• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III ANALISIS PERMASALAHAN, TANTANGAN, DAN ISU STRATEGIS BIDANG

3.2. Permasalahan Bidang Penataan Ruang

3.2.5. Pencapaian Tujuan Penyelenggaraan Penataan Ruang

Walaupun pencapaian program pembangunan bidang tata ruang di dalam RPJMN 2010-2014 hingga tahun 2013 cukup baik, namun apabila ditinjau dari pencapaian tujuan penyelenggaraan penataan ruang, kinerja penyelenggaraan penataan ruang relatif masih belum optimal. Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk merefleksikan pencapaian tujuan pembangunan nasional hingga RPJMN II 2010-2014 dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Indikator Tujuan Pembangunan Bidang Tata Ruang

NO TUJUAN INDIKATOR KINERJA S/D 2013

1 Ruang wiayah yang

aman  Kebencanaan

 Masih tinggi kerugian jiwa maupun bangunan fisik akibat bencana 2. Ruang wiayah yang

nyaman  Konflik penguasaan lahan  Pelayanan umum

 Konflik penguasaan lahan masih terjadi dii beberapa daerah

 Kualitas Pelayanan umum belum memenuhi strandar pelayanan minimal 3. Ruang wiayah yang

Produkif  Ketersediaan lahan bagi kawasan ekonomi  Konektivitas /logistik  Pasokan energi  Masih terkendala ketersediaan lahan pembangunan

 Biaya logistik masih tinggi. Konektivitas msih rendah  Pasokan energi belum

optimal 4 Ruang wiayah yang

Berkelanjutan  Ruang terbuka hijau Kawasan lindung nasional

 Kawasan pasca ekonomi berbasis sda tak terbaharukan

 RTH yang semakin berkurang terutama di kawasan perkotaan  Kawasan lindung nasional

yang terus tertekan  Belum ada strategi ruang

yang mendukung

pengembangan daerah pasca tambang.

Sumber : Hasil Analisis, 2013

Upaya mewujudkan ruang wilayah yang “aman”, telah dilakukan sejak RPJMN I 2005-2009. Selain itu, penyusunan berbagai pedoman penataan ruang wilayah bencana telah disusun. RTRW diwajibkan mengakomodasi mitigasi bencana yang ditujukan agar kerugian akibat bencana dapat diminimalisir sejak dini. Penerapan aturan zonasi hingga penyiapan ruang bagi evakuasi telah diakomodasi ke dalam RTRW yang telah disusun seperti di Kabupaten Nabire Papua, wilayah Aceh pasca tsunami dan beberapa daerah lain yang memiliki tingkat kerawanan bencana yang tinggi. Namun implementasinya di lapangan masih menemui banyak kendala. Data dari BNPB menunjukkan bahwa meskipun intensitas bencana menurun dibandingkan tahun 2010, namun korban jiwa dan kerugian material masih relatif masih tinggi. Tahun 2011 tercatat sekitar 450.000 orang mengungsi akibat bencana banjir, tanah longsor dan gempa, sementara kerusakan bangunan perumahan maupun sarana umum cukup tinggi yakni sekitar 76.000 unit. Kondisi tersebut mencerminkan bahwa efektifitas RTRW dalam mewujudkan ruang yang aman relatif masih belum tercapai.

Gambar 3.12. Peta Kejadian Bencana Nasional

Perwujudan ruang wilayah yang “nyaman”, diterjemahkan dalam penataan ruang melalui rencana pengembangan sistem permukiman yang menjamin ketersediaan pelayanan dasar seperti sarana peribadatan, sarana pendidikan, ruang publik hingga utilitas kawasan. Dengan penyedian ruang bagian aktivitas sosial masyarakat sesuai kebutuhan dan standar pelayanan minimum masyarakat dapat memenuhi kebutuhan sosialnya. Hasil analisis direktorat pendidikan Bappenas, 2012 menunjukkan masih terdapat kendala akses terhadap pendidikan, terutama SMA di beberapa wilayah di Indonesia (lihat Gambar 2).

Gambar 3.13. Jarak Terhadap SMA Terdekat Sumber : Direktorat Pendidikan-Bappenas, 2013.

Demikian pula halnya dengan penyediaan sarana kesehatan, masih terdapat beberapa wilayah yang mengalami keterbatasan jumlah puskesmas. Ketidak merataan pembangunan kesehatan juga mengakibatkan perbedaan harapan hidup antar wilayah. Penduduk di wilayah dengan tingkat perkembangan ekonomi dan pendidikan yang lebih baik cenderung lebih sehat dibandingkan wilayah sebaliknya. Gambaran dari belum meratanya pelayanan kesehatan dapat dilihat pada Gambar 3.

