• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Latar Belakang

Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga-lembaga nasional termasuk pula percepatan atau akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketimpangan dan pemberantasan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2003).

Lahirnya Undang-Undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional merupakan landasan hukum di bidang perencanaan pembangunan agar tujuan pembangunan dapat tercapai melalui perencanaan yang strategis berdasarkan permasalahan yang ada. Peraturan ini merupakan suatu kesatuan tata cara pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggaraan pemerintahan di Pusat dan Daerah dengan melibatkan masyarakat.

Pembangunan nasional tidak terlepas dari pembangunan daerah-daerah yang ada di dalamnya, memasuki era otonomi telah memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk menentukan arah pembangunan daerahnya sesuai landasan hukum UU. No.22 Tahun 1999 (sekarang UU tersebut diganti dengan UU. No.32 Tahun 2004) tentang Pemerintah Daerah dan UU. No.25 Tahun 1999 (sekarang diganti dengan

2

UU No.33 Tahun 2004) tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat.

Pembangunan biasanya terfokus pada pembangunan ekonomi melalui usaha pertumbuhan ekonomi yang berkaitan erat dengan produksi barang atau jasa yang diukur antara lain melalui Produk Domestik Bruto (PDB) untuk skala nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk skala Provinsi, Kabupaten atau Kota.Dengan kekuasaan yang dimiliki, daerah dapat mengelola dan memecahkan masalah pembangunan di daerah, terbukanya peluang usaha untuk menggali potensi daerah dan pengembangan ekonomi daerah untuk membangun daya saing, sehingga secara nasional dan global Indonesia dapat berkiprah dengan kemampuan daya saing yang kokoh dengan negara-negara lain.

Dalam memasuki era otonomi daerah, kerjasama ekonomi antar daerah menjadi semakin penting. Melalui kerjasama ini, kelebihan suatu daerah akan dapat dimanfaatkan oleh daerah lainnya. dengan demikian, pemanfaatan sumber daya yang tersedia akan menjadi lebih baik dan efisien sehingga pertumbuhan ekonomi dan pembangunan dimasing-masing daerah akan dapat pula ditingkatkan. Peran masyarakat dan pemerintah dalam membangun daerah dapat terlaksana dengan kondusif melalui otonomi daerah demi tercapainya kemakmuran penduduk, dengan mempertimbangkan segenap potensi, sumber daya, serta faktor-faktor lainnya, baik faktor pendukung maupun faktor penghambat. (Dyah,dkk:2011)

Indonesia telah sejak lama menerapkan konsep wilayah pembangunan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang terpadu dan seimbang. Pada

3

tingkat nasional, wilayah pembangunan tersebut dinamakan Wilayah Pembangunan Utama (WPU) yang menggabungkan beberapa propinsi yang mempunyai kondisi yang relatif sama dan kegiatan ekonomi dan sosialnya saling berkaitan erat. Pada tingkat propinsi dinamakan Wilayah Pembangunan (WP) yang menggabungkan beberapa kabupaten dan kota yang saling terkait. Sedangkan pada tingkat kabupaten dan kota juga terdapat pula Sub Wilayah Pembangunan (SWP) yang menggabungkan beberapa kecamatan yang potensinya relatif sama dan kegiatan sosial-ekonominya saling terkait satu sama lainnya (Sjafrizal, 2008:244)

Arsyad (2002) mengatakan bahwa faktor penentu pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan indurti-industri yang menggunakan sumber daya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor akan menghasilkan kekayaan daerah dan lapangan kerja. Jika dilihat dari kemakmuran daerah suatu daerah, maka daerah satu dengan daerah lainnya tidak akan sama walaupun berada dalam satu provinsi.

