SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Pada Konsentrasi Manajemen Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh :
ARI HARDIAWAN 6661091650
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
PADA WANITA PEKERJA SEKS DI KOTA CILEGON
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Pada Konsentrasi Manajemen Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh:
ARI HARDIAWAN 6661091650
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
baiknya sebelum kita berpulang kembali ke pangkuan Nya”
”
Tuhan tidak akan memberikan cobaan melebihi batas kemampuan
umatnya
”
Wanita Pekerja Seks Di Kota Cilegon. Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Sultan Ageng Tirtayasa.Dosen Pembimbing Pertama: Drs. Oman Supriyadi, M.Si.,dan Dosen Pembimbing Kedua Rina Yulianti, S.IP. M.Si.
Latar belakang masalah penelitian yaitu belum adanya tempat rehabilitasi untuk melakukan program pembinaan, tidak adanya pengawasan kembali oleh Dinas Sosial Kota Cilegon kepada para wanita pekerja seks yang telah mengikuti program pembinaan, sosialisasi program pembinaan yang tidak efektif, terbatasnya anggaran Dinas Sosial untuk melakukan Program Pembinaan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana efektivitas program pembinaan wanita pekerja seks di Kota Cilegon. Penelitian ini menggunakan teori Efektivitas Duncan terdiri dari Pencapaian Tujuan, Integrasi dan Adaptasi.Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dari Prasetya Irawan yang meliputi pengumpulan data mentah, transkrip data, pembuatan koding, kategorisasi data, penyimpulan sementara, triangulasi, dan kesimpulan akhir. Hasil penelitian menunjukan bahwa efektivitas program pembinaan Dinas Sosial pada wanita pekerja seks di Kota Cilegon belum berjalan secara efektif. Kesimpulan penelitian ini adalah tujuan dari program inibelumtercapai, sosialisasi yang belum optimal, serta tidak adanya fasilitas yang dibutuhkan untuk mengurangi jumlah wanita pekerja seks di Kota Cilegon. Saran peneliti Dinas Sosial perlu mengadakan pengawasan kembali, memperbaiki cara sosialisasi, mempercepat proses pembangunan gedung rehabilitasi sosial.
Ari Hardiawan.NIM 6661091650. Effectiveness of Department of Social Development Program in Female Sex Workers InCilegon. Faculty of Social Science and Political Science. Sultan Ageng Tirtayasa. The First Supervisor: Drs. Oman Supriyadi, M.Si., and Second Supervisor: RinaYulianti, S.IP. M.Si.
The background of the problem of research that is the absence of rehabilitation facility to do training programs , the absence of supervision back by the department of social Cilegon City to the women sex workers who have followed training programs , socialization guidance program is not effective , the limited budget of the social to do training programs. The purpose of this study to determine the extent to which the effectiveness of the guidance program of female sex workers in the city of Cilegon. This study uses the theory of Duncan Effectiveness consists of Achievement, Integration and Adaptation. The method used is descriptive method with qualitative approach. Analysis of the data used in this studyis PrasetyaIrawan which includes raw data collection, a transcript of that data, making coding, data categorization, temporary conclusion, triangulation, and ultimate conclusion.The results showed that the effectiveness of development programs of Social Service in female sex workers in the city of Cilegon not running optimally. Conclusion of the study the effectiveness of program development of female sex workers by the Department of Social Cilegon still not running effectively.The conclusion of this study is the objectives of the program has not been obtained, for the socialization that is not ideal, coupled with the lack of facilities that are needed to reduce the number of women sex workers in Cilegon City.Researchers advice of the social supervision should hold back, fix way socialization, speed up the construction of social rehabilitation building.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr. Wb.
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillahirobbil’alamin penulis
panjatkankehadirat ALLAH SWT karena ridho, rahmat, karunia dan kasih
sayang-Nya yang melimpah sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul Efektivitas Program Pembinaan Dinas Sosial Pada Wanita
Pekerja Seks di Kota Cilegon. Penulisan Skripsi ini tidak mungkin dapat
terselesaikan tanpa adanya bimbingan, bantuan, nasehat, saran, dan perhatian
berbagai pihak. Pada kesempatan ini merupakan suatu kebanggaan bagi penulis
untuk menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setulus-tulusnya
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
2. Bapak Dr. Agus Sjafari, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Bapak Kandung Sapto Nugroho, M.Si., Wakil Dekan I Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Ibu Mia Dwiana, M.Ikom., Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Bapak Gandung Ismanto, MM., Wakil Dekan Bidang III Fakultas Ilmu
ii
6. Ibu Rahmawati,M.Si., Ketua Prodi Administrasi Negara Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
7. Ibu Ipah Ema Jumiati,M.Si. Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Sultan Ageng Tirtayasa.
8. Bapak Oman Supriyadi, M.Si., Pembimbing I atas kebaikannya dan waktu
yang telah diberikan kepada penulis dalam memberikan arahan dan
bimbingan untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Ibu Rina Yulianti, M.Si., Pembimbing II atas kebaikannya dan waktu yang
telah diberikan kepada penulis dalam memberikan arahan dan bimbingan
untuk menyelesaikan skripi ini.
10.Ayahanda Hikmat Budiman dan Ibunda Yoke Heni Hardiani, atas cinta
kasih yang tulus tak terhingga dan sekaligus merupakan motivator tebesar
dalam menyelesaikan skripsi kepada penulis.
11.Adikku Riana Yuniar, terima kasih atas doa dan motivasinya kepada
penulis.
12.Dinas Sosial Kota Cilegon yang telah membantu serta memberikan data
untuk pengerjaan dan kelengkapan skripsi ini.
13.Teman-teman satu kelas ANE C 2009, Ratih Permitasari, Rikhnawati,
Elisa Tanini, Rizki Panji Prakoso, Lutfi Hardiansyah, Doni Winarno,
Bagus Pratama, M. Irsyad Mahdi dan Yan Adi Seprian. Terima kasih atas
14.Teman-teman Civil Society, Bublicious, Kost Asep, Kost Fauzi, yang
selalu memberikan masukan terhadap penulis, terima kasih atas
kebersamaan, kebaikan dan motivasi yang telah kalian berikan.
15.Teman-teman Warjok Community yang selalu memberikan motivasi dan
nasihat agar segera lulus kepada penulis.
Penulis menyadari masih banyak terjadi kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini, untuk itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran
yang membangun guna untuk lebih baik lagi di masa depan.
Serang, September 2015
Penulis
iv
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN ASUMSI DASAR
3.1 Metode Penelitian ... 30 4.1 Deskripsi Objek Penelitian ... 56
4.1.1 Gambaran Umum Kota Cilegon ... 56
4.1.2 Gambaran Umum Dinas Sosial Kota Cilegon ... 58
4.1.3 Sumber Daya Dinas Sosial Kota Cilegon ... 59
4.1.4 Tugas Pokok Bidang – Bidang Pada Dinas Sosial ... 61
4.1.5 Visi dan Misi Dinas Sosial Kota Cilegon ... 65
4.2 Deskripsi Data ... 66
4.2.1 Deskripsi Data Penelitian ... 66
4.2.2 Daftar Informan Penelitian ... 68
4.3 Pembahasan dan Analisis Penelitian ... 70
4.3.1 Pencapaian Tujuan... 70
4.3.2 Integrasi ... 81
4.3.3 Adaptasi ... 90
vi
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ... 100 5.2 Saran ... 101
Halaman Tabel 1.1 Program Pembinaan Wanita Pekerja Seks Kota Cilegon Menurut
Tahun dan Jenis Program ... 8
Tabel 1.2 Program Pembinaan Wanita Pekerja Seks Tahun 2014 Keterampilan Menjahit ... 10
Tabel 3.1 Daftar Informan Penelitian ... 40
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian ... 56
Tabel 4.1 Keterangan Informan ... 69
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir ... 28
Gambar 3.1 Proses Analisis Data ... 49
Gambar 4.1 Peta Kota Cilegon ... 59
Lampiran 1 Pedoman Wawancara
Lampiran 2 Dokumentasi Foto Hasil Penelitian Lampiran 3 Transkip Data dan Koding
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Negara merupakan suatu bentuk organisasi yang memiliki ruang lingkup
sangat besar dan rumit. Seperti organisasi pada umumnya, negara pun memiliki
tujuan bersama yaitu untuk tumbuh, berkembang serta memajukan kesejahteraan
rakyat yang menjadi anggota organisasi di dalamnya. Negara Indonesia
merupakan negara berkembang yang sedang melakukan pembangunan nasional
untuk mencapai tujuan negara. Penduduk merupakan sasaran utama pembangunan
nasional, yaitu dalam bentuk peningkatan kesejahteraan baik material maupun
spiritual. Dengan kata lain, penduduk khususnya angkatan kerja seharusnya
menjadi modal utama dalam pembangunan nasional. Namun dapat menjadi suatu
kenyataan bahwa jumlah angkatan kerja yang berlimpah dengan laju pertumbuhan
yang cepat, justru mengakibatkan timbulnya masalah sosial.