Selain pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan, pembangunan sarana peribadatan juga masih belum optimal. Dalam beberapa kejadian, konflik antar masyarakat terkait pelaksanaan aktvitas sosial seperti pembangunan rumah ibadah masih terjadi hingga saat ini. Data Ombudsman mencatat sekitar 63 kasus konflik tata ruang dilaporkan ke lembaga tersebut selama periode 2010-2012. Demikian pula dengan tingkat kekerasan masyarakat yang semakin tinggi terutama di perkotaan yang ditenggarai salah satunya disebabkan oleh kurangnya ruang publik untuk masyarakat dalam bersosialisasi. Kondisi ini juga mencerminkan masih belum terwujudnya tujuan pembangunan bidang tata ruang dalam mewujudkan ruang wilayah yang nyaman.

0 20 40 60 80 100

Distance to the nearest SMA/SMK/MA

Papua West Papua North MalukuMaluku West SulawesiGorontalo Southeast SulawesiSouth Sulawesi Central SulawesiNorth Sulawesi East Kalimantan South Kalimantan Central KalimantanWest Kalimantan East Nusa Tenggara West Nusa TenggaraBali Banten East Java DI YogyakartaCentral Java West Java DKI JakartaRiau Islands Bangka Belitung IslandsLampung Bengkulu South SumatraJambi Riau West Sumatra North SumatraNangroe Aceh

Gambar 3.14. Distribusi Puskesmas Menurut Provinsi Sumber : Direktorat Pendidikan-Bappenas, 2013

Sementara, upaya mewujudkan ruang wilayah yang “produktif” diterjemahkan melalui perumusan rencana alokasi ruang kawasan budidaya serta rencana struktur ruang. Rencana alokasi ruang bagi kegiatan ekonomi idealnya merupakan wujud pengalokasian stock sumber daya alam sesuai kebutuhan pengembangan kegiatan produktif selama 20 tahun di tiap wilayah. Upaya tersebut diperkuat dengan penyediaan rencana detail serta aturan zonasinya sehingga jaminan ketersediaan lahan serta arah pemanfaatan dapat lebih terjamin. Rencana alokasi ruang juga dimaksudkan agar distribusi alokasi sumberdaya ruang berjalan secara seimbang untuk tiap aktivitas yang membutuhkannya, sehingga mekanisme pasar yang cenderung menimbulkan ketidaseimbangan penguasaan sumber daya dapat diminalisir. Rencana struktur ruang ditujukan untuk mendukung pengembangan pusat-pusat kegiatan wilayah melalui penyedian infrastruktur konektivitas, energi dan sumber daya air sehingga biaya-biaya produksi dan distribusi dapat lebih efisien.

Hingga tahun 2013, konflik antar sektor terkait ketersediaan ruang bagi kebutuhan ekonomi seperti pertambangan dengan kehutanan, sektor infrastruktur dengan kehutanan, dan kawasan industri dengan pertanian, masih terjadi. Hasil analisis overlay data peta rencana alokasi ruang untuk beberapa provinsi menunjukkan bahwa alokasi ruang sebagai stok sumber daya lahan bagai kegiatan pembangunan belum sepenuhnya terwujud. Rencana alokasi ruang wilayah provinsi yang ada lebih menunjukan pola pemanfaatan lahan yang terjadi saat ini, sehingga neraca sumber daya lahan untuk kepentingan pembangunan tidak teralokasikan secara jelas.

Gambar 3.15. Hasil Overlay RTRW Provinsi dan Tutupan Lahan 2011

Sumber : Ditjen Planologi Kehutanan, 2013, diolah

Indikator lain yang menunjukkan masih rendahnya dukungan terhadap capaian tujuan perwujudan ruang wilayah yang produktif adalah bahwa hingga akhir tahun 2013 masih belum selesainya seluruh RTRW Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dari data Sekretariat BKPRN (per 6 Desember 2013), tercatat baru 18 Provinsi yang telah memiliki Perda RTRW. Dari 15 Provinsi yang belum memiliki Perda RTRW, 6 Provinsi masih dalam proses penyelesaian perubahan fungsi dan peruntukan kawasan hutannya. Sementara itu, pada tingkat Kabupaten/Kota, baru 259 Kabupaten (65%) dan 70 Kota (74%) yang telah memiliki Perda RTRW.