Kontribusi Produk Domsetik Bruto (PDB) Nasional masih didominasi oleh provinsi-provinsi di Pulau Jawa yaitu sebesar 57,62% dengan kontribusri terbesar dari DKI Jakarta 16,40%, Jawa Timur 14,88%, dan Jawa Barat 14,07% dengan kata lain jika ketiga provinsi ini diakumulasikan maka telah membentuk PDB Indonesia sebesar 45,35% atau PDRB Pulau Jawa sebesar 78,7% (BPS 2012). Besarnya PDRB ketiga provinsi tersebut tentunya tidak terlepas dari peran pemerintah, partisipasi masyarakat serta potensi daerahnya. Dalam tabel 1.1

4

menunjukan Jawa Barat sebagai provinsi yang paling banyak penduduknya di Pulau Jawa sekaligus Indonesia yaitu sebanyak 43.053.732 jiwa dengan luas wilayah yang cukup besar seluas 35.377,76 Km2 seperti dalam Tabel 1.1 berikut :

Tabel 1.1

Perbandingan Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Provinsi se-Jawa Tahun 2010

No Wilayah Luas Wilayah (Km2) Jumlah Penduduk (Jiwa)

1 Banten 9.662,92 10.632.166 2 DI Yogyakarta 3.185,80 3.457.491 3 DKI Jakarta 664,01 9.607.707 4 Jawa Barat 35.377,76 43.053.732 5 Jawa Tengah 32.800,69 32.382.657 6 Jawa Timur 47.799,75 37.476.757

Sumber data : BPS-Statistik Indonesia 2011

Selain itu, wilayah Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Ibu Kota Indonesia yakni DKI Jakarta juga memberi kontribusi terhadap beberapa daerah di Jawa Barat. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat dalam rentang periode 2007 sampai 2012 setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 PDRB Jawa Barat Sebesar 274.180 Milyar Rupiah dan pada tahun 2012 menjadi 364.405 Milyar Rupiah, hal ini berarti PDRB Jawa Barat mengalami peningkatan sebesar 32,9% dalam kurun waktu 6 tahun.

Secara sektoral, tiga sektor yang paling banyak berperan dalam pembentukan ekonomi Provinsi Jawa Barat tahun 2012 adalah sektor industri pengolahan (35,79%), sektor perdagangan, hotel dan restoran (23,90%) dan sektor pertanian (11,52%). Kontribusi ketiga sektor tersebut mencapai 71,21% dari total pembentukan ekonomi Provinsi Jawa Barat tahun 2012. Dalam gambar 1.1 memperlihatkan kontribusi masing-masing sektor terhadap perekonomian Provinsi Jawa Barat tahun 2012 :

5 Gambar 1.1

Struktur Perkonomian Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 (Persen)

Sumber : Badan Pusat Statisik

Secara kewilayahan penduduk Jawa Barat terkonsentrasi pada daerah-daerah industri seperti Kabupaten Bandung, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Bogor. Hal ini menunjukan bahwa daerah industri masih memiliki daya tarik bagi penduduk dari desa untuk mencari pekerjaan.

Jawa Barat yang memiliki luas yang cukup besar serta kuantitas penduduk yang banyak dan terdiri dari 21 Kabupaten dan 6 Kota ini mengutamakan aspek kewilayahan sehingga visi Jawa Barat yaitu “Jawa Barat Maju dan Sejahtera untuk Semua” dapat tercapai. Hal ini tercermin dengan pembagian Wilayah Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan (WKPP) dan Wilayah Pengembangan (WP) berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat 2009-2029. Pertani an : 11,52% 12% Pertambangan & Penggalian : 1,86% 2% Industri Pengolahan : 35,79% 36%

Listrik, Gas, & Air Bersih : 2,51% 2% Konstruksi : 4,29% 4% Perdagangan, Hotel, & Restoran : 23,9% 24% Pengangkutan & Komunikasi : 7,79% 8% Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan :

2,95% 3%

Jasa-jasa : 9,4% 9%

6

Wilayah Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan (WKPP) diatur oleh suatu Badan Koordinasi Wilayah dengan tugas pokok, fungsi memimpin, mengkoordinasikan dan mengendalikan tugas Pemerintahan, Perekonomian dan Kesejahtraan Sosial di wilayah kerja yang sama dengan wilayah kerja Pembantu Gubernur sebagaimana yang tercantum pada Peraturan Daerah nomor 47 tahun 2007 tentang Lembaga Teknis Daerah Provinsi Jawa Barat agar Eksistensi dan peran lembaga koordinasi antar Kabupaten dan Kota dipertahankan dan ditingkatkan dengan penguatan aspek kewilayahan. (BKPP Wilayah III Cirebon)