Pembangunan nasional yang dilakukan oleh pemerintah harus ditujukan
untuk meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat. Pembangunan tersebut
hendaknya tidak hanya terfokus pada ekonomi saja, tetapi harus memberikan
perhatian kepada masalah sosial yang terjadi di lingkungan masyarakat. Masalah
sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur – unsur kebudayaan atau
masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi
bentrokan antara unsur – unsur yang ada dapat mengakibatkan gangguan
terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita
yang ada. Hal yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses
sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan
oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat,
pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat dan lain sebagainya.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya masalah sosial, antara
lain: (1). Faktor Ekonomi, (2) Faktor Budaya, (3) Faktor Biologi, (4) Faktor
Psikologis.
Masalah sosial tersebut terjadi karena adanya pembangunan pada sektor
sosial dan ekonomi yang tidak merata. Rendahnya tingkat ekonomi dapat
menimbulkan semakin tingginya jumlah masyarakat miskin serta Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang ada di Indonesia. Kesejahteraan
sosial merupakan suatu keadaan terpenuhinya kebutuhan hidup yang layak bagi
masyarakat sehingga mampu mengembangkan diri dan dapat melaksanakan
fungsi sosialnya yang dapat dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial yang meliputi rehabilitasi sosial,
jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial (Undang – undang
Nomor 11 Tahun 2009 pasal 1 dan 2).
Sedangkan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) adalah
seseorang atau kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan, atau
gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya, dan karena nya tidak dapat
dapat dipenuhi kebutuhan hidupnya (jasmani, rohani, dan sosial) secara memadai
dan wajar. Hambatan, kesulitan, dan gangguan tersebut dapat berupa kemiskinan,
ketelantaran, kecacatan, ketunaan sosial. keterbelakangan, ketertinggalan, dan
bencana alam maupun bencana sosial (Kementrian Sosial RI). Keterlibatan
pemerintah dalam pengentasan masalah Penyandang Masalah Kesejahteraan
Sosial (PMKS) sangatlah diperlukan guna mengurangi jumlah penyandang
masalah tersebut.
Kota Cilegon adalah salah satu kota di Provinsi Banten yang sebelumnya
merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Serang yang ditingkatkan statusnya
menjadi Kota Administratif. Kota Cilegon terdiri atas 8 kecamatan, yaitu
Kecamatan Cibeber, Cilegon, Citangkil, Ciwandan, Grogol, Jombang, Pulomerak,
serta Purwakarta. Secara geografis Kota Cilegon memiliki luas wilayah 175,5
Km². Sebagian besar penduduk Kota Cilegon menjadikan sektor industri sebagai
sumber utama mata pencaharian.
Dalam perkembangannya, Kota Cilegon mengalami kemajuan yang pesat
dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya. Hal ini ditunjukkan dengan semakin
banyaknya bangunan kantor - kantor, pabrik - pabrik, sarana perhubungan, sarana
hiburan dan lain sebagainya. Akan tetapi, kemajuan tersebut tidak dirasakan oleh
seluruh masyarakat yang termasuk dalam kategori Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS).
Dinas Sosial Kota Cilegon merupakan unsur pelaksana otonomi daerah
yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan
sosial berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan. Salah satu tugas
pokok Dinas Sosial Kota Cilegon terdapat pada Perda No. 38 Tahun 2008 pasal
13 ayat 1 tentang Penyelenggaraan Program, Kegiatan, dan Pengendalian
Anggaran pada Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial yaitu menyelenggarakan
pemberdayaan sosial di masyarakat yang meliputi bidang pemberdayaan sosial
PSKS (Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial).
Berdasarkan pasal tersebut Dinas Sosial Kota Cilegon mengadakan
program pengentasan masalah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
(PMKS) di Kota Cilegon. Program untuk pengentasan masalah Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di Kota Cilegon tersebut antara lain Usaha
Ekonomi Produktif, Kelompok Usaha Bersama Masyarakat Miskin, serta Program
Pembinaan Wanita Pekerja Seks (sumber : Kepala Bidang Pelayanan dan
Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kota Cilegon)
Program pembinaan Wanita Pekerja Seks merupakan realisasi dari Perda
No. 38 Tahun 2008 pasal 13 ayat 1 tentang Penyelenggaraan Program, Kegiatan
dan Pengendalian Anggaran pada Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial.
Program pembinaan tersebut dimulai sejak tahun 2011 dan masih berjalan sampai
tahun 2014. Program tersebut memiliki tujuan untuk meningkatkan kemampuan
wanita pekerja seks sehingga dapat mempunyai usaha mandiri agar memperbaiki
keadaan ekonominya serta supaya wanita pekerja seks tersebut tidak kembali lagi
Dalam pelaksanaannya, program pembinaan ini memprioritaskan
pemberian kegiatan pembinaan kepada Wanita Pekerja Seks (WPS) yang sudah
terdata sebelumnya di Dinas Sosial. Jadi, peserta program pembinaan ini adalah
wanita pekerja seks yang sudah pernah terjaring razia, lalu kembali terjaring razia
untuk yang kedua kalinya. Proses pendataan wanita pekerja seks dilakukan setelah
mereka terjaring razia yang dilakukan oleh Satpol PP Kota Cilegon. Setelah
terjaring razia, para wanita pekerja seks tersebut diserahkan kepada pihak Dinas
Sosial Kota Cilegon untuk di wawancara guna dilakukan pendataan. Hal tersebut
diungkapkan oleh Bapak Ujang Sukirman selaku Kepala Satpol PP Kota Cilegon,
menyatakan bahwa Satpol PP Kota Cilegon hanya bertindak sebagai eksekutor
atau pelaksana razia, selanjutnya wanita pekerja seks yang terjaring razia akan
diserahkan kepada Dinas Sosial Kota Cilegon untuk dilakukan pendataan (Ujang
Sukirman, SH. 24 September, 2014).
Program pembinaan ini terdiri dari beberapa kegiatan yang diberikan
secara khusus untuk wanita pekerja seks supaya tidak kembali lagi ke dunia
prostitusi. Akan tetapi, menurut peneliti kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh
Dinas Sosial ini tidak berjalan dengan optimal karena program pembinaan
tersebut hanya diberikan kepada 25 orang Wanita Pekerja Seks saja per tahun
disebabkan terbatasnya anggaran. Selain itu, ternyata masih ada Wanita Pekerja
Seks yang kembali lagi ke dunia prostitusi. Hal tersebut dapat menunjukkan
bahwa program pembinaan yang diberikan oleh Dinas Sosial Kota Cilegon tidak
berjalan dengan optimal. Sumber pendanaan untuk program pembinaan ini sendiri
PMKS salah satunya adalah wanita pekerja seks.
