• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oposisi revolusioner pemikiran Tan Malaka dan Gerakan Persatuan Perjuangan di masa revolusi Indonesia 1945-1946 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Oposisi revolusioner pemikiran Tan Malaka dan Gerakan Persatuan Perjuangan di masa revolusi Indonesia 1945-1946 - USD Repository"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

OPOSISI REVOLUSIONER:

Pemikiran Tan Malaka dan Gerakan Persatuan

Perjuangan di masa Revolusi Indonesia 1945-1946

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Program Studi Ilmu Sejarah

Oleh :

Stephanus Agung Budyawan

NIM : 004314003

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH

JURUSAN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

..

Tumpulkan ketajamanmu Lepaskan keterikatanmu Pandanglah dengan mata batinmu

Rendahkan diri serendah tanah

Nanti ‘kan muncul kesadaran yang lama tak kelihatan Sesungguhnyalah itu sumber segala sesuatu.

(5)

v

(6)

vii

ABSTRAK

Stephanus Agung Budyawan, Oposisi Revolusioner: Pemikiran Tan Malaka dan Gerakan Persatuan Perjuangan di Masa Revolusi 1945-1946. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma, 2008.

Di dalam studi sejarah masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia, sejarawan sering menulis bahwa rakyat, pemerintah serta tentara selalu dalam satu koordinasi dan bekerja secara bahu-membahu dengan penuh semangat menggelora. Beberapa penulisan sejarah tidak menunjukkan gerakan oposisi dan ada beberapa kelompok dalam perjuangan kemerdekaan.

Studi ini bermaksud untuk memberikan perspektif baru pada gerakan oposisi di masa revolusi dilihat dari latar belakang, pelaku dan rekonstruksi gerakannya. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode analisa-diskriptif. Penelitian berdasar pada sumber dari buku-buku hasil penelitan yang sesuai dengan topik, surat kabar dari masa yang sama, dokumen-dokumen, dan artikle yang didapat dari internet. Penelitian menganalisa hubungan sebab-akibat antara satu kejadian dengan kejadian lain yang berbubungan dan mendiskripsikannya. Penelitian ini bertujuan untuk mencoba menganalisa dan mendeskripsikan situasi politik setelah proklamasi; bagaimana Tan Malaka mengurai strategi revolusi kemerdekaan yang menginspirasi Persatuan Perjuangan (PP); bagaimana PP melaksanakan pemikiran Tan Malaka dan mengorganisir diri; serta bagaimana pemerintah merespon gerakan oposisi dan menghancukan konsolidasi oposisi.

Secara umum, studi ini menunjukkan bahwa PP lahir sebagai respon dari kebijakan pemerintah yang memilih jalan diplomasi untuk mencapai kemerdekaan. Berawal dari Tan Malaka yang menulis tiga buah brosur (Politik, Rencana Ekonomi Berjuang, d a n Muslihat) sebagai konsep strategi dekolonialisasi bagi Indonesia, untuk merespon Perjuangan Kita, sebuah konsep yang ditulis oleh Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri yang digunakan sebagai panduan langkah pemerintah, dinamika berkembang.

Menurut PP yang dimotori oleh kaum muda, rakyat dapat menacapai kemerdekaan 100% tanpa diplomasi tetapi menggunakan jalan yang lebih radikal, perjuangan. PP yang beranggotakan 141 oranganisasi menjadi lebih legitimate dari pada parlemen (KNIP) dan pemerintah. Ini menjadi merupakan masalah karena pemerintah akan melakukan diplomasi. Maka pemerintah dengan tindakan yang represif bermaksud menghancurkan konsolidasi oposisi dengan menangkap para pimpinan PP, membuat infiltrasi untuk memecah PP, membagi black propaganda atas Tan Malaka. Setelah PP lumpuh, diplomasi berjalan terus dan pemerintah akan mendapati tantangan baru.

(7)

viii

ABSTRACT

Stephanus Agung Budyawan, Revolutionary Opposition: Tan Malaka’s Thoughts and Persatuan Perjuangan Movement in Revolusi Period 1945-1946. Undergraduate Thesis. Yogyakarta: Department of History, Faculty of Letters, Sanata Dharma University, 2010.

In the historical studies related to Indonesian’s Independence Revolution period, historians often rewrite that our people with the government and the army always in one coordination and they work in a cooperative condition with heroic spirit. Some historiography did not show the opposition movement and there were some groups in the independence struggle.

This study intends to bring a new perspective on opposition movement in revolution period, seen from its background, actors and reconstruction of the movement. The method used in the study is an analytical-descriptive method. The study is based on the sources from the study of books related to the topic, newspapers, documents, and articles cited from internet. The study analyze the cause-effect connection between the event and other related events, and describe the events. Moreover, it tries to analyze and describe the political situation after proclamation; how Tan Malaka described revolution strategy which inspire Persatuan Perjuangan (PP); how PP implement the Tan Malaka’s thought and organize itself; and how government respond the opposition movement and break the opposition consolidation.

In general, this study shows that PP w a s born as the respond of the government policy which choose diplomacy way to achieve independence. Started from Tan Malaka who wrote three brochure (Politik, Rencana Ekonomi Berjuang and Muslihat) as a decolonialization strategy concept for Indonesia to respond Perjuangan Kita, a concept which wrote by Sutan Syahrir as Prime Minister which used as diplomacy guideline for the government, the dynamics developed.

According to PP which motorized by the youth, people could get Independence 100% without diplomacy but used more radical way, struggle. PP which 141 organizations as members become more legitimate than parliament (KNIP) and government. And it was trouble if government would like to make diplomacy. So, government with repressive act has to break the PP consolidation with catch the PP leader, make an infiltration and share the black propaganda for Tan Malaka. After PP broke, diplomacy had gone through and government would met a new challenge.

(8)

Nama : Stephanus Agung Budyawan

Nomor Mahasiswa : 004314003

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

OPOSISI REVOLUSIONER: Pemikiran Tan Malaka dan Gerakan Persatuan

Perjuangan di Masa Revolusi Indonesia 1945 − 1946

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun mem-berikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 25 Oktober 2008

Yang menyatakan

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Skripsi ini disusun sebagai syarat tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana

Sastra pada Jurusan Ilmu Sejarah. Sebuah upaya formal pencapaian tataran akademik

yang harus dilewati yang sekian lama tak terpikir pun akhirnya terpenuhi. Setelah sekian

lama penulis memilih jalan simpang yang tidak pernah penulis sesali karena ada nilai

yang harus didialektikakan dengan tantangan perubahan dari tahun 2000 hingga tahun

2008 ini, mulai Mardi Mudha Jogonalan, FPPI, Ngompoli, Tajam, LBD-Jaka Tarub,

Matapena, PSM, Ngompoli, GJB, Bawana, hingga Sarikraman dan beberapa

perencanaan lain ke depan, proses ini pun berlalu.

Skripsi ini tidak akan pernah selesai jika tidak ada bantuan dan “gangguan”

secara langsung atau tidak langsung dari beberapa pihak melalui ucapan, tindakan dan

pemikiran yang ditimpakan pada penulis. Maka dari itu dengan segala kerendahan hati,

penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan seluruh

Sivitas Akademika di USD yang telah memberi tempat bagi penulis untuk

mengembangkan kemampuan akademik.

2. Kepala Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

sejak dijabat oleh Bu Ning, Pak Pur hingga Pak Herry bersama dengan para dosen

Ilmu Sejarah dan komunitas “Wisma A”.

3. Bp. H. Purwanta, M.A yang menjadi pembimbing yang menyenangkan.

4. Keluarga Sornangka. Bapak, Ibu, Kang Santo, Yu Mimi, Mbak Dini, Jupri, Dhita,

Mas Aris, Yu Suk hingga Hersas.

(10)

x

6. Teman-teman di Jurusan Ilmu Sejarah dan di kampus. Upik, Pokie, Qser, Yus, Adit,

Teguh, Fajar, Sisca, Agnes, Tika, Yanti, Lazarus, Nanang, Hananto, dan banyak lagi

yang tak tersebut.

7. Kawan-kawan dalam perjumpaan pesaudaraan yang bermakna di Sagan, Concat,

Kadipaten, Papringan, IAIN, Bantul, Wiratama, Gedongkiwo, Werkudara, Ndampit,

Samigaluh, Sukolilo, Cigugur, dan banyak yang tak tersebutkan. Jabat erat dalam

rasa.

8. Kang Nasarius Sudaryono dan Mbak Tiwi beserta Lintang dan Bayu bersama

reriungan di Ngabean Wetan-Kuwera. Terimakasih pinjaman laptopnya. Rombongan

Sarikraman bersama Wiridannya. Mas Gemax, The Great Cathax, Tomi, Sugeng

Yoyon, Kemo, Inug, Sondang, Anik, Kak Ochi dan lain sebagainya. “Ada makna

dalam sulam jumpa ini.”

9. Orang-orang yang mendorong dan menginspirasi penyelesaian skripsi ini.

Kedah-kedahe ben dadi sarjana. Teguh, Badu, Tobu, Prengki, Bapake, Kang Jarwo, dll.

10. Pegawai Perpustakaan Daerah dan Alocita. Terimakasih. Hati-hati dengan aksi

siluman lho.

11. Nama-nama lain yang tidak dapat saya sebut satu per satu karena keterbatasan ruang

formal ini. Terimakasih.

Skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan kerendahan hati

penulis mohon kerelaan pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat

membangun bagi tercapainya kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang

membutuhkan terutama bagi perkembangan sejarah Indonesia.