Wilayah Koordinasi Pemerintah dan Pembangunan Provinsi Jawa Barat terbagi menjadi 4 wilayah, pembagian wilayah ini diharapkan masing-masing Kabupaten dan Kota yang berada dalam suatu wilayah tersebut dapat memperoleh efektifitas dan efisiensi serta sinergitas pembangunan. Berbeda dengan Wilayah Pengembangan yang terbagi menjadi 6 wilayah dimana klasifikasinya berdasarkan pengembangan potensi wilayah yang ada.

Setiap wilayah koordinasi memiliki karakteristik tersendiri dibanding wilayah lain sehingga perlakuan pembangunannya disesuaikan dengan kondisi wilayah tersebut. Perencanaan pembangunan kewilayahan dimaksudkan untuk lebih mendapatkan tujuan dan sasaran pembangunan kepada user atau pemanfaat pembangunan itu sendiri. Secara komulatif pembangunan kewilayahan tersebut menjadi pembangunan Provinsi Jawa Barat. Dalam tabel 1.2 dibawah ini memperlihatkan pembagian kewilayahan koordinasi Provinsi Jawa Barat serta kontribusi kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat terhadap pembentukan ekonomi Provinsi Jawa Barat.

7 Tabel 1.2

Kontribusi Rata-rata Kabupaten/Kota dalam Pembentukan Ekonomi Jawa Barat Tahun 2008-2012 (Persen) Tanpa Minyak dan Gas Bumi

Wilayah Kabupaten/Kota Kontribusi Jumlah

Wilayah I Kab. Bogor 10,93 20,97 Kab. Cianjur 2,78 Kab. Sukabumi 2,84 Kota Bogor 1,60 Kota Depok 2,18 Kota Sukabumi 0,64 Wilayah II Kab. Bekasi 18,17 35,05 Kab. Karawang 7,04 Kab. Purwakarta 2,43 Kab. Subang 2,18 Kota Bekasi 5,22 Wilayah III Kab. Cirebon 2,71 9,80 Kab. Indramayu 2,54 Kab. Kuningan 1,33 Kab. Majalengka 1,45 Kota Cirebon 1,77 Wilayah IV Kab. Bandung 7,21 34,18

Kab. Bandung Barat 2,69

Kab. Ciamis 2,48 Kab. Garut 3,71 Kab. Pangandaran - Kab. Sumedang 1,88 Kab. Tasikmalaya 1,84 Kota Bandung 10,65 Kota Banjar 0,25 Kota Cimahi 2,18 Kota Tasikmalaya 1,30 Jumlah 100 100

Sumber: Badan Pusat Statistik (data diolah)

Tabel 1.2 memperlihatkan bahwa kabupaten/kota yang terbesar dalam pembentukan ekonomi Provinsi Jawa Barat tahun adalah Kabupaten Bekasi (18,17%) yang berada di wilayah II, Kabupaten Bogor (10,93%) di wilayah I dan Kota Bandung (10,65%) di wilayah I. Sedangkan untuk kontribusi kabupaten/kota terendah di Provinsi Jawa Barat adalah Kota Banjar dengan kontribusi 0,25 persen dalam periode tahun 2008-2012

8

Jika ditinjau dari segi pembagian wilayah koordinasi yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, Wilayah III Cirebon yang terdiri Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramyu, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka, dan Kota Cirebon (Ciayumajakuning) merupakan wilayah dengan kontribusi terendah yaitu sebesar 9,80%. Rendahnya kontirbusi Wilayah III Cirebon terhadap pembentukan ekonomi Jawa Barat dapat disebabkan dari letak geografis wilayah ini yang berada di paling timur Jawa Barat. Berbeda dengan wilayah lain yang memiliki beberapa kabupaten/kota yang secara wilayah memiliki keunggulan komparatif dibanding dengan kabupaten/kota yang terdapat di Wilayah III Cirebon.