Dalam menjalankan kegiatan program pembinaan ini, Dinas Sosial bekerja
sama dengan pihak swasta untuk dijadikan narasumber untuk memberikan
pelatihan keterampilan kepada peserta program pembinaan. Narasumber yang
memberikan pelatihan tersebut berasal dari orang – orang yang memiliki
pekerjaan yang sesuai dengan tema program pelatihan yang diadakan oleh Dinas
Sosial Kota Cilegon.
Permasalahan yang terjadi di Kota Cilegon dalam menangani wanita
pekerja seks adalah belum adanya gedung rehabilitasi sosial bagi Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) terutama wanita pekerja seks. Seperti yang
dikatakan oleh Bapak Sudaryo selaku Kepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi
Sosial bahwasanya anggaran Dinas Sosial Kota Cilegon yang terbatas serta
ketiadaan gedung rehabilitasi sebagai tempat untuk memberikan pelatihan secara
terus menerus menjadikan program pembinaaan hanya diberikan kepada 25 orang
wanita pekerja seks saja. Rencana kedepan nya Dinas Sosial Kota Cilegon ingin
membangun fasilitas panti sosial, akan tetapi Pemerintah Kota Cilegon belum
memberikan anggaran yang diperlukan. Anggaran untuk membuat panti
rehabilitasi sosial diperkirakan mencapai 49 miliar, anggaran yang disiapkan
untuk pembangunan tahap pertama senilai Rp 4 miliar yang terbagi dalam dua
tahun anggaran yakni Rp 2 miliar tahun 2014 dan Rp 2 miliar tahun 2015
Selama ini pembinaan yang dilakukan Dinas Sosial Kota Cilegon sangat
terbatas, dikarenakan belum adanya tempat rehabilitasi sehingga wanita pekerja
seks yang tertangkap ada yang dilepaskan begitu saja dan ada yang dikirimkan ke
tempat rehabilitasi di Pasar Rebo Jakarta. Hal ini membuat Dinas Sosial tidak
dapat memantau dan membina langsung wanita pekerja seks.
Selain itu program-program Dinas Sosial Kota Cilegon dalam penanganan
wanita pekerja seks masih belum terintegrasi dengan jelas. Dalam melaksanakan
program-program pembinaan dan pelatihan terhadap wanita pekerja seks seperti
salon dan tata boga. Pada tahun 2011, Dinas Sosial memberikan pelatihan salon
terhadap wanita pekerja seks yang ada di daerah Merak. Sedangkan tahun 2012
hanya memberikan pelatihan tata boga saja. Dalam pelatihan salon dan tata boga
hanya dilakukan sekali dalam setahun, sehingga pelatihan yang diberikan hanya
sekedar pelatihan begitu saja, tanpa ada keberlanjutan untuk mengasah lagi. Hal
ini dapat membuat wanita pekerja seks kembali pada profesinya lagi.
Contoh dari kegiatan program pembinaan yang dilaksanakan oleh Dinas
Sosial adalah kegiatan pelatihan salon yang diadakan pada tahun 2011, kegiatan
pelatihan tata boga pada tahun 2012, kegiatan pelatihan pembuatan hantaran
pernikahan pada tahun 2013, serta kegiatan pelatihan menjahit pada tahun 2014.
Berikut adalah data mengenai program pembinaan wanita pekerja seks di Kota
Tabel 1.1
Program Pembinaan Wanita Pekerja Seks Kota Cilegon Menurut Tahun dan Jenis Program
Nomor Nama Program Tahun Lokasi Peserta
1 Pelatihan Salon 2011 Terminal Terpadu Merak 25
2 Pelatihan Tata Boga 2012 Kantor Dinas Sosial Kota
Cilegon
25
3 Pelatihan Pembuatan
Hantaran Pernikahan
2013 Sekolah Tinggi Analis
Kimia Cilegon
25
4 Pelatihan Menjahit 2014 Gedung Yayasan
Pembangunan Cilegon
Mandiri
25
(Sumber: Dinas Sosial Kota Cilegon)
Berdasarkan tabel 1.1 di atas, terdapat beberapa kegiatan dalam program
pembinaan wanita pekerja seks. Kegiatan program pembinaan tersebut antara lain:
1. Pelatihan Salon diadakan pada tahun 2011 berlokasi di Terminal Terpadu
Merak. Program ini berjalan selama 10 hari dan dipusatkan pada keterampilan
untuk mengelola sebuah salon. Dalam pelatihan tersebut wanita pekerja seks
diberikan keterampilan merias pengantin, tata cara menggunting rambut, serta
wanita pekerja seks yang mengikuti program pelatihan mendapatkan
pemeriksaan kesehatan gratis karena dalam pelaksanaannya Dinas Sosial
Sosial juga bekerja sama dengan salon untuk memberikan pelatihan
keterampilan mengelola sebuah salon.
2. Pelatihan Tata Boga pada tahun 2012 berlokasi di Kantor Dinas Sosial Kota
Cilegon. Program ini berjalan selama 5 hari dan dipusatkan pada program
pelatihan tata cara pengolahan makanan, teori hygiene dalam pengolahan
makanan, serta bimbingan kewirausahaan. Jadi setelah diberikan materi,
peserta program pembinaan diberikan kesempatan untuk praktek tata cara
pengolahan makanan secara higienis. Pada program ini Dinas Sosial bekerja
sama dengan pemilik usaha pembuatan kue.
3. Pelatihan Pembuatan Hantaran Lamaran Pernikahan pada tahun 2013
berlokasi di Sekolah Tinggi Analis Kimia Cilegon. Pada program ini peserta
program pembinaan diberikan materi tentang tata cara pembuatan hantaran
lamaran pernikahan. Pada program ini Dinas Sosial bekerja sama dengan
pemilik usaha tata rias pengantin.
4. Pelatihan Menjahit pada tahun 2014 berlokasi di Gedung Yayasan
Pembangunan Cilegon Mandiri. Program ini dipusatkan pada pelatihan
menjahit dan pembuatan pakaian. Pada program ini peserta program
pembinaan diberikan materi dan praktek tentang tata cara menjahit mulai dari
cara pengukuran badan, pemotongan bahan, pembuatan pola, lalu menjahit
bahan hingga menjadi sebuah pakaian. Pada program ini Dinas Sosial bekerja
sama dengan pemilik usaha Lembaga Kursus dan Keterampilan.
Berikut adalah daftar penerima program pembinaan Dinas Sosial Kota
Tabel 1.2
Program Pembinaan Wanita Pekerja Seks Tahun 2014 Keterampilan Menjahit
No NAMA ALAMAT
1 Murniati Merak (Rosalia)
2 Niki Merak (Rosalia)
3 Ida Kp. Baru Jombang
4 Amel Merak (Rosalia)
5 Tina Merak (Rosalia)
6 Mela Pulo Merak
7 Lina Pulo Merak
8 Lusi Pulo Merak
9 Eva Pulo Merak
10 Risna Pulo Merak
11 Hayati Pulo Merak
12 Ela Citangkil
13 Reza Citangkil
14 Resti Citangkil
15 Euis Perumnas Cibeber
16 Siti Perumnas Cibeber
17 Neng Perumnas Cibeber
18 Hani Perumnas Cibeber
20 Fitri Jombang Wetan
21 Eneng Jombang Wetan
22 Susi Jombang Wetan
23 Eha Jombang Wetan
24 Ai Jombang Wetan
25 Encun Jombang Wetan
(Sumber : Dinas Sosial Kota Cilegon)
Kegiatan program pembinaan tahun 2014 diadakan di Gedung Serba Guna
Yayasan Pembangunan Cilegon Mandiri. Kegiatan tersebut dihadiri oleh 25
peserta. Materi yang diberikan pada pelatihan ini antara lain :
1. Mengenal nama atau alat – alat menjahit beserta fungsinya.
2. Pengetahuan dasar tentang keterampilan menjahit.
3. Tata cara membuat pola dasar membuat pakaian.
4. Membuat beberapa jenis/model pakaian.
Upaya Dinas Sosial Kota Cilegon dalam mengadakan program pembinaan
seharusnya bisa mencegah Wanita Pekerja Seks agar tidak kembali ke dunia
prostitusi, akan tetapi peneliti menemukan seorang Wanita Pekerja Seks yang
kembali ke pekerjaannya terdahulu di daerah Merak, Cilegon. Wanita Pekerja
Seks tersebut pernah mengikuti program pembinaan salon pada tahun 2011. Dia
mengatakan pendapatan dari menjadi Wanita Pekerja Seks lebih besar daripada
pendapatan salon yang dia miliki.