Yogyakarta, 15 Agustus 2008

(11)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT... viii

KATA PENGANTAR... ix

DAFTAR ISI... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah ... 5

C. Perumusan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian... 8

F. Kajian Pustaka... 9

G. Landasan Teori ... 10

H. Metode Penelitian ... 14

(12)

xii BAB II STRATEGI REVOLUSI INDONESIA

DALAM PEMIKIRAN TAN MALAKA ... 18

A. Latar Belakang Pemikiran Tan Malaka ... 18

B. Trilogi Revolusi... 24

1. Politik ... 24

2. Ekonomi Berdjuang... 29

3. Muslihat ... 37

BAB III SITUASI POLITIK PASCA PROKLAMASI... 42

A. Pemuda dan Revolusi ... 42

B. Langkah Pemerintah... 47

C. Kabinet Syahrir dan “Perdjoeangan Kita” ... 51

D. Tan Malaka dan Pemuda ... 58

BAB IV PERSATUAN PERJUANGAN DI PANGGUNG REPUBLIK... 64

A. Tan Malaka dan Konsolidasi Bangkitnya Volksfront... 64

B. Puncak Konsolidasi Persatuan Perjuangan ... 70

C. Upaya Pemerintah Menumpas Oposisi ... 73

BAB V DIPLOMASI TANPA OPOSISI ... 81

(13)

xiii

B. Penculikan Syahrir dan Kudeta 3 Juli 1946 ... 87

C. Strategi dalam Revolusi ... 95

BAB VI PENUTUP ... 102

A. Simpulan ... 102

B. Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA ... 106

Lampiran I ... 112

Lampiran II ... 113

Lampiran III ... 116

Lampiran IV ... 117

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tradisi penguraian sejarah selama ini menyebut bahwa seluruh rakyat

Indonesia dan elit pemimpin saling bahu-membahu dalam satu koordinasi selama

revolusi ternyata memiliki dasar sejarah yang kuat.1 O.E. Engelen dalam Lahirnya

Satu Negara Bangsa2 menggambarkan hal tersebut. Buku ini menyebutkan bahwa

para mahasiswa di Jakarta tergabung dalam gerakan kebangsaan tidak diawali

dengan suatu kesepakatan bersama tetapi hanya bentuk solidaritas (aktivisme)

sesama anak muda.3 Sudjarwo dan Yang A. Muttalib dalam “Gelandangan di

Kancah Revolusi”4 juga menyampaikan bahwa rakyat kecil juga terlibat dalam

proses perjuangan akan tetapi tidak dalam satu komando seperti tentara rakyat.

Bentuk keterlibatannya beraneka macam, seperti para gelandangan di Yogyakarta

yang turut membantu kaum pergerakkan tanpa ada suatu arahan (bahkan satu dua

orang ada yang tidak mempedulikan soal kemerdekaan politik) tetapi karena

1

Frederick, William H. dan Soeroto, Soeri, (eds), 2005, Pemahaman Sejarah Indonesia: Sebelum dan Sesudah Revolusi. Jakarta: LP3ES, hlm. 13.

2

Engelen, O.E., et.al., 1997, Lahirnya Satu Bangsa dan Negara. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

3

Ibid., hlm. 231.

4

(15)

semangat zaman waktu itu menggerakkan mereka.5 Hal ini disampaikan tidak

untuk menegasikan peran mereka. Akan tetapi keyakinan bahwa masa revolusi itu

merupakan jaman yang paling cemerlang dalam sejarah Indonesia menjadi

kenyataan yang tak terpungkiri. Hak Indonesia akan kemerdekaan ditunjukkan

dengan pengorbanan-pengorbanan yang dilakukan atas nama Revolusi memang

banyak bukti yang mendukung.6 Berbagai penyeledikan tentang hal tersebut terus

berkembang, paling tidak semakin memberi gambaran tentang struktur historis di

masa yang kacau balau tersebut.

Bersama kelahiran negara ini, bangsa ini juga melahirkan barisan oposisi

yang kritis bahkan sampai pada gerakan rakyat hingga parlemen secara massif.7

Keragaman langkah dalam revolusi dapat dilihat dengan munculnya

kekuatan-kekuatan yang saling bertentangan. Barisan pendukung diplomasi dan pendukung

jalan perjuangan, pertantentangan antara golongan tua dan muda, antara kekuatan

Islam dan sekuler, dan sebagainya. Perbedaan itu dengan kuat memberi gambaran

yang dinamis atas revolusi Indonesia dengan satu kesepakatan diantara para kaum

revolusioner itu yakni kemerdekaan sebagai tujuan pertama.

G. Moedjanto melihat perbedaan strategi menuju kemerdekaan politik

meruncing pada kubu diplomasi dan perjuangan8 Keduanya tidak dapat

5

Ibid., hlm. 98.

6

M.C. Ricklef, 1991, Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, hlm. 317.

7

P.J. Suwarno, 1996, “Negara Republik Indonesia yang Berkedaulatan Rakyat” dalam Y.B. Banawiratma SJ dan P.J. Suwarno (ed) Teologi Pemerdekaan: Sebuah Tinjauan Lintas Bidang. Yogyakarta: Kanisius, hal.20.

8

(16)

dipisahkan dari peran Sutan Syahrir dan Tan Malaka yang membangun kekuatan

sesuai dengan strategi yang dipilih. Untuk memahami keadaan politik di Jakarta di

bulan-bulan awal setelah Proklamasi, perlu dilihat dulu putusnya hubungan politik

administrasi pemerintahan dan militer dengan daerah-daerah. Pada masa itu, para

pemuda memainkan peran penting. Berawal dari upaya menyebarkan berita

tentang Proklamasi ke daerah-daerah, para pemuda melakukan berbagai aksi-aksi

sebagai bentuk “euforia” a t a s diperolehnya kemerdekaan yang tidak jarang

berujung pada tindakan-tindakan kekerasan di daerah. Tindakan para pemuda

tersebut juga sebagai reaksi atas kehendak sekutu untuk kembali. Pemerintahan

Sukarno-Hatta tidak dapat maksimal mengendalikan para pemuda di daerah.

Berbagai kemungkinan dapat terjadi di tengah revolusi kemerdekaan.

Karena itu, di tengah upaya membangun dukungan kepemimpinan, pemerintahan

Sukarno-Hatta berusaha menyikapi situasi terburuk atas kepemimpinan revolusi

Indonesia yang mungkin akan ditangkap dengan dakwaan kolaborator karena

tertuduh membantu Jepang. Soekarno, kemudian, membuat surat wasiat yang

berisi kepada siapa pimpinan revolusi diberikan jika ia ditangkap pihak Sekutu.

Soekarno bermaksud menyerahkan wasiat kepemimpinan tersebut kepada Tan

Malaka. Namun, atas usul Hatta yang kemudian juga ikut menandatangani surat

wasiat tersebut, kepemimpinan akan diserahkan tidak hanya kepada Tan Malaka,

tetapi juga kepada Sutan Syahrir, Mr. Subardjo (Menteri Luar Negeri),

Wongsonegoro (Tokoh Nasionalis) dan Iwa Kusuma Sumantri (Menteri Sosial).9

9

(17)

Persoalan-persoalan tersebut di atas, mengakibatkan kabinet

Soekarno-Hatta jatuh, diawali dengan berubahnya sistem pemerintahan presidensiil menjadi

parlementer dengan diubahnya KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) sebagai

lembaga legislatif. Perubahan ini diakibatkan oleh petisi tanggal 7 Oktober 1945

yang ditandatangani 40 anggota KNIP. Kemudian pada tanggal 17 Oktober 1945,

fungsi legislatif KNIP dilaksanakan oleh Badan Pekerja, dimana kabinet

bertanggungjawab kepadanya, perubahan ini merupakah hasil manuver Syahrir

dan orang-orangnya. Syahrir kemudian diangkat sebagi ketua Badan Pekerja dan

Amir Sjarifoeddin sebagai wakil. Pada tanggal11 November 1945, Badan Pekerja

KNIP menunjuk Syahrir sebagi formatur kabinet. Akhirnya, Sutan Syahrir

diangkat menjadi Perdana Menteri pada tangal 14 November 1945 dalam usia 36

tahun. Sebagai Perdana Menteri, ia segera menghadapi oposisi dari Tan Malaka

yang kemudian bisa mempersatukan kaum oposan dan tentara yang menolak sikap

pemerintahan Syahrir karena memilih untuk membuka perundingan dengan

Belanda dan tidak menyetujui komposisi atas kabinetnya.10

Dengan demikian, kemunculan Sutan Syahrir di dalam kalangan elit

pergerakan di Jakarta mampu memberi nuansa lain karena ia tidak pernah bekerja

sama dengan pihak Jepang sehingga ia dapat diterima oleh pihak Sekutu. Ia dapat

menjadi tokoh berpengaruh di kalangan elit terpelajar di ibukota. Fampletnya

dengan judul Pejuangan Kita menawarkan perspektif gagasan revolusi sosialis

internasional. Famplet itu juga mengurai revolusi yang bersifat demokratis, anti

10

(18)

bangsawan dan anti fasis serta menentang orang seperti Sukarno dan Hatta yang

dianggap sebagai kolaborator.

Sementara itu, Tan Malaka bersama dengan para pemuda dan mendapat

dukungan militer memilih berpisah jalan dengan tetap menyuarakan “Merdeka

100%” yang dilakukan dengan melihat semangat rakyat yang membara. Angkat

senjata dengan senjata hasil pelucutan dari Jepang pun menjadi hal yang dekat

untuk ditempuh.11

Yang menarik adalah jalan diplomasi dan perjuangan dilontarkan sebagai

pilihan strategis dilatari dengan ladasan pemikiran yang ideologis dengan

rasionalisasi yang mendalam. Jika pemikiran Sutan Syahrir yang tercantum dalam

Perjuangan Kita dijadikan rujukan pemerintah mengambil kebijakan diplomasi,

Persatuan Perjuangan sebagai wadah konsolidasi barisan oposisi mengambil

ide-ide Tan Malaka dalam Muslihat (dan Politik serta Rencana Ekonomi Berjuang)

sebagai basis pemikiran strategis dalam proses dekolonisasi. Dasar pemikiran

oposisi ini perlu dikaji sebagai latar dari gerakan oposisi di awal republik ini.