KesesuaianRTRW-TutupanLahanKalteng

2011

Sesuai TidakDiketahui TidakSesuai

KesesuaianRTRW-TutupanLahanBabel

2011

Sesuai TidakDiketahui TidakSesuai

KesesuaianRTRW-TutupanLahanJateng

2011

Sesuai TidakDiketahui TidakSesuai

KesesuaianRTRW-TutupanLahanKal m

2011

Sesuai TidakDiketahui TidakSesuai

KesesuaianRTRW-TutupanLahanNTT

2011

Sesuai TidakDiketahui TidakSesuai

KesesuaianRTRW-TutupanLahanMaluku

2011

Sesuai TidakDiketahui TidakSesuai

Gambar 3.16. Status Penetapan RTRW Kabupaten dan Kota (6 Desember) Sumber : Sekretariat BKPRN, 2013

Sementara, konflik masyarakat dengan industri di beberapa tempat juga masih terjadi dengan kerugian yang cukup besar (misal di Sumatera, Kalimantan, Bangka Belitung, Nusa Tenggara hingga Papua). Konflik peruntukan antara pertambangan dengan kehutanan dan kawasan peruntukan lainnya masih banyak ditemukan di beberapa tempat seperti di Kalimantan dan Kepulauan Bangka Belitung. Demikian pula konflik antara pembangunan infrastruktur seperti jalan tol di Kalimantan Timur masih menjadi pekerjaan rumah yang perlu segera diselesaikan.

Indikator perwujudan rencana truktur ruang yang “produktif” juga masih belum menunjukan kinerja yang diharapkan. Kinerja logistik nasional masih rendah, dibandingkan negara-negara lain, Indonesia menempati rangking ke 59 (Logistic Performace Index - LPI, World Bank, 2012). Pada lingkup Asia Tenggara infrastruktur Indonesia hanya berada diatas Filipina dan Vietnam. Rendahnya LPI disebabkan biaya transportasi yang tinggi bagi kegiatan distribusi orang, barang dan jasa. Sistem konektivitas yang menjadi tujuan pembangunan struktur ruang masih belum optimal.

Gambar 3.17. Ranking Indeks Kinerja Logistik Negara ASEAN Sumber : Logistic Performance Index, Bank Dunia (disadur dari RKP 2014)

Data dari Kementerian Perhubungan

dalam sistem transportasi nasional seperti di sabuk utara (tanjung pinang sinteta, tanjung pinang-tambelan

(Dobo-Pomako), lihat gambar

potensi ekonomi yang tinggi seperti Matak di Kepulauan Anambas yang memilki potensi migas, perikanan laut dan pariwisata bahari sekaligus merupakan kawasan perbatasan utara nasional.

Gambar 3.18. Peta Lokasi yang Belum terhubung Sistem Transportasi Nasional Sumber : Kementerian Perhubungan, 2013

Kinerja infrastruktur lainnya yang juga belum optimal adalah sistem energi nasional. Hingga tahun 2013 ini, masih terdapat kekurangan

Kurangnya pasokan gas terutama di Sumatera Utara dari kebutuhan 48 MMSCFD hanya dipenuhi 18 MMSCFD. Secara potens

mencapai 200 MMSCFD. Seme

daerah di termasuk untuk pupuk Kaltim.Terbatasnya penyediaan listrik mengakibatkan adanya daerah-daerah yang belum terjangkau listrik mengalami pemadaman listrik secara bergilir.

Kondisi ini mengindikasikan

terpenuhi secara optimal hingga RPJMN 2010

tata ruang belum mampu mendukung tujuan RPJP

menyeimbangkan peertumbuhan ekonomi nasional. Distribusi sumberday

didominasi di wilayah Jawa Bali dengan produktivitas sekitar 62% terhdap produktivitas nasional, sementara wilayah diluar wilayah jawa bali berurutan Sumatera dengan 20%, Kalimantan 8%, Sulawesi 5%, Nusa Tenggara, 1,4%, Papua 1,3 % dan Malu

Perbedaan daya tarik ekonomi untuk investasi juga terlihat secara nyata dimana distribusi investasi di Wilayah Jawa Bali mencapai 60 % dari total investasi nasional, sementara di luar Kementerian Perhubungan mencatat beberapa daerah belum terhubung dalam sistem transportasi nasional seperti di sabuk utara (tanjung pinang-matak

tambelan-sintete), sabuk tengah (wahai-fakfak), dan sabuk selatan Pomako), lihat gambar 6. Daerah yang belum terhubung tersebut secara alam memiliki potensi ekonomi yang tinggi seperti Matak di Kepulauan Anambas yang memilki potensi migas, perikanan laut dan pariwisata bahari sekaligus merupakan kawasan perbatasan utara

