ANALISIS POTENSI SEKTORAL KABUPATEN/KOTA DI WIlAYAH III CIREBON TAHUN 2006-2012
Oleh : Asep Fathurrohman NIM: 109084000054
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama Lengkap : Asep Fathurrohman
2. Tempat, Tanggal Lahir : Cirebon, 04 Oktober 1991
3. Alamat : Jl. Poncol Jaya No:26 006/005
Kuningan Barat,Jakarta
4. E-mail : acefathurrahman@yahoo.co.id
II. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Edi Suhaedi
2. Ibu : Nining Suningsih
3. Alamat : Ds.Kebon Dalem No:41, Cirebon
4. Telepon : 085724099735
5. Anak : 1(satu) dari 3 (tiga) bersaudara
III. PENDIDIKAN FORMAL
1. RA Al-Falahiyyah, Kebayoran Baru (1995-1997) 2. MI Al-Falahiyyah, Kebayoran Baru (1997-2003) 3. MTsN 1 Jakarta (2003-2006)
4. SMAN 3 Jakarta (2006-2007)
5. SMAN 1 Karangwareng, Kabupaten Cirebon (2007-2009) 6. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
(2009-2014)
IV. PENDIDIKAN NON FORMAL
ii
V. LATAR BELAKANG ORGANISASI
2006-2007 : Rohis SMA N 3 Jakarta
2007-2008 : English Debating Club SMA N 1 Karangwareng, Kabupaten Cirebon
2009-Sekarang : Humas Ikatan Alumni MI Al-Falahiyyah 2003
VI. PENGALAMAN KERJA
2009-2014 : Staff Administrasi dan Koordinator Lapangan
A’Creatify Production
2012 : Staff Administrasi Simpanan Koperasi Sejahtera Bersama, Cabang Bintaro
VII. SEMINAR/PELATIHAN
iii
ABSTRACT
This research aims to discover the potential of the economic sectors in the Districts/Cities in Region III Cirebon, West Java Province. The data used are time series data are sourced from the Central Statistic Agent (Badan Pusat Statistik), the data is Gross Domestic Product (GDP) of West Java and district/cities on Region III Cirebon based on constant price 2000 in business field without oil and gas . This research uses data analysis method that takes Location Quotients (LQ), Shift Share approach model Esteban Marquillas, Typology of Sectoral and Regional Typology.
Result of this research show that on the LQ analysis that manufacturing sector is non base sector on Region III Cirebon. Sectors that have competitive and speacialities on Region III Cirebon are mining and quarrying sector except on Cirebon City because this sector doesnt exsist there. Based on typology of sectoral, sectors that need to be developed for spur economic growth are building/construction; manufacturing; and electricity, gas, and water sector on Indramayu, Kuningan and Majalengka district. Meanwhile, based on Regional Typology only Cirebon City classified on fast forward area and other four district classified as the relative left behind area because economic growth and income in this area relative slowly than reference are is West Java Province.
iv ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi dari sektor-sektor ekonomi Kabupaten/Kota di Wilayah III Cirebon Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan data time series yang bersumber dari Badan Pusat Statistik, yaitu data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat dan lima Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha tanpa minyak dan gas bumi. Penelitian ini menggunakan metode analisis data dengan alat analisis Location Quatient (LQ), Shift Share model pendekatan Esteban Marquillas, Tipologi Sektoral, dan Tipologi Daerah.
Hasil penelitian ini menunjukkan berdasarkan analisis LQ bahwa sektor industri pengolahan merupakan sektor non basis di Wilayah III Cirebon. Sektor yang memiliki dominasi keunggulan kompetitif dan spealisasi di Wilayah III Cirebon adalah sektor pertambangan dan penggalian kecuali pada Kota Cirebon karena sektor ini tidak terdapat didalam wilayahnya. Berdasarkan tipologi sektoral, sektor yang perlu untuk dikembangkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi adalah sektor bangunan/konstruksi, sektor industri pengolahan dan sektor listrik, gas, dan air bersih yang terdapat pada kabupaten Indramayu, kabupaten Kuningan dan kabupaten majalengka. Sedangkan menurut tipologi daerah hanya Kota Cirebon yang berada dalam kategori daerah maju tapi tapi tertekan yang lainnya berada dalam kategori daerah relatif tertinggal karena laju pertumbuhan ekonomi dan pendapataan perkapitanya relatif lambat dari daerah acuan yaitu provinsi Jawa Barat.
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillah puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi, yang telah memberikan limpahan nikmat, rahmat dan kasih sayang-Nya kepada penulis selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada nabi Muhammad saw, sang pembawa risalah islam, pembawa syafaat bagi ummatnya dihari akhir kelak.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dari berbagai pihak guna penyempurnaan skripsi ini. Disamping itu, dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Apresiasi dan terima kasih yang setinggi-tingginya, disampaikan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. Semoga menjadi amal baik dan dibalas oleh Allah dengan balasan yang lebih baik. Secara khusus, apresiasi dan terima kasih tersebut disampaikan kepada: 1. Ayah Edi Suhaedi dan Ibu Nining Suningsih, atas doa dan kasih sayang yang
tidak terbatas kepada peneliti hingga saat ini, semoga Allah selalu menyayangi keduanya sebagaimana keduanya menyayangi peneliti.
2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS,. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus dosen pembimbing I yang telah membantu penulis hingga skripsi ini selesai.
3. Ibu Fitri Amalia, S.Pd, M.Si. Selaku dosen pembimbing II yang telah banyak membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
vi
5. Bapak Zaenal Muttaqin , selaku Sekertaris program studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
6. Bapak Dr. Lukman dan Ibu Utami Baroroh M.Si selaku mantan Ketua dan Sekretaris program studi Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis dan khususnya program studi
Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, yang telah memberikan motivasi dan pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis selama penulisan skripsi dan masa perkuliahan.
8. Bilkisti Aulia dan Rafli Alfian selaku adik tersayang dari peneliti.
9. Keluarga besar H. Sujaya, terima kasih untuk support dan doanya yang tidak pernah henti kepada penulis.
10.Aldo Susanto selaku pimpinan dan sahabat serta team lainnya yang telah banyak membantu dan bekerja sama selama ini.
11.Annisa, Citra, Dimas P, Gunawan, Ichsan, dan Ratna P, terima kasih atas persahabatan dari awal kuliah hingga saat ini yang telah menjadi tempat berkeluh kesah dan selalu memberikan semangat.
12.Aditya N.P, Dimas A.S, Rhomdon, teman-teman kelas B, rekan-rekan konsentrasi pembangunan dan seluruh angkatan IESP 2009 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Semoga tali silaturahmi kita tidak terputus.
13.Rasa cinta dan hormat kepada semua pihak yang telah banyak membantu yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu dalam menyelesaikan skripsi. Semoga Allah membalas semua kebaikan-kebaikan kalian.
Penulis berharap skripsi ini menjadi konstribusi serta menambah pustaka dan referensi bagi semua pihak yang membutuhkan. Saran dan masukan dari para pembaca untuk perbaikan ketidaksempurnaan skripsi ini sangat diharapkan.
