• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.8. Pencegahan Penyakit Skabies

Menurut Agoes (2009) mengatakan bahwa penyakit skabies sangat erat kaitannya dengan kebersihan dan lingkungan yang kurang baik, oleh sebab itu untuk mencegah penyebaran penyakit skabies dapat dilakukan dengan cara:

a. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun

b. Mencuci pakaian, sprai, sarung bantal, selimut dan lainnnya secara teratur minimal 2 kali dalam seminggu

c. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali

d. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain

e. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai terinfeksi skabies

f. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup

Menjaga kebersihan tubuh sangat penting untuk menjaga infestasi parasit. Sebaiknya mandi dua kali sehari, serta menghindari kontak langsung dengan penderita, mengingat parasit mudah menular pada kulit. Walaupun penyakit ini hanya merupakan penyakit kulit biasa, dan tidak membahayakan jiwa, namun penyakit ini sangat mengganggu kehidupan sehari-hari.

Bila pengobatan sudah dilakukan secara tuntas, tidak menjamin terbebas dari infeksi ulang. Langkah-langkah yang dapat diambil dalam pencegahan penyakit skabies adalah sebagai berikut :

a. Suci hamakan sisir, sikat rambut dan perhiasan rambut dengan cara merendam di cairan antiseptik

b. Cuci semua handuk, pakaian, sprai dalam air sabun hangat dan gunakan setrika panas untuk membunuh semua telurnya, atau dicuci kering (dry-cleaned)

c. Keringkan topi dan jaket

d. Hindari pemakaian bersama sisir atau alat cukur dan lainnya

Departemen Kesehatan RI 2002, memberikan beberapa cara pencegahan dengan melakukan penyuluhan kepada masyarakat dan komunitas kesehatan tentang cara penularan penyakit skabies. Diagnosis dini dan cara pengobatan penderita skabies dan orang-orang yang kontak meliputi:

a. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya

b. Laporkan kepada Dinas Kesehatan setempat namun laporan resmi jarang dilakukan

c. Isolasi penderita yang terinfeksi penyakit skabies. Yang terinfeksi penyakit skabies sampai dilakukan pengobatan. Penderita yang dirawat di Rumah Sakit di isolasi sampai dengan 24 jam setelah dilakukan pengobatan yang efektif

Disinfeksi serentak yaitu pakaian dan sprai yang digunakan oleh penderita dalam 48 jam pertama sebelum pengobatan dicuci dengan menggunakan sistem pemanasan pada proses pencucian dan pengeringan, hal ini membunuh kutu dan telur.

Tindakan ini tidak dibutuhkan pada infestasi yang berat. Mencuci sprai, sarung bantal dan pakaian pada penderita.

Penanggulangan wabah yang terjadi dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya:

a. Berikan pengobatan dan penyuluhan kepada penderita dan orang yang berisiko b. Pengobatan dilakukan secara massal

c. Penemuan kasus dilakukan secara serentak baik di dalam keluarga, di dalam unit atau institusi militer, jika memungkinkan penderita dipindahkan

d. Sediakan sabun, sarana pemandian, dan pencuci umum, jika ada sangat membantu dalam pencegahan infeksi.

2.2. Perumahan 2.2.1. Rumah Sehat

Rumah harus dapat mewadahi kegiatan penghuninya dan cukup luas bagi seluruh pemakainya, sehingga kebutuhan ruang dan aktivitas setiap penghuninya dapat berjalan dengan baik. Lingkungan rumah juga sebaiknya terhindar dari faktor-faktor yang dapat merugikan kesehatan (Hindarto, 2007).

Kriteria rumah sehat yang diajukan oleh dalam Wicaksono (2009) yang dikutip dari Winslow antara lain:

1. Harus dapat memenuhi kebutuhan fisiologis 2. Harus dapat memenuhi kebutuhan psikologis 3. Harus dapat menghindarkan terjadinya kecelakaan

4. Harus dapat menghindarkan terjadinya penularan penyakit

Hal ini sejalan dengan kriteria rumah sehat menurut American Public Health Asociation (APHA) dalam Machfoedz (2008), yaitu:

1. Memenuhi kebutuhan dasar fisik

Sebuah rumah harus dapat memenuhi kebutuhan dasar fisik, seperti:

a. Rumah tersebut harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat dipelihara atau dipertahankan temperatur lingkungan yang penting untuk mencegah bertambahnya panas atau kehilangan panas secara berlebihan. Sebaiknya temperatur udara dalam ruangan harus lebih rendah paling sedikit 4°C dari temperatur udara luar untuk daerah tropis. Umumnya temperatur kamar 22°C - 30°C sudah cukup segar.

