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat

dipahami dengan pengetahuan semata. Jadi, untuk memahaminya

kita perlu sering merasakannya, menyelaminya berdasarkan

pengetahuan kita.

5. Peneliti sebagai instrument dapat segera menganalisis data yang

diperoleh. Ia dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan

segera untuk menentukan arah pengamatan, untuk mentest

hipotesis yang timbul seketika.

6. Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan

(53)

menggunakan dengan segera sebagai balikan untuk memperoleh

penegasan, perubahan, perbaikan atau pelakan.

7. Dalam manusia sebagai instrumen, responden yang aneh dan

menyimpang diberi perhatian. Respon yang lain daripada yang

lain, bahkan yang bertentangan dipakai untuk mempertinggi

tingkat kepercayaan dan tingkat pemahaman mengenai aspek yang

diteliti.

Namun, instrumen penelitian disini dimaksudkan sebagai alat pengumpul

data seperti tes pada penelitian kuantitatif.Ada tiga hal yang dibahas disini sesuai

dengan yang dikemukakan oleh Guba dan Lincoln (1981:128-150) dalam

Moleong (2006:168-173), yaitu mencakup ciri-ciri umum, kualitas yang

diharapkan, dan kemungkinan peningkatan manusia sebagai instrumen.

1. Ciri – Ciri Manusia Sebagai Instrumen

Ciri-ciri umum manusia sebagai instrumen mencakup segi

responsive, dapat menyesuaikan diri, menekankan keutuhan,

mendasarkan diri atas pengetahuan, memproses dan

megikhtisarkan, dan memanfaatkan kesempatan mencari respons

yang tidak lazim.

2. Kualitas Yang Diharapkan

Peneliti kualitatif akan senantiasa berhubungan dengan subjeknya.

Hubungan yang memerlukan kualitas pribadi terutama pada waktu

(54)

3. Peningkatan Kemampuan Peneliti Sebagai Instrumen

Kemampuan peneliti sebagai instrumen dapat ditingkatkan dengan

jalan pertama-tama peneliti hendaknya selalu pergi kepada situasi

baru untuk memperoleh pengalaman, kemudian berusaha mencatat

apa saja yang terjadi dan mewawancarai beberapa orang serta

mencatat apa saja yang menjadi hasil pembicaraan.

Berdasarkan pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa bahwa

dalam penelitian kualitatif peneliti sebagai instrumen penelitian merupakan alat

pengumpul data utama. Hal itu dilakukan jika menggunakan alat yang bukan

manusia dan mempersiapkan dirinya terlebih dahulu sebagai yang lazim

digunakan dalam penelitian klasik maka sangat tidak mungkin untuk mengadakan

penyesuaian terhadap kenyataan-kenyataanyang ada dilapangan.Selain itu hanya

manusia sebagai alat sajalah yang dapat berhubungan dengan responden atau

objek lainnya, dan hanya manusia yang mampu memahami kaitan

kenyataan-kenyataan dilapangan.

3.5 Informan Penelitian

Dalam Penelitian Kualitatif, pengambilan sampel sumber data berkaitan

dengan siapa yang hendak dijadikan informan dalam penelitian. Menurut Bungin

dalam Penelitian Kualitatif (2009:76-77) menjelaskan objek dan informan

penelitian kualitatif adalah menjelaskan objek penelitian yang fokus dan lokus

(55)

Sasaran penelitian tak tergantung pada judul dan topik penelitian, tetapi

secara konkret tergambarkan dalam rumusan masalah penelitian. Sedangkan

informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian

sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitiannya. Jadi,

objek penelitiannya adalah Program Pembinaan Dinas Sosial Pada Wanita Tuna

Susila di Kota Cilegon dan informan penelitiannya diperoleh dengan cara teknik

pengambilan sumber data yang sering digunakan yaitu teknik Purposive

Sampling.

Purposive Sampling adalah merupakan metode penetapan sampel dengan

berdasarkan pada kriteria-kriteria tertentu disesuaikan dengan informasi yang

dibutuhkan.Pada penentuan informan dalam penelitian kualitatif adalah

bagaimana informan kunci (key informan) di dapat dalam situasi yang sesuai

dengan fokus penelitian. Sedangkan, pemilihan informan kedua (secondary

informan) berfungsi sebagai cara alternatif bagi peneliti yang tidak dapat

menentukan partisipan secara langsung.

Menurut Faisal dalam Sugiyono (2009:221) mengutip pernyataan Spradley

menyatakan bahwa informan yang berperan sebagai sumber data hendaknya

memiliki beberapa kriteria, antara lain :

1. Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses

ekulturasi, sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi

juga dihayati.

2. Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat

(56)

3. Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai

informasi.

4. Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil

“kemasannya” sendiri.

5. Mereka yang pada mulanya tergolong “cukup asing” dengan

peneliti sehingga lebih menggairahkan untuk dijadikan semacam

guru atau narasumber.