Jakarta, Juli 2014
vii DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI LEMBAR UJIAN KOMPREHENSIF
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... i
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 11
C. Tujuan Penelitian ... 12
D. Manfaat Penelitian ... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 14
1. Konsep Pembangunan Ekonomi ... 14
2. Konsep Pertumbuhan Ekonomi ... 15
3. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 17
4. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah ... 21
a. Model Basis Ekspor (Export-base Model) ... 22
b. Teori Pertumbuhan Cepat Yang Disinergikan ... 24
viii
d. Teori Tempat Sentral ... 28
B. Penelitian Terdahulu ... 29
C. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 40
B. Metode Penentuan Sampel ... 40
C. Metode Pengumpulan Data ... 41
D. Metode Analisis Data ... 41
1. LQ (Location Quotient) ... 42
2. Shift Share ... 45
3. Tipologi Sektoral ... 49
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 52
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ... 57
1. Pembentukan Wilayah III Cirebon ... 57
2. Letak Geografis ... 57
3. Demografi ... 59
4. Kondisi Perekonomian Wilayah III Cirebon ... 60
B. Pembahasan ... 62
1. Analisis Location Quotient (LQ) ... 62
a. Sektor Pertanian ... 63
b. Sektor Pertambangan dan Penggalian ... 64
c. Sektor Industri Pengolahan ... 65
d. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih ... 65
e. Sektor Bangunan/Konstruksi ... 66
f. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran ... 66
ix
h. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan ... 68
i. Sektor Jasa-jasa Lainnya ... 68
2. Analisis Shift-Share ... 70
3. Tipologi Sektoral ... 77
4. Tipologi Daerah ... 83
BAB V KESIMPULAN dan SARAN A. Kesimpulan ... 87
B. Saran ... 88
DAFTAR PUSTAKA ... 90
x
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman 1.1 Perbandingan luas wilayah dan jumlah penduduk Provinsi se-Jawa 4
Tahun 2010
1.2 Kontribusi rata-rata kabupaten/kota dalam pembentukan ekonomi 7 Jawa Barat tahun 2008-2012 tanpa minyak dan gas bumi 1.3 PDRB dan laju pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Wilayah 8
III Cirebon Provinsi Jawa Barat atas dasar harga konstan 2000
1.4 PDRB atas dasar harga konstan rata-rata Wilaya III Cirebon 10 Menurut lapangan usaha tahun 2006-2012
2.1 Penelitian terdahulu 34
3.1 Makna Tipologi Sektor Ekonomi 52
3.2 Tabel operasional variabel 56 4.1 Luas wilayah (Km2) kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon 59
4.2 Jumlah penduduk dan laju pertumbuhan penduduk Wilayah III 60 Cirebon tahun 2006-2012
4.3 Distribusi Persentase PDRB Wilayah III Cirebon menurut sektor atas 61 Dasar Harga Konstan Tahun 2000 tahun 2006-2012 (dalam persen)
4.4 Hasil Perhitungan Location Quetiont (LQ) sektor pertanian 63 Kabupaten/kota Wilayah III Cirebon tahun 2006-2012
4.5 Hasil Perhitungan Location Quetiont (LQ) sektor pertambangan dan 64 penggalian Kabupaten/kota Wilayah III Cirebon tahun 2006-2012
4.6 Hasil Perhitungan Location Quetiont (LQ) sektor industri pengolahan 65 Kabupaten/kota Wilayah III Cirebon tahun 2006-2012
4.7 Hasil Perhitungan Location Quetiont (LQ) sektor listrik, gas, dan air 66 bersih Kabupaten/kota Wilayah III Cirebon tahun 2006-2012
4.8 Hasil Perhitungan Location Quetiont (LQ) sektor bangunan/ 66 konstruksi Kabupaten/kota Wilayah III Cirebon tahun 2006-2012
4.9 Hasil Perhitungan Location Quetiont (LQ) sektor perdagangan , hotel, 67 Dan restoran Kabupaten/kota Wilayah III Cirebon tahun 2006-2012
4.10 Hasil Perhitungan Location Quetiont (LQ) sektor pengangkutan dan 67 Komunikasi Kabupaten/kota Wilayah III Cirebon tahun 2006-2012
xi
4.12 Hasil Perhitungan Location Quetiont (LQ) sektor jasa-jasa 68 lainnya Kabupaten/kota Wilayah III Cirebon tahun 2006-2012
4.13 Hasil perhitungan rata-rata analisis Location Quetiont (LQ) Kabupaten/ 68 Kota di Wilayah III Cirebon tahun 2006-2013
4.14 Komponen Pertumbuhan PropotionalShift (Pj) rata-rata kabupaten/ 69 Kota di Wilayah III Cirebon tahun 2006-2012
4.15 Komponen Pertumbuhan DifferentialShift (Dj) rata-rata kabupaten/ 73 Kota di Wilayah III Cirebon tahun 2006-2012
4.16 Hasil perhitungan Shift-Share model Esteban Marquillas identifikasi 74 keunggulan spealisasi kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon
tahun 2006-2012
4.17 Hasil perhitungan Shift-Share model Esteban Marquillas identifikasi 75 keunggulan kompetitif kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon
tahun 2006-2012
4.18 Makna tipologi sektoral 79
4.19 Pembagian sektor ekonomi kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon 81 Berdasarkan tipologinya
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Keterangan Halaman I Produk Regional Domestik Bruto Atas Dasar Harga
Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tanpa Minyak dan Gas Bumi Provinsi Jawa Barat Tahun
2006-2012 94
II Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tanpa Minyak dan Gas Bumi Kabupaten Cirebon Tahun
2006-2012 94
III Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tanpa Minyak dan Gas Bumi Kabupaten Indramayu Tahun
2006-2012 96
IV Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tanpa Minyak dan Gas Bumi Kabupaten Kuningan Tahun
2006-2012 97
V Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tanpa Minyak dan Gas Bumi Kabupaten Majalengka
Tahun 2006-2012 98
VI Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tanpa Minyak dan Gas Bumi Kota Cirebon Tahun
2006-2012 99
VII Jumlah Penduduk Kabupaten dan Kota di Wilayah III Cirebon dan Provinsi Jawa Barat Tahun
2006-2012 100
VIII Perhitungan Location Quotient (LQ) Kabupaten
Cirebon Tahun 2006-2009 101
IX Perhitungan Location Quotient (LQ) Kabupaten
Cirebon Tahun 2010-2012 102
Location Quotient (LQ) Rata-rata Kabupaten
xiv
X Perhitungan Location Quotient (LQ) Kabupaten
Indramayu Tahun 2006-2009 103
XI Perhitungan Location Quotient (LQ) Kabupaten
Indramayu Tahun 2010-2012 104
Location Quotient (LQ) Rata-rata Kabupaten
Cirebon Tahun 2006-2012 104
XII Perhitungan Location Quotient (LQ) Kabupaten
Kuningan Tahun 2006-2009 105
XIII Perhitungan Location Quotient (LQ) Kabupaten
Kuningan Tahun 2010-2012 106
Location Quotient (LQ) Rata-rata Kabupaten
Kuningan Tahun 2006-2012 106
XIV Perhitungan Location Quotient (LQ) Kabupaten
Majalengka Tahun 2006-2009 107
XV Perhitungan Location Quotient (LQ) Kabupaten
Majalengka Tahun 2010-2012 108
Location Quotient (LQ) Rata-rata Kabupaten
Majalengka Tahun 2006-2012 108
XVI Perhitungan Location Quotient (LQ) Kota Cirebon
Tahun 2006-2009 109
XVII Perhitungan Location Quotient (LQ) Kota Cirebon
Tahun 2010-2012 110
Location Quotient (LQ) Rata-rata Kota Cirebon
Tahun 2006-2012 111
XVIII Hasil Perhitungan Location Quotient (LQ) Rata-rata Kabupaten/Kota di Wilayah III Cirebon Tahun
2006-2012 112
XIX Perhitungan Shift-Share Tentang Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi Menurut Sektor di Kabupaten Cirebon Tahun 2006-2007 dan Tahun
2007-2008 113
XX Perhitungan Shift-Share Tentang Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi Menurut Sektor di Kabupaten Cirebon Tahun 2008-2009 dan Tahun
xv
XXI Perhitungan Shift-Share Tentang Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi Menurut Sektor di Kabupaten Cirebon Tahun 2010-2011 dan Tahun
2011-2012 115
XXII Hasil Perhitungan Shift-Share Model Esteban Marquillas Identifikasi Spealisasi dan Kompetitif
Kabupaten Cirebon Tahun 2006-2012 116
XXIII Perhitungan Shift-Share Tentang Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi Menurut Sektor di Kabupaten Indramayu Tahun 2006-2007 dan Tahun
2007-2008 117
XXIV Perhitungan Shift-Share Tentang Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi Menurut Sektor di Kabupaten Indramayu Tahun 2008-2009 dan Tahun
2009-2010 118