Masih berdasarkan penuturan Wanita Pekerja Seks tersebut, diketahui
pekerja seks supaya tidak kembali ke pekerjaan tersebut. Karena tidak adanya
pengawasan kembali dari Dinas Sosial, maka mereka bisa kembali ke pekerjaan
lamanya yaitu sebagai wanita pekerja seks.
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti, terdapat beberapa
permasalahan dalam efektivitas program pembinaan tersebut, diantaranya :
Pertama, Kota Cilegon belum memiliki fasilitas panti rehabilitasi untuk
memberikan program pembinaan kepada wanita pekerja seks. Padahal panti
rehabilitasi merupakan tempat yang penting untuk memberikan program
pembinaan kepada para wanita pekerja seks secara berkesinambungan supaya
tidak kembali lagi ke pekerjaannya terdahulu.
Kedua, tidak adanya pengawasan kembali oleh Dinas Sosial Kota Cilegon.
Hal ini mengakibatkan adanya wanita pekerja seks yang kembali menjajakan
dirinya.
Ketiga, sosialisasi program pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Sosial
masih kurang efektif karena hanya diberikan kepada wanita pekerja seks yang
terjaring razia saja sedangkan wanita pekerja seks yang masih belum terjaring
razia tidak mengetahui adanya program pembinaan tersebut.
Keempat, terbatasnya anggaran Dinas Sosial Kota Cilegon untuk
melakukan program pembinaan sedangkan Dinas Sosial Kota Cilegon mempunyai
kategori 26 PMKS, sehingga dalam waktu 1 tahun hanya ada 1 program
Berdasarkan masalah di atas dapat diketahui bahwa efektivitas program
pembinaan wanita pekerja seks Dinas Sosial Kota Cilegon masih belum berjalan
dengan optimal karena terkendala oleh dana anggaran serta tidak adanya fasilitas
yang dibutuhkan untuk mengurangi jumlah wanita pekerja seks di Kota Cilegon.
Hal ini menjadi kendala bagi Pemerintah Kota Cilegon khususnya Dinas Sosial
Kota Cilegon dalam menangani masalah wanita pekerja seks di Kota Cilegon.
Hal inilah yang membuat peneliti tertarik dan menjadikan hal tersebut
sebagai latar belakang penelitian tentang “Efektivitas Program Pembinaan
Dinas Sosial Pada Wanita Pekerja Seks di Kota Cilegon”.
1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Belum adanya tempat rehabilitasi untuk melakukan program pembinaan
secara terus menerus bagi wanita pekerja seks di Cilegon.
2. Tidak adanya pengawasan kembali oleh Dinas Sosial Kota Cilegon kepada
para wanita pekerja seks yang telah mengikuti program pembinaan.
3. Sosialisasi program pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Sosial masih
kurang efektif.
4. Terbatasnya anggaran Dinas Sosial Kota Cilegon untuk melakukan
program pembinaan.
1.3 Batasan dan Rumusan Masalah
masalah diatas peneliti membatasi masalah penelitian yaitu tentang Efektivitas
Program Pembinaan Dinas Sosial Pada Wanita Pekerja Seks di Kota Cilegon
Tahun 2014.
1.3.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Efektivitas Program Pembinaan
Wanita Pekerja Seks di Kota Cilegon?
1.4 Maksud dan Tujuan Penelitian
Tujuan merupakan suatu tolak ukur dan merupakan target dari suatu
kegiatan penelitian. Maksud dan tujuan penelitian ini antara lain adalah untuk
mengetahui bagaimana efektivitas program pembinaan wanita pekerja seks di
Kota Cilegon.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritik:
a. Menambah ilmu pengetahuan berdasarkan hasil dai penelitian
serta memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu
administrasi negara, khususnya dalam efektivitas program pada
b. Sebagai bahan pemahaman dan pembelajaran bagi penelti maupun
mahasiswa lainnya untuk melakukan penelitian – penelitian secara
lebih mendalam mengenai Efektivitas Program Pembinaan Wanita
Pekerja Seks di Kota Cilegon.
2. Manfaat Praktis:
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi peneliti.
b. Penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian bagi pemerintah untuk
mengambil langkah yang tepat dalam rangka penanggulangan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN
ASUMSI DASAR
2.1 Tinjauan Pustaka
Pengertian tinjauan pustaka menurut Black dan Champion (2009:296)
merupakan gambaran yang menyeluruh dari setiap proyek penelitian. Tinjauan
pustaka digunakan sebagai peninjauan kembali pustaka (laporan penelitian, dan
sebagainya) mengenai masalah yang berkaitan dengan penelitian. Berikut adalah
beberapa teori yang relevan dalam penelitian Efektivitas Program Pembinaan
Dinas Sosial Pada Wanita Pekerja Seks di Kota Cilegon.
2.1.1 Teori Efektivitas
Setiap organisasi baik organisasi publik maupun non publik pasti memiliki
suatu visi dan misi dimana visi dan misi tersebut digunakan sebagai alat untuk
mencapai tujuan organisasi. Tujuan dari organisasi adalah untuk mencapai hasil
yang efektif dan efisien. Dengan kata lain pencapaian tujuan dengan hasil yang
berhasil guna (efektif) dan yang berdaya guna (efisien).
Menurut Robbins (2003:142), efektivitas kerja merupakan kemampuan
suatu organisasi dalam pencapaian tujuan secara efisien dengan sumber daya yang
tersedia. Organisasi yang efektif merupakan organisasi yang mendesain struktur
dan budayanya sesuai dengan stakehoulder. Sedangkan, menurut Handayaningrat,
efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang
Menurut pendapat Mahmudi (2005:92) mendefinisikan efektivitas
merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi
(sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi,
program atau kegiatan.
The Liang Gie (2004:166) mendefinisikan efektivitas merupakan suatu
keadaan yang terjadi sebagai akibat yang dikehendaki kalau seseorang melakukan
sesuatu perbuatan dengan maksud tertentu dan menghendakinya, maka orang itu
dikatakan efektif bila menimbulkan akibat atau mempunyai maksud sebagaimana
yang dikehendakinya”.
Menurut Gibson (1996:34) efektivitas memiliki berbagai kriteria, antara
lain:
1. Produksi
Merupakan kemampuan organisasi untuk memproduksi jumlah dan mutu output sesuai dengan permintaan lingkungan. Ukuran ini berhubungan secara langsung dengan output yang dikonsumsi oleh pelanggan organisasi.
2. Efisiensi
Merupakan perbandingan (ratio) antara output dengan input, perbandingan antara keuntungan dan biaya atau dengan output atau dengan waktu merupakan bentuk umum dari ukuran ini.
3. Kepuasan
Merupakan ukuran untuk menunjukan tingkat dimana organisasi dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
4. Keunggulan
Tingkat dimana sampai seberapa jauh organisasi dapat dan benar-benar tanggap terhadap perubahan internal dan eksternal. Kriteria ini dihubungkan dengan kemampuan manajemen untuk menduga adanya perubahan dalam lingkungan maupun dalam organisasi itu sendiri.
