• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V DIPLOMASI TANPA OPOSISI

B. Penculikan Syahrir dan Kudeta 3 Juli 1946

Konflik antara MBT dengan pemerintah kini semakin meruncing, Sudirman tidak bisa menerima razia yang dilakukan pemerintah kepada PP di bulan Maret, meskipun dirinya tidak ditangkap. Sebelumnya ketidaksukaan tentara atas Pepolit semakin menjadi ketika Pepolit berbeda sikap dengan MBT karena Pepolit mengeluarkan pernyataan mendukung pemerintah. Konflik dengan Departemen Pertahanan juga terjadi lagi ketika diadakan strukturisasi tentara, Departemen Pertahanan berbeda pendapat dengan MBT tentang pengangkatan panglima divisi.19 Bagi MBT, pengangkatan di internal tentara hendaknya dilakukan pihak internal tentara. Konflik dari soal pengangkatan ini terlihat di kota Yogyakarta dan Surakarta. Di Divisi II (Pekalongan-Kedu-Yogyakarta)

19

Muhaimin, A. Yahya, 1982, Perkembangan Militer dalam Politik di Indonesia 1945-1966. Yogyakarta: Gajah Mada Press, hlm. 54.

pemerintah menunjuk Mayor Jenderal Sudarsono sebagai panglima divisi dan Letnan Kolonel M. Sarbini sebagai kepala staf, namun dalam pelantikan pada tanggal 25 Mei, justru Letnan Kolonel Umar Djoy yang dilantik oleh Panglima Divisinya sebagai kepala staf. Di Divisi IV (Surakarta-Semarang-Madiun) tentara menolak Mayor Jenderal Soediro menggantikan Kolonel Sutarto, sebagai panglima divisi.20 Konflik ini jelas berdampak politik. Untuk memperkuat posisinya, tentara menjalin kerjasama dengan oposisi yang tergabung di PP. Perbedaan pendapat di banyak hal antara Dephan dan MBT jelas berimplikasi pada kepada siapa kesetiaan tentara diberikan, dan masing- masing jelas sedang memperbutkan kesetiaan tentara di lapis bawah.21

Dalam soal sikap terhadap Belanda, tanggal 9 April 1946, Sudirman menyampaikan pidatonya. Pidatonya tersebut berisikan seruan agar tentara jangan melanggar janji dan menjadi pengkhianat nusa, bangsa dan agama meskipun hidup menjadi tentara itu menderita dan serba kekurangan, tidak bisa leluasa mencari penghasilan tambahan karena diikat disiplin. Kemudian Sudirman berkata

“Tetapi kamu sekalian harus insyaf dan yakinlah, bahwa putjuk pimpinan tentara tidak akan membiarkan kamu sekalian menderita terus- menerus dan tidak akan membiarkan perintah yang bertentangan dengan ideologi rakjat dan bangsa Indonesia seluruhnya.”22

Pada akhir pidatonya Sudirman memerintahkan

“Kami amanatkan dengan tegas: 1). Percaya pada kekuatan diri-sendiri; 2). Teruskan perjuangan kamu; 3). Pertahankan rumah dan pekarangan kita sekalian...23. 20 Ibid. Hlm.62-66. 21 Ibid.

22Ben Anderson, op.cit., hlm. 411

23

Beberapa hari kemudian Sudirman berpidato kembali mempertegas sikap tentara, ia menyerukan kepada seluruh anggota tentara untuk berpuasa tiga hari untuk “memperdalam keinsyafan atas kesucian perjuangan kita menurut kemerdekaan 100 %”24.