B.

Identifikasi dan Pembatasan Masalah

Dari uraian pada sub bab latar belakang dapat diidentifikasi berbagai

permasalahan, antara lain pemikiran Syahrir dan Tan Malaka yang relatif dominan

mewarnai dinamika politik selama revolusi kemerdekaan.

11

(19)

Dalam penulisan ini, pembahasan akan dibatasi pada pemikiran Tan

Malaka dan gerakan pemuda pada kurun waktu Agustus 1945 sampai dengan Juli

1946. Bulan Agustus 1945 merupakan awal proses revolusi kemerdekaan

Indonesia dengan dibacakannya teks proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus

1945. Semangat dan keberanian kaum muda yang mendorong terjadi peristiwa

bersejarah itu terus berkobar hingga daerah-daerah dan diikuti langkah- lagkah

dekolonialisasi. Proses itu tidak berjalan dengan terencana karena pilihan langkah

strategis di kalangan para pemimpin mendapat tentangan dari para pemuda dan

unsur kemiliteran di daerah-daerah yang melahirkan barisan oposisi yang bersatu

dalam Persatuan Perjuangan. Gerakan oposisi di awal kemerdekaan ini terus

berjalan sampai pertengahan tahun 1946. Bulan Juli 1946 dapat disebut sebagai

masa berakhirnya gerakan Persatuan Perjuangan karena pada bulan tersebut upaya

terakhir barisan oposisi untuk melakukan pengambilalihan kekuasaan pada

tanggal 3 Juli 1946 (peristiwa 3 Juli) gagal. G erakan oposisi dalam Persatuan

Perjuangan dapat dikatakan telah usai. Berbagai perundingan akhirnya lancar

dijalankan tanpa penghalang yang berarti dari internal republik. Dengan demikian

berakhirlah konsolidasi oposisi dan melajulah pemerintah dengan strategi

diplomasi

Seluruh uraian dalam tulisan ini, mengambil spatial scope di Jawa karena

Jawa di masa itu merupakan pusat pergerakan revolusioner. Selain karena, Jakarta

(20)

C.

Perumusan Masalah

1. Bagaimana gagasan politik Tan Malaka yang mempengaruhi gerakan

oposisi dan praksis perjuangan gagasan tersebut?

2. Bagaimana situasi politik yang terjadi di awal kelahiran Republik

Indonesia?

3. Bagaimana Persatuan Perjuangan sebagai oposisi permerintah

mengorganisir diri dan menjalankan programnya dan bagaimana

pemerintah menghadapi barisan oposisi persatuan perjuangan?

4. Pelajaran apa yang bisa dipetik dari peristiwa di seputar Gerakan

Persatuan Pejuangan?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan tentang Pemikiran Tan

Malaka dan Gerakan Persatuan Perjuangan adalah sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan pemikiran politik Tan Malaka di awal kelahiran republik

ini yang menginspirasi gerakan Persatuan Perjuangan.

2. Mendeskripsikan dan menganalisis momen- momen politik penting yang

terjadi pasca Proklamasi yang berpangaruh pada kelahiran barisan oposisi.

3. Mendeskripsikan dan menganalisis tindakan pemerintah dalam

menghadapi barisan oposisi serta antiklimaks gerakan Persatuan

Perjuangan.

4. Merefleksikan Persatuan Perjuangan sebagai gerakan oposisi di awal

(21)

E.

Manfaat Penelitian

Oposisi sebagai gerakan bahkan ketika baru menjadi pemikiran kadang

dianggap tabu, terutama di masa Orde Baru. Oleh karena itu, setiap oposan

selayaknya perlu disingkirkan karena menganggu jalannya roda kebijakan

pemerintah. Akan tetapi dari perspektif lain oposisi dapat disebut sebagai bagian

penyempurna atau kritik yang membangun dari langkah kebijakan pemerintah.

Justru pemerintah harusnya mengakomodir hal- hal positif dari para oposan.

Selain itu, tetang peran dan ketokohan Tan Malaka selama ini ditiadakan

begitu saja dalam arus penulisan sejarah politik di Indonesia perlu ditampilkan

sebagaimana mestinya. Dan yang lebih penting adalah perkembangan pemikiran

tentang politik yang di Indonesia saat ini dapat dikatakan krisis pemikiran politik.

Membicarakan Tan Malaka adalah juga membicarakan nasib pemikiran politik

dan nasib gerakan rakyat.

Dengan mengembangkan pemikiran politik secara utuh (komprehensif),

dinamika politik di Indonesia pasca reformasi diharapkan dapat semakin

mendekati cita-cita perubahan. Arti penting dari penelitian ini bagi penulis adalah

mengetahui sejauh mana pemikiran dan tindakan yang dilakukan Tan Malaka

mempengaruhi jalannya revolusi kemerdekaan Indonesia. Selain itu juga sebagai

upaya membuka khazanah dengan mencoba membongkar silang gagasan tentang

revolusi kemerdekaan di Indonesia sehingga kita memperoleh bahan pemikiran

(22)

Gagasan ataupun teori mengenai revolusi jika tidak tersusun berdasarkan

pengalaman sejarah masyarakat hanya akan menjadi sebuah verbalisme dan

aktivisme yang oportunis ataupun advonturir. Apalagi memaksakan sebuah teori

revolusi yang berasal dari luar tanpa menimbang kondisi yang berlainan justru

hanya akan menjadi dogma-dogma yang menghantar para pengikutnya menjadi

domba-domba revolusi. 12

Penelitian ini juga dimaksudkan sebagai sumbangsih bahan gagasan bagi

solusi kondisi berbangsa dan bernegara serta kehidupan rakyat yang tidak pernah

mendapatkan kemajuan berarti dengan membangun inspirasi bagi perjuangan dan

upaya menyusun perubahan. Pengalaman-pengalaman sejarah dan perkembangan

masyarakat dalam pengertian sejarah penindasan dan sejarah perlawanannya

hendaknya menjadi inspirasi perjuangan bangsa ini. Teori revolusi yang tersusun

berdasarkan praksis perjuangan akan membawa tindakan revolusi menjadi terarah.

F.

Kajian Pustaka

Kajian tentang pemikiran Tan Malaka telah banyak dilakukan, terlebih

setelah tumbangnya pemerintahan Soeharto. Meskipun demikian tidak semua

pustaka yang ada menampilkan pergerakan Persatuan Perjuangan secara

menyeluruh.

Sedang penelitian yang mengambif fokus yang kurang lebih sama atau

mendekati tema yang sama adalah thesis S-2 Safrizal Rambe yang telah

12

(23)

dibukukan dengan j u d u l Pemikiran Politik Tan Malaka, Kajian terhadap

Perjuangan ‘Sang Kiri Nasionalis’; Jalan Penghubung Memahami Madilog,

terbitan Pustaka Pelajar tahun 2003. Berikutnya adalah Skripsi dari Jurusan

Hubungan Internasional Universitas Muhamadiyah Yogyakarta karya Gunawan

yang berjudul “Strategi Melawan Imperialisme dalam Revolusi Kemerdekaan

Indonesia, Studi Pemikian Syahrir dan Tan Malaka” tahun 2004.

Selanjutnya Harry A. Poeze telah menulis biografi Tan Malaka dengan

pendekatan multidisiplin. Buku tersebut dalam terjemahan Kabul Dewani terbit

dalam dua jilid yakni Tan Malaka: Pergulatan Menuju Republik 1897-1925 dan

Pergulatan Menuju Republik 1926-1945. Kedua buku ini sangat membantu dalam

memahami sejarah hidup Tan Malaka dan proses pembentukan

pemikiran-pemikirannya.

Gambaran dinamika dan situasi pergerakan pemuda di masa revolusi 1945

dapat dikaji dari tulisan Ben Anderson yang berjudul Pemoeda: Pendudukan

Jepang dan Perlawanan di Jawa 1944-1946. Buku yang diterjemahan Jiman

Rumbo dan diterbitkan oleh Sinar Harapan ini mampu memberikan banyak

informasi dan alur kronologis serta memberikan analisa dari berbagai perspektif. .

G. Landasan Teori

Sejarah merupakan sebuah bangunan atau konstruksi yang disusun oleh

sejarawan berdasarkan atas sumber-sumber yang terkait. Penulisan sejarah sangat

(24)

di“hilangkan” atau di“buat” secara fiktif. Kecenderungan yang muncul adalah

tekanan-tekanan dari pihak yang berkuasa. K ebebasan yang seharusnya

mengilhami penulisan sejarah berangsur-angsur meningkat dan cukup banyak

menghasilkan karya, namun pada umumnya masih berupa karya sejarah yang

tergolong dalam sejarah naratif karena ditulis tanpa memakai teori dan metodologi

sejarah.

Tulisan mengenai sejarah politik merupakan yang paling banyak jika

dibandingkan dengan tulisan sejarah lainnya. Paling tidak tinjauan politik dalam

penulisan sejarah sangat penting. Sejarah politik tidak hanya menarasikan sebuah

peristiwa namun menganalisa dan menerangkannya secara lebih mendalam13. Hal

itu bisa ditempuh dengan pendekatan intelektual/sejarah pemikiran. Dengan

pendekatan intelektual, sejarah politik dapat dipahami dari latar belakang

pemikiran yang melingkupi sebuah gerakan atau peristiwa politik.

Tulisan ini merupakan salah satu contoh dari sebuah tulisan mengenai

sejarah politik. Jika sejarah dipandang identik dengan ilmu politik, hal itu cukup

berlaku di Indonesia. Sebagaimana yang dikatakan Sartono Kartodirjo dalam

bukunya yang berjudul Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, tradisi

penulisan sejarah politik ditentukan oleh kejadian-kejadian politik, militer dan

diplomasi serta peperangan. Keduanya sangat menonjol, di samping peranan

orang-orang besar yang menentukan jalannya sejarah. Bahkan dikatakan bahwa

“politik adalah sejarah masa kini dan sejarah adalah politik masa lampau”.14

13

Kuntowijoyo,2002, Metolodologi Sejarah.Yogyakarta:Tiara Wacana, hlm. 146.