5. Pengembangan
Tangkilisan (2005:138) mengemukakan bahwa suatu organisasi yang
berhasil dapat diukur dengan melihat pada sejauh mana organisasi tersebut dapat
mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Menurut Hasibuan (2005:77), efektivitas
adalah tercapainya sasaran eksplisit atau implisit. Efektivitas yang dimaksud
adalah tercapainya sasaran baik secara tertulis maupun dalam implementasinya.
Ukuran efektivitas merupakan suatu standar akan terpenuhinya mengenai
sasaran dan tujuan yang akan dicapai. Selain itu menunjukan tingkat sejauh mana
organisasi, program atau kegiatan melaksanakan fungsinya secara optimal.
Menurut Duncan dalam Richard M. Steers (1985:83), terdapat 3 indikator
yang mempengaruhi efektivitas, antara lain:
1. Pencapaian Tujuan
Pencapaian adalah suatu proses yang merupakan bagian puncak dari usaha keseluruhan suatu program. Upaya pencapaian tujuan harus dipandang sebagai suatu proses karena dari pencapaian tujuan tersebut dapat diketahui apakah tujuan dari program yang dijalankan berjalan dengan optimal atau tidak. Indikator dari pencapaian tujuan ini yaitu: (1) Kurun Waktu (2) Sasaran dan (3) Dasar Hukum.
2. Integrasi
Integrasi yaitu pengukuran terhadap tingkat kemampuan suatu organisasi untuk mengadakan sosialisasi, pengembangan konsensus, dan komunikasi dengan berbagai macam organisasi lainnya. Integrasi terdiri dari beberapa indikator yaitu: (1) Prosedur dan (2) Proses sosialisasi.
3. Adaptasi
Adaptasi adalah proses penyesuaian diri yang dilakukan untuk menyelaraskan suatu individu terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya. Adaptasi terdiri dari beberapa indikator yaitu: (1) Peningkatan Kemampuan dan (2) Sarana dan Prasarana.
Menurut Tampubolon (2008: 173) pandangan dari segi efektivitas
organisasi adalah terdiri atas efektivitas individu dan kelompok. Pada tingkat yang
ini menekankan pada kinerja individu- individu yang ada di dalam organisasi.
Pada pandangan efektivitas kelompok, penekanannya adalah pada kinerja yang
dapat diberikan kelompok pekerja, sebab di samping bekerja sendiri, pada
kenyataannya individu bekerja bersama-sama di dalam kelompok. Efektivitas
organisasi adalah lebih banyak dari jumlah efektivitas individu dan kelompok
lewat pengaruh sinergitas (kerja sama) (Tampubolon, 2008: 174) Dengan
kerjasama organisasi akan mampu mendapatkan kinerja yang lebih baik dan tinggi
tingkatannya daripada kinerja tiap- tiap bagiannya.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dalam penelitian ini peneliti
menggunakan teori Duncan dalam Richard M. Steers karena teori tersebut lebih
relevan untuk digunakan dalam mengukur efektivitas program pembinaan Dinas
Sosial kepada wanita tuna susila di Kota Cilegon.
2.1.2 Teori Kesejahteraan Sosial
Kondisi sejahtera adalah kondisi dimana kebutuhan dasar manusia sudah
terpenuhi. Kebutuhan dasar manusia tersebut terdiri atas pemenuhan gizi,
kesehatan, tempat tinggal, serta pendapatan. Menurut Suud (2006) kesejahteraan
sosial dibagi menjadi tiga kelompok, antara lain :
1. Kesejahteraan sosial sebagai suatu keadaan.
2. Kesejahteraan sosial sebagai suatu kegiatan atau pelayanan.
3. Kesejahteraan sosial sebagai ilmu.
Menurut Suharto (2006:3) kesejahteraan sosial juga termasuk sebagai
suatu proses atau usaha terencana yang dilakukan oleh perorangan, lembaga
kualitas kehidupan melalui pemberian pelayanan sosial dan tunjangan sosial. Jadi
dapat disimpulkan bahwa tugas organisasi sosial adalah untuk memberikan
pelayanan maupun tunjangan sosial kepada penderita masalah kesejahteraan sosial
(PMKS).
Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Pasal 1 tentang
Kesejahteraan Sosial, Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya
kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga Negara agar dapat hidup layak dan
mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
Pasal tersebut menjelaskan bahwa untuk terpenuhinya kebutuhan hidup, baik
secara materil maupun spiritual mereka harus mempunyai kemampuan untuk
bekerja dan mengembangkan diri supaya mereka mampu hidup layak dan dapat
diterima di tengah masyarakat.
Dalam undang - undang tersebut, pasal 6 menjelaskan bahwa
penyelenggaraan kesejahteraan sosial meliputi:
1. Rehabilitasi Sosial
2. Jaminan Sosial
3. Pemberdayaan Sosial
4. Perlindungan Sosial.
Penjelasan mengenai program penyelenggaraan kesejahteraan sosial
terdapat pada undang - undang nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan
1. Rehabilitasi Sosial dimaksud untuk memulihkan dan
mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi
sosial agar melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.
2. Rehabilitasi Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilaksanakan secara persuasif, motivatif, koersif, baik dalam
keluarga, masyarakat maupun panti sosial.
3. Rehabilitasi Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam
bentuk :
a. Motivasi dan diagnosis psikososial
b. Perawatan dan pengasuhan
c. Pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan
d. Bimbingan mental dan spiritual
e. Bimbingan fisik
f. Bimbingan sosial dan konseling psikososial
g. Bantuan dan asistensi sosial
h. Bimbingan resosialisasi
Menurut Sumarmonugroho, kesejahteraan sosial mempunyai fungsi
sebagai berikut :
1. Fungsi Penyembuhan dan Pemulihan
Fungsi penyembuhan dapat bersifat represif artinya bersifat menekan agar masalah sosial yang timbul tidak makin parah dan tidak menjalar. Fungsi pemulihan (rehabilitatif) terutama untuk menanamkan dan menumbuhkan fungsionalitas kembali dalam diri orang maupun anggota masyarakat. Fungsi penyembuhan dan pemulihan bertujuan untuk meniadakan hambatan-hambatan atau masalah sosial yang ada.
Dalam hal ini meliputi langkah-langkah untuk mencegah agar jangan sampai timbul masalah sosial baru, juga langkah-langkah untuk memelihara fungsionalitas seseorang maupun masyarakat.
3. Fungsi Pengembangan
Untuk mengembangkan kemampuan orang maupun masyarakat agar dapat lebih meningkatkan fungsionalitas mereka sehingga dapat hidup secra produktif.
4. Fungsi Penunjang
Fungsi ini menopang usaha-usaha lain agar dapat lebih berkembang. Meliputi kegiatan-kegiatan yang dapat memperlancar keberhasilan program-program lainnya seperti bidang kesehatan, kependudukan dan keluarga berencana, pendidikan, pertanian dan sebagainya.
Berdasarkan pengertian di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa
kesejahteraan sosial adalah kondisi dimana terpenuhinya kebutuhan dasar
seseorang sehingga orang tersebut mampu untuk hidup secara layak.
2.1.3 Pengertian Program Pembinaan
Program adalah suatu rencana yang harus ada dalam suatu kegiatan untuk
mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya sebab dalam program
tersebut telah dijelaskan mengenai tujuan kegiatan, aturan yang dipegang, serta
perkiraan anggaran yang dibutuhkan. Menurut Charles O jones (1991:296)
pengertian program adalah cara yang disahkan untuk pencapaian suatu tujuan.
Terdapat beberapa karakteristik yang dapat membantu seseorang untuk
mengidentifikasi suatu aktivitas sebagai suatu program atau tidak, antara lain:
1. Program membutuhkan staf, misalnya untuk melaksanakan atau sebagai suatu
program.
2. Program memiliki angggaran sendiri, program kadang biasanya juga
3. Program memiliki identitas sendiri, yang bila berjalan secara efektif dapat
diakui oleh publik.