Dua kali pidato Sudirman jelas menunjukkan penolakan terhadap perundingan yang dilakukan pemerintah. Ternyata, perundingan gagal karena Belanda meminta perundingan diundur. Belanda tidak menginginkan pemilihan umum yang berlangsung hingga 17 Mei 1946 akan dimainkan oleh pihak Indonesia. Pemilu di Belanda ternyata dimenangkan Partai Katolik yang dipimpin oleh Profesor Romme. Tumbangnya Pemerintahan Sosialis di bawah Sschermerhorn semakin menutup ruang bagi dialog. Syahrir d a n p a r a pendukungnya di PS banyak berharap pada kaum sosialis Belanda, mengingat Syahrir punya banyak kawan semasa kuliahnya di Belanda. Banyak pula anggota PS berasal dari group mahasiswa Indonesia di Belanda yang dipengaruhi komunis seperti Abdoel Madjid, dimana mereka juga punya banyak kawan Belanda. Contact Commisie yang dibentuk kerajaan Belanda yang bertugas menjajagi perundingan dengan pihak Indonesia juga terdapat orang Indonesia. Mereka berasal dari kalangan komunis, misalnya Setiajit.25

Optimisme terhadap perundingan semakin menurun, secara otomatis keyakinan bahwa Belanda akan melakukan manuver militer semakin menguat.

24

Ibid., hlm. 412

25

Seperti pada kejadian sebelumnya, seruan perombakan kabinet agar pemerintah menjadi kuat mulai terdengar. Kini, muncul federasi baru di antara partai dan badan-badan perjuangan yang diberi nama Konsentrasi Nasional. federasi ini ditujukan memberikan dukungan bagi pemerintah agar tidak ragu bersikap.26

Bagi Syahrir, dukungan semacam itu tidak relevan karena pihak Belanda selalu tertuju pada persoalan radikalisme dan revolusion e r . P ihak Belanda termasuk Schermerhorn dan kaum sosialis Belanda percaya pada Syahrir tetapi tidak pada para pemuda maupun pihak oposisi. Pembaruan kabinet dengan berkoalisi dengan oposisi akan mengakibatkan pihak Belanda memandang naiknya kekuatan radikal.

Di tengah tekanan kepada pemerintah, 17 Juni 1946, Syahrir menyampaikan usul kembali kepada van Mook. Isi usulan tetap sama dengan dahulu yakni pengakuan de facto atas Sumatera, Jawa dan Madura. Namun, untuk soal Uni Belanda direvisi dengan mengubah hubungan Indonesia-Belanda adalah hubungan internasional biasa. Seperti juga terdahulu, usul ini dirahasiakan, namun bocor juga. Kini tekanan kepada pemerintah semakin hebat.

Untuk menjawab tekanan ini pemerintah mengeluarkan pengumuman negara dalam keadaan darurat. Pertama berlaku di Surakarta kemudian meluas ke seluruh Jawa dan Madura. Langkah berikutnya adalah mengangkat Sudirman sebagai Panglima Tinggi seluruh Angkatan Bersenjata dan bertanggungjawab langsung kepada presiden. Sedang kepolisian berada di bawah perdana menteri. Tanggal 27 Juni 1946 Wakil Presiden Hatta menyampaikan pidato di alun-alun

26

Yogya. Dia mengatakan bahwa ia terpaksa membuat pidato itu karena awan desas-desus beracun yang disebarkan pers oposisi. Sebagai kesimpulan ia memperingatkan bahwa pemerintah siap mengambil tindakan tegas27. Melihat pemerintah bereaksi, kini satuan-satuan tentara bergerak mengantisipasi kemungkinan seperti yang terjadi bulan Maret dan siap melawan pemerintah.

Setelah melakukan pertemuan dengan oposisi (Iwa, Subardjo, Chaerul Shaleh, dan lain- lain), pada tanggal 27 Juni 1946, Jenderal Sudarsono (Panglima Divisi III) diminta oleh stafnya Abdulkadir Jusuf supaya diijinkan untuk menculik Syahrir karena dianggapnya melakukan pengkhianatan atas revolusi. Sang Jendral pun mengijinkan.