Berdasarkan kriteria diatas, maka dalam penelitian ini yang akan menjadi

informan peneliti adalah semua pihak yang terlibat langsung dalam Efektivitas

Program Pembinaan Dinas Sosial Pada Wanita Pekerja Seks di Kota

Cilegon,adapun yang menjadi informan kunci (key informan)dalam penelitian ini

adalah Kepala Dinas Sosial Kota Cilegon, Kepala Bidang Pelayanan dan

(57)

Tabel 3.1

Daftar Informan Penelitian

Kode Informan Informan

I1-1 Kepala Dinas Sosial Kota Cilegon

I1-2 Kepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial

I2 Kepala Seksi Trantib Satpol PP Kota Cilegon

I3 Wanita Pekerja Seks

Untuk memperoleh akurasi data dan kejenuhan data sampai dirasa cukup

kemungkinan peneliti masih akan terus melakukan penambahansumber

data/informan lainnya yang dianggap perlu untuk dijadikan narasumber dalam

penelitian ini.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa

mengetahui teknik pengumpulan data, maka penelitian tidak akan mendapatkan

data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Teknik yang digunakan dalam

pengumpulan data pada penelitian ini adalah :

3.6.1 Sumber Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya dan

(58)

1. Pengamatan

Pengamatan biasa diartikan sebagai Observasi biasa diartikan sebagai

pengamatan dan pencatatan dengan sistematis terhadap fenomena-fenomena

yang diteliti.Dalam penelitian ini peneliti langsung terjun ke lokasi penelitian

dan melakukan pengamatan langsung terhadap objek-objek yang diteliti,

kemudian dari pengamatan tersebut melakukan pencatatan data-data yang

diperoleh yang berkaitan dengan aktivitas penelitian. Menurut Faisal dalam

Sugiyono (2009:226) terdapat beberapa klasifikasi pengamatan, antara lain :

a. Obervasi berpartisipasi (participant observation)

b. Observasi terang – terangan dan tersamar (overt observation

and covert observation)

c. Observasi yang tidak terstuktur (unstructed observation)

Berdasarkan klasifikasi objek diatas, observasi yang dilakukan peneliti

dalam penelitian ini adalah observasi terang-terangan, dimana peneliti dalam

melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber data,

bahwa peneliti sedang melakukan penelitian.Sehingga pihak-pihak yang

diteliti mengetahui sejak awal sampai akhir tentang aktivitas peneliti.

2. Wawancara

Menurut Bungin (2009:108) wawancara adalah proses memperoleh

keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap

muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai,

dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara. Selain itu

(59)

Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang

mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas

pertanyaan itu.

Esterberg dalam Sugiyono (2009:72) mendefinisikan interview atau

wawancara sebagai berikut.

a meeting of two person to exchange information and idea through question in respond, resulting in communication and joint construction of meaning about a particular topic”. Artinya: wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila

peneliti ingin meneliti studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan

yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti mengetahui hal-hal dari

responden yang mendalam. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri

pada laporan tentang diri sendiri atau self-report, atau setidak-tidaknya pada

pengetahuan dan keyakinan pribadi.

Selanjutnya Esterberg dalam Sugiyono (2002:72) menyatakan bahwa:

interviewing is at the heartof social research. If you look trough almost any socialogical journal, you will find that much social research is based on interview, either standardized or more in-depth”.

Artinya intreview merupakan hatiny peneliti sosial, bila anda lihat jurnal dalam ilmu sosial, maka akan anda temui semua penelitian sosial didasarkan pada interview baik yang standar maupun yangdalam.

Dalam penelitian kualitatif, sering menggabungkan teknik observasi

partisipatif dengan wawancaa mendalam. Selama melakukan observasi,

Gambar

Tabel 1.1
Tabel 1.2
Gambar 2.1
Tabel 3.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil singkronisasi antara pernyataan dari partisipan dan informan, peneliti menyimpulkan bahwa dampak psikologis yang dialami oleh siswi terkait, itu dikarenakan

Sedangkan keluarga miskin yang termasuk dalam kategori Sejahtera I pada tahun 2014 jumlahnya 163, dengan sebaran 60 keluarga di Bontang Selatan, 83 keluarga

Variabel yang digunakan adalah nilai raport anak, frekuensi sakit anak, pengeluaran pendidikan, pengeluaran kesehatan, usia anak, pendidikan kepala keluarga, dependesi anak,

Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan penderita dewasa. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan,

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi ini adalah hasil dari proses penelitian saya yang telah dilakukan sesuai dengan prosedur penelitian yang benar

Hasil analisa menunjukkan bahwa kandungan Bahan Kering feses di lima kandang kelompok sekitar 16,70%, dan Bahan Organik 99,71%, dengan jumlah bahan kering yang

Hukum progresif berangkat dari asumsi dasar bahwa hukum adalah untuk manusia dan selalu dalam proses untuk menjadi serta dalam memberikan penjelasan terhadap fenomena

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pemahaman konsep fisika peserta didik yang diajar dan tidak