XXV Perhitungan Shift-Share Tentang Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi Menurut Sektor di Kabupaten Indramayu Tahun 2010-2011 dan Tahun
2011-2012 119
XXVI Hasil Perhitungan Shift-Share Model Esteban Marquillas Identifikasi Spealisasi dan Kompetitif
Kabupaten Indramayu Tahun 2006-2012 120
XXVII Perhitungan Shift-Share Tentang Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi Menurut Sektor di Kabupaten Kuningan Tahun 2006-2007 dan Tahun
2007-2008 121
XXVIII Perhitungan Shift-Share Tentang Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi Menurut Sektor di Kabupaten Kuningan Tahun 2008-2009 dan Tahun
2009-2010 122
XXIX Perhitungan Shift-Share Tentang Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi Menurut Sektor di Kabupaten Kuningan Tahun 2010-2011 dan Tahun
2011-2012 123
XXX Hasil Perhitungan Shift-Share Model Esteban Marquillas Identifikasi Spealisasi dan Kompetitif
Kabupaten Kuningan Tahun 2006-2012 124
xvi
Kabupaten Majalengka Tahun 2006-2007 dan Tahun
2007-2008 125
XXXII Perhitungan Shift-Share Tentang Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi Menurut Sektor di Kabupaten Majalengka Tahun 2008-2009 dan Tahun
2009-2010 126
XXXIII Perhitungan Shift-Share Tentang Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi Menurut Sektor di Kabupaten Majalengka Tahun 2010-2011 dan Tahun
2011-2012 127
XXXIV Hasil Perhitungan Shift-Share Model Esteban Marquillas Identifikasi Spealisasi dan Kompetitif
Kabupaten Majalengka Tahun 2006-2012 128
XXXV Perhitungan Shift-Share Tentang Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi Menurut Sektor di Kota
Cirebon Tahun 2006-2007 dan Tahun 2007-2008 129 XXXVI Perhitungan Shift-Share Tentang Keunggulan
Kompetitif dan Spesialisasi Menurut Sektor di Kota
Cirebon Tahun 2008-2009 dan Tahun 2009-2010 130 XXXVII Perhitungan Shift-Share Tentang Keunggulan
Kompetitif dan Spesialisasi Menurut Sektor di Kota
Cirebon Tahun 2010-2011 dan Tahun 2011-2012 131 XXXVIII Hasil Perhitungan Shift-Share Model Esteban
Marquillas Identifikasi Spealisasi dan Kompetitif
Kota Cirebon Tahun 2006-2012 132
XXXIX Perhitungan Propotional Shift (Pj) Kabupaten
Cirebon [Eij*(rin-rn)] Tahun 2006-2012 133
XL Perhitungan Differential Shift (Dj) Kabupaten
Cirebon [E’ij*(rin-rin)] Tahun 2006-2012 134 XLI Hasil Rata-rata Propotional Shift (Pj) Kabupaten
Cirebon Tahun 2006-2012 135
Hasil Rata-rata Differential Shift (Dj) Kabupaten
Cirebon Tahun 2006-2012 135
XLII Perhitungan Propotional Shift (Pj) Kabupaten
Indramayu [Eij*(rin-rn)] Tahun 2006-2012 136 XLIII Perhitungan Differential Shift (Dj) Kabupaten
xvii
XLIV Hasil Rata-rata Propotional Shift (Pj) Kabupaten
Indramayu Tahun 2006-2012 137
Hasil Rata-rata Differential Shift (Dj) Kabupaten
Indramayu Tahun 2006-2012 137
XLV Perhitungan Propotional Shift (Pj) Kabupaten
Kuningan [Eij*(rin-rn)] Tahun 2006-2012 138 XLVI Perhitungan Differential Shift (Dj) Kabupaten
Kuningan [E’ij*(rin-rin)] Tahun 2006-2012 139 XLVII Hasil Rata-rata Propotional Shift (Pj) Kabupaten
Kuningan Tahun 2006-2012 140
Hasil Rata-rata Differential Shift (Dj) Kabupaten
Kuningan Tahun 2006-2012 140
XLVII Perhitungan Propotional Shift (Pj) Kabupaten
Majalngke [Eij*(rin-rn)] Tahun 2006-2012 141 XLIII Perhitungan Differential Shift (Dj) Kabupaten
Majalengka [E’ij*(rin-rin)] Tahun 2006-2012 142 XLIV Hasil Rata-rata Propotional Shift (Pj) Kabupaten
Majalengka Tahun 2006-2012 143
Hasil Rata-rata Differential Shift (Dj) Kabupaten
Majalengka Tahun 2006-2012 143
XLV Perhitungan Propotional Shift (Pj) Kota Cirebon
[Eij*(rin-rn)] Tahun 2006-2012 144
XLVI Perhitungan Differential Shift (Dj) Kota Cirebon
[E’ij*(rin-rin)] Tahun 2006-2012 145
XLVII Hasil Rata-rata Propotional Shift (Pj) Kota Cirebon
Tahun 2006-2012 146
Hasil Rata-rata Differential Shift (Dj) Kota Cirebon
Tahun 2006-2012 146
XLVIII Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tanpa Minyak dan Gas Bumi Kabupaten dan Kota di Wilayah III Cirebon Provinsi Jawa Barat Tahun
2007-2012 147
xviii
Bumi Per Kapita Kabupaten dan Kota di Wilayah III
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang
melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental yang
sudah terbiasa dan lembaga-lembaga nasional termasuk pula percepatan atau
akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketimpangan dan pemberantasan
kemiskinan yang absolut (Todaro, 2003).
Lahirnya Undang-Undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional merupakan landasan hukum di bidang
perencanaan pembangunan agar tujuan pembangunan dapat tercapai melalui
perencanaan yang strategis berdasarkan permasalahan yang ada. Peraturan ini
merupakan suatu kesatuan tata cara pembangunan untuk menghasilkan rencana
pembangunan jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan
oleh unsur penyelenggaraan pemerintahan di Pusat dan Daerah dengan
melibatkan masyarakat.
Pembangunan nasional tidak terlepas dari pembangunan daerah-daerah
yang ada di dalamnya, memasuki era otonomi telah memberikan kesempatan
kepada pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk
menentukan arah pembangunan daerahnya sesuai landasan hukum UU. No.22
Tahun 1999 (sekarang UU tersebut diganti dengan UU. No.32 Tahun 2004)
2
UU No.33 Tahun 2004) tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Daerah dan Pemerintah Pusat.
Pembangunan biasanya terfokus pada pembangunan ekonomi melalui
usaha pertumbuhan ekonomi yang berkaitan erat dengan produksi barang atau jasa
yang diukur antara lain melalui Produk Domestik Bruto (PDB) untuk skala
nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk skala Provinsi,
Kabupaten atau Kota.Dengan kekuasaan yang dimiliki, daerah dapat mengelola
dan memecahkan masalah pembangunan di daerah, terbukanya peluang usaha
untuk menggali potensi daerah dan pengembangan ekonomi daerah untuk
membangun daya saing, sehingga secara nasional dan global Indonesia dapat
berkiprah dengan kemampuan daya saing yang kokoh dengan negara-negara lain.
Dalam memasuki era otonomi daerah, kerjasama ekonomi antar daerah
menjadi semakin penting. Melalui kerjasama ini, kelebihan suatu daerah akan
dapat dimanfaatkan oleh daerah lainnya. dengan demikian, pemanfaatan sumber
daya yang tersedia akan menjadi lebih baik dan efisien sehingga pertumbuhan
ekonomi dan pembangunan dimasing-masing daerah akan dapat pula
ditingkatkan. Peran masyarakat dan pemerintah dalam membangun daerah dapat
terlaksana dengan kondusif melalui otonomi daerah demi tercapainya
kemakmuran penduduk, dengan mempertimbangkan segenap potensi, sumber
daya, serta faktor-faktor lainnya, baik faktor pendukung maupun faktor
penghambat. (Dyah,dkk:2011)
Indonesia telah sejak lama menerapkan konsep wilayah pembangunan
3
tingkat nasional, wilayah pembangunan tersebut dinamakan Wilayah
Pembangunan Utama (WPU) yang menggabungkan beberapa propinsi yang
mempunyai kondisi yang relatif sama dan kegiatan ekonomi dan sosialnya saling
berkaitan erat. Pada tingkat propinsi dinamakan Wilayah Pembangunan (WP)
yang menggabungkan beberapa kabupaten dan kota yang saling terkait.
Sedangkan pada tingkat kabupaten dan kota juga terdapat pula Sub Wilayah
Pembangunan (SWP) yang menggabungkan beberapa kecamatan yang potensinya
relatif sama dan kegiatan sosial-ekonominya saling terkait satu sama lainnya
(Sjafrizal, 2008:244)
Arsyad (2002) mengatakan bahwa faktor penentu pertumbuhan ekonomi
suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan barang dan jasa
dari luar daerah. Pertumbuhan indurti-industri yang menggunakan sumber daya
lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor akan menghasilkan
kekayaan daerah dan lapangan kerja. Jika dilihat dari kemakmuran daerah suatu
daerah, maka daerah satu dengan daerah lainnya tidak akan sama walaupun
berada dalam satu provinsi.