Sedangkan pembinaan menurut Musanef (1991:11) adalah suatu proses
penggunaan manusia, alat peralatan, uang, waktu, metode, dan sistem yang
didasarkan pada prinsip tertentu untuk pencapain tujuan yang telah ditentukan
dengan daya dan hasil yang sebesar – besarnya. Menurut Poerwadarminta
(1987:182) pembinaan adalah yang dilakukan secara sadar, terencana, teratur, dan
terarah untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan subjek dengan
tindakan pengarahan dan pengawasan untuk mencapai tujuan. Menurut Thoha
(1987:7), pembinaan adalah suatu proses, hasil, atau pertanyaan menjadi lebih
baik, dalam hal ini mewujudkan adanya perubahan, kemajuan, peningkatan,
pertumbuhan, evaluasi, atau berbagai kemungkinan atas sesuatu. Jadi program
pembinaan adalah suatu proses pemberian pelatihan keterampilan yang diberikan
untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan suatu objek untuk
mencapai tujuan tertentu.
Jadi program pembinaan adalah rencana yang menggunakan suatu sistem
yang didasarkan pada prinsip tertentu yang digunakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditentukan sebelumnya dengan daya dan hasil yang sebesar- besarnya,
2.1.4 Pengertian Wanita Pekerja Seks
Wanita pekerja seks adalah wanita yang berperilaku tidak baik karena
menggunakan hubungan seks bebas tanpa adanya ikatan pernikahan sebagai mata
pencaharian dimana perilaku tersebut dapat menularkan penyakit bagi orang lain
Menurut Koentjoro (2004:27) wanita tuna susila adalah wanita yang tidak
menuruti aturan susila yang berlaku di masyarakat dan dianggap tidak memiliki
adab dan sopan santun dalam berhubungan seks.
Wanita Pekerja Seks memiliki beberapa pola untuk memasarkan dirinya,
ada yang berada di rumah bordil atau lokalisasi, berkeliaran di pinggir jalan, dan
ada pula yang menjadi wanita panggilan.
Unsur utama wanita pekerja seks adalah faktor ekonomi, jadi banyak
wanita tuna susila yang menjual dirinya dikarenakan memiliki keadaan ekonomi
yang terbatas. Menurut Saptari (1997), secara garis besar terdapat tiga faktor yang
mendorong seorang menjadi pelacur, yaitu :
1. Keadaan ekonomi dan kondisi kemiskinan rumah tangga perempuan WPS.
2. Karena pandangan tentang seksualitas yang cenderung menekankan arti
pentingnya keperawanan, sehingga tidak memberi kesempatan bagi
perempuan yang sudah tidak perawan kecuali masuk ke dalam peran yang
sudah diciptakan oleh nilai yaitu sebagai pelacur.
3. Karena sistem paksaan dan kekerasan seperti yang sering terjadi di lokasi,
WPS sengaja dijerat utang oleh germo sebagai pengikat dan terpaksa
melacurkan diri.
Masalah wanita pekerja seks erat kaitannya dengan adanya kegiatan
prostitusi. Menurut Kartini Kartono (1992:199) prostitusi berasal dari bahasa latin
yaitu Pro-stituere atau Pro-stauree, yang berarti membiarkan diri melakukan
zinah, melakukan persundalan, serta percabulan. Sedang Prostitute adalah pelacur
Berdasarkan beberapa pengertian di atas peneliti menarik kesimpulan
bahwa wanita pekerja seks adalah wanita yang mengandalkan aktivitas seksual
sebagai pekerjaan untuk mendapatkan uang.
2.2 Penelitian Terdahulu
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini dicantumkan beberapa
hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti, diantaranya :
1. Penelitian (skripsi) Fisip Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang
dilakukan oleh Arta Florida Tahun 2013, dengan judul Kinerja Dinas
Sosial Dalam Menangani Pekerja Seks Komersial Kota Cilegon. Pada
penelitian tersebut peneliti menggunakan teori kinerja organisasi
Hersey, Blanchard, dan Johnson, yaitu : (1)Tujuan, (2)Standar,
Alat/Sarana, (3)Kompetensi, (4)Motif, (6)Peluang, (7)Umpan Balik.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara,
observasi, dan studi dokumentasi. Metode penelitian menggunakan
teknik analisis menurut Miles dan Huberman. Sedangkan untuk
menguji validitas menggunakan triangulasi dan membercheck. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Kinerja Dinas Sosial Kota Cilegon
dalam menangani Pekerja Seks Komersial belum maksimal,
dikarenakan masih banyaknya PSK yang belum mendapatkan
pembinaan dari Dinas Sosial, sasaran yang tidak tepat, dan anggaran
yang minim yang mengakibatkan pembinaan hanya dilakukan setahun
2. Penelitian (skripsi) Fisip Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang
dilakukan oleh Nitha Chitrasari Tahun 2012 dengan judul Kinerja
Dinas Sosial Dalam Penanganan Gelandangan dan Pengemis di Kota
Cilegon. Pada penelitian tersebut peneliti menggunakan teori
Christopher Pollit dan Gessert Bouckaert, yaitu : (1)Relevance,
(2)Evisiensi, (3)Efektivitas, (4)Utility and Sustainability. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan
studi dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja
Dinas Sosial dalam penanganan pengemis dan gelandangan masih
belum optimal.
2.3 Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah
yang penting. Kerangka berpikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis
pertautan antar variabel yang akan diteliti. Yang menjadi fokus peneliti pada
penelitian ini adalah efektivitas program pembinaan Dinas Sosial terhadap wanita
tuna susila di Kota Cilegon.
Akan tetapi, terdapat berbagai masalah yang terjadi di lapangan yang
menjadi input dalam penelitian ini. Permasalahan tersebut antara lain yaitu : (1)
Belum adanya tempat rehabilitasi untuk melakukan program pembinaan secara
terus menerus bagi wanita pekerja seks di kota cilegon. (2) Tidak adanya
pengawasan kembali dari Dinas Sosial Kota Cilegon kepada WPS yang telah
oleh Dinas Sosial masih kurang efektif. (4) Terbatasnya anggaran Dinas Sosial
Kota Cilegon untuk melakukan program pembinaan.
Penelitian mengenai Efektivitas Program Pembinaan Dinas Sosial Pada
Wanita Pekerja Seks di Kota Cilegon menggunakan teori Efektivitas Duncan
(dalam Steers 1985:83), yaitu :
1. Pencapaian Tujuan, Pencapaian adalah keseluruhan upaya pencapaian
tujuan yang harus dipandang sebagai suatu proses. Dimensi dalam
indikator ini yaitu : (1) Kurun waktu pencapaiannya ditentukan, (2)
Sasaran merupakan target yang kongkrit, (3) Dasar Hukum (Duncan,
dalam Steers 1985:53)
2. Integrasi, Integrasi yaitu pengukuran terhadap tingkat kemampuan suatu
organisasi untuk mengadakan sosialisasi, pengembangan consensus, dan
komunikasi dengan berbagai macam organisasi lainnya. Dimensi dalam
indikator ini yaitu: (1) Prosedur dan (2) Proses sosialisasi (Nazarudin,
dalam Claude 1994:13)
3. Adaptasi, Adaptasi adalah proses penyesuaian diri yang dilakukan untuk
menyelaraskan suatu individu terhadap perubahan-perubahan yang terjadi
di lingkungannya. Dimensi dalam indikator ini yaitu : (1) Peningkatan
kemampuan, (2) Sarana dan Prasarana (Duncan, dalam Steers 1985:53)
Variabel tersebut akan dianalisis sesuai dengan fokus penelitian dan nanti
akan diperoleh hasil yang menunjukkan efektif atau tidak nya program pembinaan
yang diberikan oleh Dinas Sosial Kota Cilegon. Gambar dari kerangka berpikir
Gambar 2.1
Bagan Kerangka Berfikir
Efektivitas Program Pembinaan Dinas Sosial Pada Wanita Pekerja Seks di Kota Cilegon
Identifikasi Masalah:
1. Belum adanya tempat rehabilitasi untuk melakukan program
pembinaan secara terus menerus bagi wanita pekerja seks di Cilegon. 2. Tidak adanya pengawasan kembali oleh Dinas Sosial Kota Cilegon
kepada para wanita pekerja seks yang telah mengikuti program pembinaan.