14

(25)

Dalam melakukan sesuatau orang atau sekelompok orang dapat diinspirasi

oleh banyak hal salah satunya oleh cita-cita dan pemikiran. Penelitian ini mencoba

mengetengahkan salah satu fase dalam sejarah kita, bahwa suatu gerakan politik

di negeri ini pernah diinspirasi oleh pemikiran yang konseptual strategis. Gerakan

itu adalah Persatuan Perjuangan yang merupakan suatu langkah implementasi

cita-cita kemerdekaan 100% dan pemikiran strategis yang ditawarkan oleh Tan

Malaka.

”Tidak ada tindakan-tindakan revolusioner tanpa teori- teori

revolusioner.”15 Ungkapan Vladimir Ulyanov Lenin tersebut merupakan dasar

yang penting bagi para Marxian. Pemikiran dan teori perubahan merupakan peta

jalan yang harus ditempuh bagi kaum revolusioner dengan kerja-kerja revolusi

yang dapat berupa pengorganisasian massa hingga angkat senjata sebagai

konsekuensi perjuangan. Bukankah bagi kaum Marxian hanyalah kerja yang

menyatukan idealita dengan realita. Kerja-kerja revolusi adalah keniscayaan

dalam perjuangan mewujudkan cita-cita revolusi.16 Pada fase perjuangan itu,

kerja–kerja revolusi menjadi sangat penting seperti yang disampaikan oleh Karl

Marx ketika mengkritisi Feurbach bahwa ”para filsuf hanyalah menafsirkan dunia

padahal yang paling penting adalah mengubanya.”17

Pemikiran ideologis tersebut ketika bekerja dalam wilayah praksis atau

diimplementasikan pasti berbenturan dengan praksis ideologi yang lain atau

15

Franz Magnis Suseno, 2003, Dalam Bayangan Lenin. Enam Pemikir Marxisme dari Lenin sampai Tan Malaka. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hlm. 16.

16 Ibid., hlm.22.

17

(26)

kekuatan politik dominan. Benturan ideologis tersebut dapat muncul pada hal- hal

yang sederhana yang bersifat keseharian. Hal ini dikarenakan ketika ideologi yang

mampu menggerakkan seseorang atau sekelompok orang berarti ideologi tersebut

telah mengalami proses internalisasi yang mendalam dalam jiwa orang atau

kelompok orang tersebut. Sehingga dalam penulisan sejarah, ideologi sering

disandingkan dengan permasalahan mentalitas.18 ”Ideologi” adalah isitilah yang

memiliki banyak definisi. Sebagian memakai istilah ini secara peyoratif. Sebagian

lain memperlakukan secara netral sinonim dengan pandangan hidup.19

Ideologi sebagai pandangan atau falsafah hidup muncul sebagai produk

kebutuhan manusia untuk menerapkan tata interlektual di dunia. Ia muncul dengan

syarat sebagai penolakan terhadap masyarakat yang ada dan pandangan elit

masyarakat itu. Dalam ideologi tersebut ada visi mengenai alternatif positif bagi

pola yang ada dari masyarakat dan budayanya dan kapasitas intelektual untuk

mengartikulasikan visi sebagai bagian dari tata kosmik. Ideologi merupakan

ciptaan orang karismatik yang mempunyai visi luas, kuat dan sederhana mengenai

dunia dan sekaligus mempunyai kekuatan intelektual dan imaginatif tinggi.20

Disamping itu, ideologi sering diperlakukan sebagai semacam ”perekat

sosial” yang mempersatukan masyarakat.21 Di situ ideologi mempunyai bentuk

skematis dan cenderung menyederhanakan dan cenderung doktriner. Sesuatu yang

18

Peter Burke, Sejarah dan Teori Sosial. Terj.Mestika Zed. Yayasan Obor Indonesia. 2003. Jakarta., hlm.139.

19

Ibid., hlm. 142

20

Haryatmoko, 2007, “Mekanisme Ideologi dalam Strukturasi Tindakan Sosial” dalam Hardono Hadi, P., Training and Workshop History of Thougt. Yogyakarta: Satu Nama. hlm 8.

21

(27)

doktriner menunjukkan upaya untuk memberikan pembenaran dan mau

memantapkan diri. Oleh karena itu ideologi sering diungkapkan dalam bentuk

slogan (seperti lebih baik dibom atom daripada merdeka kurang dari 100%),

aturan tingkah laku, rumusan-rumusan yang mengagetkan (seperti, ganyang

nekolim).

Da r i s e g i ideologi, politik biasanya merupakan kerajaan kegelapan

sedangkan politik ideologis merupakan perjuangan terang melawan kegelapan.

Kebutuhan akan suatu mesin yang cukup kuat untuk mencapai kekuasaan, bahkan

dengan konspirasi dan subversi memaksa kompromi dengan dan konsesi kepada

tata politik yang ada. 22

Persatuan Perjuangan merupakan upaya perjuangan ideologis untuk

mencapai kemerdekaan Indonesia 100%. Perjuangan itu ditempuh dengan gerakan

ekstraparlementer yang harus berhadapan dengan kebijakan pemerintah yang

memilih jalan diplomasi.

H. Metode Penelitian

Sumber-sumber sejarah yang dipakai dibagi menjadi dua kategori yaitu

sumber primer, yang berupa surat kabar, memoar, otobiografi, dokumen dan

arsip-arsip. Kategori yang kedua adalah sumber sekunder yang berupa buku-buku.

22

(28)

Sumber-sumber tersebut sangat membantu dalam proses pencapaian hasil tulisan

yang valid.23

Sumber primer dalam studi ini adalah koran Kedaulatan Rakyat yang

terbit antara tanggal 1 Januari 1946 sampai 30 Juni 1946.24 Kemudian

autobiografi Tan Malaka yang b e r j u d u l Dari Penjara ke Penjara 1-3.

Autobiografi ini telah diterbitkan ulang pada tahun 2004 oleh penerbit Teplok

press.

Kemudian, penulis juga menggunakan rujukan brosur-brosur atau

dokumen. yang pertama “Perjuangan Kita”25. Kemudian tiga brosur karya Tan

Malaka yakni Politik (ditulis 24 November 1945), Rentjana Ekonomi (ditulis 28

November 1945), Muslihat (ditulis 2 Desember 1945). Ketiga brosur tersebut

dapat disebut satu paket akan tetapai banyak yang biasa disebut hanya Muslihat

saja. Politik menguraikan tentang bagaimana cara merdeka, maksud dan tujuan

kemerdekaan dan mengisi kemerdekaan dalam prinsip sosialisme Indonesia.

Rentjana Ekonomi menguraikan tentang rencana pembangunan ekonomi yang

sosialis yang membawa kemakmuran bagi Indonesia. Muslihat menguraikan

tentang strategi dan taktik dalam perjuangan ke arah Indonesia Merdeka. Ketiga

brosur Tan Malaka tersebut telah diterbitkan dalam satu buku dengan judul

23

Jules R. Benjamin. 1994, A Student’s Guide to History. New York: St. Martin Press, hlm. 7.

24

Dalam penyelidikan di Perpustakaan Daerah di Yogyakarta, penulis hanya dapat mengakses tanggal 1 Januari – 30 Juni 1946 karena koleksi yang lain masih dalam upaya ”penyelamatan” elektronik pasca gempa 27 Juli 2006.

25

(29)

Merdeka 100% pada tahun 2005 oleh penerbit Marjin Kiri.. Sumber-sumber itu

penulis dapatkan di Perpustakaan Daerah dan Perpustakaan Alocita, keduanya di

Yogyakarta.

Setelah mengumpulkan sumber-sumber primer, penulis melanjutkan

dengan mencari sumber-sumber sekunder serta buku-buku dan

penelitian-penelitian yang menunjang penelitian-penelitian ini. Kemudian, dilakukan kritik sumber

untuk mencapai tingkat validitas tertinggi hingga pada proses penulisannya.

I.

Sistematika Penulisan

Tulisan ini dibagi menjadi lima bab. Tiap bab memuat beberapa sub bab.

Adapun pembagiannya adalah bab I berisikan Pendahuluan, bab II hingga bab IV

yang merupakan pembahasan masalah, dan bab V merupakan bab Penutup.

Bab I I akan membahas seputar pemikiran Tan Malaka yang menjadi

sumber inspirasi ideologis bagi gerakan Persatuan Perjuangan. Akar pemikiran

Tan Malaka dapat dirunut dari bukunya Madilog. Di akhir tahun 1945, Tan

Malaka menulis tiga brosur yang penting yakni Politik, Rencana Ekonomi

Berjuang dan Muslihat.

Bab III berjudul Situasi Politik Pasca Proklamasi. Dalam bab ini, penulis

menyampaikan dinamika politik dalam negeri di bulan-bulan pertama setelah

proklamasi. Bab ini diharapkan mampu memberi pandangan umum tentang

perubahan dinamika sosial politik dan kebijakan pemerintah yang dapat menjadi

pendorong bagi lahirnya pikiran dan tindakan oposisi. Dinamika itu berawal dari

(30)

Sutan Suahrir sampai terbitnya brosur Perjuangan Kita dan munculnya Tan

Malaka yang didukung oleh para pemuda.

Sementara itu, bab IV akan menguraikan dan mendeskripsikan bagaimana

gerakan oposisi Persatuan Perjuangan dibangun. Berawal dari ide tentang Volks

Front (Front Perjuangan Rakyat) hingga pengorganisiran rakyat yang mempunyai

legitimasi kuat.

Selanjutnya, bab V menguraikan tentang bagaimana langkah pemerintah

untuk menggagalkan konsolidasi rakyat dalam Persatuan Perjuangan. Pemerintah

yang limbung pun perlu membuat strategi untuk menghancurkan gerakan oposisi

yang dinilai menganggu proses diplomasi pemerintah. Upaya pemerintah itu

dimaksudkan untuk mengamankan jalanya strategi diplomasi dengan

mengupayakan stabilitas politik dalam negeri tanpa gerakan oposisi.