b. Rumah tersebut harus terjamin pencahayaannya yang dibedakan atas cahaya matahari (penerangan alamiah) serta penerangan dari nyala api lainnya (penerangan buatan). Semua penerangan ini harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak terlalu gelap atau tidak menimbulkan rasa silau.

c. Rumah tersebut harus mempunyai ventilasi yang sempurna sehingga aliran udara segar dapat terpelihara. Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan, sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimum 5% luas lantai sehingga jumlah keduanya menjadi 10% dari luas lantairuangan. Ini diatur sedemikian rupa agar udara yang masuk tidak terlalu deras dan tidak terlalu sedikit.

d. Rumah tersebut harus dapat melindungi penghuni dari gangguan bising yang berlebihan karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan baik langsung maupun dalam jangka waktu yang relatif lama. Gangguan yang dapat muncul antara lain gangguan fisik seperti kerusakan alat pendengaran dan gangguan mental seperti mudah marah dan apatis.

e. Rumah tersebut harus memiliki luas yang cukup untuk aktivitas dan untuk anak-anak dapat bermain. Hal ini penting agar anak mempunyai kesempatan bergerak, bermain dengan leluasa di rumah agar pertumbuhan badannya akan lebih baik, juga agar anak tidak bermain di rumah tetangganya, di jalan atau tempat lain yang membahayakan.

2. Memenuhi kebutuhan dasar psikologis

Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat terpenuhi kebutuhan dasar psikologis penghuninya, seperti:

a. Cukup aman dan nyaman bagi masing-masing penghuni

Adanya ruangan khusus untuk istirahat bagi masing-masing penghuni, seperti kamar tidur untuk ayah dan ibu. Anak-anak berumur di bawah 2 tahun masih diperbolehkan satu kamar tidur dengan ayah dan ibu. Anak-anak di atas 10 tahun laki-laki dan perempuan tidak boleh dalam satu kamar tidur. Anak-anak di atas 17 tahun mempunyai kamar tidur sendiri.

b. Ruang duduk dapat dipakai sekaligus sebagai ruang makan keluarga, dimana anak-anak sambil makan dapat berdialog langsung dengan orang tuanya.

c. Dalam memilih letak tempat tinggal, sebaiknya di sekitar tetangga yang memiliki tingkat ekonomi yang relatif sama, sebab bila bertetangga dengan orang yang lebih kaya atau lebih miskin akan menimbulkan tekanan batin. d. Dalam meletakkan kursi dan meja di ruangan jangan sampai menghalangi lalu

lintas dalam ruangan.

e. W.C. (Water Closet) dan kamar mandi harus ada dalam suatu rumah dan terpelihara kebersihannya. Biasanya orang tidak senang atau gelisah bila teras ingin buang air besar tapi tidak mempunyai W.C. sendiri karena harus antri di W.C. orang lain atau harus buang air besar di tempat terbuka seperti sungai atau kebun.

f. Untuk memperindah pemandangan, perlu ditanami tanaman hias, tanaman bunga yang kesemuanya diatur, ditata, dan dipelihara secara rapi dan bersih, sehingga menyenangkan bila dipandang.

3. Melindungi dari penyakit

Rumah tersebut harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuninya dari kemungkinan penularan penyakit atau zat-zat yang membahayakan kesehatan. Dari segi ini, maka rumah yang sehat adalah rumah yang di dalamnya tersedia air bersih yang cukup dengan sistem perpipaan seperti sambungan atau pipa dijaga jangan sampai sampai bocor sehingga tidak tercemar oleh air dari tempat lain. Rumah juga harus terbebas dari kehidupan serangga dan tikus, memiliki tempat pembuangan sampah, pembuangan air limbah serta pembuangan tinja yang memenuhi syarat kesehatan.

4. Melindungi dari kemungkinan kecelakaan

Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuni dari kemungkinan terjadinya bahaya atau kecelakaan. Termasuk dalam persyaratan ini antara lain bangunan yang kokoh, tangga yang tidak terlalu curam dan licin, terhindar dari bahaya kebakaran, alat-alat listrik yang terlindung, tidak menyebabkan keracunan gas bagi penghuni, terlindung dari kecelakaan lalu lintas, dan lain sebagainya (Azwar, 1990). Berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2002), lingkup penilaian rumah sehat dilakukan terhadap kelompok komponen rumah, sarana sanitasi dan perilaku penghuni.