Di persinggahan Syahrir di Surakarta setelah melawat ke Jawa Timur, memungkinkan tentara untuk menculik Syahrir. Setelah meminta tolong Jenderal Sutarto, penculikan berjalan lancar. Rumah menginap Syahrir dijaga oleh Polisi Militer. Tetapi secara diam-diam para penjaga menarik diri. Hal ini mudah dilakukan karena Surakarta mutlak di bawah pengaruh tentara dan oposisi. Di bawah todongan senjata Syahrir dipindahkan ke Paras, lereng gunung Merbabu.28 Mengetahui Syahrir diculik, atas desakan Hatta dan Amir, kabinet mengumumkan keadaan perang. Tanggal 29 Juni 1946, Soekarno mengumumkan penculikan Syahrir d a n pemerintahan dipegang kembali oleh dirinya. Dengan demikian b e r a k h i r sudah pemerintahan parlementer kembali ke sistem

27

Ibid., hlm. 416

28

presidensiil. Soekarno juga menyampaikan kutukannya dan mangancam akan bertindak tegas.29

Jenderal Sudarsono tidak tinggal diam ketika melihat reaksi pemerintah. Ia mengumpulkan Buntaran, Buddhyarto, Yamin, Iwa, Subardjo, dan Chaerul Saleh dan meminta mereka untuk membuat konsep struktur kabinet yang a k a n disampaikan kepada Panglima Sudirman. Sebelum berangkat ke Yogya Sudirman menerima naskah konsep tersebut. Di Yogya, Soekarno, Amir dan Hatta secara tegas memberikan kecurigaan kepada Sudirman yang dianggap mengetahui dimana posisi Syahrir. Sudirman menolak melakukan tindakan tegas terhadap para penculik. Sebuah isyarat tentang harus adanya konsensi atas tindakan yang seharusnya diambilnya yaitu berupa perombakan kabinet.

Kini pemerintah mulai bertindak. 30 Juni, Soekarno menyampaikan pidato. Celaan Soekarno yang keras terhadap penculikan itu, bergabung dengan kata-kata yang agak ramah untuk para pemuda yang melakukannya, ternyata memperoleh hasil yang diharapkan. Pada malam itu Syahrir dibebaskan dan dikawal ke Surakarta. Dari sana ia terbang langsung ke Jakarta. Karena Sudirman berada di Surakarta pada waktu itu, nampaknya mungkin bahwa ia mengetahui dan menyetujui pembebasan itu. Kalau demikian, hal ini menunjukkan bahwa ia telah mengubah pendiriannya sejak konfrontasi dengan pemerintah tadi30. Bahkan keesokan paginya tanggal 1 Juli, Sudirman mengatakan kepada Sudarsono bahwa i a d iperintahkan untuk menangkapnya namun tidak akan dilakukannya. Untuk

29

Ibid., hlm. 419

30

mencegah tindakan dari pemerintah, Sudirman, setelah berunding dengan Kolonel Gatot Subroto, Kolonel dr. Sutjipto, dan Jendral Sutarto, memutuskan membuat pengumuman bahwa yang melakukan penculikan adalah kelompok yang “berjuang untuk kemerdekaan 100 %”, setelah itu ia pulang ke Yogya.

Dengan gaya lama dalam rangka memecah belah, Pemerintah menaikan jabatan kolonel Umar Djoy sebagai wakil Sultan Hamengkubuono IX untuk bidang militer di Dewan Pertahanan DIY. Malam hari, tanggal 1 Juli polisi menangkap Buntaran, Buddhyarto, Chaerul Saleh, Mohammad Saleh, Sajuti Melik, Subardjo, Ibnu Parna, Adam Malik, Pandu Wiguna, dan lain- lain dari pihak oposisi, namun Yamin dan Iwa berhasil lolos.

Tanggal 2 Juli, para tahanan dijebloskan ke penjara Wirogunan. Pada saat itulah Jenderal Sudarsono dan Kolonel Sutjipto sampai di Yogya dan menyaksikan kesiapsiagaan polisi. Melihat itu, bersama Kolonel Umar Djoy bersepakat untuk mengerahkan seluruh pasukan dari Divisi III. Resimen 4 ditugaskan mengamankan kota dengan basis perlawanan diletakkan di Desa Wiyoro di bawah pengawasan Resimen 3 dengan komandan Letnan Kolonel Soeharto ( yang kemudian menjadi presiden RI).