Tulisan ini akan ditutup pada Bab VI. Bagian ini akan berisi kesimpulan

dan rekomendasi dari keseluruhan tulisan

(31)

18

BAB II

STRATEGI REVOLUSI INDONESIA

DALAM PEMIKIRAN TAN MALAKA

A.

Latar Belakang Pemikiran Tan Malaka

Sutan Ibrahim Gelar Datuk Tan Malaka atau Tan Malaka adalah tokoh

yang rumit dipahami.1 Ia dilahirkan di daerah , Suliki, Sumatera Barat pada 2 Juni

1896. Selama penjajahan Jepang, namanya sudah lengendaris di kalangan kaum

pergerakan. Sebagai orang Minang yang dibesarkan dalam tradisi merantau tentu

saja alam pikir budaya minang itu melekat pada dirinya.2

Cara berfikir yang dikembangkan oleh Tan Malaka dalam istilahnya

disebut ”thesis-antithesis-sinthesis.” Budaya Minang, terutama tradisi merantau,

memiliki andil besar dalam hidupnya. Rantau bagi Tan Malaka adalah antitesis

yang berkonflik dengan tesis (alam sebagai referensi asal) dan dari situlah lahir

sintesis sebagai hasil pemikiran atau idealisme baru yang mendorong manusia

untuk mengadakan perubahan (perbaikan) nasibnya.3 Itulah gambaran awal yang

ia tampilkan dalam bukunya Madilog, kependekan dari Materialisme Dialektika

Logika yang ditulisnya pada tahun 1942 – 1943. Pada dasarnya Madilog4

1

Lihat Alfian, 1977, “Tan Malaka: Pejuang Revolusioner yang Kesepian” dalam

Prisma no.8, Jakarta: LP3ES.

2

Harry A. Poeze, 1998, Tan Malaka, Pergulatan Menuju Republik, jilid I. Jakarta:

Grafiti Press.

3

Lihat Rudolf Mrazek, 1994, Semesta Tan Malaka. Yogyakarta: Bigraf Publishing,

hlm. 24.

4

Franz Magnis S., 2003, Dalam Bayangan Lenin; Enam Pemikir Marxisme dari

(32)

dimaksudkan sebagai suatu ”cara berpikir” baru yang dapat dipakai untuk

memerangi cara berpikir lama yang amat dipengaruhi dunia mistik yang

mengakibatkan orang Indonesia menyerah kepada alam.5 Selain itu, ia menulis

Madilog untuk memberikan sesuatu yang berarti yang bisa dipakai pegangan oleh

bangsanya sendiri nanti dalam hidup bernegara sebagai bangsa merdeka yang

sosialistis. Madilog dianggapnya sebagai karya terbaiknya yang ingin

ditinggalkannya sebagai ”pusaka bertuah.”6

Tan Malaka mengakui bahwa cara berpikir baru yang diperkenalkan ini

banyak berasal dari dunia Barat yang rasional, logis dan Marxis-Leninis. Sedang

Rudolf Mrazek, menunjukkan bahwa pada dasarnya pemikirannya itu berasal dari

visi yang lahir dari struktur pengalamannya yang dibentuk di alam Minang.7 Ia

selalu menggunakan terminologi Marxist tetapi ia selalu menekankan pula

pentingnya kekuatan ide (the power of ideas) sebagai perangsang perubahan sosial

bukan kekuatan dinamis dari pertentangan kelas. 8

Beberapa konsepnya pun tidak identik dengan pengertian yang berlaku di

Barat. Materialisme, menurutnya, adalah cara berpikir yang realistik, pragmatis

dan fleksibel.9 Barangkali secara kasar, pengertian materialisme Tan Malaka

adalah cara berpikir yang terpusat pada masalah bagaimana memperbaiki atau

5 Franz Magnis Suseno, 2003, Dalam Bayangan Lenin; Enam Pemikir Marxisme dari Lenin sampai Tan Malaka. Jakarta: Gramedia, hlm. 205-226.

6 Alfian, loc.cit.

7 Rudolf Mrazek, op.cit. hlm.4.

8 Ibid.

(33)

mengubah kehidupan duniawi secara realistis dan pragmatis.10 Sedang, dialektik

yang dimaksudkannya adalah upaya untuk memerangi cara berpikir yang pasif

atau dogmatis. Cara berpikir pasif atau dogmatis ini bertalian dengan kepercayaan

gaib (mistis) dan itu menyebabkan mereka tidak percaya pada kemampuan

intelektual dan kekuatan mereka sendiri. Dia mengecam habis cara berfikir

dogmatis sebagai menjerumuskan masyarakat ke dalam penipuan diri sendiri,

kepasifan, mentalitas budak dan itulah penyebab ditaklukannya dunia Timur oleh

Barat. Dialektis merupakan cara berpikir yang dinamis karena memberi ruang

bagi manusia untuk mengembangkan pemikiran atau intelektualitas secara terus

menerus. Berfikir aktif secara terus menerus merupakan kunci pengertian

dialektika Tan Malaka.11 Akan tetapi berpikir dinamis itu harus berlandaskan akal

atau logika.12

Sungguhpun secara politik dan ekonomi, ia terang-terangan melawan

Kapitalisme Barat, namun masih bisa ia melihat sisi positif dari Barat dan

menganjurkan untuk mengambilnya tanpa malu- malu.

”Akuilah dengan putih bersih bahwa kamu (orang Indonesia) sanggup dan mesti belajar dari Barat. Tetapi kamu jangan jadi peniru Barat, melainkan seorang murid dari Timur yang cedas. Juga jangan dilupakan bahwa kamu belum seorang murid dari Timur yang cerdas. Juga jangan dilupakan bahwa kamu belum seorang murid, bahkan belum seorang manusia bila tak ingin merdeka dan belajar bekerja sendiri. Seseorang yang ingin menjadi murid Barat manusia hendaknya ingin merdeka dengan memakai senjata Barat yang rasional13

10 Franz Magnis-Suseno, loc.cit.

11 Alfian, loc.cit.

12 Franz Magnis-Suseno, op.cit., hlm. 221.

(34)

Pada esensinya pemikiran-pemikiran dan perjuangan Tan Malaka terpusat

pada tujuan untuk memerdekakan bangsanya dan sekaligus merombaknya secara

total dan drastis dalam segala bidang. Semangat itu sangat terlihat dalam dinamika

”petualangan” yang dilakukan sebagai upaya memerdekakan bangsanya sekaligus

merombaknya secara total dalam segala bidang.

Pada masa pembuangan di Canton dia telah menerbitkan buku Menuju

Indonesia Merdeka (aslinya berbahasa Belanda Naar de Republik Indonesia).14

Dalam karya tersebut ia mengemukakan program-program untuk mencapai atau

menuju berdirinya Republik Indonesia dalam berbagai bidang seperti politik,

ekonomi, pendidikan, sosial dan bahkan kemiliteran.15 Program-program tersebut

sebenarnya dimaksudkan sebagai pegangan partainya (PKI) yang diharapkannya

mampu mengambil peranan kepemimpinan ke arah yang dicita-citakan. Tetapi

hubugannya dengan para tokoh PKI memburuk setelah terjadi Pemberontakan

1926/1927. Pemberontakan itu dikecam sebagai perbuatan konyol dan terbukti

karena PKI setelah itu dilumpuhkan oleh pemerintah kolonial.16

Kritik Tan Malaka pada pemberontakan PKI tahun 1925/1927

menghasilkan karya Massa Actie. Dalam buku ini, ia menekankan bahwa revolusi

Indonesia hanya mungkin terjadi dan berhasil jika didukung oleh massa rakyat

14 Buku ini menjadi bahan bacaan wajib bagi para aktivis pergerakan Indonesia baik di Indonesia maupun di Belanda entah apapun kelompoknya. Lihat Harry A. Poeze, op.cit. hlm.139.

15 Untuk bidang kemiliteran ia nantinya mempertajam idenya dalam Gerpolek yang ditulis pada tahun 1947. Tugas militer adalah bagian integral dalam iklim kemerdekaan beriring dengan tugas politik dan ekonomi. Tan Malaka, 1964, Gerpolek: Gerilya Ekonomi Politik. Djakarta: Yayasan Massa.

(35)

yang tersusun atau terorganisir. Sekali lagi ia menandaskan bahwa kaum proletar

hendaknya memegang peran kepemimpinan revolusioner dengan syarat dukungan

massa yang kuat. Kalau kemerdekaan telah tercapai, dia masih melihat bahwa

kerjasama dan persatuan antara berbagai golongan, terutama terutama antara

kaum proletar dengan yang bukan proletar, tetap menjadi syarat mutlak untuk

dipertahankan. Jika tidak terjadi pesatuan, ia meramal akan terjadi perbudakan

nasional atau penjajahan oleh bangsa sendiri, oleh satu golongan yang berkuasa.17

Selepas itu, PKI dihancurkan oleh penguasa kolonial. Ia mendirikan Partai

Republik Indonesia (PARI) di Bangkok bersama dengan Jamaludin Tamin dan

Subakat pada bulan Juli 1927. PARI kemudian menarik perhatian, terutama dalam

hubungan Tan Malaka sebagai tokoh komunis di pembuangan karena menjadi

kelanjutan usahanya merealisir cita-cita revolusi Indonesia. Inisiatif pendirian

PARI dapat dibaca sebagai buah ketidaksepakatannya dengan dengan PKI (karena

pemberontakan tahun 1926-1927) dan ketidasesuaiannya dengan Comintern

(terutama menyangkut Pan-Islamisme). Sementara itu, Moskow juga tampak lebih

banyak memakai Comintern buat kepentingan hegemoni internasional Rusia

daripada kepentingan perjuangan nasional daerah-daerah jajahan. Di sinilah,

warna nasionalis Tan Malaka lebih kuat daripada fanatismenya kepada

komunisme.18 Ini tentunya bertalian dengan cara berpikirnya yang mengutamakan

kebebasan berpikir dan dinamis.19

Pergulatan dan petualangannya sebagai pejuang politik dan intelektual

17 Tan Malaka, op.cit.

(36)

terus dijalaninya di Hongkong, Manila, Cina dan negeri- negeri Asia lainnya.