Kontribusi Produk Domsetik Bruto (PDB) Nasional masih didominasi
oleh provinsi-provinsi di Pulau Jawa yaitu sebesar 57,62% dengan kontribusri
terbesar dari DKI Jakarta 16,40%, Jawa Timur 14,88%, dan Jawa Barat 14,07%
dengan kata lain jika ketiga provinsi ini diakumulasikan maka telah membentuk
PDB Indonesia sebesar 45,35% atau PDRB Pulau Jawa sebesar 78,7% (BPS
2012). Besarnya PDRB ketiga provinsi tersebut tentunya tidak terlepas dari peran
4
menunjukan Jawa Barat sebagai provinsi yang paling banyak penduduknya di
Pulau Jawa sekaligus Indonesia yaitu sebanyak 43.053.732 jiwa dengan luas
[image:27.595.101.526.161.519.2]wilayah yang cukup besar seluas 35.377,76 Km2 seperti dalam Tabel 1.1 berikut :
Tabel 1.1
Perbandingan Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Provinsi se-Jawa Tahun 2010
No Wilayah Luas Wilayah (Km2) Jumlah Penduduk (Jiwa)
1 Banten 9.662,92 10.632.166
2 DI Yogyakarta 3.185,80 3.457.491
3 DKI Jakarta 664,01 9.607.707
4 Jawa Barat 35.377,76 43.053.732
5 Jawa Tengah 32.800,69 32.382.657
6 Jawa Timur 47.799,75 37.476.757
Sumber data : BPS-Statistik Indonesia 2011
Selain itu, wilayah Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Ibu
Kota Indonesia yakni DKI Jakarta juga memberi kontribusi terhadap beberapa
daerah di Jawa Barat. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa
Barat dalam rentang periode 2007 sampai 2012 setiap tahunnya mengalami
peningkatan. Pada tahun 2007 PDRB Jawa Barat Sebesar 274.180 Milyar Rupiah
dan pada tahun 2012 menjadi 364.405 Milyar Rupiah, hal ini berarti PDRB Jawa
Barat mengalami peningkatan sebesar 32,9% dalam kurun waktu 6 tahun.
Secara sektoral, tiga sektor yang paling banyak berperan dalam
pembentukan ekonomi Provinsi Jawa Barat tahun 2012 adalah sektor industri
pengolahan (35,79%), sektor perdagangan, hotel dan restoran (23,90%) dan sektor
pertanian (11,52%). Kontribusi ketiga sektor tersebut mencapai 71,21% dari total
pembentukan ekonomi Provinsi Jawa Barat tahun 2012. Dalam gambar 1.1
memperlihatkan kontribusi masing-masing sektor terhadap perekonomian
5 Gambar 1.1
Struktur Perkonomian Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 (Persen)
Sumber : Badan Pusat Statisik
Secara kewilayahan penduduk Jawa Barat terkonsentrasi pada
daerah-daerah industri seperti Kabupaten Bandung, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten
Bogor. Hal ini menunjukan bahwa daerah industri masih memiliki daya tarik bagi
penduduk dari desa untuk mencari pekerjaan.
Jawa Barat yang memiliki luas yang cukup besar serta kuantitas
penduduk yang banyak dan terdiri dari 21 Kabupaten dan 6 Kota ini mengutamakan aspek kewilayahan sehingga visi Jawa Barat yaitu “Jawa Barat
Maju dan Sejahtera untuk Semua” dapat tercapai. Hal ini tercermin dengan
pembagian Wilayah Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan (WKPP) dan
Wilayah Pengembangan (WP) berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat
Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi
Jawa Barat 2009-2029.
Pertani an : 11,52% 12% Pertambangan & Penggalian : 1,86% 2% Industri Pengolahan : 35,79% 36%
Listrik, Gas, & Air Bersih : 2,51%
2% Konstruksi : 4,29% 4% Perdagangan, Hotel, & Restoran : 23,9% 24% Pengangkutan & Komunikasi : 7,79% 8% Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan :
2,95% 3%
6
Wilayah Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan (WKPP) diatur
oleh suatu Badan Koordinasi Wilayah dengan tugas pokok, fungsi memimpin,
mengkoordinasikan dan mengendalikan tugas Pemerintahan, Perekonomian dan
Kesejahtraan Sosial di wilayah kerja yang sama dengan wilayah kerja Pembantu
Gubernur sebagaimana yang tercantum pada Peraturan Daerah nomor 47 tahun
2007 tentang Lembaga Teknis Daerah Provinsi Jawa Barat agar Eksistensi dan
peran lembaga koordinasi antar Kabupaten dan Kota dipertahankan dan
ditingkatkan dengan penguatan aspek kewilayahan. (BKPP Wilayah III Cirebon)
Wilayah Koordinasi Pemerintah dan Pembangunan Provinsi Jawa Barat
terbagi menjadi 4 wilayah, pembagian wilayah ini diharapkan masing-masing
Kabupaten dan Kota yang berada dalam suatu wilayah tersebut dapat memperoleh
efektifitas dan efisiensi serta sinergitas pembangunan. Berbeda dengan Wilayah
Pengembangan yang terbagi menjadi 6 wilayah dimana klasifikasinya berdasarkan
pengembangan potensi wilayah yang ada.
Setiap wilayah koordinasi memiliki karakteristik tersendiri dibanding
wilayah lain sehingga perlakuan pembangunannya disesuaikan dengan kondisi
wilayah tersebut. Perencanaan pembangunan kewilayahan dimaksudkan untuk
lebih mendapatkan tujuan dan sasaran pembangunan kepada user atau pemanfaat
pembangunan itu sendiri. Secara komulatif pembangunan kewilayahan tersebut
menjadi pembangunan Provinsi Jawa Barat. Dalam tabel 1.2 dibawah ini
memperlihatkan pembagian kewilayahan koordinasi Provinsi Jawa Barat serta
kontribusi kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat terhadap pembentukan ekonomi
7 Tabel 1.2
Kontribusi Rata-rata Kabupaten/Kota dalam Pembentukan Ekonomi Jawa Barat Tahun 2008-2012 (Persen) Tanpa Minyak dan Gas Bumi
Wilayah Kabupaten/Kota Kontribusi Jumlah
Wilayah I
Kab. Bogor 10,93
20,97
Kab. Cianjur 2,78
Kab. Sukabumi 2,84
Kota Bogor 1,60
Kota Depok 2,18
Kota Sukabumi 0,64
Wilayah II
Kab. Bekasi 18,17
35,05
Kab. Karawang 7,04
Kab. Purwakarta 2,43
Kab. Subang 2,18
Kota Bekasi 5,22
Wilayah III
Kab. Cirebon 2,71
9,80
Kab. Indramayu 2,54
Kab. Kuningan 1,33
Kab. Majalengka 1,45
Kota Cirebon 1,77
Wilayah IV
Kab. Bandung 7,21
34,18
Kab. Bandung Barat 2,69
Kab. Ciamis 2,48
Kab. Garut 3,71
Kab. Pangandaran -
Kab. Sumedang 1,88
Kab. Tasikmalaya 1,84
Kota Bandung 10,65
Kota Banjar 0,25
Kota Cimahi 2,18
Kota Tasikmalaya 1,30
Jumlah 100 100
Sumber: Badan Pusat Statistik (data diolah)
Tabel 1.2 memperlihatkan bahwa kabupaten/kota yang terbesar dalam
pembentukan ekonomi Provinsi Jawa Barat tahun adalah Kabupaten Bekasi
(18,17%) yang berada di wilayah II, Kabupaten Bogor (10,93%) di wilayah I dan
Kota Bandung (10,65%) di wilayah I. Sedangkan untuk kontribusi kabupaten/kota
terendah di Provinsi Jawa Barat adalah Kota Banjar dengan kontribusi 0,25 persen
8
Jika ditinjau dari segi pembagian wilayah koordinasi yang telah
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, Wilayah III Cirebon
yang terdiri Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramyu, Kabupaten Kuningan,
Kabupaten Majalengka, dan Kota Cirebon (Ciayumajakuning) merupakan wilayah
dengan kontribusi terendah yaitu sebesar 9,80%. Rendahnya kontirbusi Wilayah
III Cirebon terhadap pembentukan ekonomi Jawa Barat dapat disebabkan dari
letak geografis wilayah ini yang berada di paling timur Jawa Barat. Berbeda
dengan wilayah lain yang memiliki beberapa kabupaten/kota yang secara wilayah
memiliki keunggulan komparatif dibanding dengan kabupaten/kota yang terdapat
[image:31.595.93.560.178.692.2]di Wilayah III Cirebon.