Tabel 1.3

PDRB & Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Wilayah III Cirebon Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000

Kabupaten / Kota PDRB Tahun 2006 (Miliar Rp) Persentase (%) kab/kota thdp PDRB Tahun 2012 (Miliar Rp) Persentase (%) kab/kota thdp Laju Pertumbuhan Ekonomi Rata-rata (%) Wilayah III Prov. Jabar Wilayah III Prov. Jabar Kab. Cirebon 6.678 26,72 2,68 8.949,93 27,44 2,51 5,67 Kab. Indramayu 6.132,97 24,61 2,46 8.651,01 26,53 2,43 6,84 Kab. Kuningan 3.308,54 13,27 1,33 4.380,04 13,43 1,23 5,40 Kab. Majalengka 3.610,23 14,85 1,45 4.764,33 14,61 1,34 5,33 Kota Cirebon 5192,35 21,00 2,09 5.867,25 17,99 1,65 2,17 Wilayah III Cirebon 24.922,0 9 100 10,01 32.612,56 100 9,16 5,14 Jawa Barat 248.774,39 356.309,65 6,18

9

Berdasarkan tabel 1.3, Kabupaten Cirebon adalah daerah yang memiliki PDRB tertinggi pada tahun 2007 dan tahun 2010, namun laju pertumbuhan ekonomi tertinggi di Wilayah III Cirebon ialah Kabupaten Indramayu sebesar 6,84 persen dan Kota Cirebon adalah daerah dengan laju pertumbuhan ekonomi terendah yaitu sebesar 2,17 persen. Laju pertumbuhan Wilayah III Cirebon pada tahun 2007-2012 adalah sebesar 5,14 persen, Namun jika dirata-ratakan, kontribusi Wilayah III Cirebon mengalami penurunan sebesar 1,21 persen bedasarkan PDRB total kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon terhadap pembentukan PDRB Provinsi Jawa Barat.

Berdasarkan Wilayah Koordinasi Pemerintah dan Pembangunan (WKPP) atau Wilayah Pengembangan (WP), Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka dan Kota Cirebon (Ciayumajakuning) berada dalam katergori yang sama. Wilayah III Cirebon merupakan fokus pembangunan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat dalam pembangunan di kawasan timur Jawa Barat.

Secara sektoral Wilayah III Cirebon berdasarkan tabel 1.4, dominasi sektor primer sangat terlihat yaitu pada sektor pertanian. Dari 5 Kabupaten/Kota di Wilayah III Cirebon, keempat kabupatennya merupakan wilayah yang kontirbusi sektor pertaninannya paling besar di wilayahnya, kecuali Kota Cirebon yang hanya memiliki kontribusi sektor pertanian sebesar 0,36%. Jika ditinjau dari akumulasi di Wilayah III Cirebon, maka sektor perdagangan, hotel dan restoran yang memiliki kontribusi paling besar yaitu sebesar 26,97% disusul dengan sektor pertanian 26,72% dan sektor industri pengolahan 14,07%. Dalam RPJMD Jawa

10

barat 2008-2013, Wilayah III Cirebon yang juga merupakan Wilayah Pengembangan Ciayumajakuning ini memiliki potensi yang perlu dikembangakan yaitu dalam sektor agribisnis, agroindustri, perikanan, pertambangan dan pariwisata.

Tabel 1.4

PDRB Atas Dasar Harga Konstan Rata-rata Wilayah III Cirebon Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-2012 (dalam Miliar Rupiah) Lapangan Usaha Kab. Cirebon Kab. Indramayu Kab. Kuningan Kab. Majalengk a Kota Cirebon Pertanian 2.307,83 2.783,23 1.291,78 1.167,49 19,05 Pertambangan dan Penggalian 30,90 19,77 27,33 87,65 0,00 Industri Pengolahan 1.122,15 323,83 85,98 721,25 1.732,96 Listrik, Gas

dan Air Bersih 167,80 58,55 16,95 29,76 114,90

Bangunan/ Konstruksi 570,86 225,18 171,80 203,24 258,17 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 1.788,11 2.511,17 867,88 865,83 1.610,95 Pengangkutan dan Komunikasi 464,18 493,40 296,14 275,04 756,55 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 342,17 196,74 242,60 242,25 403,75 Jasa-jasa 983,45 639,99 814,89 574,73 424,11 Total 7.777,45 7.251.86 3.815,35 4.167,24 5.320,44 Sumber: Badan Pusat Statistik (data diolah)