Hingga Commintern mengangkatnya kembali sebagai agen untuk wilayah Asia

Tenggara pada tahun 1928. Akan tetapi, ia tetap kritis kepada Marxisme dan

berani mengritik tokoh-tokoh PKI.20

Dari uraian yang singkat di atas, dapatlah diambil gambaran tentang latar

belakang Tan Malaka. Ia merupakan tokoh kontroversial yang merasa selalu

sendiri tetapi berusaha selalu setia kepada cita-cita revolusi. Konflik adalah hal

biasa baginya, bahkan berkonflik dengan penguasa-penguasa kolonial di Asia dan

tokoh-tokoh komunis. Di masa pendudukan Jepang di Indonesia, Tan Malaka

memilih membaca situasi masyarakat secara menyeluruh. Hal ini dijadikan modal

baginya untuk menyusun strategi revolusi. Paling tidak, ia mampu menyelesaikan

karya besar Madilog dan hidup dengan menyelami semangat rakyat walau tetap

dengan nama samaran Ilyas Hussein. Semua itu menghasilkan ide- ide strategi

revolusi menuju dekolonialisasi yang dikehendaki rakyat secara umum walau

berseberangan dengan tokoh-tokoh politik Indonesia.

Tan Malaka merupakan salah satu tonggak bagi dunia filsafat modern di

Indonesia dengan bukunya Madilog (Materialisme, Dialektika, Logika) selain

juga tokoh pergerakan kiri nasionalis karena dinilai yang layak disejajarkan

dengan Stalin yang sempat beradu argumentasi dengannya di sidang Commintern

tahun 1922. Pemikiran Tan Malaka yang diulas di sini, hanyalah ide strategi-nya

dalam upaya mencapai kemerdekaan 100% bagi Indonesia yang berdampak

19 Alfian, op.cit., hlm.89

(37)

langsung bagi gerakan oposisi di awal kelahiran republik ini. Ide itu yang

dibeberkannya dalam Muslihat dan dua brosur yang mendahuluinya Politik dan

Rencana Ekonomi Berjuang.

B. Trilogi Pemikiran Strategis

Berikut ini adalah diskripsi ringkas ide kemerdekaan dan strategi revolusi

yang ditawarkan Tan Malaka setelah proklamasi 17 Agustus 1945. Pemikiran itu

dituangkan dalam tiga buah brosur yang hendaknya dibaca dalam satu rangkaian

ide. Brosur-brosur tersebut berjudul Politik, Rencana Ekonomi Berjuang, dan

Muslihat. Ketiganya ia susun dalam sebuah naskah perbincangan dengan tokoh

Godam (simbolisasi kaum buruh), Pacul (petani), Toke (pedagang), Den Mas

(aristokrat feodal atau ningrat) dan Mr. Apal (wakil golongan intelektual

terpelajar).

1. Politik: Isi Kemerdekaan Kita

Brosur ”Politik” ditulis Tan Malaka pada tanggal 24 November 1945 di

Surabaya.21 Di tengah situasi rakyat dan pemuda yang sedang bertempur di

berbagai daerah, ia menulis brosur ini. Kelihatannya ia akan menjawab pertanyaan

Sukarno yang diajukan padanya pada tanggal 15 September 1945 sekaligus

memberi panduan bagi para pemuda tentang arah kemerdekaan. W a k t u itu

Sukarno mengatakan ”bahwa persoalan mengisi kemerdekaan itulah yang paling

(38)

sulit dilakukan saat ini”.22

”Politik” ditulis dalam lima bab yang singkat tapi padat dengan bahasa

yang sederhana. Brosur ini, seperti dua brosur yang mengikuti memang

dimaksudkan untuk dibaca oleh kalangan rakyat kebanyakan sehingga dengan alur

dan bahasa yang sederhana dengan memberikan informasi yang luas.

Bab pertama brosur ini mengupas tentang makna merdeka. Tan Malaka

menyebut istilah “merdeka merampas” yang ia gambarkan seperti burung gelatik

yang bisa terbang ke sana kemari tetapi burung itu asal makan padi para petani.

Kemerdekaan tidak sama dengan kebebasan.23 Kemudian, ia menjelaskan arti

yang lebih dalam tentang kemerdekaan dam menguraikan tentang pentingnya

kepemimpinan dalam dalam mengatur kemauan liar tak terbatas untuk diarahkan

ke jurusan yang benar. Itulah politik; dimana negara yang mengaturnya dengan

ketetapan yang bernama Undang-Undang Dasar (konstitusi). Secara gamblang ia

menyebut sebagai berikut. 24

Kemerdekaan itu bukanlah Kemauan Tunggal orang atau negara, melainkan kemauan Terikat (bukan absolut melainkan relatif). Kemerdekaan itu sendiri mestinya berdasarkan pengakuan atas kemerdekaan pihak lain. Sebaliknya kemerdekaan di pihak kita diandaikan atas pengakuan pihak lain terhadap kemerdekaan sendiri. Apabila berkenaan satu sama lainnya itu terganggu, maka kemerdekaan itu tak akan kekal adanya. Dengan adanya pengakuan atas terikatnya kemerdekaan itu satu sama lain, maka kemerdekaan itu menjadi rasional, masuk diakal, berakal.

Setelah memaknai kemerdekaan, Tan Malaka melanjutkan dengan bab

22 Tan Malaka, 2000, Dari Penjara ke Penjara 3. Jakarta: Teplok Pres, hlm., 98.

(39)

kedua tentang bentuk negara dan kedaulatan. Dalam bab ini ia mengurai berbagai

bentuk kenegaraan dan proses perubahan serta terbentuknya. Ia menjelasakan

abolute monarchie, constitutional monarchy, hingga bentuk republik. Dalam

republik, ia mengutip Montesquieu, tentang pembagaian kerja pemerintahan yakni

legislatif, eksekutif, dan judisial.25 Ia sudah melihat pentingnya birokrasi dan

ancaman kebobrokan birokrasi.26

Republik adalah bentuk negara yang paling tepat dengan iklim modern dan

situasi bangsa Indonesia. Baginya republik adalah bentuk ketatanegaraan yang

paling bisa menjamin kemerdekaan manusia. dasar republik adalah kedaulatan di

tangan rakyat dan pada undang- undang yang dibikin oleh para wakil rakyat.

Permusyawaratan Rakyat, sistem referendum rakyat hingga teknik memerintah.

”naluri rakyat murba” (political instinct masses)27. Lantas dalam republik dimana

kemerdekaan itu dijaminkan, republik itu yang nantinya menjaga kedaulatan

karena isi dari kemerdekaan adalah kedaulatan. Negara yang berdaulat adalah

negara yang memiliki kekuasaan untuk menciptakan kemakmuran bagi warga

negaranya.28 Kritik kepada demokrasi liberal di Barat dilancarkannya karena

demokrasi tidak menjamin kedaulatan rakyat banyak. Demokrasi di Barat hanya

akan menjamin kepentingan kaum kapitalis.

24 Ibid., hlm. 4

25 Ibid., hlm.4.

26 Birokrasi digambarkan sebagai naga berkepala tujuh. Birokrasi adalah bikinan kaum borjuis karena hanya mereka yang bermodal yang dapat mengakses pendidikan yang nantinya duduk dalam birokrasi. Lihat, ibid. hlm. 23.

27 Ibid., hlm.12.

(40)

Isi kemerdekaan itu ialah kedaulatan, dan kedaulatan itu ialah berupa kekuasaan dan kemakmuran. Pertanyaan tentang “siapakah atau golongan siapakah yang berdaulat pada satu negara merdeka” mesti dilaksanakan atas pertanyaan “siapakah atau golongan manakah yang sebenarnya memegang kekuasaan dan mengecap kemakmuran dalam negara itu”. Dipandang dari penjuru ini maka “demokrasi” yang dibangga-banggakan negara kapitalis itu, kalau diteropong besarnya golongan atau kelas yang sebenarnya memegang kekuasaan dan merasakan kemakmuran itu tiadalah sepadan dengan namanya “kedaulatan rakyat”. Yang benar berkuasa, makmur, dan tenteram kemakmurannya ialah kaum kapitalis, kaki tangannya akal kaum tengah dan sebagian kecil dari proletar atasan. Sebagian besar dari mereka yang tak berpunya itu diombang-ambingkan oleh krisis ekonomi dan peperangan imperialisme.29

Di tengah proses dekolonialisasi ia menawarkan dua jalan untuk

menjalankan pemerintahan sekaligus mengontrolnya dan menyalurkan kehendak

rakyat murba. Jalan pertama disebutnya sebagai jalan parlemen dan jalan kedua

disebut sebagai “aksi murba”. Jalan ditempuh dengan pemilihan umum dan

menguasai parlemen dengan berusaha mendapatkan kursi sebanyak mungkin

dalam parelemen. Untuk itu harus segera dibuat sebuah partai yang mampu

mengakomodir kepentingan rakyat murba. Jalan ini dianggapnya lebih panjang

karena harus ada pemilihan umum. Dalam penyelenggaraan pemilu dan membuat

partai, akan banyak kemungkinan kaum kapitalis leluasa bermain dengan modal

yang dimilikinya.

Aksi murba disusun dengan perngorganisasian rakyat murba secara

menyeluruh dan massif. Jalan aksi murba baginya menjamin independensi

internal atas perjuangan kemerdekaan. Aksi murba akan menunjukan kepada

dunia niat besar rakyat atas cita-cita kemerdekaannya.