Tabel 1.3
PDRB & Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Wilayah III Cirebon Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000
Kabupaten / Kota PDRB Tahun 2006 (Miliar Rp) Persentase (%) kab/kota thdp PDRB Tahun 2012 (Miliar Rp) Persentase (%) kab/kota thdp Laju Pertumbuhan Ekonomi Rata-rata (%) Wilayah III Prov. Jabar Wilayah III Prov. Jabar Kab.
Cirebon 6.678 26,72 2,68 8.949,93 27,44 2,51 5,67
Kab.
Indramayu 6.132,97 24,61 2,46 8.651,01 26,53 2,43 6,84
Kab.
Kuningan 3.308,54 13,27 1,33 4.380,04 13,43 1,23 5,40
Kab.
Majalengka 3.610,23 14,85 1,45 4.764,33 14,61 1,34 5,33
Kota
Cirebon 5192,35 21,00 2,09 5.867,25 17,99 1,65 2,17
Wilayah III Cirebon
24.922,0
9 100 10,01 32.612,56 100 9,16 5,14
Jawa Barat 248.774,39 356.309,65 6,18
9
Berdasarkan tabel 1.3, Kabupaten Cirebon adalah daerah yang memiliki
PDRB tertinggi pada tahun 2007 dan tahun 2010, namun laju pertumbuhan
ekonomi tertinggi di Wilayah III Cirebon ialah Kabupaten Indramayu sebesar
6,84 persen dan Kota Cirebon adalah daerah dengan laju pertumbuhan ekonomi
terendah yaitu sebesar 2,17 persen. Laju pertumbuhan Wilayah III Cirebon pada
tahun 2007-2012 adalah sebesar 5,14 persen, Namun jika dirata-ratakan,
kontribusi Wilayah III Cirebon mengalami penurunan sebesar 1,21 persen
bedasarkan PDRB total kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon terhadap
pembentukan PDRB Provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan Wilayah Koordinasi Pemerintah dan Pembangunan (WKPP)
atau Wilayah Pengembangan (WP), Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu,
Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka dan Kota Cirebon
(Ciayumajakuning) berada dalam katergori yang sama. Wilayah III Cirebon
merupakan fokus pembangunan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat dalam
pembangunan di kawasan timur Jawa Barat.
Secara sektoral Wilayah III Cirebon berdasarkan tabel 1.4, dominasi
sektor primer sangat terlihat yaitu pada sektor pertanian. Dari 5 Kabupaten/Kota
di Wilayah III Cirebon, keempat kabupatennya merupakan wilayah yang
kontirbusi sektor pertaninannya paling besar di wilayahnya, kecuali Kota Cirebon
yang hanya memiliki kontribusi sektor pertanian sebesar 0,36%. Jika ditinjau dari
akumulasi di Wilayah III Cirebon, maka sektor perdagangan, hotel dan restoran
yang memiliki kontribusi paling besar yaitu sebesar 26,97% disusul dengan sektor
10
barat 2008-2013, Wilayah III Cirebon yang juga merupakan Wilayah
Pengembangan Ciayumajakuning ini memiliki potensi yang perlu dikembangakan
yaitu dalam sektor agribisnis, agroindustri, perikanan, pertambangan dan
[image:33.595.106.524.160.619.2]pariwisata.
Tabel 1.4
PDRB Atas Dasar Harga Konstan Rata-rata Wilayah III Cirebon Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-2012 (dalam Miliar Rupiah) Lapangan Usaha Kab. Cirebon Kab. Indramayu Kab. Kuningan Kab. Majalengk a Kota Cirebon
Pertanian 2.307,83 2.783,23 1.291,78 1.167,49 19,05
Pertambangan dan
Penggalian
30,90 19,77 27,33 87,65 0,00
Industri
Pengolahan 1.122,15 323,83 85,98 721,25 1.732,96
Listrik, Gas
dan Air Bersih 167,80 58,55 16,95 29,76 114,90
Bangunan/
Konstruksi 570,86 225,18 171,80 203,24 258,17
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
1.788,11 2.511,17 867,88 865,83 1.610,95
Pengangkutan dan
Komunikasi
464,18 493,40 296,14 275,04 756,55
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
342,17 196,74 242,60 242,25 403,75
Jasa-jasa 983,45 639,99 814,89 574,73 424,11
Total 7.777,45 7.251.86 3.815,35 4.167,24 5.320,44 Sumber: Badan Pusat Statistik (data diolah)
Dari uraian diatas terlihat bahwa sektor yang berkontribusi terhadap
pembentukan ekonomi di Wilayah III Cirebon mayoritas pada sektor pertaninan,
sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Dalam
sektor-11
sektor pembentuk perekonomiannya di dominasi oleh ketiga sektor yang sama
seperti Wilayah III Cirebon sebagaimana yang terlihat pada gambar 1.1.
Dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Provinsi Jawa Barat tahun 2013 Wilayah III Cirebon merupakan wilayah yang
potensial dalam pengembangan sektor agribisnis, agroindustri, perikanan,
pertambangan dan pariwisata. Selain itu, Wilayah III Cirebon merupakan salah
satu wilayah pengembangan kawasan metropolitan di Jawa Barat untuk
percepatan pembangunan ekonomi, kesejahteraan, modernisasi dan keberlanjutan
pembangunan di Jawa Barat. (RPJMD Jawa Barat 2013, VII-11)
Oleh karena itu, maka diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui
potensi serta identifikasi sektor-sektor ekonomi daerah kabupaten dan kota yang
berada di wilayah III Cirebon Provinsi Jawa Barat sebagai pedoman dalam
merumuskan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi di wilayah III Cirebon Provinsi Jawa Barat dalam era
otonomi daerah. Peneliti mengambil judul penelitian “Analisis Potensi Sektoral
Kabupaten/Kota di Wilayah III Cirebon Tahun 2006-2012”
B. Perumusan Masalah
Pembangunan nasional terbentuk dari kontribusi pembangunan
daerah-daerah didalamnya baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Otonomi daerah-daerah
memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah dan masyarakatnya dalam
menentukan arah pembangunan daerahnya agar mampu meningkatkan motivasi
daerah untuk memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi. Hal ini apabila dibiarkan
12
memiliki potensi yang melimpah akan semakin kaya sedangkan untuk daerah
yang memiliki potensi terbatas akan semakin miskin. (Agata:2013)
Salah satu kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yaitu membentuk
Badan Koordinasi Pemerintah dan Pembangunan (BKPP) wilayah untuk
memimpin wilayah yang telah di tetapkan oleh Pemerintah Jawa Barat sebagai
kepanjangan tangan Gubernur dan miniatur dari Provinsi Jawa Barat. Selain itu,
Pemerintah Jawa Barat juga membagi beberapa wilayah pengembangan yang
berdasarakan potensi wilayah yang ada. Mengacu pada latar belakang yang telah
dikemukakan, maka masalah yang akan dikaji adalah :
1. Sektor basis ekonomi apa saja yang dapat meningkatkan pertumbuhan
ekonomi masing-masing bagi kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon ?
2. Sektor ekonomi apa saja yang mempunyai potensi daya saing kompetitif,
spesialisasi bagi masing-masing kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon ?
3. Sektor-sektor dan daerah mana saja yang dapat di kembangkan untuk
memacu pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dasar latar belakang dan permasalahan yang dikemukakan
diatas, maka penelitian ini bertujuan :
1. Mengetahui sektor basis ekonomi apa saja yang dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi masing-masing kabupaten/kota di Wilayah III
13
2. Mengetahui sektor ekonomi apa saja yang mempunyai potensi daya saing
spesialisasi dan kompetitif bagi masing-masing kabupaten/kota di Wilayah
III Cirebon.