Peta Lokasi yang Belum terhubung Sistem Transportasi Nasional Perhubungan, 2013

Kinerja infrastruktur lainnya yang juga belum optimal adalah sistem energi nasional. Hingga tahun 2013 ini, masih terdapat kekurangan pasokan energi di beberapa tempat. Kurangnya pasokan gas terutama di Sumatera Utara dari kebutuhan 48 MMSCFD hanya

ipenuhi 18 MMSCFD. Secara potensial perhitungan kekurangan di wilayah Sum mencapai 200 MMSCFD. Sementara di Kalimantan kekurangan pasokan gas di beberapa daerah di termasuk untuk pupuk Kaltim.Terbatasnya penyediaan listrik mengakibatkan daerah yang belum terjangkau listrik mengalami pemadaman listrik secara mengindikasikan bahwa perwujudan ruang wilayah yang produktif belum terpenuhi secara optimal hingga RPJMN 2010-2014. Sebagai akibatnya, pembangunan bidang um mampu mendukung tujuan RPJP Nasional dalam memeratakan dan menyeimbangkan peertumbuhan ekonomi nasional. Distribusi sumberdaya ekonomi masih didominasi di wilayah Jawa Bali dengan produktivitas sekitar 62% terhdap produktivitas nasional, sementara wilayah diluar wilayah jawa bali berurutan Sumatera dengan 20%, Kalimantan 8%, Sulawesi 5%, Nusa Tenggara, 1,4%, Papua 1,3 % dan Malu

Perbedaan daya tarik ekonomi untuk investasi juga terlihat secara nyata dimana distribusi investasi di Wilayah Jawa Bali mencapai 60 % dari total investasi nasional, sementara di luar mencatat beberapa daerah belum terhubung matak-teluk lampah- fakfak), dan sabuk selatan Daerah yang belum terhubung tersebut secara alam memiliki potensi ekonomi yang tinggi seperti Matak di Kepulauan Anambas yang memilki potensi migas, perikanan laut dan pariwisata bahari sekaligus merupakan kawasan perbatasan utara

Peta Lokasi yang Belum terhubung Sistem Transportasi Nasional

Kinerja infrastruktur lainnya yang juga belum optimal adalah sistem energi nasional. pasokan energi di beberapa tempat. Kurangnya pasokan gas terutama di Sumatera Utara dari kebutuhan 48 MMSCFD hanya ial perhitungan kekurangan di wilayah Sumatera

kan gas di beberapa daerah di termasuk untuk pupuk Kaltim.Terbatasnya penyediaan listrik mengakibatkan daerah yang belum terjangkau listrik mengalami pemadaman listrik secara ayah yang produktif belum Sebagai akibatnya, pembangunan bidang asional dalam memeratakan dan a ekonomi masih didominasi di wilayah Jawa Bali dengan produktivitas sekitar 62% terhdap produktivitas nasional, sementara wilayah diluar wilayah jawa bali berurutan Sumatera dengan 20%, Kalimantan 8%, Sulawesi 5%, Nusa Tenggara, 1,4%, Papua 1,3 % dan Maluku 1 %. Perbedaan daya tarik ekonomi untuk investasi juga terlihat secara nyata dimana distribusi investasi di Wilayah Jawa Bali mencapai 60 % dari total investasi nasional, sementara di luar

Comment [B1]: Sumber Data dilengkapi Sumber Data

wilayah Jawa Bali berurutan Sumatera 23 %, Kalimantan 9%, Sulawe tenggaradan papua semuanya dibawah 1 % (lihat Gambar 4).

Gambar Sumber : Diolah Dari BPS, 2012

Selanjutnya, upaya mewujudkan ruang wilayah yang berkelanjutan diterjemahkan dalam bentuk rencana alokasi ruang untuk kawasan lindung serta alokasi ruang untuk kawasan budidaya yang memanfaatkan sumber daya terbaharukan seperti pertanian dan perkebunan berkelanjutan.

kawasan perkotaan dan lebih dari 30% untuk kawasan (Sumber air, dan lain sebagainya) merupakan a Ruang dan UU 41 Tahun 2009

RTRW dari tingkat Nasional hingga K

penataan ruang berupa perwujudan ruang wilayah yang berkelanjutan juga masih mengalami berbagai kendala.