Di Wiyoro, Umar Djoy menyampaikan surat dari Sudirman bahwa Sudarsono diminta menghadap di kediamannya di Surakarta. Bersama Yamin, Jusuf (perwira penculik Syahrir), Sudarsono bertemu dengan panglimanya. Sudirman marah atas penangkapan para oposan dan menyesal mengapa tentara tidak bertindak. Untuk itulah ia memerintahkan Sudarsono untuk membebaskan para oposan untuk dibawa menghadap presiden agar meminta alasan penangkapan

termasuk penangkapan-penangkapan di bulan Maret. Menurut Yamin, sebelum berpisah Sudirman m e m e l u k Jusuf dan memuji keberaniannya. Ia j u g a mengatakan jika presiden meminta bantuan ia akan menolak31.

Untuk melaksanakan pembebasan para tawanan, Sudarsono membuat kesepehaman dengan Hisbullah, Laskar Rakyat Yogyakarta dan kesatuan-kesatuan dari Jawa Timur yang ada di Yogya. Penjara Wirogunan akhirnya mereka “dobrak”, 14 tawanan kemudian dengan truk diangkut ke basis pemberontakan di Wiyoro.

Di Wiyoro, Subardjo, Yamin dan Chaerul Saleh membuat maklumat yang akan ditandatangani presiden. Sementara itu, Sudarsono mempersiapkan kekuatan bersenjata yang ada di Yogya, sedang Jusuf mencoba menetralisir Amir dan Hatta. Pasukan Jusuf berhasil dihalau oleh para pengawal Amir, sedangkan Hatta tidak jadi didatangi. Suara tembakan yang terdengar, membuat Laskar Rakyat Yogyakarta menarik diri dari alun-alun.

Tanggal 3 Juli, 14 orang bekas tawanan ditaruh dalam satu truk sedangkan Sudarsono mendampingi dengan empat mobil. Di perjalanan Sudarsono cemas karena sepanjang jalan ia tidak melihat Laskar Rakyat Yogyakarta dan Hisbullah dan terlambat pula untuk menghubungi Soeharto di Wiyoro. Begitu masuk istana negara, ternyata didalamnya telah penuh oleh Persindo dengan senjata di tangan dan juga polisi militer. Setelah dikepung, para perancang kudeta ini dilucuti senjatanya dan ditangkap.

31

Gagalah kudeta 3 Juuli 1946, maklumat yang dibuat di Wiyoro pada intinya membubarkan kabinet Syahrir. P residen serta wakilnya menyerahkan urusan pertahanan kepada Panglima Angkatan Bersenjata dan urusan politik, ekonomi, sosial kepada Dewan Pimpinan Politik yang dibantu para menteri. Dalam maklumat tersebut tersusun siapa saja yang duduk di dalam Dewan Pimpinan Politik dan para menterinya, dengan tidak mencantumkan Soekarno, Hatta, Syahrir, Amir dan semua orang PS. Seluruh maklumat direncanakan akan ditandatangani oleh presiden.

Sorenya dilangsungkan rapat yang dihadiri Pemerintah, wakil-wakil partai dan organisasi politik/badan perjuangan, Sudirman dan Syahrir yang telah terbang dari Jakarta. Dalam sidang itu, Sudirman menerima pencopotan Sudarsono dan pengangkatan Umar Djoy sebagai penggantinya serta penangkapan semua pelaku kudeta. Pemerintah juga setuju untuk tidak melanjutkan kembali kabinet Syahrir dan untuk sementara presiden akan dibantu oleh Dewan Pertahanan Negara. Posisi Sudirman tetap. Semua sepakat bahwa diplomasi tidak boleh diganggu gugat lagi.

Dokumen terkait