(41)

Yang berhak menentukan nasib Rakyat Indonesia ialah kemauan, pelor, atau bambu runcingnya Rakyat Indonesia sendiri. Hak Rakyat Indonesia atas kemerdekaan itu diambilnya dari alam yang didudukinya. Ia hidup atau tenggelam dengan alamnya itu. Selama Indonesia-Merdeka tiada mengganggu kemerdekaan negara lain, selama itulah negara lain tidak berhak mengganggu kemerdekaannya. Pengakuan Republik Indonesia oleh Negara lain bukanlah menjadi syarat adanya Republik Indonesia. Pengakuan itu adalah hal tersambil, satu hal di luar hak Rakyat Indonesia atas kemerdekaannya. Mengambil, merebut, atau melaksanakan kemerdekaannya itu, bukanlah satu perkara antara rakyat Indonesia dengan negara lain, melainkan urusan diri sendiri.30

Dalam kerangka itu, dasar perundingan yang hendaknya dilakukan

pemerintah adalah cita-cita kemakmuran. Dengan demikian Merdeka 100% adalah

harga mati sebagai jalan terbaik untuk menuju pada kemakmuran rakyat dengan

jalan membangun industri berat nasional dalam alur rencana ekonomi yang

disusunnya dalam brosur selanjutnya. Ini dinyatakannya sebagai berikut.

“MERDEKA 100%” adalah satu jaminan buat terus merdekanya Indonesia. Tanpa MERDEKA 100% Indonesia takkan bisa mengadakan kemakmuran cukup buat dirinya sendiri. Juga Indonesia walaupun merdeka tak akan bisa mempersenjatai dirinya sendiri, karena tak akan diberi kesempatan oleh kapitalisme asing buat mendirikan “Industri- Berat Nasional”. Kemerdekaan Indonesia abad ke-20 ini tak bisa dipisahkan dari “Industri- Berat Nasional” dan “Rencana Ekonomi”.31

Pada penutup brosur ini, ia mengingatkan bahwa perjuangan kemerdekaan

Indonesia adalah bagian dari upaya solidaritas perjuangan dunia bagi negeri- negeri

terjajah dan belum merdeka. Kemerdekaan Indonesia juga memiliki visi

30 Ibid. Hlm.24.

(42)

internasional berupa ambil bagian dalam perang imeperialis dunia untuk

kemerdekaan seluruh rakyat tertindas di dunia.32

2. Rencana Ekonomi Berjuang: Kedaulatan Ekonomi Mandiri

Dalam upaya membangun perekenomian Indonesia, Tan Malaka

menawarkan sebuah konsep rencana ekonomi di dalam brosur ”Rencana

Ekonomi Berjuang” yang selesai ditulis pada 28 November 1945.33 Ekonomi

sosialis menurutnya adalah rencana ekonomi yang dapat menolong rakyat Murba

Indonesia keluar dari cengkeraman kapitalisme yang telah menyengsarakan

bangsanya selama berabad-abad.

Kapitalisme dalam pertumbuhannya hanya akan terakumulasi pada kaum

kapitalis yang jumlahnya sedikit dan sebagian besar lainnya yaitu rakyat Murba

hanya akan menikmati bagian terkecil dari jumlah modal tadi.34 Surplus values

(nilai lebih) yang dikemukakan Marx menurutnya adalah perampokan yang

dilakukan kaum kapitalis terhadap rakyat Murba.35

Inilah kritik terhadap perekonomian dunia yang menurutnya perekonomian

yang berdasarkan kapitalisme, demokrasi dan fasisme tidak akan dapat

menyejahterakan rakyat Indonesia. Kritik pertama dimulai terhadap ekonomi

kapitalis. Ia menyebut ”kapitalisme merampok” sebagai makian sekaligus istilah

terhadap cara kerja kapitalis dalam upaya mengakumulasi kapitalnya. Di dalam

32 Ibid.

33 Tan Malaka, 1987, Rencana Ekonomi Berjuang. Jakarta: Yayasan Massa., hlm.1.

34 Ibid., hlm. 32.

(43)

masyarakat kapitalistik dimana industri tumbuh subur, surplus values (nilai lebih)

yang dkekemukanan oleh Karl Marx. Ia memberi contoh surplus values (nilai

lebih) dan cara kerjanya sebagai berikut.36

Dalam sebuah pabrik pemintalan benang seorang Murba mesin bekerja 6 jam sehari dengan upah Rp.75, dan dapat menghasilkan 10 Kg benang sebagai hasil pekerjaannya menjadikan kapas hingga benang dengan perhitungan hasil sebagai berikut:

Harga 10 Kg kapas, sebagai bahan benang ialah 10xRp.25 Rp.250,- Harga kelenturan mesin dalam 6 jam kerja Rp. 50,-

(Upah dalam 1 hari) Rp. 75,-

+

Jumlah Rp.375,-

Jadi harga pokok 1 Kg. benang adalah Rp.37,5,-37

Kemudian Tan Malaka mengatakan, karena si Murba mesin tadi tidak

mempunyai apa-apa untuk mengadakan tawar-menawar dengan kaum kapitalis

selain tenaga yang dipunyainya ia hanya dapat ”mempersekotkan” tenaganya

untuk kerja per hari. Dalam sehari kerja tersebut sebenarnya Murba mesin tadi

hanya bekerja 6 jam sehari, dengan demikian 18 jam sisanya adalah waktu bebas

bagi sang Murba mesin tadi. Namun kaum kapitalis ”tidak rela” melihat Murba

Mesin yang telah ”mempersekotkan” tenaganya per hari (24 jam) hanya bekerja

dalam waktu 6 jam. Maka kalau dihitung hasilnya akan menjelma sebagai

berikut:38

Harga 20Kg kapas, 20 x Rp.25,- Rp. 500,-

Harga kelenturan mesi 2 x Rp.50,- Rp. 100,-

Harga tenaga kerja Rp. 75,-

+

Jumlah Rp. 675,-

36 Ibid., hlm.36.

37 Ibid., hlm.38.

(44)

Jadi ”untung” Rp.750,- ¾ Rp.675,- = Rp.75,- 39

”Untung” yang didapat kaum kapitalis ini jelas berasal dari tenaga Murba

mesin yang telah didapatkannya tadi. Inilah surplus values (nilai lebih) Marx yang

dipercaya oleh Tan Malaka.

Kemudian, dalam brosur tersebut ditegaskan bahwa kapitalisme suatu saat

akan mengalami krisis. Ini terjadi apabila seluruh kekuatan kapitalis yang ada

dalam usahanya meraih keuntungan besar berlomba- lomba untuk memproduksi

barang dalam jumlah banyak. Kaum kapitalis A, B, C dan kapitalis-kapitalis

lainnya memproduksi barang dalam jumlah yang besar pada waktu bersamaan

hingga melebihi jumlah permintaan. Ini sesuai dengan hukum ekonomi yang

mengatakan bahwa permintaan (demand) dan penawaran (supply) harus seimbang.

Kalau penawaran (supply) melebihi jumlah permintaan (demand) maka terjadi

over produksi. Sebagai akibat melimpah dan bertumpuknya barang di gudang,

harga pun turun dan untung merosot. Pabrik terpaksa tutup sebab tidak

menguntukngkan lagi dan pengangguran memuncak. Para pedagang juga berhenti

berdagang dan bankir pun menuntut piutang. Apabila ini terjadi maka krisis dalam

dunia kapitalis segera terjadi dan menuju pada kehancuran.40 Pada kondisi inilah

yang disebut Tan Malaka sebagai produksi anarchist.41

Dalam perekonomian liberal klasik sebagaimana yang ditunjukkan Tan

Malaka dengan merujuk pada Marx, setiap individu merdeka untuk berproduksi

39 Ibid., hlm.42.

40 Ibid., hlm.43.

(45)

sesukanya dan mereka merdeka mencari untung sebanyak-banyaknya.42 Menurut

kaum kapitalis, hasrat mencari untuk (profit motive) adalah hak setiap individu

dan ini diperkuat dengan teori kaum klasik yang menyatakan ”bahwa untuk

memperoleh untung sebesar-besanya sedapat munkin kita mengeluarkan modal

yang sekecil-kecilnya”.43 Dengan ini berarti semua individu merdeka untuk

berproduksi dan dengan demikian kemakmuran bersama dapata tercapai. Asumsi

dasarnya adalah hasil banyak dan harga murah. Ini adalah fondasi pertama dalam

kapitalisme klasik yang dinyatakan oleh Tan Malaka sebagai model kapitalisme

laissez faire.44

Namun menurut Tan Malaka sistem tadi hanya akan menyebabkan siapa

kuat secara modal maka ialah yang bertahan, mirip dalam bahasa Charles Darwin

”the survival of the fittest”.45 Yang kedua, sistem itu akan memberikan

pendapatan baru dan yang ketiga sistem ini pada akhirnya semakin mengekalkan

perbedaan yang mencolok antara kelas borjuis dan kelas proletar. Pembagian hasil

produksi yang tidak sama di mana buruh hanya mendapatkan upah yang kecil,

pada akhirnya membuat kondisi buruh tidak akan pernah menjadi lebih baik dan

hidup terus dalam serba kekurangan. Dalam suasana masyarakat seperti ini, di

mana masyarakat terbelah dua antara kelas borjuis dan proletar maka barang yang

dihasilkan akan menjadi over. Kelas borjuis tidak habis mengonsumsi sementara

kelas proletar tidak mempunyai kemampuan membeli. Sebagai puncak dari

42 Ibid., hlm.44.

43 Ibid.

44 Ibid., hlm.45.

(46)

produksi anarchistis ini adalah persaingan hebat antara satu kapitalis dengan

kapitalis lain dalam suatu negara dan selanjutnya persaingan terjadi antara satu

negara kapitalis dengan negara kapitalis yang lain. Tiap negara kapitalis berlomba

menanamkan modal di negara yang lemah atau negara dunia ketiga. Lalu, mereka

memonopoli hasil buminya untuk perindustrian negara kapitalis tersebut.