3. Mengetahui sektor-sektor dan daerah mana saja yang dapat di
kembangkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di
Wilayah III Cirebon.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk :
1. Untuk pemerintah
a. Mengevaluasi arah kebijakan ekonomi pemerintah daerah, terutama
dalam rangka perencanaan ekonomi makro regional dalam
menghadapi era otonomi daerah di Wilayah III Cirebon.
b. Sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi para pemerintah daerah
untuk penetapan kebijakan yang akan datang yang akan berkaitan
dengan pembangunan regional.
2. Untuk akademisi sebagai bahan penelitian berikutnya yang terkait.
3. Untuk penulis sebagai pengembangan dan pelatihan diri dalam
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A.Landasan Teori
1. Konsep Pembangunan Ekonomi
Penjelasan tentang definisi atau pengertian pembangunan ekonomi
banyak dikemukakan oleh beberapa ahli ekonomi. Menurut Arsyad (2010:6),
pembangunan ekonomi adalah proses yang menyebabkan kenaikan
pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang
disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan. Dari pengertian tersebut
mengandung arti yaitu (1) suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi
terus-menerus (2) usaha untuk menaikan pendapatan per kapita dan (3)
kenaikan perndapatan per kapita itu berlangsung dalam jangka panjang (4)
perbaikan sistem kelembagaan di segala bidang (mislanya ekonomi, politik,
sosial, dan budaya).
Menurut Okun dan Richardson dalam Jhingan (2012:7), pembangunan
ekonomi adalah perbaikan perbaikan terhadap kesejahteraan material yang
terus-menerus dan berjangka panjang yang dilihat dari lancarnya distribusi
barang dan jasa. Pembangunan ekonomi dipandang sebagai suatu proses
dimana pendapatan nasional nyata per kapita naik dibarengi dengan
penurunan kesenjangan pendapatan dan pemenuhan keinginan masyarkat
secara keseluruhan.
Menurut Schumpeter dalam Sukirno (2006:251) pembangunan
15 merupakan proses yang spontan dan tidak terputus-putus. Pembangunan
ekonomi disebabkan oleh perubahan terutama dalam lapangan industri dan
perdagangan. Berdasarkan pengertian tersebut pembangunan ekonomi terjadi
secara berkelanjutan dari waktu ke waktu dan selalu mengarah positif untuk
perbaikan segala sesuatu menjadi lebih baik dari sebelumnya. Industri dan
perdagangan akan menunjukkan segala kreatifitas dalam pembangunan
ekonomi dengan penggunaan teknologi industri serta dengan adanya
perdagangan akan tercipta kompetisi ekonomi.
Dalam Sukirno (2006:10), pembangunan ekonomi adalah
pertumbuhan ekonomi ditambah dengan perubahan. Arti dari pernyataan
tersebut adalah pembangunan ekonomi dalam suatu negara pada suatu tahun
tertentu tidak hanya diukur dari kenaikan produksi barang dan jasa yang
berlaku dari tahun ke tahun tetapi juga perlu diukur dari perubahan lain yang
berlaku dalam kegiatan ekonomi seperti perkembangan pendidikan,
perkembangan teknologi, peningkatan dalam kesehatan, peningkatan
infrastruktur yang tersedia dan peningkatan dalam pendapatan dan
kemakmuran masyarakat.
2. Konsep Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Schumpeter dan Hicks dalam Jhingan (2004:4), ada
perbedaan dalam istilah perkembangan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi.
Perkembangan ekonomi merupakan perubahan spontan dan terputus-putus
16 keseimbangan yang ada sebelumnya, sedangkan pertumbuhan ekonomi
adalah perubahan jangka panjang secara perlahan dan mantap yang terjadi
melalui kenaikan tabungan dan penduduk. Hicks mengemukakan masalah
negara terbelakang menyangkut pengembangan sumber-sumber yang tidak
atau belum dipergunakan, kendati penggunanya telah cukup dikenal.
Menurut Simon Kuznets dalam M.L Jhingan (2004:57) pertumbuhan
ekonomi adalah peningkatan kemampuan suatu negara (daerah) untuk
menyediakan barang-barang ekonomi bagi penduduknya, yang terwujud
dengan adanya kenaikan output nasional secara terus-menerus yang disertai
dengan kemajuan teknologi serta adanya penyesuaian kelembagaan, sikap dan
ideologi yang dibutuhkannya .
Pertumbuhan ekonomi dalam Sukirno (2006:9) sebagai suatu ukuran
kuantitatif yang menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam
suatu tahun tertentu apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi dapat diketahui dengan membandingkan PDRBpada
satu tahun tertentu (PDRBt) dengan PDRB tahun sebelumnya (PDRB t-1).
Menurut Arsyad (2010:270) Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh
beberapa faktor-faktor sebagai berikut :
a. Akumulasi modal, termasuk investasi baru yang berwujud tanah (lahan),
peralatan fiskal dan sumberdaya manusia (human resources), akan terjadi
jika ada bagian dari pendapatan sekarang yang akan ditabung dan Laju Pertumbuhan Ekonomi = PDRBt – PDRBt-1 x100%
17 diinvestasikan untuk memperbesar output pada masa yang akan datang.
Akumulasi modal akan menambah sumberdaya-sumberdaya yang baru
dan meningkatkan sumberdaya-sumberdaya yang ada.
b. Pertumbuhan penduduk, dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan
jumlah angkatan kerja dianggap sebagai faktor yang positif dalam
merangsang pertumbuhan ekonomi, namun kemampuan merangsang
tergantung kepada kemampuan sistem ekonomi yang berlaku dalam
menyerap dan memperkerjakan tenaga kerja secara produktif.
c. Kemajuan teknologi menurut para ekonom, kemajuan teknologi
merupakan faktor yang paling penting bagi pertumbuhan ekonomi.
Dalam bentuknya yang paling sederhana, kemajuan teknologi disebabkan
oleh cara-cara baru dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan
pekerjaan tradisional.
3. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)
Menurut Badan Pusat Statistik (2011:3) Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) merupakan agregat nilai tambah seluruh barang dan jasa yang
dihasilkan dari seluruh aktivitas ekonomi di suatu wilayah dalam suatu kurun
waktu tertentu. PDRB dapat dihitung dengan menggunakan dua cara, yaitu
atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar harga
berlaku menunjukan agregat nilai tambah barang dan jasa yang dihitung
menggunakan harga pada tahun berjalan, sedangkan PDRB atas dasar harga
18 menggunakan harga pada suatu tahun tertentu sebagai tahun dasar. Dalam
publikasi Badan Pusat Statistik (BPS), tahun yang digunakan untuk
menghitung PDRB atas dasar harga konstan adalah tahun 2000.
Dari dua cara perhitungan PDRB tersebut, dapat diperoleh beberapa
indikator ekonomi makro yang biasa digunakan oleh berbagai kalangan
seperti pemerintah, peneliti, maupun masyarakat baik individu maupun dunia
usaha. Indikator ekonomi makro tersebut antara lain adalah Laju
Pertumbuhan Ekonomi (LPE), struktur perekonomian, dan PDRB per kapita.
Penghitungan PDRB dapat dilakukan dengan menggunakan dua
metode langsung dan tidak langsung (alokasi) (BPS, 2011:5-6):
1) Metode langsung
Metode langsung ini dapat dihitung dengan tiga pendekatan,
yaitu: pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan
pengeluaran.
Seperti sudah disebutkan diatas, penghitungan PDRB secara
langsung bisa dihitung dengan cara:
a. Pendekatan produksi, yaitu pendekatan untuk mendapatkan nilai
tambah di suatu wilayah dengan melihat seluruh produksi netto
barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh sektor perekonomian
selama satu tahun.
b. Pendekatan pendapatan,adalah pendekatan yang dilakukan dengan
menjumlahkan seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor produksi,
19 1) Upah/gaji (balas jasa faktor produksi tenaga kerja)
2) Sewa tanah (balas jasa faktor produksi tanah)
3) Bunga modal (balas jasa faktor produksi modal)
4) Keuntungan (balas jasa faktor produksi wiraswasta/skill)
c. Pendekatan pengeluaran, adalah model pendekatan dengan
caramenjumlahkan nilai permintaan akhir dari seluruh barang dan
jasa, yaitu:
1) Barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga, lembaga
swastayang tidak mencari untung (nirlaba) dan pemerintah.