3. Sosialisasi program pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Sosial masih kurang efektif.
4. Terbatasnya anggaran Dinas Sosial Kota Cilegon untuk melakukan program pembinaan.
Indikator Efektivitas Menurut Duncan:
1. Pencapaian Tujuan (kurun waktu, sasaran, dasar hukum) 2. Integrasi (prosedur, proses sosialisasi)
3. Adaptasi (peningkatan kemampuan, sarana dan prasarana)
Hasil
1. Efektifnya program pembinaan wanita pekerja seks yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Cilegon.
2.4 Asumsi Dasar
Berdasarkan kerangka berpikir diatas, peneliti berasumsi bahwa Program
Pembinaan Dinas Sosial Pada Wanita Pekerja Seks di Kota Cilegon masih belum
optimal serta masih diperlukan perbaikan dan penambahan jenis program
pembinaan untuk memperbaiki kehidupan wanita pekerja seks tersebut supaya
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Menurut Sugiyono (2009:2) metodologi penelitian merupakan cara ilmiah
untuk mendeskripsikan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan
hal tersebut terdapat empat kata kunci yang harus diperhatikan yaitu cara ilmiah,
data, tujuan, dan kegunaan. Data yang diperoleh melalui itu adalah data empiris
yang mempunyai kriteria tertentu yaitu valid. Valid yaitu derajat ketepatan antara
data yang sesungguhnya terjadi pada objek dengan data yang dapat dikumpulkan
oleh peneliti. Menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2006:4)
mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu
tersebut secara holistik (utuh).
Sedangkan menurut Arikunto (2002:136) metode penelitian adalah cara
yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Dalam arti
umum dan awam, metodologi biasa digunakan dalam konteks apa saja, misalnya
berpikir, metodologi pendidikan, atau metodologi pengajaran. Menurut Garna
(2009:21) Metoda penelitian ialah suatu upaya untuk memperoleh tambahan
pemahaman tentang gejala-gejala melalui (1) mendefinisikan masalah sebagai
cara membentuk pengetahuan yang ada; (2) memperoleh informasi penting
jelas dalam kaitan dengan masalah yang didentifikasi; dan (4) melakukan
komunikasi hasil upaya itu kepada yang lain.
Metode Penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Menurut Kirk dan Miller
dalam Moleong (2006:4) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi
tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari
pengamatan pada manusia dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya.
Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2006:4) mendefinisikan metodologi kualitatif
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan
ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh).
Sedangkan menurut Denzin dan Lincoln dalam Moleong (2006:5)
menyatakan penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar
alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan
dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Menurut Alwasilah
(2003:148) penelitian kualitatif lebih mengutamakan comparability dan
translatability dari temuan-temuannya, bukannya transfer temuan-temuan itu
terhadap kelompok lain atau populasi yang tidak diteliti. Karena itu, seleksi
sampel dalam penelitian kualitatif tidak statis, melainkan bersifat dinamis, dari
fase ke fase, berurut (sequental), berkembang (development), dan kontekstual.
Moleong (2006:6) mendefinisikan penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
holistik, dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah.
Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitiankualitatif deskriptif.Kualitatif deskriptif merupakan merupakan metode
yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan,
gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran
suatu gejala atau frekuensi adanya hubungan tertentu anatara suatu gejala dan
gejala lainya dalam masyarakat.
Metode kualitatif deskriptif ini berusaha untuk mencari atau menggali
informasi mengenai permasalahan yang ada kaitannya dengan program
pembinaan,yaitu tentang “Efektivitas Program Pembinaan Dinas Sosial Pada
Wanita Pekerja Seks di Kota Cilegon”.
3.2 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian menjelaskan substansi materi kajian penelitian
yang akan dilakukan. Ruang lingkup penelitian ini adalah efektivitas program
pembinaan Dinas Sosial pada wanita pekerja seks di Kota Cilegon.
3.3 Variabel Penelitian
3.3.1 Definisi Konsep
Definisi konseptual memberikan penjelasan tentang konsep dari variabel
yang akan diteliti berdasarkan kerangka teori yang digunakan. Pada peneitian ini
pekerja seks di Kota Cilegon yang akan diteliti menggunakan teori Duncan dalam
Richard M. Steers.
1. Pencapaian Tujuan
Pencapaian adalah suatu proses yang merupakan bagian puncak
dari usaha keseluruhan suatu program. Upaya pencapaian tujuan
harus dipandang sebagai suatu proses karena dari pencapaian
tujuan tersebut dapat diketahui apakah tujuan dari program yang
dijalankan berjalan dengan optimal atau tidak. Indikator dari
pencapaian tujuan ini yaitu: (1) Kurun Waktu (2) Sasaran dan (3)
Dasar Hukum.
2. Integrasi
Integrasi yaitu pengukuran terhadap tingkat kemampuan suatu
organisasi untuk mengadakan sosialisasi, pengembangan
consensus, dan komunikasi dengan berbagai macam organisasi
lainnya. Integrasi terdiri dari beberapa indikator yaitu: (1) Prosedur
dan (2) Proses sosialisasi.
3. Adaptasi
Adaptasi adalah proses penyesuaian diri yang dilakukan untuk
menyelaraskan suatu individu terhadap perubahan-perubahan yang
terjadi dilingkungannya. Adaptasi terdiri dari beberapa indikator
3.3.2 Definisi Operasional
Definisi operasinal merupakan penjabaran konsep atau variabel yang akan
diteliti dalam rincian yang terukur. Adapun variabel dalam penelitian ini ialah
efektivitasprogram pembinaan Dinas Sosial, berhubungan dengan itu masalah
yang terjadi dilapangan yakni;
1. Belum adanya tempat rehabilitasi untuk melakukan program pembinaan
secara terus menerus bagi wanita pekerja seks di Cilegon.
2. Tidak adanya pengawasan kembali oleh Dinas Sosial Kota Cilegon kepada
para wanita pekerja seks yang telah mengikuti program pembinaan.
3. Sosialisasi program pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Sosial masih
kurang efektif.
4. Terbatasnya anggaran Dinas Sosial Kota Cilegon untuk melakukan
program pembinaan.
Permasalahan tersebut dapat terjawab dengan menggunakan teori
efektivitas Duncan dalam Richard M. Steers. Yang peneliti simpulkan sementara
bahwa program pembinaan Dinas Sosial belum berjalan dengan efektif.
3.4 Instrumen Penelitian
Menurut Nasution dalam Sugiyono (2009:60-61), dalam penelitian
kualitatif, tidak ada pilihan lain dari pada menjadikan manusia sebagai instrumen
penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatu belum mempunyai
bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang
digunakan,bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan
sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu,
tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang
dapat mencapainya. Peneliti sebagai instrumen penelitian serasi untuk penelitian
serupa karena memiliki ciri-ciri antara lain:
1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat beraksi terhadap segala
stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna
atau tidak bagi penelitian.
2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek
keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.
3. Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrument
berupa tes atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi
kecuali manusia.
4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat
dipahami dengan pengetahuan semata. Jadi, untuk memahaminya
kita perlu sering merasakannya, menyelaminya berdasarkan
pengetahuan kita.
5. Peneliti sebagai instrument dapat segera menganalisis data yang
diperoleh. Ia dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan
segera untuk menentukan arah pengamatan, untuk mentest
hipotesis yang timbul seketika.
6. Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan
menggunakan dengan segera sebagai balikan untuk memperoleh
penegasan, perubahan, perbaikan atau pelakan.