Data dari Ditjen Planologi Kehutanan (2013) 2009-2011 laju deforestasi

dibandingkan laju pada periode sebelumnya pertahun, namun laju tersebut dinilai m

menunjukan bahwa krisis air bersih telah mulai mengancam beberapa wilayah di Indonesia terutama di wilayah Pulau Jawa. Data menunjukkan bahwa air yang dapat dimanfaatkan Pulau Jawa hanya 400 m3/kapita/ta

Demikian pula dengan tingkat kerusakan terumbu karang dan mangrove yang cukup tinggi. wilayah Jawa Bali berurutan Sumatera 23 %, Kalimantan 9%, Sulawesi 6%, Maluku, Nusa tenggaradan papua semuanya dibawah 1 % (lihat Gambar 4).

Gambar 3.19. Distribusi Investasi Nasional Sumber : Diolah Dari BPS, 2012

upaya mewujudkan ruang wilayah yang berkelanjutan diterjemahkan dalam bentuk rencana alokasi ruang untuk kawasan lindung serta alokasi ruang untuk kawasan budidaya yang memanfaatkan sumber daya terbaharukan seperti pertanian dan Penetapan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebesar 30% untuk kawasan perkotaan dan lebih dari 30% untuk kawasan-kawasan dengan fungsi lindung khusus (Sumber air, dan lain sebagainya) merupakan amanah UU 26 tahun 2007 tentang Penataan

dan UU 41 Tahun 2009 tentang Kehutanan yang harus diimplem

dari tingkat Nasional hingga Kabupaten dan Kota. Indikator pencapaian tujuan penataan ruang berupa perwujudan ruang wilayah yang berkelanjutan juga masih mengalami Planologi Kehutanan (2013) menunjukkan bahwa pada periode 2011 laju deforestasi adalah sebesar 0,45 juta ha/tahun.Walaupun menurun dibandingkan laju pada periode sebelumnya (2003-2006) yang mencapa

pertahun, namun laju tersebut dinilai masih cukup tinggi. Indikator lingkungan lainnya menunjukan bahwa krisis air bersih telah mulai mengancam beberapa wilayah di Indonesia terutama di wilayah Pulau Jawa. Data menunjukkan bahwa air yang dapat dimanfaatkan Pulau Jawa hanya 400 m3/kapita/tahun (standar PBB adalah 1.100 m3/kapita/tahun). Demikian pula dengan tingkat kerusakan terumbu karang dan mangrove yang cukup tinggi.

si 6%, Maluku, Nusa

upaya mewujudkan ruang wilayah yang berkelanjutan diterjemahkan dalam bentuk rencana alokasi ruang untuk kawasan lindung serta alokasi ruang untuk kawasan budidaya yang memanfaatkan sumber daya terbaharukan seperti pertanian dan Penetapan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebesar 30% untuk kawasan dengan fungsi lindung khusus manah UU 26 tahun 2007 tentang Penataan tentang Kehutanan yang harus diimplementasikan pada ota. Indikator pencapaian tujuan penataan ruang berupa perwujudan ruang wilayah yang berkelanjutan juga masih mengalami menunjukkan bahwa pada periode 45 juta ha/tahun.Walaupun menurun yang mencapai 1,17 juta ha asih cukup tinggi. Indikator lingkungan lainnya menunjukan bahwa krisis air bersih telah mulai mengancam beberapa wilayah di Indonesia terutama di wilayah Pulau Jawa. Data menunjukkan bahwa air yang dapat dimanfaatkan di (standar PBB adalah 1.100 m3/kapita/tahun). Demikian pula dengan tingkat kerusakan terumbu karang dan mangrove yang cukup tinggi.

Gambar 3.20. Kondisi Tutupan Lahan Nasional Sumber : Diolah Kementerian Kehutanan 2012

Indikator-indikator tersebut diatas menunjukkan bahwa masih banyak permasalahan pembangunan bidang tata ruang yang harus diselesaikan pada ahhir RPJMN 2010-2014 dan kemungkinan masih akan dihadapi pada periode 2015-2019. Untuk itu pemahaman terhadap struktur persoalan dan kendala yang dihadapi dalam memujudkan tujuan pembangunan bidang tata ruang menjadi sangat penting untuk mendukung perumusan strategi dan kebijakan pembangunan bidang tata ruang pada RPJMN 2015-2019.

Dokumen terkait