2) Barang dan jasa yang digunakan untuk membentuk modal tetap
bruto.
3) Barang dan jasa yang digunakan sebagai stok dan ekspor netto.
Dengan menggunakan metode tidak langsung (Metode Alokasi),
model pendekatan ini digunakan karena kadang-kadangdengan data yang
tersedia tidak memungkinkan untuk mengadakanpenghitungan pendapatan
regional dengan menggunakan metodelangsung seperti tiga cara di atas,
sehingga dipakai metode alokasi ataumetode tidak langsung.
PDRB disajikan dalam dua cara, yaitu atas dasar harga berlaku dan
atas dasar harga konstan, PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan
nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap
tahunnya. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukan nilai
20 suatu tahun tertentu (tahun dasar), dalam penelitian ini, penghitungan yang
digunakan adalah tahun 2000 sebagai tahun dasar.
Dalam BPS Provinsi Jawa Barat (2012:6) terdapat penghitungan nilai
tambah bruto atas dasar harga konstan, bisa dihitung dengan empat cara, yaitu
1) Revaluasi. Yaitu dengan cara menilai produksi dan biaya antara
masing-masing tahun dengan harga pada tahun dasar 2000. Hasilnya merupakan
output dan biaya antara atas dasar harga konstan 2000. Selanjutnya nilai
tambah bruto atas dasar harga konstan, diperoleh dari selisih antara
output dan biaya antara perhitungan di atas.
2) Ekstrapolasi. Nilai tambah masing-masing tahun atas dasar harga konstan
2000diperoleh dengan mengalikan nilai tambah pada tahun dasar 2000
dengan indeks produksi. Indeks produksi sebagai ekstrapolator dapat
merupakan indeks dari masing-masing produksi yang dihasilkan atau
indeks dari berbagai indikator produksi seperti tenaga kerja, jumlah
perusahaan dan lainnya, yang dianggap dengan jenis kegiatan yang
dihitung.
3) Deflasi. Nilai tambah atas dasar harga konstan 2000 diperoleh dengan
cara membagi nilai tambah atas dasar harga yang berlaku masing-masing
tahundengan indeks harga. Indeks harga yang digunakansebagai deflator
biasanya merupakan indeks harga konsumen, indeks harga perdagangan
besar dan sebagainya.
4) Deflasi berganda. Dalam deflasi berganda ini, yang di deflasi adalah
21 selisih antara output dan biaya antara hasil deflasi tersebut. Indeks harga
yang digunakan sebagai deflator untuk perhitungan output atas dasar
harga konstan biasanya merupakan indeks harga produsen atau indeks
harga untuk biaya antara adalah indeks harga dari komponen input
terbesar.
4. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan daerah
Menurut Schumpter (The Theory of Economic Development, 1911),
perkembangan adalah perubahan spontan dan terputus-putus dalam keadaan
stasioner yang senantiasa mengubah dan mengganti situasi keseimbangan
yang ada sebelumnya, sedang pertumbuhan adalah perubahan jangka panjang
secara perlahan dan mantap terjadi melalui kenaikan tabungan dan penduduk.
(Rahardjo, 2013:35)
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana
pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya-sumber daya
yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah
dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan
merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam
wilayah tersebut. (Arsyad, 2005:108)
Menurut Michael E. Porter (1990), strategi pembangunan daerah
seharusnya didasarkan pada keunggulan kompetitif (competitive advantage)
dimana unsur ini lebih mengutamakan unsur kreatifitas, teknologi dan
22 mempunyai daya saing yang tinggi dengan daerah lainnya berbeda dengan
unsur keunggulan komparatif yang bersifat tradisional yang hanya didasarkan
pada perbedaaan sumber daya alam yang dimiliki. (Sjafrizal, 2008:235)
Dalam perencanaan pembangunan suatu wilayah, terdapat dua cara
pendekatan yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan daerah. Pendekatan
sektoral yaitu memfokuskan perhatian pada sektor-sektor kegiatan yang ada
di wilayah tersebut, sedangkan pendekatan regional melihat pemanfaatan
ruang serta interaksi berbagai kegiatan dalam ruang wilayah. (Tarigan,
2005:33)
a. Model Basis Ekspor (Export-base Model)
Model ini mula-mula diperkenalkan oleh Douglas C. North pada
tahun 1956. Menurut model ini, pertumbuhan ekonomi suatu daerah
ditentukan oleh keuntungan kompetitif (competitive advantage) yang
dimiliki daerah bersangkutan. Bila daerah yang bersangkutan dapat
mendorong pertumbuhan sektor-sektor yang mempunyai keuntungan
kompetitif sebagai basis ekspor, maka pertumbuhan daerah yang
bersangkutan dapat ditingkatkan. Hal ini terjadi karena peningkatan
ekspor tersebut akan memberikan dampak berganda (multiplier effect)
kepada perekonomian daerah. (Sjafrizal, 2008:87)
Model ini Teori pertumbuhan yang dikembangkan oleh Evsey
Domar dan sir Roy F.Harrod. Pada hakikatnya teori Harrod-Domar
merupakan pengembangan dari teori makro Keynes. Keynes dianggap
23 dalam jangka panjang. Dengan kata lain teori ini berusaha menunjukkan
syarat yang dibutuhkan agar suatu perekonomian dapat tumbuh dan
berkembang dengan mantap (steady growth). Menurut teori
Harrod-Dommar, pembentukan modal merupakan faktor penting yang
menentukan pertumbuhan ekonomi. Pembentukan modal tersebut dapat
diperoleh melalui proses akumulasi tabungan. (Arsyad, 2010:84)
Teori Harrod-Domar mempunyai beberapa asumsi yaitu:
1) Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment)
dan barang-barang modal dalam masyarakat digunakan secara
penuh.
2) Perekonomian terdiri dari dua sektor yaitu sektor rumah tangga daan
sektor perusahaan, berarti pemerintah dan perdagangan luar negeri
tidak ada.
3) Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya
pendapatan nasional, berarti fungsi tabungan di mulai dengan titik
nol.
4) Kecendrungan untuk menabung (Marginal Propensity to Save =
MPS) besarnya tetap, demikian jugarasio antara modal-output
(Capital Output Ratio=COR) dan rasio pertambahan modal-output
(Incremental Capital-Output Ratio=ICOR). (Arsyad, 2010:84)
Atas dasar asumsi-asumsi tersebut, Harrod-Domar membuat
24 mantap (seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa
tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut :
Dimana : g = Growth (tingkat pertumbuhan output)
k = Capital (tingkat pertumbuhan modal)
n = tingkat pertumbuhan angkatan kerja
Agar terjadi keseimbangan antara tabungan (S) dan investasi (I)
harus terdapat kaitan yang saling menyeimbangkan, padahal peran k
untuk menghasilkan tambahan produksi ditentukan oleh v (rasio modal
output). Tarigan ( 2005:49).
b. Teori Pertumbuhan Jalur Cepat yang Disinergikan
Samuelson pada tahun 1955 dalam Tarigan (2007:55)
memperkenalkan teori pertumbuhan jalur cepat (turnpike). Teori ini
menekankan bahwa setiap daerah perlu mengetahui sektor ataupun
komoditi apa yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan
dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena sektor itu
memiliki keunggulan kompetitif (competitive advantage) untuk
dikembangkan. Artinya dengan kebutuhan modal yang sama sektor
tersebut dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, dapat
berproduksi dalam waktu relatif singkat dan volume sumbangan untuk
perekonomian yang cukup besar.
Agar pasarnya terjamin, produk tersebut harus dapat menembus
25 tersebut akan mendorong sektor lain untuk turut berkembang sehingga
perekonomian secara keseluruhan akan tumbuh. Mensinergikan
sektor-sektor adalah membuat sektor-sektor-sektor-sektor saling terkait dan saling mendukung
sehingga pertumbuhan sektor yang satu mendorong pertumbuhan sektor
yang lain, begitu juga sebaliknya. Menggabungkan kebijakan jalur cepat
dan mensinergikannya dengan sektor lain yang terkait akan mampu
membuat perekonomian tumbuh cepat. Dalam kaitan itu, salah satu
pendekatan yang dapat digunakan dalam melihat dan mengidentifikasi
lapangan usaha atau sektor ekonomi unggulan serta menganalisis
perkembangan sektor-sektor ekonomi daerah, khususnya di
kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon terhadap sektor-sektor yang sama
pada tingkat Provinsi Jawa Barat.
c. Model Pertumbuhan Interregional (perluasan dari teori basis)
Model ini merupakan perluasan dari teori basis ekspor, yaitu
dengan menambah faktor-faktor yang bersifat eksogen. Selain itu model basis ekspor hanya membahas daerah tersebut tanpa memperhatikan daerah tetangga. Model ini memasukan dampak dari daerah tetangga,
itulah sebabnya maka dinamakan model interregional. Dalam model ini diasumsikan bahwa selain ekspor pengeluaran pemerintah dan investasi juga bersifat eksogen dan daerah itu terikat pada sistem yang terdiri dari
beberapa daerah yang berhubungan erat. (Tarigan, 2007:58).