Perlombaan ini akhirnya memunculkan imperialisme dan perang imperialisme

antara satu negara kapitalis dengan negara kapitalis yang lain untuk

memperebutkan tanah jajahan. Produksi anarchistis ini berakhir pada peperangan

imperialisme.46

Selanjutnya, Tan Malaka menguraikan rencana sistem ekonomi di negara

demokratis dengan diawali penjelasan mengenai apa itu rencana ekonomi

tersebut. Rencana ekonomi yang dimaksudnya adalah untuk dipertentangkan

(47)

dengan pola produksi yang anarkhis dimana produksi berjalan tanpa rencana

(diserahkan kepada pasar) dan tanpa kendali yang beresiko berujung pada krisis.47

Sedangkan rencana ekonomi adalah sebaliknya. Rencana ekonomi adalah usaha

untuk mengatur produksi dan distribusi agar terencana. Rencana ini mengacu pada

negara-negara komunis seperti Uni Soviet, kemudian negara fasis seperti Jerman

dan negara demokrasi seperti Amerika Serikat.48

Tan Malaka mengatakan hak dan kekuasaan tersebut dibagi dalam tiga hal.

Pertama, antara rakyat dan pemerintah. Kedua, pemisahan kekuasaan dalam tiga

badan yang terpisah (trias politika). Ketiga, antara masing- masing negara bagian

dengan negara federal karena Amerika Serikat menganut sistem federalisme.49

Oleh karena itu, di Amerika Serikat pemerintah tidak campur tangan secara

langsung dalam perekonomian. Perekonomian benar-benar diserahkan kepada

pasar. Para kapitalis di sana menerima usulan President Rosevelt dengan rencana

ekonomi New Deal-nya.50

Di negara fasistis kekuasaaan itu terpusat di pemerintahnya, yaitu di

tangan kaum borjuis kecil dan oleh pemerintah kaum borjuis di sana dipakasa

untuk mejalankan rencana ekonomi pemerintah secara facistis.51

Sedang di dalam masyarakat sosialis seperi Rusia, pemasyarakatan alat

47 Ibid., hlm.49.

48 Ibid., hlm.56.

49 Ibid., hlm.60.

50 Ibid., hlm.58.

(48)

produksi,52 pembagian hasil, gaji dan hidup sosial semuanya diusahakan oleh

pemerintah demi kepentingan rakyat.53

Setelah mengkritik rencana ekonomi tadi, brosur ini dilanjutkan dengan

mengurai rencana ekonomi sosialis yang diidam- idamkan oleh Tan Malaka. Ia

juga mengemukakan terlebih dahulu kondisi sosial politik di Rusia.

Setelah menjelaskan hal tersebut, Tan Malaka melanjutkan dengan bab

terahkir tentang sistem ekonomi sosialis yang ditawarkan untuk menjadi sistem

perekonomian yang dapat dipakai oleh bangsa Indonesia. Penjelasan itu diawali

dengan mengingatkan bahwa upaya yang dimaksud dengan rencana ekonomi

tersebut sebagai dasar dari sosialisme. Menurutnya perekonomian tersebut harus

diatur seara terencana, tidak anarchist seperti dalam kapitalisme. Produksi harus

diseimbangkan dengan kapasitas dan kebutuhan konsumsi masyarakat untuk

menghindarkan krisis. Dasar untuk itu adalah persamaan sosial dan tolong

menolong (gotong royong) yang merupakan fondasi dari sosialisme.54

Untuk itu, ia menyatakan harus ada lembaga (seperti dalam partai

komunis) yang berfungsi menaksir rencana ekonomi tersebut. Secara teknis,

jumlah keseluruhan produksi yang ada setelah dinominalkan haruslah sesuai

dengan jumlah keseluruhan gaji warga negara, Makin tinggi gaji, makin tinggi

jumlah produksi negara; makin rendah gaji, makin susah untuk menaikkan jumlah

52 Di beberapa tempat dalam brosur ini Tan Malaka menyebut alat produksi sebagai alat penghasil penghasilan.

53 Hal.64-65

(49)

produksi. 55

Kemudian, rencana kedua adalah membangun pembabagan industri.

Sebelum menguasai industri dasar dan menengah, sulitlah bagi kita untuk masuk

ke dalam industrialisasi besar. Artinya sebelum melangkah ke arah negara industri

besar yang mampu memproduksi mesin- mesin besar haruslah mampu menguasai

industri ringan dan menengah. Setelah itu, baru merencankan peralihan dari

negara pertanian menuju negara industri.56

Untuk menaksir jumlah produksi agar berimbang dengan gaji perlu

direncakan berkaitan dengan: (1) Industri, (2) Mesin, (3) Gaji, (4) Barang-barang

import-eksport. Industri dengan mesin (teknologi) merupakan dua hal yang tidak

dapat dipisahkan. Sedangkan import dibutuhkan untuk menutupi kekurangan hasil

produksi dalam negeri untuk jenis barang tertentu. Eksport diusahakan seimbang

mungkin.57

Untuk memudahkan pemahaman para pembacanya, Tan Malaka kembali

menyampaikan uraian dalam perhitungan-perhitungan yang sederhana.

Misalkan dalam suatu negara terdapat 25.000.000 keluarga sedangkan pendapatan negara pertahun Rp. 4.500.000.000,-, maka

Misalkan tunjangan sosial sebesar Rp. 2.000.000.000,- Misalkan uang untuk pemeliharaan

mesin pertahun Rp. 500.000.000,-

Misalkan bunga bank dan sewa

dihapuskan Rp. 0,-

Untung yang diberikankepada kapitalis

Juga dihapuskan Rp. 0,-

_______________________

+

55 Ibid., hlm. 94.

56 Ibid., hlm.96.

(50)

Jumlah Rp. 2.500.000.000,-

Kemudian sisa untuk gaji Rp. 2.000.000.000,-

_______________________

+

Jumlah Rp. 4.500.000.000,- 58

Sisa yang Rp. 2.000.000.000,- itulah yang nanti menurut Tan Malaka akan

dibagikan kepada 25 juta orang pekerja menurut kecakapan dan kemampuannya.

Kemudian, Tan Malaka melanjutkan pada tingkat keluarga. Setiap keluarga akan

mendapat perhitungan sebagai berikut.

Ibu dan Bapak umpamanya mendapatkan

2 x Rp.4,- (seminggu) Rp. 8,-

Anaknya 2 orang mendapatkan

2 x Rp.4,- (seminggu) Rp. 8,-

Bapak bekerja dengan gaji

Rp.4,- (seminggu) Rp. 4,-

_________

+

Jumlah Rp. 20,- 59

Dalam satu bulan, setiap keluarga akan mendapatkan Rp.80,- Jumlah yang

akan diberikan kepada setiap keluarga seperti yang selalu diingatkan Tan Malaka

tentunya amat bergantung kepada besarnya pendapatan sebuah negara, jumlah

penduduk, tingkat kebutuhan hidup dan lain sebagainya.

3. Muslihat: Taktik Revolusi Kemerdekaan

”Moelihat” ditulis pada tanggal 2 Desember 1945.60 Tan Malaka membagi

brosur ”Muslihat” ke dalam lima bab. Dalam bab pertama diuraikannya tentang

58 Ibid., hlm.98.

59 Ibid., hlm.101.

(51)

arti penting perjuangan dan diplomasi. Tanpa diplomasi tidak mungkin kita

mendapat pengakuan dari luar negeri, paling tidak dari Sekutu. Jalan kekerasan

belaka hanya menyulitkan mendapat simpati dari pihak luar. Akan tetapi,

diplomasi yang dibangun harus bersandar pada kekuatan sendiri dengan dasar

kemerdekaan 100%. Untuk itu, sistem bernegara yang demokratis, sesuai suasana

internasional yang menghendaki demikian, dibangun terlebih dulu dengan

membangun kekuatan rakyat yang solid dengan syarat kemauan untuk merdeka

yang kuat.

Kemauan untuk merdeka tersebut telah terlihat nyata dalam seituasi-situasi

yang terjadi di daerah-daerah. Semangat perjuangan untuk kemerdekaan yang

menyala merupakan modal yang cukup untuk segera menyatakan

Referensi

Dokumen terkait

Adapun penelitian yang dilakukan oleh Fachreza (2017) yang memiliki tujuan untuk dapat mengetahui seberapa besar pengaruh yang diberikan oleh variabel jumlah penduduk,

Petender dianggap telah berpuas hati dengan keadaan tapak, sejauh mana, keadaan dan kebolehkerjaan, posisi kerja yang berkaitan dengan keadaan semasa, kerja yang sedang

Metode ini meliputi lima langkah dan tambahan beberapa anak langkah pada langkah yang kelima: (1) pengarang menganalisis dalam arti mengidentifikasikan aneka aktivitas

pajak dan keterangan dari pejabat pemerintah daerah setempat. 3) Wajib pajak orang pribadi yang memperoleh hak atas tanah dan. atau bangunan Rumah Sederhana (RS) dan Rumah

Dalam rangka mencapai tujuan penulisan, pembahasan dalam tulisan ini dibagi dalam empat bagian yaitu (i) mengidentifikasi kriteria siapa yang disebut sebagai ahli; (ii)

perusahaan, menjadi bidang garapan wajib IbPE. UKM mitra yang dipilih harus mampu meng-hasilkan produk atau komoditas yang berpeluang ekspor atau minimal dijual antar

Peneliti menggunakan metode AHP dan Fuzzy TOPSIS untuk menyelesaikan permasalahan seleksi TKI, dari kedua metode tersebut memiliki bagian penyelesaian yang

Penafsiran ibnu katsir ayat ini di tunjukkan kepada orang yang mengaku cinta kepada Allah SWT namun tidak sepenuhnya mengikuti ajaran Nabi muhammad SAW, orang seperti