Dari uraian diatas terlihat bahwa sektor yang berkontribusi terhadap pembentukan ekonomi di Wilayah III Cirebon mayoritas pada sektor pertaninan, sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Dalam ruang lingkup yang lebih besar yaitu Jawa Barat sebagai provinis juga

sektor-11

sektor pembentuk perekonomiannya di dominasi oleh ketiga sektor yang sama seperti Wilayah III Cirebon sebagaimana yang terlihat pada gambar 1.1.

Dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Barat tahun 2013 Wilayah III Cirebon merupakan wilayah yang potensial dalam pengembangan sektor agribisnis, agroindustri, perikanan, pertambangan dan pariwisata. Selain itu, Wilayah III Cirebon merupakan salah satu wilayah pengembangan kawasan metropolitan di Jawa Barat untuk percepatan pembangunan ekonomi, kesejahteraan, modernisasi dan keberlanjutan pembangunan di Jawa Barat. (RPJMD Jawa Barat 2013, VII-11)

Oleh karena itu, maka diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui potensi serta identifikasi sektor-sektor ekonomi daerah kabupaten dan kota yang berada di wilayah III Cirebon Provinsi Jawa Barat sebagai pedoman dalam merumuskan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah III Cirebon Provinsi Jawa Barat dalam era otonomi daerah. Peneliti mengambil judul penelitian “Analisis Potensi Sektoral

Kabupaten/Kota di Wilayah III Cirebon Tahun 2006-2012”

B. Perumusan Masalah

Pembangunan nasional terbentuk dari kontribusi pembangunan daerah-daerah didalamnya baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Otonomi daerah-daerah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah dan masyarakatnya dalam menentukan arah pembangunan daerahnya agar mampu meningkatkan motivasi daerah untuk memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi. Hal ini apabila dibiarkan akan menyebabkan terjadinya kesenjangan antar daerah karena daerah yang

12

memiliki potensi yang melimpah akan semakin kaya sedangkan untuk daerah yang memiliki potensi terbatas akan semakin miskin. (Agata:2013)

Salah satu kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yaitu membentuk Badan Koordinasi Pemerintah dan Pembangunan (BKPP) wilayah untuk memimpin wilayah yang telah di tetapkan oleh Pemerintah Jawa Barat sebagai kepanjangan tangan Gubernur dan miniatur dari Provinsi Jawa Barat. Selain itu, Pemerintah Jawa Barat juga membagi beberapa wilayah pengembangan yang berdasarakan potensi wilayah yang ada. Mengacu pada latar belakang yang telah dikemukakan, maka masalah yang akan dikaji adalah :

1. Sektor basis ekonomi apa saja yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masing-masing bagi kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon ?

2. Sektor ekonomi apa saja yang mempunyai potensi daya saing kompetitif, spesialisasi bagi masing-masing kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon ?

3. Sektor-sektor dan daerah mana saja yang dapat di kembangkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan dasar latar belakang dan permasalahan yang dikemukakan diatas, maka penelitian ini bertujuan :

1. Mengetahui sektor basis ekonomi apa saja yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masing-masing kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon

13

2. Mengetahui sektor ekonomi apa saja yang mempunyai potensi daya saing spesialisasi dan kompetitif bagi masing-masing kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon.

3. Mengetahui sektor-sektor dan daerah mana saja yang dapat di kembangkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk : 1. Untuk pemerintah

a. Mengevaluasi arah kebijakan ekonomi pemerintah daerah, terutama dalam rangka perencanaan ekonomi makro regional dalam menghadapi era otonomi daerah di Wilayah III Cirebon.

b. Sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi para pemerintah daerah untuk penetapan kebijakan yang akan datang yang akan berkaitan dengan pembangunan regional.

2. Untuk akademisi sebagai bahan penelitian berikutnya yang terkait.

3. Untuk penulis sebagai pengembangan dan pelatihan diri dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh.

14

Dokumen terkait