1. Kelompok komponen rumah, meliputi langit-langit, dinding, lantai, jendela kamar tidur, jendela ruang keluarga dan ruang tamu, ventilasi, sarana pembuangan asap dapur dan pencahayaan.

2. Kelompok sarana sanitasi, meliputi sarana air bersih, sarana pembuangan kotoran, saluran pembuangan air limbah, sarana tempat pembuangan sampah. 3. Kelompok perilaku penghuni, meliputi membuka jendela kamar tidur,

membuka jendela ruang keluarga, membersihkan rumah dan halaman, membuang tinja bayi dan balita ke jamban, membuang sampah pada tempat sampah.

Bila dikaji melalui pengertian yang tertuang dalam undang-undang nomor 4 tahun 1992 tentang perumahan dan pemukiman, perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagaimana lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Bagi sebuah lingkungan

perkotaan, kehadiran lingkungan perumahan sangatlah kepentingan dna berarti karena bagian terbesar pembentukan struktur ruang perkotaan adalah lingkungan pemukiman (Sastra & Endi, 2006).

Menurut UU RI No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari pemukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.

Keadaan perumahan adalah salah satu faktor yang menentukan keadaan higiene dan sanitasi lingkungan. Seperti yang dikemukakan oleh WHO bahwa perumahan yang tidak cukup dan terlalu sempit mengakibatkan pula tingginya kejadian penyakit dalam masyarakat. Rumah yang sehat dan layak huni tidak harus berwujud rumah mewah dan besar namun rumah yang sederhana dapat juga menjadi rumah yang sehat dan layak dihuni.

Masalah perumahan telah diatur dalam Undang-Undang pemerintahan tentang perumahan dan kawasan permukiman No.1 Tahun 2011 Bab III pasal 5 ayat l yang

berbunyi “Negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang pembinaannya dilaksanakan oleh pemerintah.

Perkembangan perumahan pada saat ini cendrung pada kondisi kumuh, Menurut Yudohusodo, (1991). permukiman kumuh adalah suatu kawasan dengan bentuk hunian yang tidak berstruktur, tidak berpola (misalnya letak rumah dan jalannya tidak beraturan, tidak tersedianya fasilitas umum, prasarana dan sarana air

bersih, MCK) bentuk fisiknya yang tidak layak misalnya secara reguler tiap tahun kebanjiran.

Menurut Syaiful. A (2002). permukiman dapat digolongkan sebagai permukiman kumuh karena:

1. Kondisi dari permukiman tersebut ditandai oleh bangunan rumah-rumah hunian yang dibangun secara semrawut dan memadati hampir setiap sudut permukiman, dimana setiap rumah dibangun diatas tanah tanpa halaman.

2. Jalan-jalan yang ada diantara rumah-rumah seperti labirin, sempit dan berkelok-kelok, serta becek karena tergenang air limbah yang ada disaluran yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

3. Sampah berserakan dimana-mana, dengan udara yang pengap dan berbau busuk. 4. Fasilitas umum kurang atau tidak memadai.

5. Kondisi fisik hunian atau rumah pada umumnya mengungkapkan kemiskinan dan kekumuhan, karena tidak terawat dengan baik.

Penelitian yang berkaitan antara kondisi lingkungan rumah kaitannya dengan penyakit telah banyak dilakukan. diantaranya adalah dengan penyakit demam berdarah (DBD). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zulkarnaini, Siregar, YI, Dameria (2009) hasil uji statistik dengan uji Rank Spearman menunjukkan nilai Rho = 0,586 dan nilai p = 0.000 berarti ada hubungan yang sangat bermakna antara kondisi sanitasi lingkungan dengan keberadaan jentik vektor dengue. Bila melihat nilai Rho maka dapat dikatakan ada kecenderungan semakin kurang baik kondisi sanitasi lingkungan rumah maka akan semakin banyak pula ditemukan jentik vektor

dengue. Penelitian tersebut menggambarkan kondisi sanitasi lingkungan rumah secara umum belum termasuk dalam katagori baik (62,7% ).