Teori basis merupakan bentuk model pendapatan yang paling sederhana dan dapat bermanfaat sebagai sarana untuk memperjelas
26 landasan yang kuat bagi studi pendapatan regional dan juga dapat digunakan untuk melihat faktor-faktor apa saja yang dapat mendorong
pertumbuhan wilayah.
Terdapat beberapa alat analisis yang dapat digunakan untuk menentukan potensi relatif perekonomian suatu wilayah, sebagai berikut:
a) Analisis Shift Share (SS)
Analisis Shift Share (SS) merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah
dibandingkan dengan perekonomian nasional. Tujuan analisis ini sendiri adalah untuk menentukan kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkanya dengan daerah
yang lebih besar (region/nasional).
Analisis SS, memberikan data tentang kinerja perekonomian dalam 3 bidang yang berhubungan satu sama lain yitu:
1) Pertambahan ekonomi daerah diukur dengan cara menganalisis perubahan agregat secara sektoral dibandingkan dengan perubahan pada sektor yang sama di perekonomian yang
dijadikan acuan.
2) Pergeseran proposional merupakan perbedaan antara pertumbuhan daerah dengan menggunakan pertumbuhan
kabupaten/kota sektoral dan pertumbahan daerah dengan menggunakan pertumbuhan provinsi. Kabupaten/kota dapat
27 pertumbuhan dengan nasional disebabkan oleh komposisi sektor yang berbeda.
3) Pergeseran diferensial, digunakan untuk menentukan seberapa jauh daya asing industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan acuan.
b) Location Quotient (LQ)
Dalam Tarigan (2007:60) Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah, salah satu teknik yang lazim digunakan adalah
(Location Quotient, LQ). Location Quotient digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor-sektor basis atau unggulan (leading sectors). Dalam analisis ini kegiatan ekonomi
suatu daerah dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
(1) Sektor Basis adalah kegiatan ekonomi yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun diluar daerah yang bersangkutan.
(2) Sektor Non Basis adalah kegiatan ekonomi yang melayani pasar di daerah itu sendiri.
Dasar pemikiran analisis ini adalah teori economic base yang
intinya adalah karena industri basis menghasilkan barang barang danjasa-jasa untuk pasar di daerah maupun diluar daerah yangbersangkutan, maka penjualan keluar daerah akan menghasilkanpendapatan bagi daerah
tersebut.Terjadinya arus pendapatan dari luar daerah ini menyebabkanterjadinya kenaikan konsumsi dan investasi di daerah
28 Peningkatan pendapatan tersebut tidak hanya menaikkan permintaan terhadap sektor basis, tetapi juga menaikan permintaan akan
sektor non basis. Kenaikan permintaan ini akan mendorong kenaikan investasi pada sektor yang bersangkutan sehingga investasi modal dalam sektor non basis merupakan investasi yang didorong sebagai akibat dari
kenaikan sektor basis.
d. Teori Tempat Sentral
Teori Tempat Sentral (central place theory) menganggap
bahwa ada hirarki tempat dimana setiap tempat sentral didukung oleh
sejumlah tempat lebih kecil yang menyediakan sumberdaya (industri
dan bahan baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu
pemukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang
mendukungnya. Teori tempat sentral memperlihatkan bagaimana
pola-pola lahan dari industri yang berbeda-beda terpadu membentuk
suatu sistem regional kota-kota. (Prasetyo Soepono 2000:415).
Teori tempat sentral ini bisa diterapkan pada pembangunan
ekonomi daerah, baik di daerah perkotaan maupun daerah pedesaaan.
Misalnya, perlunya melakukan pembedaan fungsi antara
daerah-daerah yang bertetangga (berbatasan). Beberapa daerah-daerah bisa menjadi
wilayah penyedia jasa sedangkan daerah lainnya hanya sebagai
wilayah pemukiman. Seorang ahli pembangunan ekonomi daerah
dapat membantu masyarakat untuk mengembangkan peranan
29
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian sebelumnya dari Lio Andi Prasetia, Neni Widayaningsih,
dan Emmy Saraswati (2011) dengan judul keunggulan dan spesialisasi di
wialayah kabupaten Wonosobo tahun 2000-2009 (pendekatan Esteban
Marquillas). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series
tentang Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Tengah
dan Kabupaten Wonosobo tahun 2000-2009 yang bersumber dari Badan
Pusat Statistik (BPS) kabupaten Wonosobo. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kabupaten Wonosobo terspealisasi pada sektor pertanian;
pengangkutan dan komunikasi dan sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan. Kabupaten wonosobo tidak mempunyai sektor yang memiliki
keunggulan kompetitif.
Penelitian dari Janaranjana Herath, Tesfa G. Gebremedhin dan
Blessing M. Maumbe (2012) dengan judul A Dynamic Shift Share Analysis of
Economic Growth in West Virginia. Studi menggunakan data
Ketenagakerjaan selama 38 tahun dari 1970 hingga 2007 untuk analisis
empiris. Hasil mengindikasikan bahwa pertanian, pertambangan dan
manufaktur tidak lagi tulang punggung perekonomian West Virginia. Tiga
sektor menunjukkan pekerjaan menurun dalam periode 38 tahun. Layanan
dan keuangan asuransi dan real estat adalah sektor yang paling kuat
memberikan kontribusi 91 persen pertumbuhan pekerjaan dari 1970 hingga
2007. Selain dua sektor, sektor perdagangan besar dan eceran dan konstruksi
30 dalam sektor-sektor ini potensi dan pelaksanaan rencana kebijakan
pembangunan daerah komprehensif pasti akan mempercepat pertumbuhan
ekonomi West Virginia.
Analisis potensi pengembangan pusat pertumbuhan ekonomi di
kawasan strategis Tangkallangka (2013) yang diteliti oleh Agata Febrina
Panjiputri menggunakan alat analisis Location Quotient (LQ), Model Rasio
Pertumbuhan (MRP), Overlay, Tipologi Klassen, Shift-Share, Gravitasi, dan
SWOT dengan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar
harga konstan 2000 menurut pembagian kawasan strategis Jawa Tengah tahun
2005-2011, pendapatan perkapita, jumlah penduduk, dan jarak antar wilayah.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Kabupaten Batang masuk kedalam
kategori daerah relatif tertinggal. Kota Pekalongan masuk kedalam kategori
daerah maju dan cepat tumbuh. Kabupaten Pemalang dan Kajen masuk
kedalam kategori daerah berkembang cepat. Kabupaten Batang tidak
memiliki sektor unggulan yang memiliki daya saing kompetitif dan
komparatif. Kota Pekalongan memiliki sektor unggulan yang memiliki daya
saing kompetitif dan komparatif di sektor bangunan, perdagangan dan
keuangan. Kabupaten Pemalang memiliki sektor unggulan yang memiliki
daya saing kompetitif dan komparatif di sektor perdagangan. Kajen memiliki
sektor unggulan yang memiliki daya saing kompetitif dan komparatif di
sektor listrik. Kota Pekalongan adalah daerah yang berpotensi dijadikan
sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di Kawasan Strategis Tangkallangka
31 kedalam kategori daerah maju dan cepat tumbuh (2) memiliki sektor
unggulan yang memiliki daya saing komparatif dan kompetitif terbanyak
yaitu sektor bangunan; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (3) memiliki interaksi ekonomi
yang kuat. Strategi yang digunakan untuk pengembangan Kota Pekalongan
adalah strategi agresif.
Santi Raya Siahaan (2010) dalam Analisis Pertumbuhan Ekonomi
dan Ketimp