7. Dalam manusia sebagai instrumen, responden yang aneh dan
menyimpang diberi perhatian. Respon yang lain daripada yang
lain, bahkan yang bertentangan dipakai untuk mempertinggi
tingkat kepercayaan dan tingkat pemahaman mengenai aspek yang
diteliti.
Namun, instrumen penelitian disini dimaksudkan sebagai alat pengumpul
data seperti tes pada penelitian kuantitatif.Ada tiga hal yang dibahas disini sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Guba dan Lincoln (1981:128-150) dalam
Moleong (2006:168-173), yaitu mencakup ciri-ciri umum, kualitas yang
diharapkan, dan kemungkinan peningkatan manusia sebagai instrumen.
1. Ciri – Ciri Manusia Sebagai Instrumen
Ciri-ciri umum manusia sebagai instrumen mencakup segi
responsive, dapat menyesuaikan diri, menekankan keutuhan,
mendasarkan diri atas pengetahuan, memproses dan
megikhtisarkan, dan memanfaatkan kesempatan mencari respons
yang tidak lazim.
2. Kualitas Yang Diharapkan
Peneliti kualitatif akan senantiasa berhubungan dengan subjeknya.
Hubungan yang memerlukan kualitas pribadi terutama pada waktu
3. Peningkatan Kemampuan Peneliti Sebagai Instrumen
Kemampuan peneliti sebagai instrumen dapat ditingkatkan dengan
jalan pertama-tama peneliti hendaknya selalu pergi kepada situasi
baru untuk memperoleh pengalaman, kemudian berusaha mencatat
apa saja yang terjadi dan mewawancarai beberapa orang serta
mencatat apa saja yang menjadi hasil pembicaraan.
Berdasarkan pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa bahwa
dalam penelitian kualitatif peneliti sebagai instrumen penelitian merupakan alat
pengumpul data utama. Hal itu dilakukan jika menggunakan alat yang bukan
manusia dan mempersiapkan dirinya terlebih dahulu sebagai yang lazim
digunakan dalam penelitian klasik maka sangat tidak mungkin untuk mengadakan
penyesuaian terhadap kenyataan-kenyataanyang ada dilapangan.Selain itu hanya
manusia sebagai alat sajalah yang dapat berhubungan dengan responden atau
objek lainnya, dan hanya manusia yang mampu memahami kaitan
kenyataan-kenyataan dilapangan.
3.5 Informan Penelitian
Dalam Penelitian Kualitatif, pengambilan sampel sumber data berkaitan
dengan siapa yang hendak dijadikan informan dalam penelitian. Menurut Bungin
dalam Penelitian Kualitatif (2009:76-77) menjelaskan objek dan informan
penelitian kualitatif adalah menjelaskan objek penelitian yang fokus dan lokus
Sasaran penelitian tak tergantung pada judul dan topik penelitian, tetapi
secara konkret tergambarkan dalam rumusan masalah penelitian. Sedangkan
informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian
sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitiannya. Jadi,
objek penelitiannya adalah Program Pembinaan Dinas Sosial Pada Wanita Tuna
Susila di Kota Cilegon dan informan penelitiannya diperoleh dengan cara teknik
pengambilan sumber data yang sering digunakan yaitu teknik Purposive
Sampling.
Purposive Sampling adalah merupakan metode penetapan sampel dengan
berdasarkan pada kriteria-kriteria tertentu disesuaikan dengan informasi yang
dibutuhkan.Pada penentuan informan dalam penelitian kualitatif adalah
bagaimana informan kunci (key informan) di dapat dalam situasi yang sesuai
dengan fokus penelitian. Sedangkan, pemilihan informan kedua (secondary
informan) berfungsi sebagai cara alternatif bagi peneliti yang tidak dapat
menentukan partisipan secara langsung.
Menurut Faisal dalam Sugiyono (2009:221) mengutip pernyataan Spradley
menyatakan bahwa informan yang berperan sebagai sumber data hendaknya
memiliki beberapa kriteria, antara lain :
1. Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses
ekulturasi, sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi
juga dihayati.
2. Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat
3. Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai
informasi.
4. Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil
“kemasannya” sendiri.
5. Mereka yang pada mulanya tergolong “cukup asing” dengan
peneliti sehingga lebih menggairahkan untuk dijadikan semacam
guru atau narasumber.
Berdasarkan kriteria diatas, maka dalam penelitian ini yang akan menjadi
informan peneliti adalah semua pihak yang terlibat langsung dalam Efektivitas
Program Pembinaan Dinas Sosial Pada Wanita Pekerja Seks di Kota
Cilegon,adapun yang menjadi informan kunci (key informan)dalam penelitian ini
adalah Kepala Dinas Sosial Kota Cilegon, Kepala Bidang Pelayanan dan
Tabel 3.1
Daftar Informan Penelitian
Kode Informan Informan
I1-1 Kepala Dinas Sosial Kota Cilegon
I1-2 Kepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
I2 Kepala Seksi Trantib Satpol PP Kota Cilegon
I3 Wanita Pekerja Seks
Untuk memperoleh akurasi data dan kejenuhan data sampai dirasa cukup
kemungkinan peneliti masih akan terus melakukan penambahansumber
data/informan lainnya yang dianggap perlu untuk dijadikan narasumber dalam
penelitian ini.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa
mengetahui teknik pengumpulan data, maka penelitian tidak akan mendapatkan
data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Teknik yang digunakan dalam
pengumpulan data pada penelitian ini adalah :
3.6.1 Sumber Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya dan
1. Pengamatan
Pengamatan biasa diartikan sebagai Observasi biasa diartikan sebagai
pengamatan dan pencatatan dengan sistematis terhadap fenomena-fenomena
yang diteliti.Dalam penelitian ini peneliti langsung terjun ke lokasi penelitian
dan melakukan pengamatan langsung terhadap objek-objek yang diteliti,
kemudian dari pengamatan tersebut melakukan pencatatan data-data yang
diperoleh yang berkaitan dengan aktivitas penelitian. Menurut Faisal dalam
Sugiyono (2009:226) terdapat beberapa klasifikasi pengamatan, antara lain :
a. Obervasi berpartisipasi (participant observation)
b. Observasi terang – terangan dan tersamar (overt observation
and covert observation)
c. Observasi yang tidak terstuktur (unstructed observation)
Berdasarkan klasifikasi objek diatas, observasi yang dilakukan peneliti
dalam penelitian ini adalah observasi terang-terangan, dimana peneliti dalam
melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber data,
bahwa peneliti sedang melakukan penelitian.Sehingga pihak-pihak yang
diteliti mengetahui sejak awal sampai akhir tentang aktivitas peneliti.
2. Wawancara
Menurut Bungin (2009:108) wawancara adalah proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap
muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai,
dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara. Selain itu
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu.
Esterberg dalam Sugiyono (2009:72) mendefinisikan interview atau
wawancara sebagai berikut.
“a meeting of two person to exchange information and idea through question in respond, resulting in communication and joint construction of meaning about a particular topic”. Artinya: wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila
peneliti ingin meneliti studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan
yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti mengetahui hal-hal dari
responden yang mendalam. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri
pada laporan tentang diri sendiri atau self-report, atau setidak-tidaknya pada
pengetahuan dan keyakinan pribadi.
Selanjutnya Esterberg dalam Sugiyono (2002:72) menyatakan bahwa:
“interviewing is at the heartof social research. If you look trough almost any socialogical journal, you will find that much social research is based on interview, either standardized or more in-depth”.
Artinya intreview merupakan hatiny peneliti sosial, bila anda lihat jurnal dalam ilmu sosial, maka akan anda temui semua penelitian sosial didasarkan pada interview baik yang standar maupun yangdalam.
Dalam penelitian kualitatif, sering menggabungkan teknik observasi
partisipatif dengan wawancaa mendalam. Selama melakukan observasi,