Hal ini menyebabkan keberadaan jentik vektor dengue di rumah-rumah penduduk juga cukup tinggi, kondisi tersebut dapat dilihat dari angka House Index

(HI=86,27% ), Container Index (CI=28 %) dan Bruteau Index (BI=137%). Kondisi sanitasi lingkungan yang baik menyebabkan tempat perkembangbiakan nyamuk menjadi tidak optimal. Nyamuk penular DBD akan berkembang secara baik di tempat-tempat yang banyak ditemukan penampungan air, terutama yang jarang dibersihkan atau terkontrol, misalnya pada sampah kaleng-kaleng bekas, tempurung kelapa, ban-ban bekas dan lain sebagainya. Kondisi sanitasi lingkungan rumah yang baik akan memperkecil peluang berkembangbiak nyamuk penular penyakit DBD.

Pada dasarnya rumah dikatakan memenuhi syarat rumah sehat jika lingkungan dan komponen pendukung rumah tersedia dan dapat dikelola dengan baik. beberapa komponen yang harus dipenuhi akan dijelaskan pada subbab berikutnya.

2.2.2. Komponen Fisik Rumah 2.2.2.1. Bahan Bangunan

a. Lantai: ubin atau semen adalah baik, namun tidak cocok untuk kondisi ekonomi pedesaan. Lantai kayu sering terdapat pada rumah-rumah orang yang mampu di pedesaan, dan ini pun mahal. Oleh karena itu, untuk lantai rumah pedesaan cukuplah tanah biasa yang dipadatkan. Syarat yang penting disini adalah tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Untuk memperoleh lantai tanah yang padat dapat ditempuh dengan menyiram air

kemudian dipadatkan dengan benda-benda yang berat dan dilakukan berkali-kali. Lantai basah dan berdebu menimbulkan sarang penyakit.

b. Dinding: Tembok adalah baik, namun disamping mahal, tembok sebenarnya kurang cocok untuk daerah tropis, lebih-lebih bila ventilasi tidak cukup. Dinding rumah di daerah tropis khususnya pedesaan, lebih baik dinding papan.

c. Atap genteng: adalah umum dipakai baik didaerah perkotaan, maupun di pedesaan. Disamping atap genteng adalah cocok untuk daerah tropis, juga dapat terjangkau oleh masyarakat dan dapat dibuat sendiri.

d. Lain-lain (kaso, tiang dan reng): Menurut pengalaman bahan-bahan ini tahan lama (Notoatmodjo, 2010).

2.2.2.2. Ventilasi

Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara dalam rumah. Ada dua macam ventilasi, yakni:

a. Ventilasi alamiah, diamana aliran udara dalam ruangan tersebut terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin, lubbang-lubang pada dinding, dan sebagainya.Di lain pihak ventilasi alamiah tidak menguntungkan, karena juga merupakan jalan masuknya nyamuk dan serangga lainnya ke dalam rumah. Untuk itu harus ada usaha-usaha lain untuk melindungi kita dari gigitan nyamuk

b. Ventilasi buatan, yaitu dengan mempergunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara tersebut, misalnya kipas angin, dan mesin pengisap udara (Notoatmodjo, 2010).

2.2.2.3. Cahaya

Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu banyak. Kurang cahaya yang masuk ke dalam rumah, terutama cahaya mata hari, disamping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit penyakit. Cahaya dapat dibedakan menjadi 2, yakni: a. Cahaya alamiah, yakni cahaya matahari. Cahaya ini sangat penting, karena dapat

membunuh bakteri-bakteri pathogen dalam rumah.

b. Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

2.2.2.4. Kelembaban

Kelembaban sangat berperan penting dalam pertumbuhan kuman penyakit. Kelembaban yang tinggi dapat menjadi tempat yang disukai oleh kuman untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Keadaan yang lembab dapat mendukung terjadinya penularan penyakit. Menurut Kepmenkes RI/No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan dari aspek kelembaban udara ruang, dipersyaratkan ruangan mempunyai tingkat kelembaban udara yang diperbolehakan antara 40-70%. Tingkat kelembaban yang tidak memenuhi syarat ditambah dengan perilaku tidak sehat, misalnya dengan penempatan yang tidak tepat pada berbagai barang dan baju, handuk, sarung yang tidak tertata rapi, ikut berperan dalam penularan penyakit berbasis lingkungan seperti skabies (Soedjadi, 2003).

2.2.2.5. Kepadatan Penghuni

Kepadatan hunian kamar tidur sangat berpengaruh terhadap jumlah kuman penyebab penyakit skabies. Selain itu kepadatan hunian kamar tidur dapat mempengaruhi kualitas udara di dalam kamar tidur. Dimana semakin banyak jumlah penghuni maka akan semakin cepat udara dalam kamar tidur mengalami pencemaran oleh karena CO

2 dalam rumah akan cepat meningkat dan akan menurunkan kadar O

Dokumen terkait